Share

Bab 6

Author: Puput Pelangi
last update Last Updated: 2024-05-08 11:00:34

Feiza menyeka kedua matanya yang basah oleh cairan larikma. Untuk ke sekian kalinya.

Kini, gadis cantik itu sedang duduk di ruang keluarga bersama kedua orang tuanya setelah ayahnya yang bekerja di pabrik pulang beberapa jam yang lalu.

Jam analog di dinding ruangan itu menunjukkan pukul 7 malam selepas Isya. Feiza, ayahnya, dan ibunya. Mereka bertiga duduk di atas lantai semen yang dilapisi karpet berwarna hijau tua ruang keluarga.

Ayah Feiza duduk bersisian dengan ibunya sedangkan Feiza bersimpuh di hadapan keduanya.

Feiza buka suara setelah berusaha menenangkan diri. "Kenapa Ayah begitu tega sama Feiza, Yah?" tanya gadis itu dengan suara sengau menatap ayahnya. "Kenapa Ayah nikahin aku sama seseorang yang bahkan nggak Fe kenal? Kenapa, Yah? Kenapa?"

Tes tes tes.

Feiza sudah berusaha keras menahan air matanya. Namun, cairan itu tetap meluncur juga dengan deras di kedua belah pipinya.

Gadis itu benar-benar merasakan kesedihan yang tak terkira karena keputusan sepihak kedua orang tuanya yang memilih menikahkannya tanpa sepengetahuannya.

"Fe nggak mau menerima pernikahan ini," ucap gadis itu lalu menyeka air matanya lagi. "Ayah dan Ibu tahu, Feiza ingin jadi perempuan mandiri yang sukses. Fe ingin membahagiakan kalian dengan kesuksesan dan jerih payah Feiza sendiri. Karena itu aku mau kuliah di kota lain supaya mendapat beasiswa. Karena di sini nggak ada kampus negeri yang bisa ngasih beasiswa penuh buat Feiza. Tapi, kenapa? Kenapa Ayah nikahin Feiza?"

Feiza menatap nanar ayahnya yang masih duduk bergeming di depannya.

"Feiza masih mau kuliah, Yah," cicit gadis itu lagi. "Kalau sampai kampus tahu Fe menikah, beasiswa yang susah payah Feiza dapet bakal dicabut. Udah jadi persyaratannya, mahasiswa yang dapat beasiswa seperti Feiza harus fokus sama pendidikannya. Kalau ada yang menikah, maka mahasiswa itu dianggap sudah tidak membutuhkan beasiswanya lagi dan dianggap sudah nggak berhak. Fe nggak mau itu terjadi." Ia kemudian mulai terisak-isak dalam tangisnya. Tanpa bisa dicegahnya.

"Nduk ...," panggil ayahnya setelah beberapa lama. "Semua ini untuk kebaikanmu."

Feiza langsung menggelengkan kepala sembari menatap ayahnya itu. "Kebaikan yang mana, Yah?" tanyanya. "Feiza nggak merasa baik dengan pernikahan ini. Feiza sekarang bahkan terancam nggak bisa kuliah lagi. Di mana kebaikannya? Di mana, Yah?" Gadis itu semakin terisak dalam tangisnya.

Sang ayah tampak mengulas senyum kecil di bibirnya. "Ibumu pasti sudah bilang, tho, Nduk, kalau Ayah menikahkanmu bukan tanpa pertimbangan?"

Feiza hanya diam. Ia masih tidak paham apa yang menjadi pertimbangan kedua orang tuanya hingga mereka menikahkan Feiza dengan seseorang yang tidak diketahuinya.

Ya, baiklah. Ibunya sebelumnya mengatakan jika laki-laki yang dinikahkan dengannya adalah laki-laki yang baik. Namun, itu saja tentu tidak cukup.

Feiza hanya ingin menikah sekali dalam seumur hidup. Ia ingin menikah dengan laki-laki yang mencintai dan dicintainya. Seorang laki-laki yang memenuhi kualifikasinya. Laki-laki yang salih, kaya, penyayang, cerdas, perhatian, dan yang gantengnya jiddan jiddan---setidaknya itu yang selalu Feiza harap dan doakan.

