Namun, belum sempat mereka bicara lebih jauh lagi, ketukan pintu di kamar membuat keduanya diam, Gandha memasukkan beberapa lembar foto lama tersebut ke bawah bantal.“Masuklah,” ucap Duha. Mereka tahu saat ini jadwal Gandha untuk sarapan, karena itu Lisa masuk dan membawakan sarapan ke dalam kamar ini.“Ayah, aku akan memberinya makan. Tapi pagi ini hanya ada ini, Yasmin mengambil semua ikannya, dia bilang dia lapar.” Lisa berkata dengan mendesah ringan.“Tidak apa-apa, bantu ayah untuk mengurusnya,” ucap Duha sambil menepuk pelan pundak anaknya itu dan menemani Lisa menyuapi makan si pria gila ini sambil melihat ke arah luar jendela.Setelah Lisa selesai dengan tugasnya, Duha kembali melihat ke arah Gandha, tatapan mereka bertemu membuat Gandha akhirnya mengembuskan napas dalam. “Pak Duha maaf kalau untuk sementara saya masih terlihat seperti ini dulu.” Duha mengangguk pelan. “Tidak apa-apa, Nak Gandha, saya juga mencoba untuk membantumu. Saya pergi dulu.” Duha keluar dari tempat i
“Nak Gandha, saya tahu putri saya mungkin tidak setara dengan kehidupanmu, tidak pantas untuk keluargamu nantinya, tetapi saya mohon sekali saat bersamanya nanti jangan membuatnya menderita, karena sudah banyak sekali penderitaan yang dia terima selama ini,” Duha kembali memohon pada Gandha, matanya terlihat berkaca-kaca. “Bahkan sebagai kepala keluarga aku juga tidak bisa melindungi putriku sendiri,” ucapnya sambil mendongakkan wajah ke atas menahan kesedihan yang terdengar makin pilu.Gandha tidak bisa berkata-kata lagi, walaupun saat ini dia cukup tenang, karena hujan sudah mulai reda, tetapi dia merasakan bentuk tanggung jawab yang besar yang tiba-tiba saja mendarat di pundaknya.“Pak Duha, saya … saya pasti akan bertanggung jawab akan hal ini, percayakan pada saya kalau saya bisa menjaga putri anda dengan baik nantinya.” Gandha berkata dengan tegas.Ini hanya bentuk tanggung jawab, lagipula nanti kalau semuanya selesai dia bisa melepaskan wanita itu untuk mengambil pilihannya send
Setelah Gandha menunjukkan rumah mereka, dalam satu minggu Lisa sudah menempati rumah itu, tidak tanggung-tanggung Gandha juga sudah menyiapkan seorang asisten rumah tangga yang cukup bisa dipercaya.“Apa ini benar-benar nyata? Cepat sekali pengerjaannya…”Suara lirih itu ternyata cukup terdengar oleh Satria, pria berkacamata yang dikenal sebagai tangan kanan kepercayaan Gandha. Ia sedang berdiri tak jauh darinya, dan kini menoleh sambil menyunggingkan senyum kecil.“Seharusnya tidak terlalu heran, Nyonya,” sahut Satria ringan.Lisa memutar tubuhnya, menatap pria itu dengan alis sedikit terangkat. Tak biasanya seseorang bisa menangkap gumamannya yang sering ia lontarkan tanpa sadar.Satria melanjutkan, masih dengan nada santai, “Ini versi Tuan saya yang jauh lebih manusiawi. Dalam satu minggu harus selesai. Kalau Nyonya tahu kebiasaannya, dia pasti sudah keluarkan titah agar semua ini beres dalam satu malam.”Ia tertawa kecil sebelum menambahkan, “Kami bahkan menyebutnya PRJ—Proyek Ro
