"Ponsel mas Karim di kunci? Sejak kapan?" Gumam Hanum sambil membolak-balik ponsel suaminya."Apa emang sejak dulu, ya? Soalnya, kan, ini kali pertamanya aku ngecek ponselnya." Hanum kembali bicara sendiri.Karena tak bisa membukanya, Hanum memilih menaruh kembali ponsel Karim pada tempatnya. Dia membuang jauh rasa penasarannya dan keluar setelah selesai beres-beres."Mas, hari ini kita keluar, yuk! Aku bosen di rumah terus. Mumpung kamu juga lagi libur, kan?" ajak Hanum saat berpapasan dengan suaminya yang hendak masuk ke kamar.Perempuan itu bergelayut manja di lengan Karim, tubuh laki-laki itu masih basah sebab baru saja selesai mandi. Bersamaan dengan itu, Keysha keluar dari kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Hanum. Melihat sikap manja Hanum pada Karim, gadis itu lekas membuang muka dengan wajah memerah. Karim juga langsung menarik tangannya, laki-laki itu beralasan segan jika dilihat Keysha."Tapi kita keluar, kan? Aku kangen banget jalan berdua lagi sama kamu. Kayanya udah
"Gheza?" gumam Livia tak percaya."Livia? Kamu ... ngapain di sini?" Laki-laki berpenampilan rapi itu menatap sekelilingnya.Hana, Dania dan Hakam tampak heran. Kenapa mereka saling kenal?"Aku–" "Eum, Livia itu adik iparku, Gheza. Istrinya Hakam," potong Hana cepat.Gheza menoleh kearah Hana kemudian kembali menatap Livia. Laki-laki itu menatap Livia dari ujung rambut hingga ujung kaki, penampilan perempuan itu tampak lusuh, sangat berbanding terbalik dengan Hakam yang tampil stylish.Hana tak suka saat melihat Gheza menatap Livia tanpa kedip. Apalagi iparnya itu masih saja berdiri di sana sambil memegang nampan berisi teh yang ia minta tadi."Ahm, Livia. Taruh tehnya di sini, abis itu siapin makanannya, ya? Abis ngeteh kita mau langsung makan siang," kata Hana. Livia menurut, dia menaruh nampan tadi diatas meja dan segera kembali ke dapur.Sesampainya di dapur, perempuan itu berdiri didekat kulkas dan memegang dadanya yang terasa berdebar. Dia mencoba menepis, kenapa rasanya aneh s
Sebulan sudah berlalu, pagi itu Keysha bangun dengan debar di dadanya. Dia kembali mengecek kalender seperti biasa, sudah tanggal 12 tapi dia belum juga ... gadis itu menggigit bibir mengingat sesuatu hal buruk yang akan terjadi.Bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan kalau dugaannya benar?Keysha tak berhenti mondar mandir, tiba-tiba saja perutnya terasa bergejolak saat menghidu aroma masakan yang berasal dari dapur. Sudah beberapa hari ini dia memang kerap mengurung diri di kamar, beralasan sedang tak enak badan."Dek, kamu udah bangun belum?" Hanum mengetuk pintu kamar Keysha sembari memanggilnya.Perempuan itu merasa khawatir dengan keadaan sang adik. Tak biasanya Keysha demam sampai berhari-hari. Yang ia tau, sejak kecil Keysha termasuk anak yang kebal dengan segala hal.Keysha yang tengah mual dan pusing merasa terganggu dengan kedatangan Hanum. Dengan terpaksa dia bangkit dan berjalan kearah pintu. Kepalanya berputar, perutnya masih sama bergejolak. Untuk menetralisir rasa m
"Livia maaf, biarkan mereka ikut, ya?" Hakam memohon.Livia membuang muka, dia berusaha menahan letupan amarah di dadanya. Kenapa susah sekali untuknya mendapat waktu bersama suaminya sendiri?"Livia, mas mohon. Kali ini ... saja, siapa tau dengan cara seperti ini akan membuat kalian akur dan dekat." Hakam meraih tangan istrinya. Dia tau jika Livia kecewa dengan keputusannya, tapi dia juga tak kuasa untuk melarang ibunya serta Hana untuk ikut. Dia takut mengecewakan keluarganya."Tapi kamu udah janji kita bakal jalan bertiga aja, Mas!" sanggah Livia."Iya, Mas tau. Makanya mas minta maaf, mama dan yang lain tiba-tiba keluar dan minta ikut. Bukan mas yang ngajak," kata Hakam serba salah."Ya, kan, kamu bisa nolak, Mas! Bikin alasan apa, kek!" sewot Livia kesal. Hakam menghembuskan napas kasar, sulit untuknya memilih jika tengah disituasi seperti ini."Tau gini aku nggak bakal ikut tadi!" omel Livia. Tapi dia masuk juga kedalam mobil, dia sudah terlanjur berkemas jadi lebih baik tetap p