Katakanlah terlalu kemaruk. Namun, apa salahnya? Toh, Feiza juga selalu belajar dan berusaha memantaskan diri. Lagi pula, konon katanya seseorang dianjurkan berdoa dan berharap setinggi-tingginya, ketika doanya itu tercapai namun tidak sesuai yang diharapkan, setidaknya beberapa poin yang menjadi doa menjadi kenyataan. Itu juga yang tentu Feiza inginkan. Terlebih Allah Swt. berfirman dalam kitab sucinya, Al-Qur'an Surah Al-Ghafir ayat 60. Ud'uunii astajib lakum. Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sebagai seorang hamba, ia yakin dan percaya.

Feiza sungguh tidak masalah jika suatu hari orang tuanya menjodohkannya. Itu karena mereka pernah membicarakan hal itu sebelumnya, sebelum Feiza berangkat merantau ke kota lain tempat kuliahnya. Tapi diam-diam menikahkannya tentu hal yang sangat berbeda.

Feiza ingat, beberapa saat yang lalu ia masih seorang mahasiswa single yang idealis soal hukum menjalin kasih sebelum pernikahan. Ia masih seorang gadis muda yang bisa bebas kuliah, berorganisasi, mengikuti berbagai kegiatan, dan mencari banyak pengalaman sepuas hati. Tapi, tiba-tiba statusnya berubah.

Ibunya memberitahunya jika ayahnya telah menikahkannya dengan seseorang. Sungguh sangat mengejutkan, bukan? Pulang-pulang ke rumah Feiza mendapati dirinya berganti status menjadi istri orang.

Tidak apa jika Feiza juga setuju dengan pernikahan itu. Namun masalahnya, Feiza bahkan tidak tahu kapan, di mana, dan siapa yang menjadi suaminya. Semua ini terlalu ujug-ujug baginya. Ia bahkan tidak pernah merasakan taaruf sebelum pernikahan yang umumnya sangat lumrah dilakukan dalam sebuah perjodohan.

Feiza benar-benar merasa sangat merana sekarang. Ia merasa telah dikhianati oleh kedua orang tuanya sendiri yang katanya begitu menyayanginya sepenuh hati.

"Yah," cicit Feiza di antara isak tangisnya. "Jangan bilang, Ayah punya banyak hutang, ya, dan menjadikan Feiza sebagai gantinya?"

Ayahnya langsung melebarkan mata mendengar pertanyaan Feiza, sebentar saling berpandangan dengan ibunya, lantas memecahkan tawa dengan begitu kerasnya.

Feiza langsung menahan isakannya karena merasa terkejut dan heran akan apa yang dilakukannya ayahnya itu.

"Ora, Nduk. Kamu ini bicara apa?" balas sang ayah membantah dugaan Feiza kemudian kembali tertawa. "Untuk apa Ayah menukar putri Ayah sendiri untuk membayar hutang? Lebih baik rumah ini saja yang Ayah jual," lanjutnya kemudian kembali tertawa lagi.

Feiza menjadi semakin heran mendengarnya. "La-lalu, kenapa Ayah menikahkan Feiza dengan paksa?" tanyanya dengan air mata yang kembali meleleh di wajah cantiknya yang kini sembab luar biasa. Bibirnya pucat, hidung dan matanya memerah, dan kelompok matanya bengkak.

Ayahnya pun berhenti tertawa dan kini mengulas senyuman menatap Feiza. "Ini semua demi kebaikanmu, Nduk," katanya mengulang kalimat senada dengan jawaban yang diucapkannya sebelumnya. "Laki-laki yang menjadi suamimu adalah orang yang sangat baik. Ayah sendiri yang berani menjaminnya, Nduk. Kamu akan bahagia hidup dengannya. Dia laki-laki yang salih dan cerdas. Ayah yakin dia bisa menjadi suami yang bertanggungjawab untukmu."

Salih, cerdas, dan ... bertanggungjawab?