“Itu … tidak apa-apa kalau aku tidak boleh tahu.” Lisa berusaha untuk tidak memaksa.“Bukan-bukan, bukan begitu maksudku. Tuan Elvan itu adalah keponakan Tuan Gandha, mereka sangat dekat bahkan seperti terlihat keduanya itu bersaudara, karena jarak antara Tuan Gandha dan saudaranya terpaut cukup jauh dan hanya berbeda 5 tahun saja dari keponakannya. Dan mereka berdua adalah keturunan keluarga Wongso yang sangat cerdas hingga membuat orang-orang berusaha untuk melumpuhkan keduanya secara bersamaan.” Satria berkata dengan mendesah berat.“Apa maksudmu saat itu keponakannya yang bernama Elvan ada bersamaan saat kecelakaan yacth itu?” tanya Lisa cepat.Satria mengangguk, “Untungnya dia ditemukan oleh orang yang sedang memancing, jadi bisa selamat tapi keadaannya sekarang tidak cukup baik.” “Maksudmu?” Lisa penasaran.“Tuan Elvan merasa sangat trauma dengan kejadian itu, bahkan dia tidak keluar dari kamarnya karena merasa sangat kehilangan sekali karena dia menyangka kalau Tuang Gandha be
Di dalam tempat ini terdapat sebuah sofa kulit berwarna gelap, lalu sebuah lemari besi besar dengan kombinasi angka dan putaran di depannya. Jelas Lisa tahu kalau itu sebuah brankas besar, dia melihat ke arah Gandha yang kali ini menatapnya dengan senyuman.“Bukalah, tanggal lahirmu kombinasi pertamanya.” Gandha berkata santai membuat Lisa terperangah.“Ta-tapi ini,” ucap Lisa sedikit heran.“Lakukan saja,” tutur Gandha mempersilakan Lisa melakukannya.Dengan ragu-ragu Lisa menekan kombinasi angka itu, kemudian dia membukanya. Di dalam lemari besi itu tampak beberapa file dan juga beberapa emas batangan yang tentu nilainya tidak main-main.“Mas ini …?”“Semuanya milikmu mulai saat ini,” ucap Gandha dengan tegas.“A-apa?!” Lisa mematung. Matanya membelalak. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.“Mas… kamu—kamu nggak salah ngomong, kan?” Suaranya gemetar. Tubuhnya ikut menegang.“Maksudku…” Lisa menelan ludah. “Maksudku, mas beneran… kasih ini ke aku?” Suara terakhirnya ny
Mendengar hal itu jelas Lisa langsung merona. "Mas ... kamu ... apa kamu sedang menggombal sekarang ini?" Lisa berkata dengan memegan pipinya yang mulai memanas.Tahu kalau istrinya sudah mulai salah tingkah Gandha tersenyum menikmati momen itu.“Tapi Mas ini benar-benar berlebihan, aku tidak masalah untuk tidak mendapatkan semuanya, buat saja itu atas namamu, lagipula kamu adalah suamiku, bukankah milik suami juga ada hak istri di sana?” Lisa berkata dengan hati-hati, tetapi hal itu malah terdengar sangat naif di telinganya sendiri, sementara banyak istri di luaran sana yang sangat mengharapkan hal seperti ini terjadi pada mereka.Gandha melipat tangan di depan dada, suaranya datar tapi tegas. “Hak mana?” tanyanya, “semua yang kudapatkan di sini sudah kumiliki sebelum kita bertemu, apalagi sebelum kita menikah.”Lisa mengerutkan kening, menunggu kalimat Gandha yang jelas belum selesai.“Bahkan kalau kamu menuntutku sekali pun, kamu tidak bisa mengambil apa pun dariku.” Nada bicarany
Suhu di sekitar ruangan ini terasa turun beberapa derajat untuk Lisa, bahkan terasa makin dingin tatkala tatapan tajam Gandha mengarah kepadanya.Pria itu mendekatkan wajahnya ke arah Lisa hingga Lisa bisa merasakan sapuan napas yang suaminya, dengan alasan yang sangat jelas tentu saja hal ini membuat tubuh Lisa bergetar, sesaat Gandha melihat ketakutan muncul di wajah istrinya, tetapi seolah-olah tidak peduli dan dia makin mendekatkan wajahnya pada wanita itu, ujung hidung mereka beradu, membuat Lisa memundurkan kepalanya hingga tersadar di sandaran sofa, tidak ada lagi tempat untuk mengelak apalagi melarikan diri dari Gandha.Jantung Lisa makin berdegup kencang, tubuhnya makin kaku, apa sebenarnya gerangan yang diinginkan oleh Gandha? Kenapa sekarang suasana terasa sangat mencekam. Gandha menjepit dagu Lisa membuat mereka berada pada titik yang sangat dekat.Dengan sisa keberaniannya Lisa berkata, “M-mas, kamu–”“Tukar semuanya dengan kesetianmu, jadilah istriku sampai aku benar-bena
