Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
"Ah, Bastian ...." Desahan seorang wanita terdengar, bersahutan dengan erangan pria silih berganti. Tidak hanya itu, suara-suara khas percintaan yang liar pun terdengar begitu melengking hingga membuat Sierra meradang. "Sial! Pasti dia membawa jalangnya lagi!" Tanpa mengetuk pintunya, Sierra pun langsung menghambur masuk ke kamar yang memang tidak terkunci itu. Brak! Dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Sebastian Sagala, anak tirinya, sedang memacu tubuh wanita di bawahnya. "Bukankah sudah kubilang kalau rumah ini bukan tempat maksiat? Berhenti sekarang juga!" geram Sierra dengan tatapan yang mengarah tajam pada anak tirinya itu. Bukan anak tiri sungguhan karena Sierra hanya berpura-pura menikah dengan ayah dari Bastian. Namun, tentu saja tidak ada yang tahu tentang perjanjian itu sehingga semua orang mengira bahwa Sierra benar-benar menikah dan menjadi istri yang sah dari Jacob Sagala, ayah kandung dari Sebastian Sagala. Sial! Seandainya hidup Sier
"Dasar kurang ajar! Berani sekali kau memintaku menggantikan wanitamu! Lepaskan aku, Brengsek!" geram Sierra penuh amarah. Namun, alih-alih melepaskan, Bastian malah menyatukan kedua tangan Sierra di atas kepala wanita itu dan menahannya. "Berhenti bersikap seperti wanita terhormat, Sierra! Bukankah kau sudah biasa melakukannya? Lagipula aku jauh lebih perkasa dibanding ayahku dan kau pasti lebih puas bersamaku!" "Kau sangat tidak sopan, Bastian! Lepaskan aku atau aku akan berteriak agar semua orang tahu kalau kau sedang berusaha melecehkan ibu tirimu sendiri!" "Oh, aku takut sekali mendengarnya, Sierra!" Bastian menyeringai mencemooh di depan wajah Sierra. Tepat pada saat itu, pintu kamar mendadak dibuka dengan kasar. Brak! "Kudengar kalian ribut lagi, hah? Dan apa yang sedang kalian coba lakukan?" pekik seorang pria tua yang nampak membelalak kaget. Seketika Sierra terdiam menatap Jacob, sedangkan Bastian langsung tertawa sinis melihat ayahnya itu. "Oh, ini dia sang pem
Byur! Suara air kolam renang terpecah saat Bastian mendorong Sierra hingga tercebur ke sana. "Arrgghh!" Sierra yang tidak siap benar-benar tidak sempat mengatur napasnya sampai ia bergerak panik bahkan menelan air cukup banyak. "Uhuk ... uhuk ...." Sierra terus terbatuk saat akhirnya ia berhasil mengeluarkan kepalanya dari dalam air dan ia pun langsung menyeka wajahnya. "Bastian! Beraninya kau melakukan ini padaku?" pekik Sierra begitu kesal. Namun, Bastian hanya menyeringai sambil tetap berdiri di posisinya. "Ini baru permulaan, Sierra! Kalau kau membuat keributan lagi, aku bisa bertindak lebih jauh daripada ini!" ancam Bastian sambil menatap Sierra berapi-api. Sierra sendiri pun menatap Bastian dengan tatapan penuh amarah, sementara Stephanie tersenyum penuh kemenangan melihatnya. Dengan penuh percaya diri, Stephanie mendekati Bastian dan langsung memeluk lengan pria itu. "Terima kasih sudah membelaku, Bastian!" Bastian yang mendengarnya pun langsung melirik Stephanie
Bastian melangkah dengan kesal ke ruang kerja Sierra siang itu. Sudah lama ia tinggal di Malaysia sejak ibunya meninggal dan sejak itu ia memang tidak pernah menginjakkan kaki ke perusahaan ini. Tidak heran kalau tidak ada yang mengenalnya, namun rasanya tetap menyebalkan saat para karyawan itu lebih mengenal Sierra daripada dirinya yang merupakan anak kandung dari Jacob Sagala. "Ini ruang kerjanya, silakan, Pak! Maafkan aku sekali lagi yang tidak mengenali Anda," kata seorang karyawan yang mengantar Bastian sampai ke ruang kerja Sierra. Bastian tidak menanggapinya dan langsung saja masuk bersama asistennya ke ruang kerja Sierra tanpa mengetuk pintunya. "Jadi apa ini ruang kerjaku nanti?" seru Bastian begitu ia masuk ke sana. Sontak Sierra dan Valdo yang masih duduk di tempatnya langsung menoleh kaget menatap Bastian di sana. "B-Bastian?" pekik Sierra sambil refleks bangkit berdiri dari kursinya. Begitu juga dengan Valdo yang langsung ikut berdiri. "Mengapa ekspresi kalian
