Hatiku udah pegel rasanya kalau disangkut pautkan sama Delia, mana di sebelah mama nguping sambil mendelik delikkan matanya, udah pasti ujung ujungnya aku yang diomelin padahal aku engga salah, ah jadi pengen tantrum."Aduh maaf ya, Tante, aku kan udah punya istri, Delia juga udah punya suami, engga baik kalau disangkut pautkan sama Alan terus, takut jadi fitnah."Tumben mulutku jadi bijak."Lan, kali ini aja tulungin si Delia, dia tertekan sama suaminya karena kehamilannya itu, dia mau bunuh diri, Lan, udah beberapa hari dia nginep di rumah mama, ngurung diri di kamar.""Awas lu kalau mau," gumam Mama walaupun suaranya sangat pelan tapi dapat kutebak dari gerakan mulutnya "Maaf, Tante, aku nggak bisa lagi ada kerjaan.""Sebentar aja, Lan, kamu ngomong sama dia ya, kasih Delia motivasi biar dia semangat lagi, soap dulu Tante minta maaf karena menikahkan Delia tanpa bilang ke kamu, soal alasannya kamu sendiri sudah tahu kan?"Mulutku sudah mangap mau bicara tapiama langsung merebut po
Ya Tuhan, apalagi ini? Aku sudah akan hidup bahagia sama istriku, kenapa harus selalu ada bayang masa lalu, b01d0hnya aku dulu yang melakukan perbuatan itu."Lan, kemarin aku ngomong ga akan menyangkut pautkan anak ini sama kamu karena ibuku masih ada, kupikir dengan kasih sayang kami berdua itu akan cukup, ibuku mau jaga anakku, dan aku akan kerja, tapi kenyataannya ...." Dia menangis lagi, entahlah aku juga jadi pengen nangis, apalagi membayangkan Gia dan mama tahu masalah ini ."Ini nggak mudah, Del, kamu tahu kan aku udah punya istri, kamu juga seorang istri kalau ada di posisi istriku gimana sakitnya? Apa kita bisa menyimpan rahasia ini jangan sampai istri dan ibuku tahu? Aku nggak mau kecewain mereka termasuk ibuku, kamu ngerti kan kebahagiaan ibu itu lebih penting."Delia menatap mataku. "Apa kamu udah mencintai perempuan itu dan lupain aku, Lan?"Perempuan aneh, masih aja bahas masalah itu, apa dia engga sadar sudah ninggalin aku dan buat hatiku hancur? "Iya, Del, aku mencin
"Gi, masih lemes?" Tanyaku."Mendingan, Mas, udah engga terlalu mual juga aku mau istirahat ya.""Ya udah tidur aja."Gia memejamkan matanya sementara aku duduk sambil main hape.Satu jam kemudian dokter memperbolehkan Gia pulang, tetapi terpancar raut khawatir di wajahnya."Mas, aku nggak mau naik mobil lagi ah takut mabok lagi."Aku menghela napas, padahal sejak dari rumah dia sudah minum obat anti mabok, tapi tetep engga mempan."Ya terus nai apa? Naik kuda?""Ih becanda terus, naik ojek aja deh.""Ah engga kena angin malah tambah sakit nanti, udah naik mobil aja engga apa-apa kok.""Engga mau." Gia malah duduk lalu menangis.Ah elaah bikin repot aja nih bocah pake nangis segala, masa iya gua tinggal di sini pan kasihan kayak anak ilang."Gini, Gia, kalau kamu naik ojek dan aku naik mobil entar ketinggalan jejak terus kamu nyasar, emang mau?"Dia nampak berpikir, semoga dia bisa ditakut takuti."Kalau gitu nyari hotel dekat sini aja deh, Mas cari sana aku nunggu sini." Dia cemberut