Sementara itu, Livia dan yang lain baru saja tiba disebuah mall terbesar di kotanya. Hanan dan Hanin berlarian menyusuri luasnya bangunan itu. Hana dan Dania dibuat kewalahan, dan ujung-ujungnya Hakam lagi yang harus menaklukkan dua anak kembar itu.Livia berjalan dibelakang Hakam dan keluarganya. Perempuan itu misuh-misuh, bukan liburan seperti ini yang dia mau. Hakam hanya fokus pada dua keponakannya, sedang dia dibiarkan sendiri seperti asisten mereka."Mbak Hana, Tante?" Tiba-tiba seorang perempuan manis menyapa Dania dan Hana. Livia yang berdiri dibelakang mereka hanya bisa menatap penasaran, siapa perempuan itu?Awalnya Livia tampak tak peduli dengan interaksi mereka dengan orang yang tak ia kenal itu. Sampai akhirnya sang perempuan mendekati Hakam dan memeluknya serta mencium kedua belah pipi laki-laki itu dengan santainya. Yang membuat Livia semakin panas adalah reaksi Hakam, laki-laki itu terlihat santai dan malah menikmati adegan tadi."Mas!" Livia berjalan dan menyentak Hak
Baru saja Keysha hendak membuka mulut, Karim sudah lebih dulu menyambar."Hanum, jangan dipaksa. Keysha masih syok itu, nanti kalo udah tenang dia juga bakal cerita, kok!" Hanum menoleh pada suaminya. Malu rasanya, gara-gara kelakuan sang adik ia tak tau harus taruh dimana mukanya dihadapan Karim dan keluarganya."Kita harus segera tau, Mas! Dia yang berbuat dan aku yang menanggung malu! Harus gimana aku jelasin ke ibu dan bapak nanti?" Tangis Hanum kembali pecah.Perempuan itu menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Bahunya bergetar, suara isakannya terdengar memilukan. Keysha merasa sangat bersalah, begitu juga dengan Karim. Dua pengkhianat yang notabenenya adalah keluarga sendiri."Mas tau apa yang tengah kamu rasakan, Yank. Tapi mas minta kamu untuk tenang dulu, ya? Nanti setelah Keysha tenang mas yakin dia bakal cerita." Karim meraih tangan istrinya dan menggenggamnya. Melihat itu membuat Keysha membuang muka. Ada cemburu yang dia rasakan saat melihat Karim bermesraan den
Hanum yang tak sengaja mendengar percakapan Karim dan Keysha di dapur merasa tubuhnya lemas seketika. Bagai dihantam godam besar, dada Hanum tiba-tiba terasa sesak. Dia berulang kali memukul pipinya sendiri, berharap semua itu hanya bunga tidurnya."Kamu gila, Mas? Dimana hatimu? Ini anakmu, darah dagingmu, Mas!" teriakan Keysha menyadari Hanum jika apa yang dia dengan nyata adanya."Pelankan suaramu, Key! Jangan sampai Hanum mendengar semua ini." Karim membekap mulut Keysha hingga iparnya itu melawan dengan cara menepis tangannya."Biar saja, kalau perlu aku akan mendatangi mbak Hanum sekarang dan menceritakan semuanya!" gertak Keysha hendak berbalik, tapi lekas Hakam meraih pergelangan tangannya."Jangan macam-macam, Key! Bisa-bisa Hanum mengamuk jika tau." "Bagus kalau dia tau, bukankah kamu dan dia sampai sekarang belum dikaruniai anak, Mas? Kamu mau bertahan dengan wanita mandul itu dan melepas aku dan calon anakmu?" Mendengar kalimat menyakitkan dari Keysha membuat Hanum merad
"Benar-benar gila kau, Mas!" sentak Livia. Hakam malah tertawa keras melihat wajah panik sang istri."Aku memang gila, Livia. Sudahlah, jangan buat aku tambah gila kemudian nekat melakukan sesuatu padamu." Livia melihat ada yang berbeda dari Hakam, dan itu membuatnya sedikit takut. Bagaimana kalau laki-laki itu mencelakainya dan Yazeed?"Tetaplah di sini, jadi istri penurutku seperti dulu. Kamu bisa, kan?" pinta Hakam sembari membelai lembut pipi Livia."Nggak! Jangan mimpi aku akan kembali seperti dulu, Mas. Aku nggak sudi menjadi penurut jika kemudian malah semakin diinjak-injak," tolak Livia tegas."Terserah kamu Livia. Tapi satu yang harus kamu tau, sampai kapan pun aku tak akan melepas kamu dan juga Yazeed. Kamu akan tetap menjadi istriku apa pun yang terjadi," tandas Hakam.Dia menutup laptopnya dan beranjak dari sana, meninggalkan Livia dengan keresahan hatinya. Perempuan itu berpikir keras, bagaimana caranya agar bisa lepas dari Hakam?*Di rumah orang tua Livia, ketegangan te
