Bastian masih bermain bersama anak-anak sambil menatap Sierra dari kejauhan dan saat tatapan mereka bertemu, Sierra pun tersenyum manis sambil melambaikan tangannya. Sierra sendiri mendadak melupakan tentang pertanyaan Bastian tadi karena ia terlalu antusias di sana. Sierra duduk di rumput di samping kaki Rosella. Rosella duduk di atas kursi dan hanya terus berkedip, sedangkan Sierra duduk di bawahnya, tepat di samping kaki Rosella sambil memeluk kaki kakaknya itu. Sesekali Sierra ikut tertawa melihat tawa semua anak-anak di kejauhan, namun sesekali ia melirik ke atas, melihat ekspresi Rosella yang tetap datar. Dan setiap kali setelah melihat ekspresi Rosella, Sierra akan makin memeluk kaki kakaknya itu lalu menyandarkan kepalanya di sana. "Menurutmu bagaimana pria itu? Dia tampan kan?""Namanya Bastian. Sebastian Sagala. Dan aku ... kurasa aku menyukainya, Rosella ...."Sierra tersenyum sambil melirik Rosella lagi. "Kami bertemu dengan cara yang tidak biasa. Entahlah bagaimana
"Akhirnya kau pulang juga, Bos!"Bastian menghentikan mobilnya di depan rumah dan Tory pun langsung menyambutnya. "Hmm, ada apa? Biarkan aku mandi dulu!" Bastian melirik Sierra sekilas seolah berpamitan, sebelum ia pun naik ke kamarnya sendiri. Sierra sendiri hanya menatap punggung Bastian yang sudah melangkah diikuti Tory itu.Baru saja Sierra akan naik ke kamarnya juga, namun Valdo sudah menghampiri dan menyapanya. "Sierra?"Sierra yang melihat Valdo langsung tersenyum senang. "Valdo? Kau sudah pulang? Urusanmu di Singapore sudah beres?" "Sudah, Sierra. Oh ya, bagaimana keadaanmu? Aku dengar kau sempat tersesat di hutan.""Eh, cepat sekali beritanya sampai ke telingamu ...."Bastian memang tidak memberitahu Sierra kalau Valdo ada di rumah dan Pak Jose sudah menelepon Jacob. kKarena itu, Sierra belum tahu apa-apa. "Pak Jose menelepon langsung ke Pak Tua itu dan menjelaskan semuanya. Dia terus meminta maaf dan merasa sungkan sudah membuatmu mengalami kejadian yang tidak mengen
Suara tegas Jacob membuat semua orang terdiam dan Sierra lagi-lagi menahan napasnya. Rasanya suasana di ruang makan selalu mencekam akhir-akhir ini, namun hari ini terasa lebih mencekam daripada biasanya. Sierra pun menjaga pandangannya lurus ke depan karena ia begitu takut untuk melirik ke arah siapa pun, baik itu Bastian maupun Jacob. Namun, tidak begitu dengan Bastian yang lagi-lagi tertawa kesal dan tetap menanggapi Jacob dengan santai. "Huh, mendadak menjadi suami yang posesif, hah? Kau tidak bersikap seperti itu pada ibuku dulu! Atau jangan-jangan karena sekarang kau sudah tua, sedangkan istrimu masih muda, jadi kau takut pria lain yang lebih muda merebutnya darimu?" Jacob yang mendengarnya pun mendadak dibakar emosinya. "Jaga bicaramu, Bastian!""Apa ada ucapanku yang salah? Aku hanya membahas tentang perbedaan sikap yang kau tunjukkan pada istri tua dan istri mudamu!" sahut Bastian lagi dengan tajam.Kedua ayah dan anak itu pun saling bertatapan dengan tajam sampai perasa
"Kau baik-baik saja, Sierra?"Sierra yang masih sakit hati keluar dari ruang kerja Jacob dan memilih untuk duduk sendirian di kursi santai di pinggir kolam renang. Valdo pun menghampiri Sierra untuk menghiburnya. "Kalau kau ada di posisiku, apa kau bisa baik-baik saja, Valdo?" jawab Sierra lirih. Valdo pun mengembuskan napas panjangnya dan duduk di samping Sierra tanpa kata. "Aku sudah berusaha melakukan yang terbaik yang aku bisa. Apa dia pikir aku senang melakukan ini? Apa dia pikir karena dia memberiku uang lalu dia bebas menghinaku seperti ini?""Terkadang saat memikirkannya, aku mau mengakhiri semuanya tapi aku menyadari kalau aku masih membutuhkan Pak Tua itu. Aku pun merendahkan harga diriku dan menjadi pesuruhnya karena harga diriku sama sekali tidak berarti dibanding kebahagiaan dan kenyamanan keluargaku ....""Tapi bukan berarti aku tidak bisa sakit hati, Valdo." Sierra mulai memegangi dadanya dengan emosional. "Lagipula tugasku hanya tinggal menyingkirkan Tante Laura d