Ini adalah hari ke lima Lisa menempati rumah baru mereka. Malam ini dia merencanakan untuk membuat hidangan makan malam yang cukup spesial. Kehidupan Lisa benar-benar berubah drastis, namun demikian dia bisa lebih bijak menjalaninya.Sementara Gandha biasanya pergi pagi dan pulang sore hari."Mas, pulang jam berapa hari ini?" tanya Lisa pada Gandha saat mengantar pria itu ke depan rumah."Seperti biasa, tapi khusus hari ini aku usahakan pulang lebih cepat," ucap Gandha lalu mengambil wadah bekal makanan buatan Lisa untuknya."Lebih cepat?" tanya Lisa padanya.Gandha mengangguk. "Ya ... aku ingin menemanimu makan masak untuk. makan malam kita."Ih, Mas apaan sih!" Lisa memukul lengannya pelan."Ya, sekali-kali perlu menemani istri, kan? Lagipula, sepertinya hari ini kerjaan di tempat Pak Linggo tidak banyak lagi dan Pak Bastari juga sudah pulang lagi ke kampung pagi ini, jadi ... tinggal menunggu laporan perkembangan dari Pak Bastari dulu baru bisa atur strategi bisnis ke depannya." Ga
Yasmin segera menghampiri Andrian dan membantunya untuk berdiri, tetapi mereka sama-sama terpaku, tubuh mereka membeku saat mata mereka menangkap sosok pria yang berdiri dengan tatapan tajam dan postur tubuh penuh dominasi.“Jangan ikut campur kamu!” Teriak Yasmin pada Lisa dan Gandha. Hanya saja Andrian tidak banyak bicara, dia akhirnya mengenali dengan jelas siapa pria yang baru saja memukulnya ini. Ada rasa tidak percaya tapi tetap dia tahan.Lisa menyeringai, tatapannya menusuk, penuh perhitungan. “Ah, adikku sayang, apa kamu tidak mengenalinya?” katanya, nada suaranya menyentak Yasmin.Hal itu membuat Yasmin mengernyitkan keningnya."Apa sekarang suamiku sudah terlalu berbeda? Bukankah dia sudah mengatakan kalau aku ini istrinya?"Angin bertiup, membawa gelombang ketegangan yang menyesakkan. Yasmin merasakan jantungnya berdebar lebih cepat, 'Apa mungkin?! Bahkan pria ini sangat jauh berbeda!'"Apa kalian lupa aku ini istri siapa?" Lisa berkata dengan nada tenang, tatapan matanya
“Nyonya?" Yasmin berkata dengan nyaris berbisik."Mbak apa kamu sudah dijual sama pria gila itu dan menjadi simpanan pria kaya?!” tanya Yasmin dengan nada pilu. “Mbak sudah Mbak, ayo kita pulang saja, aku dan ibu masih mau menerima Mbak Lisa kok, ayo Mbak kita mulai lagi dari awal dan–”“Yasmin hentikan mulut kotormu itu!" Lisa membentak dengan suara yang cukup keras."Iyam ayo kita pergi, buang-buang waktu kalau harus meladeni orang seperti itu," tambah Lisa lagi."Dan kamu Mas Andrian ….” Lisa tidak melanjutkan kalimatnya, dia menggantungnya begitu saja, menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap Andrian dengan tatapan yang cukup rumit.“Mas, bantu aku untuk membuat Mbak Lisa pulang dong, Aku yakin sekali pasti dia saat ini sedang dikuasai oleh pikiran buruk karena pengaruh pria gila yang menjadi suaminya itu.” Suara Yasmin terdengar sayup-sayup di telinga Lisa.Hal ini jelas membuat Iyam menjadi heran apalagi saat ini Lisa mengatur ritme napasnya untuk mengolah emosinya agar tidak