Apakah laki-laki yang menjadi suaminya terpaut umur yang cukup banyak dengannya?

Feiza kembali menangis tersedu membayangkannya. Dia masih belum genap 20 tahun dan masih terlalu muda---setidaknya menurutnya.

"Tapi Fe nggak mau, Yah," rengeknya pada akhirnya. "Fe masih mau kuliah. Fe masih mau ketemu teman-temannya Feiza. Fe masih mau wujudin semua cita-cita Feiza. Fe nggak siap berumah tangga, Ayah! Fe belum siap jadi istri orang ... apalagi ibu-ibu, hiks hiks hiks. Fe ngurus diri sendiri aja rasanya masih belum mampu, Yah. Gimana Feiza harus ngurus laki-laki dewasa yang jadi suami Feiza?"

Ayah Feiza terkekeh kecil mendengar penuturan putri semata wayangnya.

"Lho, Ibu belum bilang, tho, kalau suami Feiza masih anak kuliahan seperti dia?" tanya laki-laki paruh baya itu menoleh ke samping kiri pada wajah teduh istrinya.

Ibu Feiza mengulas senyum. "Sudah, lho, Yah. Sudah Ibu bilang," jawabnya lantas kembali menatap Feiza yang masih sesenggukan di depan mereka.

Ayah Feiza pun kembali tertawa melihat Feiza. "Howalah, Nduk, Nduk," katanya. "Suamimu itu kenal denganmu lho, Nduk. Kamu mungkin juga mengenalnya terlebih kalian kuliah di tempat yang sama. Sudah dong menangisnya. Ayah dan Ibu hanya ingin kamu bahagia."

Laki-laki itu mendekat ke arah Feiza lalu membawa putrinya itu ke dalam rengkuhannya.

Feiza pun tidak menolak dipeluk ayahnya. Ia terus menangis dan membalas dekapan ayahnya itu.

"Kapan kembali ke tempatmu kuliah, hm? Kapan masuk lagi? Nanti biar Ayah panggil suamimu buat menjemputmu," ucap Ayah Feiza sembari mengusap-usap penuh sayang kepala anaknya.

Feiza sendiri langsung termangu mendengar penuturan ayahnya.

Laki-laki itu akan diminta ayahnya menjemputnya? Oh, yang benar saja!

"Kamu pasti akan terkejut dan senang begitu melihatnya," lanjut sang ayah membuat Feiza diam membeku. Sungguh, ia tidak mau bertemu laki-laki yang sudah mencuri kebebasan darinya itu.

Banyak pertanyaan yang kini semakin penuh di kepala Feiza. Namun, gadis itu tidak memiliki cukup tenaga untuk mengutarakannya. Ia kembali menangis dalam pelukan ayahnya. Sedangkan di sisi lain, ayahnya sesekali tertawa sembari menenangkannya.

Tbc.

Related chapters

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 7

    Pemandangan seperti ini tidak pernah dibayangkan sama sekali oleh Feiza sebelumnya. Sebuah mobil sedan berwarna putih berhenti tepat di depan rumahnya dan seorang laki-laki yang dikenalnya keluar dari dalamnya.Ya Allah Gusti, apa pun maksud dan tujuan kedatangan laki-laki ini, semoga tidak seperti apa yang dipikirkan Feiza dan menjadi dugaannya.Gadis itu berpikir ia tidak akan kuasa jika kemunculan laki-laki itu sepagi ini di rumahnya sama seperti yang ada di pikirannya. Feiza tidak akan bisa."Assalamu'alaikum." Laki-laki itu tiba-tiba sudah berdiri di depannya dan mengucap salam dengan suaranya yang berat dan tegas.Feiza yang sempat mematung selama beberapa detik langsung kelabakan menjawab salam laki-laki itu. "Wa-waalaikumussalam." Ia sampai tergagap.Laki-laki itu pun mengulas senyum di wajahnya. "Ayah dan Ibu di mana?" tanyanya.Feiza langsung tercenung mendengarnya.Ayah dan Ibu? Ayah dan ibu siapa yang dimaksudnya? Ayah dan Ibu Feiza? Tapi, kenapa laki-laki itu menyebutnya