Sierra masih begitu kaget saat Valdo mendadak menariknya mundur dan menghadapi Bastian, seolah Valdo sedang melindungi Sierra dari pria itu. Bahkan Valdo menantang Bastian dengan gentle dan keras, sikap yang selama ini tidak pernah Sierra lihat dari Valdo yang terkesan selalu lembut dan sabar. Baiklah, bukannya Valdo tidak gentle, tapi Valdo itu tipe pria yang berbeda dengan Bastian. Bastian selalu dingin, emosional, meletup-letup, bahkan bicaranya pun tidak pernah lembut. Walaupun Sierra pernah merasakan kelembutan pria itu saat pria itu sedang memeluknya malam itu, tapi cara Bastian menciumnya pun kasar dan agresif. Berbeda dengan Valdo yang selalu ramah, lembut, dan murah senyum. Valdo selalu lebih tenang dan mengatasi semuanya tanpa emosi. Namun, malam ini baik Bastian maupun Valdo terlihat sama-sama keras. Bahkan kerasnya Valdo terlihat mengimbangi Bastian. Dua orang pria tampan yang tingginya hampir sama itu pun saling berhadapan dan saling menatap tajam, membuat Sierra ti
"Hentikan semua ini! Apa kalian tidak malu berkelahi seperti anak kecil hanya gara-gara istri orang?" Semua orang langsung terdiam begitu mendengar suara tegas dari Jacob. Bahkan Bastian dan Valdo pun menoleh bersamaan dengan napas yang masih tersengal akibat perkelahian mereka. Kemeja rapi milik Valdo sudah berantakan dan sudut bibir serta pipi kedua pria itu pun terlihat lebam dan terluka, namun belum ada yang berniat bersuara sama sekali. "Apakah ada yang mau menjelaskan kepadaku sebenarnya ada apa ini? Benarkah kalian berkelahi hanya karena istriku, hah?" "Sebenarnya apa yang sudah kau lakukan, Sierra? Mengapa semuanya menjadi seperti ini?" Sierra menelan salivanya. Sumpah demi apa pun, ia juga tidak tahu mengapa mendadak kedua pria itu menggila dan Sierra pun tidak tahu harus menjawab apa. Sedangkan Bastian, seperti biasa, langsung menyahut tanpa mengkhawatirkan apa pun. Bastian melirik Sierra sekilas, sebelum menatap Jacob. "Aku tidak perlu menjelaskan apa pun pad
Sierra melangkah ke kamarnya sendiri dengan tekad yang baru malam itu. Setelah Valdo pergi, Sierra terus meresapi semuanya dan itu benar. Selama menjadi istri pura-pura Jacob, semuanya berjalan lancar. Sekesal apa pun Sierra pada Jacob tapi perasaan Sierra pun biasa saja. Namun, sejak dengan begitu murahannya ia menanggapi Bastian perasaannya tidak pernah benar. "Ya, kau harus memperbaiki semuanya dan kembali pada dirimu yang sebelumnya, Sierra! Perjalananmu hampir berakhir di sini!" "Sebelum kau makin melewati batasmu dan sebelum semuanya menjadi makin rumit, kau harus bersikap tegas dan mengakhiri semuanya!" Sierra terus bergumam pada dirinya sendiri sambil terus melangkah. Namun, langkahnya terhenti dan Sierra langsung mendesah gugup melihat Bastian yang sudah menunggunya di depan pintu kamarnya. Bahkan pria itu belum membersihkan luka di wajahnya dan belum merapikan kemejanya. Bastian berdiri di depan pintu kamar Sierra sambil menatapnya begitu tajam hingga membuat