Lisa terkejut lantaran bertemu dengan Andrian di tempat ini. Pria itu menatap Lisa dengan pandangan kecewa yang terasa sangat dalam. “Ternyata benar, kamu adalah orang yang sangat jahat dengan keluargamu sendiri. Aku Kecewa padamu, Lis” Lisa mengernyitkan keningnya heran. 'Kenapa pria ini tiba-tiba berkata seperti itu?' tanya Lisa dalam hati. Akan tetapi, detik berikutnya dia membalas ucapan Andrian barusan dengan tatapan tajam, menyadari pasti semua ini berkaitan dengan Ibu dan juga saudara tirinya. Siapa lagi yang bisa memutar balikkan fakta dalam waktu singkat! Apalagi saat ini dia melihat ke sekitar kalau Ibu Ida yang mengikutinya tadi sudah tidak terlihat. “Mas,” ucap Lisa dengan suara berat dan berjalan mendekati pria itu. “Kuberikan saran padamu untuk berhenti mendengarkan sebelah, cepat atau lambat semua akan terbuka." Lisa berkata dengan suara bergetar. "Dan ... Satu hal lagi, yang ingin aku beritahukan padamu, yang seharusnya kecewa itu adalah aku. Aku benar-benar kece
Pernyataan pria itu sontak membuat Lisa terkejut."Apa yang Mas bilang barusan?" tanyanya sekali lagi, seolah ingin memastikan bahwa ia tidak salah dengar.Gandha memintanya untuk belanja apapun yang ia mau. Bagi Lisa, itu terdengar seperti mimpi yang terlalu indah untuk jadi kenyataan. Bukankah hampir semua wanita menginginkan hal semacam ini?Dulu, ia pernah punya harapan yang sama. Tapi itu hanya sebatas angan yang akhirnya ia kubur dalam-dalam. Dan sekarang, Gandha—pria yang ia anggap jauh dari hal seperti ini—mengucapkannya padanya.Bagaimana mungkin ia tidak bahagia?“Lanjutkan saja, Sayang," ucap Gandha dengan santai."Kata orang-orang yang kudengar, belanjamu tidak menarik kalau kamu masih melirik tag price," lanjut Gandha lagi.Hal ini tentu membuat Lisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Pria ini benar-benar ...!"Dan jangan lupa tunggu aku di sana, aku sudah di jalan untuk menjemputmu.” Setelah Gandha mengatakan hal itu, pria itu memutuskan sambungan teleponnya. Wajah Lisa ber
Beberapa saat sebelumnya, di dalam mobil.[Mas aku bertemu dengan Ibu dan Yasmin dan sepertinya mereka sedang mengikuti mobil kami, aku sudah bilang dengan Tono untuk berputar-putar dulu tidak langsung pulang ke rumah.]Pesan itu dikirim Lisa untuk Gandha. Dia tahu, suaminya sedang tenggelam dalam urusan yang pasti tidak sepele. Karena itu, Lisa memilih menahan diri—tidak ingin mengganggu dengan hal-hal kecil. Tapi sampai akhirnya dia memutuskan melangkah ke mall mewah ini pun, belum ada kabar balik dari Gandha.Beruntungnya sesaat setelah dia masuk ke dalam mall ini, ponselnya berdering, nama “Suami Gila” terpampang di layarnya. Lisa mengulas senyum lebar.“Lisa! Kamu nggak apa-apa?" Jelas terdengar suara Gandha terdengar panik saat ini."Aku tidak apa-apa-""Apa yang mereka lakukan padamu? Apa kamu terluka?" potong Gandha cepat."Aku-""Sekarang kamu di mana? Apa masih sama Iyam dan Tono?” Suara Gandha di seberang telepon terdengar panik, bertubi-tubi melemparkan pertanyaan tanpa men
Walaupun wanita itu menggunakan pakaian yang sangat berbeda, tetap saja wajah itu tidak berubah.“Eh iya bener, Bu! Kok dia bisa keluar dari sana? Terus itu kayaknya penampilannya beda banget?” Yasmin mengerutkan keningnya."Kita harus menemuinya sekarang, kita harus tahu darimana dia punya kekuatan untuk melaporkan kita!" Ida berkata dengan nada keras.Ida lalu menarik Yasmin keluar dengan cepat dan meraih es kopi milik Yasmin yang belum sempat diminumnya. “Kita cegat dia sekarang!”Keduanya berjalan cepat hingga akhirnya Yasmin lebih dulu berdiri di depan Lisa. Seperti dugaan Yasmin dia pasti sangat terkejut melihat mereka berdua.“Y-Yasmin?!” Melihat Lisa yang seperti ini, jelas sekali Yasmin berpikir kalau Lisa akan sangat ketakutan, apalagi dia sudah berani-beraninya melaporkan mereka berdua ke polisi.Lalu Ida menyiram Lisa dengan es kopi itu, Yasmin menyeringai saat melihat Lisa sudah dalam keadaan kotor seperti saat ini, dan dia Seperti biasanya, mulai bicara untuk merendahka