    Last Updated : 2024-05-08
  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 8

    Feiza tidak dapat mendeskripsikan perasaannya. Entah terkejut, sedih, kecewa, takut, terluka, atau bahkan perasaan lainnya. Yang jelas perasaan campur aduk itu ia yakini bukanlah perasaan bahagia.Feiza merasa ingin menghilang saja dari dunia saat ini juga. Ia benar-benar tidak ingin berurusan dengan laki-laki yang kini ada di hadapannya. Hanya berdua.Ya, hanya ada mereka berdua di ruang tamu berukuran 4 x 6 meter itu. Ayah dan ibu Feiza baru saja pergi beberapa menit yang lalu dengan alasan hendak ke pasar untuk berbelanja. Padahal Feiza rasa, tidak ada kebutuhan rumah atau dapur yang harus ibunya beli hari ini. Semuanya masih mencukupi."Feiza," panggil laki-laki itu lembut. "Kamu melamun?" tanyanya penuh perhatian menatap ke arah Feiza.Feiza mengerjapkan matanya, balas menatap laki-laki yang duduk tepat di depannya hanya berbataskan meja kayu ruang tamu dengan bentangan jarak berkisar satu meteran itu lalu menundukkan kepala.Feiza tidak tahu apa yang harus dilakukan atau dikatak

    Last Updated : 2024-05-08
  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 9

    "Setelah ini bersiaplah, Fe," ucap Furqon tak lama setelah Feiza mengambil kotak berisi cincinnya."Siap-siap? Apa, Gus?" balas gadis itu terdengar malas tak bertenaga.Kenyataan bahwa Furqon adalah laki-laki yang dinikahkan dengannya menyedot habis tenaganya, bahkan bisa dibilang, gairah hidup Feiza. Gadis itu sudah bisa membayangkan hari-hari berat yang akan dialaminya dan menunggunya di depan mata karena menjadi istri Furqon."Aku mau mengajakmu jalan-jalan seperti yang sudah kusampaikan ke Ayah," balas Furqon. "Semua barang yang mau kamu bawa kembali ke Plosojati, kamu bawa sekalian. Setelah jalan-jalan kita akan langsung kembali ke sana."Feiza diam tidak bisa berkata-kata. Ia benar-benar masih syok dan terkejut.Plosojati yang dimaksud Furqon ialah nama daerah tempat berdirinya kampus mereka di kota rantauan. Dan kebanyakan mahasiswa memang memilih tinggal dan menetap di daerah itu entah di kontrakan atau indekosnya masing-masing.Sekarang, Feiza masih terkejut karena Furqon ben

    Last Updated : 2024-05-08
  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 10

    Sepanjang perjalanan, Feiza terus diam dengan Furqon yang juga tampak mengemudi dengan tenang di sisi kanannya. Tidak ada seorang pun yang bicara.Entah ke mana tujuan mereka, Feiza masih belum tahu. Furqon benar-benar tidak berniat memberitahunya. Membuat gadis itu hanya bisa menghela napasnya beberapa kali dengan pelan namun gusar sembari menatap pemandangan yang ada di luar mobil dari kaca jendela yang ada di sisi kirinya.Yang Feiza tahu dengan pasti, mereka masih berada di daerah kota tempat tinggalnya. Itu saja.Ponsel sebenarnya bisa menjadi distraksi terbaik untuk memusatkan perhatian Feiza agar tidak terlalu merasakan keheningan yang tercipta dalam mobil sedan berwarna putih itu. Namun, Feiza memilih tidak melakukannya. Ia takut melewatkan akan ke mana sebenernya Furqon membawanya, hingga beberapa saat setelahnya, laki-laki jangkung itu membelokkan mobilnya masuk ke dalam basement salah satu mal di kota.Feiza sedikit mengernyitkan dahi, ia sama sekali tidak menyangka jika Fu

    Last Updated : 2024-05-08
  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 11