Bastian membeku mendengar ucapan lantang Sierra yang mau mengakhiri hubungan mereka. Sierra benar bahwa hubungan antara mereka memang tidak jelas. Hubungan terlarang antara ibu tiri dan anak tiri. Dan entah siapa yang memulai hubungan ini duluan. Tidak ada yang berencana, mereka hanya mengikuti naluri mereka, yang secara mengejutkan, Bastian menyukai Sierra. Saat bersama Sierra, Bastian selalu melupakan status wanita itu yang merupakan ibu tirinya dan saat mengingat kenyataan itu, Bastian akan selalu mengumpat kesal. Bastian tahu dirinya sekarang mungkin terlihat sangat brengsek karena menginginkan istri ayahnya sendiri. Sumpah demi apa pun, Bastian bukan orang yang segila itu, bahkan memikirkannya saja tidak. Namun, saat mereka sudah terikat saat ini, tidak mungkin Bastian mundur lagi karena ia terlalu menginginkan wanita itu. Semakin bersamanya, bahkan semakin ditolak, Bastian semakin menginginkan Sierra. "Apa kau bilang, Sierra? Mengakhiri hubungan?" ulang Bastian dengan ra
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po
Beberapa hari berlalu sejak kejadian pelecehan yang hampir dialami Jessica dan beberapa perubahan pun mulai terasa. Adipura marah besar pada keluarga Cedric dan memutuskan hubungan kerja sama walaupun WHA harus mengalami kerugian yang cukup besar. Adipura pun ngotot memenjarakan Cedric agar ia jera dan Jessica pun merasakan betapa ayahnya sangat menyayanginya. Ketulusan ini jujur belum pernah dirasakan oleh Jessica secara nyata. Jessica memang dekat dengan ayahnya dan selalu menuruti apa pun ucapan ayahnya. Namun, ia merasa itu biasa saja dan memang sudah seharusnya. Jessica tidak pernah terlibat masalah apa pun yang membuatnya merasakan pembelaan yang luar biasa sampai kejadian yang ia alami barusan. Ia baru sadar kalau begitu banyak orang yang peduli padanya. Jordan, Rosella, dan kedua orang tuanya. Bahkan Julio yang kecil itu pun yang diberitahu kalau Jessica sakit keesokan harinya langsung mendatangi Jessica dan menemaninya seharian di ranjang. "Cepat sembuh ya, Aunty! Sini
"Cukup, Jordan! Cukup! Jangan bicara begitu! Jessica masih syok!" seru Rosella. "Aku hanya tidak bisa kasihan padanya, Kak! Aku lega karena dia tidak menjadi korban Cedric, tapi aku juga kesal padanya!" Jordan pun terus mengomel dan Jessica hanya terus diam sampai akhirnya rasa mual membuatnya beranjak dari ranjang. Jessica berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya termasuk sisa wine yang sudah diminumnya tadi. "Huwek! Huwek!" Rosella sendiri terus menemani Jessica sambil menepuk punggung Jessica dan mengambilkan tisue untuknya. Jessica pun menerimanya begitu saja tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya itu, Rosella juga begitu sibuk mengambilkan Jessica air minum sampai Jordan hanya bisa menatapnya dengan perasaan hangat melihat ketulusan Rosella pada Jessica. "Apa kau tidak membawa jas, Jordan? Kasihan gaun Jessica robek." "Ada di dalam mobil, Kak." "Sana ambilkan! Kasihan Jessica!" Jordan hanya mengembuskan napas panjang lagi, sebelum akhirnya ia pun pergi dar
"Four Season, Jordan! Kita harus segera ke sana! Kita harus menyelamatkan Jessica!" "Aku bersumpah aku mendengarnya ingin melecehkan Jessica, Jordan! Kita tidak bisa membiarkannya!"Rosella begitu panik sampai ia hampir menangis sekarang. Setiap mengingat kata pelecehan, semua hal buruk mendadak berputar di otaknya dan ia pun akan menjadi emosional, apalagi saat ini adik Jonathan yang akan menjadi korban. Rosella benar-benar tidak bisa membiarkannya. "Ayo kita ke sana, Jordan! Ayo kita ke sana! Menyetirlah lebih cepat, Jordan! Kumohon ...." Tubuh Rosella sudah gemetar sekarang sampai air matanya akhirnya menetes juga. Dan Jordan pun bisa merasakan bagaimana Rosella mengkhawatirkan Jessica padahal selama ini Jessica tidak pernah bersikap baik pada Rosella. "Tenang, Kak! Tenanglah!" sahut Jordan akhirnya sambil melajukan mobilnya makin kencang. Jordan pun sempat menelepon ponsel Jessica beberapa kali, namun ponselnya sudah tidak aktif. "Sial! Jessica! Dia mematikan ponselnya!"