Aku langsung berenang menjauh, jangan sampe orang-orang itu melirikku, gimana kalau sampe viral di sosmed, zaman sekarang kan apa-apa di photo terus viral jadi bulan orang.Lalu tiba-tiba Gia berenang mendekat."Ih Mas bohong ya mana ada tiket masuk ke sini goceng." Gia manyun."Kata siapa bohong?"."Itu mereka bilang katanya tiket masuk sekitar lima ratus ribu, mahal banget sih cuma berenang doang mending berenang di sungai kalau gini mah." Gia menggerutu."Engga apa-apa lah, Gi, sekali kali gitu liburan ke tempat mahal jangan maen di Empang Mulu.""Tapi kalau semahal ini sayang duitnya, Mas."Orang-orang yang kebetulan Deket langsung melirikku, tuh kan Ujung-ujungnya jadi bahan tertawaan orang, ah Gia emang nggak bisa diajak kerja sama."Eh mending makan yang anget-anget yuk, Gi, kamu laper kan berenang terus kayak ikan lele.""Iya nih laper, tapi aku nggak bawa nasi, Mas, harusnya kalau berenang gini kita bekel nasi dari rumah."Aku langsung tepuk jidat, diajak maen ke kota masih a
(POV GIA)Aku menyebutkan alamat rumah Mas Alan pada tukang ojek tersebut."Iya, Mbak, sesuai aplikasi ya.""Maksudnya aplikasi apa, Mas?" Seumur hidup aku belum pernah memesan ojek secara online karena di kampung tidak ada ojek seperti itu, tinggal di kota membuatku serba bingung karena berbeda dengan kehidupan di kampung."Aplikasi gojeknya, Mbak.""Oh gitu ya."Sudah beruntung memiliki mertua yang baik, tidak menghina walaupun aku orang kampung dan bukan orang berpendingin.Mas Alan pun sekarang terlihat sudah mulai mencintaiku, dia tidak lagi menyembunyikan ponselnya seperti pada saat pertama menikah, mungkin sudah tidak lagi berkomunikasi dengan Delia.Di saat kami melewati jalan sepi aku melihat ada seorang pengendara motor terjatuh di pinggir jalan, dia seorang wanita dan tidak ada yang menolong, terlihat tertatih karena tertindih motor."Bang berhenti deh kasian bantuin dulu cewek itu."Tukang ojek pun langsung berhenti tidak jauh dari motor yang terjatuh itu."Ya Allah, Mbak
(POV ALAN)"Tuh kan gua bilang juga apaan, harusnya tadi lu engga ngizinin Gia naek ojek, kecelakaan kan jadinya."Selama perjalanan mama terus terusan mengoceh membuat kupingku panas, dia juga terus menerus menyuruh membawa mobil dengan kecepatan tinggi.Padahal gimana mau ngebut di depan aja lajunya lama banget."Cepetan dong, Alan.""Buset dah ah, emang kagak lihat noh di depan ngerayap begitu," sahutku sambil nunjuk ke depan."Tenang aja Napa sih, Ma, Gia kan udah di rumah sakit.""Tapi Mama pengen cepet-cepet lihat Gia, gimana kalau dia kenapa-napa coba Mama harus ngomong apa sama orang tuanya nanti.""Aduh, barusan aja dia masih bisa nelpon loh berarti dia nggak kenapa-kenapa."Pegel juga leherku lama-lama ngomong sama mama, mending ngomong sama keong kalau begini."Ya udah makanya cepetan."Mama menepuk pundakku mana sakit banget lagi."Ya udah naik helikopter aja sana biar cepat sampai.""Helikopter lagi lu.""Iya, besok-besok Mama beli helikopter deh atau jet pribadi kalau n
Hari dan bulan berganti aku memutuskan untuk tidak memperdulikan lagi perasaan Delia, biarlah dia memendam sendiri cintanya itu, lagi pula dia yang salah meninggalkanku dan menikah dengan pria kas4r itu.Namun, ada yang mengganjal dalam hatiku ketika menjalani siang dan malam, ketika di kantor melihat Delia kesusahan Karena harus bekerja dengan perut buncitnya.Sementara aku hanya bisa menyaksikan kesulitannya, bagaimana lagi Aku tidak ingin terjebak di masa lalu dan menyakiti Gia.Walau kadang perempuan itu suka membuatku bete karena tulalitnya, tetapi sekarang dia adalah istriku dan masa depanku.Hari ini aku dan Delia kebetulan ada jadwal lembur kami pulang pukul 08.00 malam, di depan pabrik sudah sepi saat aku hendak lewat tiba-tiba melihat Delia sedang berdiri berhadapan dengan Arif suaminya.Aku berhenti sejenak dan melihatnya dari kejauhan, di bawah terangnya lampu jalan aku melihatnya Dia sedang menangis dan berdebat dengan arif.Aku paling tidak suka melihat hal seperti itu b