    Setelah membeli beberapa jajanan oleh-oleh, Furqon membawa Feiza ke sebuah toko perhiasan dan membelikan sebuah cincin emas untuk gadis itu. Katanya Feiza harus memakainya jika belum mau memakai cincin nikah berlian yang diberikannya.Sebenarnya Feiza tidak mau menerimanya, tapi lagi-lagi demi misinya yang belum tercapai, Feiza mengiyakan dan langsung mengenakan cincin emas dua puluh empat karat dengan berat 3,5 gram itu.Terlalu besar menurut Feiza, dan tentu terlihat sangat mencolok di jari manis kecil tangan kanannya yang notabenenya mahasiswa yang berkuliah dengan beasiswa. Namun, apa mau dikata. Untuk saat ini Feiza terpaksa harus mengenakannya agar Furqon merasa senang.Setelah membeli cincin, Furqon hendak mengajak Feiza ke gerai ponsel dan membelikan iPhone terbaru untuk gadis itu. Tapi untuk satu hal itu Feiza langsung menolak dengan alasan ia masih terlalu eman dengan ponsel Android kesayangannya yang sudah lama menemani Feiza semenjak masih menjadi Maba alias mahasiswa baru

    Last Updated : 2024-05-08
  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 12

    Furqon membawa Feiza masuk ke dalam sebuah bangunan rumah yang begitu besar dan megah setelah melepas alas kaki masing-masing di depan teras rumah yang berundak. Tembok rumah itu berwarna cream nyaris putih tulang senada dengan lantai keramiknya dengan pintu dan jendela yang berbahankan kayu jati bercatkan warna cokelat tua.Sofa yang ada di ruang tamu berwarna putih gading dengan beberapa kaligrafi indah yang menghiasi dinding, juga sabuah gambar Ka'bah berukuran besar di salah satu sisinya. Karpet dan permadani yang tak kalah bagusnya juga menyelimuti lantai pada sebagian besar ruangan berukuran 5 x 6 meter itu."Assalamu'alaikum."Furqon berujar mengucapkan salam. Tangan kirinya masih menggenggam tangan kanan Feiza dengan tangan kanan laki-laki itu yang menenteng kresek dan paper bag berisi oleh-oleh jajanan khas Jombang yang sebelumnya telah dibelinya."Assalamu'alaikum, Umi." Furqon mengucap salamnya lagi."Wa'alaikumussalam."Tak berselang lama, suara seorang wanita menyahut kem

    Last Updated : 2024-05-08
  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 13

    "Abah ...." Furqon menyalami abahnya. Setelahnya, Feiza pun melakukan hal yang sama. Gadis itu beringsut mendekati Kiai Hamid setelah Furqon, maraih punggung tangannya, lalu menciumnya dalam-dalam. "Alhamdulillah." Kiai Hamid bergumam. "Ayune mantuku," lanjutnya memuji kecantikan Feiza. Kini gadis itu sudah melepas masker di wajahnya, sehingga wajah cantik yang ada di baliknya terlihat dengan jelas. Bu Nyai Farah, umi Furqon langsung tersenyum. "Iya, Bah. Pantas saja kalau putra kita tidak mau menikah dengan gadis lain selain Zahra." Feiza kembali tertegun mendengarnya. Umi Furqon kembali menyebutkan nama perempuan asing di depannya. "Umi ...," rajuk Furqon yang langsung membuat Bu Nyai Farah terkekeh geli. "Lho, iya tho? Kenyataannya begitu tho?!" Bu Nyai Farah kembali tertawa. "Kata Furqon kalian kuliah di tempat yang sama ya, Nduk?" Kiai Hamid melempari Feiza tanya. "Ah, enggeh, A-Abah." Feiza mengiyakan meski di akhir nada suaranya terdengar ragu ketika menyebut

    Last Updated : 2024-05-14
  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 14