Jessica akhirnya tiba di sebuah restoran mewah bersama Cedric. Jessica memakai gaun merah seksi dengan bagian punggung yang terbuka sampai Cedric tidak berhenti memujinya. "Kau luar biasa cantik malam ini, Jessica!" "Hmm, apa biasanya aku tidak cantik, hah?" "Kau selalu cantik, Sayangku." Cedric yang tadinya sudah duduk di hadapan Jessica pun beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Jessica. Cedric meraih tangan Jessica dan menciumnya, sebelum ia menatap wajah cantik itu lekat-lekat. Betapa cantik dan seksi Jessica malam ini dan Cedric sudah tidak tahan lagi untuk menikmati keindahan di balik gaun merah itu. Namun, dengan cepat Cedric menggeleng untuk menepikan pikirannya karena masih ada step yang harus mereka lewati, makan malam, minum, baru menghabiskan malam bersama. "Baiklah, ayo kita makan, Sayang!"Cedric mengajak Jessica makan dan sepanjang makan malam, Cedric tidak berhenti menatap wajah cantik itu. Jessica memang sangat cantik kalau sudah berdandan. "Makanan
"Sial, berani sekali dia menghina Cedric! Dia pikir siapa dia? Keluarga bukan, teman juga bukan!" "Dia benar-benar sudah melunjak! Aku makin tidak menyukainya sekarang! Sial!" Jessica mondar-mandir di ruang kerjanya dengan perasaan kesal yang luar biasa. Setelah mendengar semua ucapan Rosella, bukannya Jessica tidak gelisah. Namun, Jessica gelisah bukan karena percaya pada Rosella, tapi gelisah karena amarah untuk Rosella. Semakin dipikir, amarahnya malah semakin besar. Bisa-bisanya wanita itu mendadak muncul dengan membawa anak, diterima oleh semua orang dengan begitu mudah, dan sekarang makin melunjak. "Sial!" rutuk Jessica lagi tanpa henti. Jessica pun masih terus mengumpat kesal saat pintu ruang kerjanya kembali diketuk dan dibuka. Jessica yang mengira Rosella kembali lagi pun langsung membentak keras. "Aku tidak mau mendengarmu! Tidak usah datang ke sini lagi!" Namun, ternyata yang datang Livy dan Livy cukup kaget mendengar teriakan Jessica. Jessica sendiri menbelalak m
"Aku sudah selesai, Rosella." "T-Tami ...." "Eh, kau kenapa? Kau pucat, Rosella!" Rosella menggeleng dan berusaha untuk tidak menoleh sama sekali agar Cedric tidak mengenalinya. Namun, beberapa pria di meja Cedric sempat menoleh menatap Tami dan punggung Rosella karena memang Rosella duduk memunggungi meja para pria itu. "Aku tidak apa, Tami. Ayo kita pulang!" "Eh, iya." Tami pun membawa Rosella masuk ke mobil dan ia segera menyetir kembali ke perusahaan. Rosella sendiri hanya bisa duduk di mobil sambil menenangkan dirinya dan memikirkan tentang Jessica. Ia tidak mungkin membiarkan Jessica dilecehkan oleh pria brengsek itu, tapi apa yang harus ia lakukan? Apa?"Kau yakin kau tidak apa, Rosella?" tanya Tami yang menyetir mobilnya. "Tidak apa, Tami. Jangan khawatir! Aku sudah lebih tenang sekarang." "Eh, sudah lebih tenang? Memangnya tadi kau kenapa, Rosella? Kau pucat sekali tadi! Kau mau minum kopi agar lebih segar?" "Tidak. Aku tidak apa, Tami. Hanya mendadak teringat ses
"Aku tahu, aku sudah makan siang. Semuanya baik-baik saja, Jonathan." Rosella menerima telepon dari Jonathan siang itu saat ia baru saja melangkah masuk ke lobby perusahaan. Jonathan yang sudah tiba di Amerika begitu cepat sudah merindukan Rosella lagi. "Baiklah, nanti malam telepon aku. Aku mau melihat Julio, Sayang." "Haha, baiklah. Sana bekerja! Aku juga mau bekerja dulu." "Baiklah, aku mencintaimu, Rosella." "Aku juga mencintaimu, Jonathan." "Dah!" Rosella masih tersenyum dan menutup ponselnya lalu memandangi ponsel itu saat tiba-tiba tubuhnya hampir tertabrak oleh seorang pria sampai refleks ia melangkah mundur dan terhuyung. "Astaga!" pekik Rosella. Namun, pria itu langsung memegangi tangan Rosella sampai akhirnya Rosella tidak jadi jatuh. Jantung Rosella pun berdebar kencang karena gerakan mendadak itu, namun kedua matanya langsung bertaut dengan mata pria yang menyelamatkannya. "Kau tidak apa, Nona?" tanya pria itu dengan lembut dan dengan tatapan kagum. "Aku tida