Selesai menjalani pemeriksaan di kantor polisi, langkah Ida terasa limbung. Meski dia bersama dengan Yasmin dan juga pengacara, matanya terus menelisik sekeliling—seolah merasa ada yang mengikuti dari belakang. Yasmin, yang biasanya cerewet, hanya terdiam menunduk, wajahnya tegang, nyaris pucat."Bu, apa Ibu baik-baik saja?" tanya Yasmin saat mereka ada di dalam mobil setelah pulang dari pemeriksaan itu."Tentu saja Ibu harus bak-baik saja." Ida berkata dengan nada sedikit meninggi."Bu, apa yang dikatakan Pak Munir semalam benar?" tanya Yasmin lagi.Semalam, memang Ida menghubungi Munir di kampung. Pernyataan Munir sangat membuatnya terkejut, karena pria itu mengatakan kalau Gandha, pria gila yang menikahi Lisa itu, saat diusir dari kampung, caranya bicara sangat berbeda dari sebelumnya.Dia seperti orang yang normal dan terlihat sangat berwibawa, terlepas dari wajahnya yang masih berantakan dan tidak enak untuk dilihat."Apa jangan-jangan pria itu ...." Yasmin menggantung kalimatnya
Benar saja, keesokan harinya tanpa menunggu lama Andrian membawa keduanya pada seorang pengacara terkenal yang bisa membantu mereka, keduanya sangat senang dengan bantuan yang diberikan oleh Andrian. Ucapan manipulasi dari mulut keduanya memberikan keyakinan yang sangat dalam untuk Andrian. Mereka juga mengatakan kalau hal ini tidak terbukti mereka harus balik menuntut Lisa.“Benar, kami harus menuntut balik Lisa agar dia mendapatkan pelajaran dari perbuatannya ini.” Andrian berkata dengan geram.“Masalah itu, akan dilakukan bertahap, Pak Andrian, saat ini kita harus membuat rencana untuk menghadapi kasus ini terlebih dahulu.” Pengacara itu berkata dengan tenang.“Selama klien bisa memberikan keterangan yang jujur dan benar serta bisa menyangkal semuanya, saya akan pastikan kita memenangkan kasus ini. Lalu, selanjutnya baru kita ke tahap berikutnya.” Kembali pria itu menjelaskan, Andrian menganggukkan kepalanya.Sementara, Ida mengepalkan tangannya di bawah meja, karena tatapan pengac
Beberapa hari sebelumnya di kediaman Ida dan Yasmin.“Berani sekali Lisa melakukan hal ini pada kita!” Ida berkata dengan meremas surat panggilan dari kantor polisi untuk penyelidikan kasus kematian suaminya.“Apa Ibu tahu dia sekarang tinggal dimana? Kita datangi saja dia, seenaknya dia berbuat seperti ini.” Yasmin turut geram dengan hal ini, badannya yang masih pegal-pegal karena pulang dari jaga malam di rumah sakit terasa makin sakit saja.Ida meletakkan gelas dengan kasar di atas meja, nadanya penuh frustrasi. "Kita harus minta tolong sama Andrian."Ia melirik tajam ke arah Yasmin yang duduk di seberangnya. "Dia pasti punya kenalan… orang-orang yang bisa kita manfaatin buat nekan Lisa."Wajahnya mengeras, penuh amarah yang nyaris tak tertahan. "Dasar anak itu!. Dia pikir dia bisa menang lawan kita?!"Dengan kesal, Ida meneguk habis minumannya. Matanya masih menyala, seperti belum puas memuntahkan kekesalan yang sudah lama mendidih.“Aku akan hubungi Mas Adrian, Bu, tenang saja, L