"Iya, Bu, Alhamdulillah hasil tespeknya positif, selamat ya." Suster itu tersenyum, aku langsung bengong, apa ini mimpi? Dulu burungku tidak mau bangun dan sekarang Gia hamil? Ini benar-benar kuasa Tuhan."Alhamdulillah.""Selamat ya, Gi."Mama terlihat heboh seperti biasa, sementara aku tak bisa berkata-kata. "Papa kamu harus tahu, Lan, akhirnya anak pertama mama yang sering di3jek bujang lapuk susah punya anak sekarang udah mau punya anak," ujar mama sambil mengguncang bahuku.Ini bersyukur kok sambil ngejek ya, maksudnya gimana sih?"Alan, kok lu diem aja sih?! Engga seneng punya anak?""Ya seneng, Ma."*Dua hari pulang dari rumah sakit Mama langsung membawa Gia ke dokter kandungan padahal aku belum gajian."Nggak apa-apa pakai duit Mama aja tapi jangan lupa nanti kamu ganti," ujar mama, engga enak banget ujungnya ngutangin."Ini kan buat cucu tapi harus diganti segala perhitungan amat sih katanya senang mau punya cucu.""Ya kalau ini beda lagi, kan masih dalam perut gimana sih
"Dipinjem .... Emak sama Uwa, Mas."Menghela napas sambil ngusap muka."Kamu pinjemin ke mereka semua?""Iya, soalnya Emak lagi butuh buat bayar orang yang kuli di sawah, nanti juga diganti katanya."Mama langsung melirikku, dia kalau dikasih pegangan uang kayaknya nggak bakalan bener, abis semua dipinjem keluarganya."Nah duit yang ini jangan kamu pinjemin lagi, itu buat bekel kamu, gajian Mas kan masih lama.""Iya, Mas."Duduk di kursi untuk meredakan rasa marah, bukan pelit tapi harusnya Gia mikir tuh duit jangan dipinjem semua, sekarang dia nggak punya duit sepeser pun emaknya malah seenaknya menghinaku.Pengen marah tapi ya udahlah bukan tipeku marah-marah sama istri."Maafin aku ya, Mas." Gia ngomong lagi, orang lagi kesel juga "Iya, terus itu duit kapan di balikinnya?" Tanyaku."Nanti kalau Emak sama Uwa udah punya uang, Mas, gitu katanya."Tuh kan nggak ada kepastian, yakin banget ini mah mereka pasti bakal susah ditagih nantinya.Satu jam kemudian mama mengajakku keluar dari
Ya Tuhan, bener udah keterlaluan ya tu nenek-nenek, gua bawa Gia kabur ke mana coba?"Alan, lu bawa Gia ke mana?! Jangan bikin gua malu ya!" Bentak Mama, sumpah aku stres banget."Ke rumah sakit, Ma, dia pendarahan gara-gara perutnya diurut tuh sama besan mama, untung aku bawa Gia tepat waktu coba kalau nggak.""Terus kenapa bisa mertua kamu bilang kamu bawa kabur Gia?""Aku ke rumah sakit malam saat mereka lagi tidur, emang dasar besan Mama aja yang lebay apa-apa berlebihan."Langsung masuk mobil dan merenung sejenak, kok gini amat ya hidupku, dulu dijodohin sekarang malah disuruh cerai, lawak banget.Mataku kembali fokus ke dalam rumah mak mertua, terdengar suara cekcok di dalam sana, pasti Mama ribut sama emaknya Gia. Aku kembali masuk ke dalam walaupun malu sama tetangga karena mereka tertuju pada kami"Kamu jangan nyalahin anakku terus, Narsih, dia udah berusaha maksimal jagain anakmu, obati anakmu, enak aja kamu ngomong ya." Itu suara mama.Padahal dulu mereka akrab sekali, kok