    "Kamu sudah hafal berapa juz, Nduk?" tanya Bu Nyai Farah kepada Feiza tepat setelah wiridan, doa, dan musafakhah usai jemaah salat Asar dilakukan. Feiza yang merasa tidak memiliki banyak hafalan langsung meringis. "Ndak sampai berapa juz, Umi," katanya. "Hanya juz amma dan beberapa surah," lanjutnya. "Ooo." Bu Nyai Farah langsung membulatkan mulutnya dengan suara huruf vokal 'o' yang keluar terdengar. "Umi kira kamu sudah khatam hafalan surah-surah Al-Qur'an seperti suamimu di pesantren tahfidz paman kamu, Zahra." Feiza hanya diam mendengarnya. Benar, Furqon memang seorang hafidz Al-Qur'an yang dulu nyantri di pesantren paman Feiza itu. Dan di sana pula sebenarnya awal Feiza mengenal Furqon, dan mungkin, awal pula bagi Furqon mengenalnya. "Kulo tidak ikut program tahfidz, Mi," lirihnya sambil mencoba tersenyum. "Kenapa lho, Nduk?" tanya Bu Nyai Farah bernada terkejut. "Eman banget kalau kamu ndak ikut program tahfidz. Segera ikut, ya! Tambah hafalanmu biar kamu bisa bantu

    Last Updated : 2024-05-15

Latest chapter

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 96

    Assalamualaikum warahmatullah .... Assalamualaikum warahmatullah .... Usai salat, Furqon mengangkat kedua tangannya ke udara, memimpin doa kemudian langsung berbalik menoleh ke arah Feiza yang ada di belakangnya. "Mas." Feiza mendekat lalu meraih tangan Furqon dan menciumnya. Furqon merekahkan senyum. Tangan kirinya yang bebas tidak dicium Feiza bergerak mengusap lembut puncak kepala sang istri yang masih berbalutkan kain mukena. "Aku akan rindu kamu, Fe," tutur Furqon. Selesai bersalaman, Feiza menegakkan duduknya lagi dan sedikit mendongakkan kepala agar dapat menatap lurus wajah tampan Furqon yang ada di hadapannya. "Cuma dua hari, Mas," sahut Feiza. "Iya. Tapi aku akan sekarat merinduimu." "Ha ha ha ha." Feiza langsung memecahkan tawa mendengar itu. "Gombal banget, sih, Mas," tukasnya. Furqon kembali memasang senyum menatap perempuan yang ada di depannya. "Itu kenyataannya, Fe. Aku akan kangen banget sama kamu." "Chessy, ih. Gombal," respons Feiza sekali lagi. "Nggak p

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 95 (b)

    Furqon masih diam tidak mengatakan apa-apa. "Aku masih kangen kamu padahal, Feiza," sahut Furqon akhirnya ketika bersuara. "Tapi aku juga nggak bisa nolak Umi tadi," lanjutnya. Feiza memasang senyum tipis, berusaha mengajak Furqon tersenyum juga bersamanya. "Cuma dua hari aja kok, Mas. Nggak lama," hibur perempuan itu. "Kita masih bisa hubungan, telepon atau mungkin video call." "Hm." Furqon menyahut dengan wajah sendu. Ia mengalihkan tatapannya dari Feiza lalu melanjutkan acara makannya yang sejak tadi sebetulnya tanpa selera. "Njenengan kurang suka ayam panggangnya?" tanya Feiza setelah memperhatikan cara makan Furqon. "Mau kumasakin sesuatu yang lain?" Furqon segera menoleh dan memberikan gelengan. "Nggak usah." Feiza mengangguk. Ia terus memperhatikan bagaimana Furqon makan sembari menyantap m

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 95 (a)

    "Assalamualaikum. Feiza." Feiza baru saja selesai menunaikan ibadah salat Magribnya ketika Furqon terdengar mengucap salam dan memanggil namanya dari luar. Segera, perempuan itu pun melipat mukena dan sajadahnya lantas memasangnya di hanger kayu lalu mengantungnya di gagang lemari baju. "Feiza ...." Sekali lagi Furqon terdengar menyerukan nama Feiza. "Iya, Mas." Feiza keluar kamar dan menghampiri Furqon. "Waalaikumussalam." Ia menjawab salam Furqon yang tadi lalu khidmat mencium tangan sang suami. "Barang pesananku mana?" tanya Feiza lalu memperhatikan Furqon yang ada di depannya. "Ini. Sudah kubeli," balas Furqon, menenteng dua buah kresek berukuran sedang di tangan kirinya. Dua bungkus es degan beserta sedotannya di kresek yang lebih kecil dan dua kotak nasi di kresek satunya. Dua-duanya kresek bening sehingga siapa pun bisa melihat dengan jelas apa yang Furqon bawa. "Yeay! Makasih, Mas," seru Feiza girang lalu mengambil alih makanan dan minuman yang sudah dibawaka