"Bapak?! Ya Allah ... bapak kenapa?" jerit Livia panik begitu melihat keadaan Muis yang cukup memprihatinkan.Pria itu tampak lemas dan pucat. Beruntung ada 2 temannya sesama pengemudi ojek online yang membawa pulang. Masitah dan Alia yang tengah menyantap makan malam pun terkejut begitu mendengar suara Livia. Keduanya sontak melompat dari tempat duduk dan meninggalkan nasi yang belum sepenuhnya habis. Masitah dan Alia berlari menyusul Livia diruang depan dan ikut terkejut saat melihat Muis yang tengah dipapah oleh kedua temannya."Ada apa ini? Bapak kenapa?" cecar Masitah mendekati suaminya yang sudah dibaringkan di ruang depan, Alia bergegas ke kamar dan kembali keluar dengan membawa bantal."Pak Muis tiba-tiba mengeluh pusing tadi, Mbok. Hampir saja beliau jatuh pingsan tadi, beruntung ada teman yang duduk didekatnya," terang salah satu teman yang mengantar Muis, usianya jauh sangat muda."Ya Allah, apa bapak sudah makan?" tanya Masitah yang langsung dijawab dengan gelengan kepala
"Yank, kamu ... udah nggak marah lagi sama, Mas, kan?" tanya Karim duduk disamping istrinya yang tengah membaca sebuah novel.Hanum menjauh dengan menggeser sedikit tubuhnya, perempuan itu merasa risih setiap kali sang suami mendekat. Bayangan saat Karim mencumbu sang adik setiap kali ingin memadu kasih selalu saja melintas dibenak Hanum. Terlebih saat ia melihat Karim dan juga Keysha, maka perlahan kebencian dan dendam semakin membara di hati Hanum."Memangnya kamu pikir aku ini manusia tak punya rasa marah? Setelah apa yang kalian lakukan selama ini, masih sempat kamu menanyakan itu padaku?" sinis Hanum melirik suaminya tajam."Selama menikah, kamu adalah manusia paling sabar yang pernah mas temukan, Yank. Bahkan kamu nggak pernah mendiamkan mas lebih dari 1 jam, meski saat itu kamu sedang marah sekali pun. Tapi kenapa sekarang berbeda? Kemana istri mas yang dulu?" Dengan tak tau dirinya, Karim menuntut Hanum untuk tetap memperlakukannya sebaik mungkin setelah kebusukannya terbongka
Livia sudah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumah yang sekiranya bisa ia bantu. Kebetulan sekali Yazeed sangat anteng, jadi dia bisa mengerjakan semuanya dengan tenang.Tak lama, terdengar suara motor diluar, setelah itu Alia mengucap salam dan langsung masuk. Gadis itu tercengang melihat keadaan rumah yang sudah rapi dari sebelum ia mengantar sang nenek bekerja. Alia berjalan menuju kamarnya, hanya ada Yazeed yang tengah tertidur pulas. Dimana Livia? Batin gadis itu bertanya."Mbak? Ngapain dicuciin segala? Biar aku aja," cegah Alia begitu melihat Livia yang tengah sibuk menjemur pakaian dihalaman samping rumahnya."Nggak apa, Dek. Mbak nggak enak kalau cuma numpang tinggal. Minimal adalah nyumbang tenaga walau dikit," sahut Livia tanpa menoleh, dia terus melanjutkan pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi.Livia memang mencucikan pakaian kotor yang sudah Alia kumpulkan didalam keranjang yang ia taruh di dapur. Mungkin terkesan lancang, tapi dia berani saja karena memang kain itu