"Berikan aku waktu untuk tetap di sini sampai aku menyelesaikan tugasku, Bastian," pinta Sierra yang masih berusaha membuat kesepakatan dengan Bastian. "Dan apa untungnya bagiku?" "Tentu saja aku bisa membantumu di perusahaan ini. Aku butuh waktu ...." "Aku bukan temanmu, Sierra!" sela Bastian sebelum Sierra sempat menyelesaikan ucapannya. "Hubungan kita juga sama sekali tidak baik sampai kita bisa mencapai kata sepakat. Jadi, jangan bermimpi membuat kesepakatan apa pun denganku!" Jawaban Bastian pun membuat Sierra mendadak terdiam dan menganga. "Kalau tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi, silakan kemasi barangmu dan keluar dari ruang kerjaku!" kata Bastian lagi dengan tegas. Dan Sierra pun terus uring-uringan setelah ia keluar dari sana. "Ini benar-benar membuatku gila, Valdo! Dia sama sekali tidak bisa diajak bicara baik-baik, Valdo!" "Bastian memang bukan orang yang ramah, Sierra." "Ya, ya, seharusnya aku tahu itu! Dia pria yang brengsek! Tapi aku tidak peduli, Vald
Sierra terus menahan napasnya sambil merapikan gaunnya saat ia melangkahkan kakinya masuk ke ruang pesta. Sungguh, gaun panjangnya terlalu seksi dan ketat. Sierra hanya berharap agar tidak ada orang yang menganggapnya murahan dengan penampilannya yang sekarang, terutama anak tirinya yang brengsek dan menyebalkan itu.Sierra pun terus mengembangkan senyumnya menyapa semua orang sampai tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan tatapan seorang pria nan jauh di sana.Seketika senyuman Sierra pun langsung memudar. Jarak mereka saat ini memang cukup jauh, namun pesona pria itu sama sekali tidak bisa terbantahkan. Memakai setelan jas formalnya, pria itu nampak begitu gagah dan mencolok di antara ratusan orang yang ada di dalam gedung ini. Dan pria itu adalah Bastian, anak tirinya! Ya, pria gagah itu adalah anak tirinya! Oh, ini gila! Memikirkan hal itu saja membuat Sierra terus menghela napas kesal. Sierra yang tidak nyaman pun langsung memutus kontak mata mereka dan memalingkan wajahnya.
Bastian tidak pernah menyukai basa-basi karena memang ia tidak seramah itu. Apalagi harus diperkenalkan sebagai anak dari Jacob Sagala, ayah yang dibencinya. Karena itu, Bastian hanya asal saja menanggapi sapaan semua orang dengan anggukan singkat, bahkan tersenyum saja tidak. Rasa malasnya pun bertambah saat tiba-tiba Laura datang dan membuat kehebohan, Bastian pun langsung melangkah mundur dan berniat pergi dari sana. Namun, mendadak Bastian melihat bagaimana Stephanie mengerjai Sierra dengan menginjak ekor gaun wanita itu dan menabraknya keras hingga Sierra terhuyung ke belakang. Refleks Bastian pun bergerak menangkap tubuh Sierra dan memeluknya begitu erat, merasakan bagaimana pasnya tubuh langsing ibu tirinya itu melekat di pelukannya. Sierra sendiri pun refleks memeluk bahu Bastian berpegangan sambil langsung menegakkan tubuhnya. "Suamimu berada tepat di sampingmu tapi dia tidak melakukan apa pun saat istrinya hampir terjatuh," bisik Bastian di telinga Sierra. "Jadi sud
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po