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 94

    Fahmi PGMI-A Feiza mengernyitkan keningnya melihat nama siapa yang tertera di layar ponselnya. "Fahmi? Kenapa tiba-tiba nelepon?" gumamnya kemudian mengangkat panggilan teman sekelas sekaligus wakil ketuanya di ormawa himpunan mahasiswa itu. "Assalamu'alaikum, Fahmi. Ada apa?" tanya Feiza tanpa berbasa-basi meskipun posisinya adalah si penerima telepon. "Wa'alaikumussalam." Dengan suara beratnya, Fahmi menyahut dari seberang. "Feiza," ucap Fahmi. "Apa?" Feiza merespons. "Aku sekarang ada di depan kosan kamu." Kedua bola mata Feiza langsung melotot mendengar perkataan Fahmi itu. "Hah? Ngapain?" Terkejut, tanya Feiza. Fahmi terdengar terkekeh lirih di seberang sana. "Lagian aku lagi nggak ada di kos, Mi." Feiza menambahi. "Ngapain kamu ke kosanku?" Perempuan cantik itu terdengar menggerutu. "Loh, beneran nggak ada di kos?" Fahmi melempar tanya dengan nada santai. "Hm. Iya," jawab Feiza pendek. "Padahal ada suatu hal yang mau kubicarain sama kamu, Fe." Feiza diam tidak lang

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 93

    Gus Furqon: Istriku ingin dibawakan sesuatu?Bibir Feiza langsung melengkungkan senyum membaca pesan terakhir yang dikirimkan suaminya itu.Istriku ... betapa manisnya Furqon menyebut dirinya. Disebut begitu saja Feiza sudah merasa bahagia. Ada jutaan kupu-kupu yang menari di perutnya.Dan omong-omong soal keinginan dibawakan sesuatu. Ya, Feiza memang sedang ingin sesuatu.Segera Feiza pun mengetik balasan untuk pesan suaminya itu.Feiza: Mau es deganTanggapan Furqon pun segera datang.Gus Furqon: Iya. Ada lagi?Bibir Feiza semakin merekahkan senyuman cantiknya. Perempuan itu pun mengetik lagi di keypad ponsel Android-nya.Feiza: Lagi pengen makan ayam panggang maduFeiza: Pasti enak MasDrtt ... Drtt ....Furqon kembali langsung merespons.Furqon: Oke nanti pulang kubawakanFeiza mereaksi pesan terakhir Furqon dengan emoticon cinta lantas mematikan ponsel dan menghela napasnya."Huft .... Untung aja Gus Furqon belum baca," risik Feiza perihal pertanyaan memalukannya yang bertanya me

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 92

    "Gus Furqon! Ada apa? Tumben njenengan nggak bisa dihubungi dari pagi? Apa yang terjadi, Gus? Kenapa baru ngampus siang?"Salim langsung memberondong Furqon dengan pertanyaan begitu laki-laki jangkung putra kiainya itu muncul di hadapannya."Semua baik-baik saja kan, Gus?" lanjut Salim masih melempar tanya.Menatap Salim yang ada di depannya, Furqon merekahkan senyum lebar lantas menepuk-nepuk lengan temannya itu. "Semuanya baik-baik saja, Lim," ujarnya.Salim mengerutkan keningnya. "Betulan, Gus?" tanyanya tak yakin. "Bagaimana dengan Neng Feiza?" lanjutnya tanpa suara setelah menengok kiri dan kanannya."Hn." Furqon mengangguk sebagai jawaban pertanyaan Salim yang pertama lantas mendekat ke arah Salim dan berbisik pelan, "Biasa. Urusan rumah tangga. Jomlo seperti kamu nggak akan paham."Salim langsung terkekeh lalu tersenyum lebar mendengar itu. "Siap, Gus. Syukur alhamdulillah kalau begitu."Furqon manggut lagi dengan senyum cerahnya kemudian mengedarkan pandang ke sekeliling ruang