"Bentar deh, bentar." Kutahan tangan Gia yang hendak masuk ke dalam, sumpah aku takut banget dia kenapa-napa."Kenapa, Mas?" Dia malah terlihat santai."Itu di kain kamu ada darah, kamu kenapa sih?""Oh ini, ya biasa, Mas, namanya juga baru k3guguran.""Kita periksa lagi ya, kamu udah kontrol ke dokter belum?""Udah kok diurut sama paraji."Gia masuk ke dalam sementara aku melongo, ini anak kayaknya musti diselamatkan deh, pikirannya masih belum modern, gimana kalau dia kenapa-napa? Malah diurut lagi.Lalu aku masuk ke dalam walaupun tidak dipersilahkan, ada bapak mertua dia langsung tersenyum ramah."Alan, kapan nyampe?"Kami bersalaman meski tangan bapak mertuaku banyak tanah, habis dari kebun katanya "Baru aja, Pak, sehat?""Alhamdulillah.""Gini, Pak, saya mau bawa Gia pulang ya, masa kita suami istri jauh-jauhan, saya juga kerja ya enggak bisa tiap hari atau tiap Minggu jenguk Gia."Emak mertua yang sedang ngelap toples langsung melirikku, biarin dah dia marah juga aku nggak ped
Ah elah, tuh nenek-nenek bikin gue ribet aja, mana kerjaan lagi banyak, kemarin abis minta izin cuti, mana bisa gue minta izin pulang lagi, duh bikin dada gue nyap-nyap aja."Duh coba aja deh Mama cegah Gia gimana caranya, aku nggak bisa pulang lagi banyak kerjaan ini.""Ah elu gimana sih, mama udah coba tapi Narsih engga mau denger.""Ya udah aku mau ngomong sama Gia."Langsung mematikan panggilan dan menelpon Gia, ternyata dia menelpon sejak tadi, karena ponselku disenyapkan makanya tak terdengar, kebetulan saja barusan lihat ponsel pas lagi mama nelpon."Gi.""Iya, Mas, jam berapa pulang?""Nanti jam enam magrib, barusan mama telpon katanya kamu mau dibawa emak ke kampung?"Dia terdiam bikin aku jengkel."Jawab, Gi.""Iya, Mas.""Terus kamu mau?"Dia diam lagi, ini pasti dipelototin emaknya."Gi, kalau sudah menikah perempuan itu ya harus ikut dan nurut sama suami, Mas enggak izinin kamu ke mana-mana ya, kamu harus istirahat di rumah," ujarku agak tegas.Pikiran Gia masih kayak boc
Mereka berdua terkejut khususnya emak mertua, coba aku mau lihat, ngomong apa dia di depanku, apa berani ngomong kayak tadi?"Eh, Alan, bikin kaget aja." Dia malah senyum engga jelas, beraninya main belakang doang ternyata."BPJS kamu enggak aktif, Gi," ujarku menahan kesal.Emak mertua dan Gia kompak melirikku lagi. "Kok bisa nggak aktif?" Tanya mertuaku."Katanya nggak pernah dipakai.""Lah terus gimana? Berarti biaya rumah sakitnya kita bayar sendiri dong, duitku yang kemarin tinggal dikit lagi, Mas, cukup nggak ya kira-kira?" Tanya Gia."Loh, kenapa harus pakai duit kamu, Gi? Ya pakai duit Alan lah, terus tabungan kamu kenapa tinggal sedikit? Oh jadi pas kemarin masuk rumah sakit itu pakai duitmu ya? Bukan duit Alan?"Mak mertua memojokkanku, menyebalkan emang kalau hidup tak punya uang. "Iya?!" Mak mertua membentak Aku menghela nafas, jujur aja deh daripada bohong, dosaku udah banyak soalnya."Iya pakai duit Gia, soalnya aku nggak punya duit, Mak," jawabku dengan pasrah dan ra
"kok bisa pendarahan sih, Ma? Dia kecapean lagi?"Keinget Gia yang ngeyel dan keras kepala tidak mau istirahat maunya terus-terusan bekerja di rumah, awas aja kalau dia bandel."Kecapean sih enggak, Lan, udah deh kamu jangan banyak tanya, cepetan aja pulang sekarang.""Itu emak mertuaku masih ada?"Karena katanya hari ini dia mau pulang ke kampung. "Masih ada kebetulan mertuamu belum pulang ini."Hem kesempatan, Aku bakal pojokan emaknya Gia karena gelang yang dia berikan itu tidak bisa melindungi Gia sekaligus menyadarkan jika perbuatan tersebut merupakan dosa syirikAku harus mendapatkan tatapan sinis dari atasan ketika izin pulang tetapi bagaimana lagi istriku dalam keadaan darurat masa iya aku masih terus menerus bekerja. Tiba di rumah Gia sudah duduk di ruang tamu sementara mamah nunggu di teras. "Ayok cepetan bawa Gia ke mobil."Langsung berlari masuk ke dalam. "Gi, ayok Mas bantu naik ke mobil." Aku membantunya berdiri."Maafin aku ya, Mas, aku takut anak kita meninggal." D