Beberapa hari berlalu sejak kejadian pelecehan yang hampir dialami Jessica dan beberapa perubahan pun mulai terasa. Adipura marah besar pada keluarga Cedric dan memutuskan hubungan kerja sama walaupun WHA harus mengalami kerugian yang cukup besar. Adipura pun ngotot memenjarakan Cedric agar ia jera dan Jessica pun merasakan betapa ayahnya sangat menyayanginya. Ketulusan ini jujur belum pernah dirasakan oleh Jessica secara nyata. Jessica memang dekat dengan ayahnya dan selalu menuruti apa pun ucapan ayahnya. Namun, ia merasa itu biasa saja dan memang sudah seharusnya. Jessica tidak pernah terlibat masalah apa pun yang membuatnya merasakan pembelaan yang luar biasa sampai kejadian yang ia alami barusan. Ia baru sadar kalau begitu banyak orang yang peduli padanya. Jordan, Rosella, dan kedua orang tuanya. Bahkan Julio yang kecil itu pun yang diberitahu kalau Jessica sakit keesokan harinya langsung mendatangi Jessica dan menemaninya seharian di ranjang. "Cepat sembuh ya, Aunty! Sini
"Cukup, Jordan! Cukup! Jangan bicara begitu! Jessica masih syok!" seru Rosella. "Aku hanya tidak bisa kasihan padanya, Kak! Aku lega karena dia tidak menjadi korban Cedric, tapi aku juga kesal padanya!" Jordan pun terus mengomel dan Jessica hanya terus diam sampai akhirnya rasa mual membuatnya beranjak dari ranjang. Jessica berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya termasuk sisa wine yang sudah diminumnya tadi. "Huwek! Huwek!" Rosella sendiri terus menemani Jessica sambil menepuk punggung Jessica dan mengambilkan tisue untuknya. Jessica pun menerimanya begitu saja tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya itu, Rosella juga begitu sibuk mengambilkan Jessica air minum sampai Jordan hanya bisa menatapnya dengan perasaan hangat melihat ketulusan Rosella pada Jessica. "Apa kau tidak membawa jas, Jordan? Kasihan gaun Jessica robek." "Ada di dalam mobil, Kak." "Sana ambilkan! Kasihan Jessica!" Jordan hanya mengembuskan napas panjang lagi, sebelum akhirnya ia pun pergi dar
"Four Season, Jordan! Kita harus segera ke sana! Kita harus menyelamatkan Jessica!" "Aku bersumpah aku mendengarnya ingin melecehkan Jessica, Jordan! Kita tidak bisa membiarkannya!"Rosella begitu panik sampai ia hampir menangis sekarang. Setiap mengingat kata pelecehan, semua hal buruk mendadak berputar di otaknya dan ia pun akan menjadi emosional, apalagi saat ini adik Jonathan yang akan menjadi korban. Rosella benar-benar tidak bisa membiarkannya. "Ayo kita ke sana, Jordan! Ayo kita ke sana! Menyetirlah lebih cepat, Jordan! Kumohon ...." Tubuh Rosella sudah gemetar sekarang sampai air matanya akhirnya menetes juga. Dan Jordan pun bisa merasakan bagaimana Rosella mengkhawatirkan Jessica padahal selama ini Jessica tidak pernah bersikap baik pada Rosella. "Tenang, Kak! Tenanglah!" sahut Jordan akhirnya sambil melajukan mobilnya makin kencang. Jordan pun sempat menelepon ponsel Jessica beberapa kali, namun ponselnya sudah tidak aktif. "Sial! Jessica! Dia mematikan ponselnya!"
Jessica akhirnya tiba di sebuah restoran mewah bersama Cedric. Jessica memakai gaun merah seksi dengan bagian punggung yang terbuka sampai Cedric tidak berhenti memujinya. "Kau luar biasa cantik malam ini, Jessica!" "Hmm, apa biasanya aku tidak cantik, hah?" "Kau selalu cantik, Sayangku." Cedric yang tadinya sudah duduk di hadapan Jessica pun beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Jessica. Cedric meraih tangan Jessica dan menciumnya, sebelum ia menatap wajah cantik itu lekat-lekat. Betapa cantik dan seksi Jessica malam ini dan Cedric sudah tidak tahan lagi untuk menikmati keindahan di balik gaun merah itu. Namun, dengan cepat Cedric menggeleng untuk menepikan pikirannya karena masih ada step yang harus mereka lewati, makan malam, minum, baru menghabiskan malam bersama. "Baiklah, ayo kita makan, Sayang!"Cedric mengajak Jessica makan dan sepanjang makan malam, Cedric tidak berhenti menatap wajah cantik itu. Jessica memang sangat cantik kalau sudah berdandan. "Makanan