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 91

    "Ya udah, gih sana berangkat!" ucap Feiza sembari mengangkat tangan kanannya yang sudah tidak lagi memegang sendok dengan posisi punggung tangan di atas lantas mengibaskannya beberapa kali ke depan menyerupai dorongan. "Ha ha ha." Furqon tertawa melihat gerakan tangan Feiza. "Kamu ngusir aku, Fe?" katanya. "Hm." Feiza mengangguk sambil tersenyum. "Oke kalau begitu," balas Furqon lalu bangun dari tempat duduknya. Feiza kira suaminya itu akan benar-benar berangkat ke kampus seperti yang dikatakannya. Namun, rupanya Furqon bangkit dari tempat duduk untuk berjalan ke sisinya lalu berdiri tepat di samping Feiza. "Ada apa, Mas?" tanya Feiza. Tanpa kata, Furqon merendahkan badannya hingga sejajar dengan Feiza lalu mencium pipi kanannya. Cukup lama. Feiza yang terkejut pun hanya bisa membelalakkan mata. "Ngecas dulu," kata Furqon setelah mencium Feiza. Feiza yang wajahnya merona hanya mengerjapkan matanya. "Ya-ya udah, sana berangkat, Mas!" suruh Feiza kemudian. Furqon

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 90

    A/n: Sepercik momen Furqon dan Feiza yang banyak gajenya 🙏🏻Happy reading~***"Ayo habiskan makanannya, Fe. Yang lahap makannya," ucap Furqon kepada Feiza yang duduk di sebuah kursi kayu yang ada di depannya."Hem. Iya, Mas," balas Feiza sembari kembali memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya. Mengunyahnya pelan.Melihat bagaimana cara Feiza yang memakan makanannya dengan tampak malas-malasan membuat Furqon mengulas senyuman."Makannya lama banget, Fe. Kenapa? Nggak mau kutinggal berangkat ke kampus, ya?" celetuknya disusul tawa.Feiza langsung memicingkan mata menatap dengan tajam Furqon yang tertawa di depannya."Ndak lah. Kalau njenengan mau berangkat, berangkat aja. Nggak usah nunggu aku selesai makan," sahut Feiza. Tidak terima disebut memperlambat acara makannya demi membuat Furqon tetap berada di sisinya.Furqon menghentikan kekehannya lalu mengulas senyum manis di bibirnya."Hm. Terus kenapa? Masa dari tadi makannya nggak habis-habis?" tanya Furqon. "Punyaku sudah habis se

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 89

    Ciuman itu begitu tiba-tiba.Feiza yang membelalakkan kedua matanya karena terkejut hanya bisa diam selama beberapa lama. Membiarkan bibir lembut Furqon menyapa labium miliknya.Saat Furqon menjeda ciumannya guna mengambil pasokan udara, ia memundurkan sedikit kepalanya dan menatap Feiza sekilas dengan mata berkabut.Keduanya saling pandang.Dari kedua pasang mata itu, seolah ada aliran listrik yang sama-sama menyengat.Tak lama, Furqon kembali menebas jarak yang ada di antara mereka, menyentuh tengkuk Feiza, dan kembali mencium bibir istrinya.Selama beberapa saat Feiza hanya diam seperti tadi. Namun, tak lama ia pun membalas ciuman itu.Waktu seolah melambat lantas berhenti berdetak.Feiza tidak tahu kapan dan bagaimana, tiba-tiba ia sudah ada di bawah Furqon di atas tempat tidur mereka. Mukenanya sudah tanggal entah di mana dan rambut panjangnya telah terurai.Begitu pun Furqon. Ia sudah tidak memaka

DMCA.com Protection Status