Ada-ada aja ah, kalau begini aku bisa telat masuk kerja, engga balik pasti tuh mulut ngoceh-ngoceh sampe kuping panas, aku pun putar balik di sini."Maa!" Teriakku sambil masuk ke dalam. "DI kamar, Lan!"Gia terlihat meringis sambil memegangi perutnya, aku pun jadi ikut terkejut, takut bayi yang dikandungnya kenapa-napa. "Kenapa, Gi?""Sakit, Mas.""Duh gimana dong, Ma?""Ya bawa ke rumah sakit lah, malah nanya lagi kayak anak SD aja."Aku garuk-garuk kepala, engga punya duit, mana Gia engga punya asuransi lagi, pinjem Ama siapa kalau begini "Kok lu bengong sih, Lan!" Mama menepuk bahuku, mana sakit banget."Nggak punya duit, Ma, gimana dong?""Ya elah, gua juga sama sih," jawab mama."Pake uang aku aja, Mas, ada di dompet warna merah di lemari itu." Merasa engga enak masa iya harus ngandelin istri, laki macam apa coba aku ini."Cepetan lu ambil pake bengong lagi." "Iya iya."Lemari baju kubuka, ada dompet merah terselip di antara pakaiannya aku pun membuka dompet merah yang beru
"Apa ini bawaan orok?" Tanyaku. Karena biasanya Gia tak pernah minta aneh-aneh, paling minta jajan seblak, bakso dan cimol, makanan yang menurutku aneh itu."Pokoknya Mas enggak boleh ketemu Delia lagi." Dia merajuk kayak anak b0cah."Lah, kemarin kamu loh yang nolongin dia pas kecelakaan? Lupa? Udah deh, Gi, jangan kayak anak kecil gini ya."Dia langsung berdiri dan sepertinya hendak marah, aku jadi terkejut, nih anak kesurupan nyai Roro kidul apa ya."Oh begitu ya, aku emang anak kecil, jadi Mas nyesel udah nikah sama aku hah?"Lah, nih bocah malah marah, siapa juga yang bilang nyesel, perlu dirukiah ini mah."Engga kok, Mas engga nyesel, udah jangan marah-marah terus nanti bayinya cengeng loh."Aku duduk disampingnya, ribet amat buat perkara sama ibu hamil."Ya udah kalau gitu jangan deket-deket Delia lagi, Mas berhenti kerjanya." Bibirnya monyong lima senti."Ya kalau Mas engga kerja entar engga bisa ngasih nafkah dong sama kamu dan anak kita," ujarku dengan lembut.Ngadi-ngadi e
"Iya, Bu, Alhamdulillah hasil tespeknya positif, selamat ya." Suster itu tersenyum, aku langsung bengong, apa ini mimpi? Dulu burungku tidak mau bangun dan sekarang Gia hamil? Ini benar-benar kuasa Tuhan."Alhamdulillah.""Selamat ya, Gi."Mama terlihat heboh seperti biasa, sementara aku tak bisa berkata-kata. "Papa kamu harus tahu, Lan, akhirnya anak pertama mama yang sering di3jek bujang lapuk susah punya anak sekarang udah mau punya anak," ujar mama sambil mengguncang bahuku.Ini bersyukur kok sambil ngejek ya, maksudnya gimana sih?"Alan, kok lu diem aja sih?! Engga seneng punya anak?""Ya seneng, Ma."*Dua hari pulang dari rumah sakit Mama langsung membawa Gia ke dokter kandungan padahal aku belum gajian."Nggak apa-apa pakai duit Mama aja tapi jangan lupa nanti kamu ganti," ujar mama, engga enak banget ujungnya ngutangin."Ini kan buat cucu tapi harus diganti segala perhitungan amat sih katanya senang mau punya cucu.""Ya kalau ini beda lagi, kan masih dalam perut gimana sih