Taksi online yang membawa Hanum berhenti didepan rumah mertuanya. Sebelum benar-benar turun, perempuan itu menghirup udara sepanjang mungkin. Dia berusaha menguatkan hati saat kembali bertemu dengan 2 pengkhianat yang sudah menghancurkan mental serta hatinya.Selesai membayar ongkosnya, Hanum turun dari sana. Ia melangkah berat menuju rumah yang selama 3 tahun lebih ini ditinggalinya. Ia pikir selamanya akan menjadi tempat pulang ternyamannya selain rumah orang tuanya, nyatanya ia salah. Rumah tangga yang selama ini ia pikir harmonis diuji lewat adiknya sendiri."Assalamu'alaikum ...." Hanum mengucap salam, tak ada sahutan seperti biasa.Perempuan itu menghembuskan napas, kemudian membuka pintu yang tak dikunci. Saat ia berjalan masuk, keadaan rumah tampak sepi. Perempuan itu mengerutkan kening, kemana orang-orang?Karena tak ada satu orang pun yang ia jumpai, Hanum memilih mengetuk pintu kamar yang Keysha tempati. Tak lama gadis yang sudah tak lagi gadis itu keluar, melihat penampila
"Yuk, Neng kita sarapan dulu," ajak Masitah– istri pengemudi ojek online yang membantu Livia semalam.Pria itu benar-benar membawa Livia ke rumahnya, saat ia datang Masitah dan Alia– cucunya menatap heran. Namun, saat pria bernama Muis itu menceritakan kronologi awalnya, Masitah dan Alia menerimanya dengan senang hati.Di sana, Livia diterima dengan sangat baik. Ia diperlakukan bak keluarga sendiri, perlakuan yang belum pernah ia dapat dari keluarganya sendiri maupun dari keluarga suaminya. Livia merasa terharu, ia bersyukur malam itu dipertemukan dengan Muis yang berhati malaikat.Di dapur rumah sederhana milik Muis, mereka sarapan dengan suasana penuh kehangatan. Meja makan yang biasa hanya diisi 3 orang itu semakin terasa penuh dengan kedatangan Livia. Ternyata kedatangan Livia dan Yazeed menambah keceriaan di rumah itu. Alia sendiri langsung merasa suka pada bayi kecil yang Livia gendong malam itu."Bapak langsung berangkat, ya, Buk." Setelah menghabiskan sarapan dan kopi yang dih
Jantung perempuan itu bertalu-talu, keringat dingin mengucur di pelipisnya. Apalagi dia melihat sendiri kakak iparnya mengayunkan langkah menuju tempat persembunyiannya sembari menatap awas sekelilingnya. Livia menahan napas begitu langkah Hana makin mendekat, tanpa ia sangka ... seekor kucing melompat hingga membuat Hana berteriak karena kaget."Dasar kucing sialan! Kirain ada siapa di sana." Terdengar Hana mengumpat. Karena hanya seekor kucing, Hana memutuskan segera masuk kedalam rumah. Dia membuka pintu dengan kunci cadangan yang ia simpan, perempuan itu pergi dengan kekasihnya secara diam-diam tanpa sepengetahuan anak-anak dan Dania.Setelah yakin Hana masuk dan sudah mengunci pintu, barulah Livia bisa menghembuskan napas lega. Dia kembali bangkit dan berjalan perlahan untuk membuka pintu pagar. Beruntung ia sudah mengantongi kunci cadangan untuk membuka pintu pagar.Krieeett ... Livia kembali menahan napas begitu pintu pagar ia dorong. Pasalnya, pagar itu meninggalkan derit yan
Dengan perasaan yang campur aduk, Livia keluar dari kamar dengan tangan menggenggam slip bukti transfer yang ia dapat dari saku celana Hakam.Sesampainya diluar, ternyata suaminya tengah bermain bersama sang anak di ruang tengah. Yazeed terlihat tertawa kecil saat Hakam mengajaknya bercanda. Pemandangan yang baru saja ia temui, belum sebulan ia dan Yazeed menikmati momen kebersamaan yang benar-benar dengan Hakam, laki-laki itu kembali berulah."Ini apa, Mas?" Livia menyodorkan slip bukti transfer tadi pada Hakam.Laki-laki yang tengah bermain dengan anaknya itu menoleh, detik kemudian Hakam tampak terkejut. Livia tersenyum sinis melihatnya, kelihatan sekali jika Hakam berniat menyembunyikan itu darinya."I–itu ... kamu dapat dari mana, Livia?" Hakam terkejut."Jawab saja pertanyaanku. Apa maksudnya ini?" ulang Livia tegas.Beberapa detik menunggu, Livia tak kunjung mendapat jawaban. Laki-laki itu sibuk menyusun kata yang pas untuk diberikan pada sang istri. Hakam merutuki dirinya send
Keysha yang ditinggal Hanum pulang kampung terpaksa mengurung diri di kamar. Ia hanya akan keluar jika ada hal mendesak. Seperti kali ini, Keysha tiba-tiba merasa haus jadi dia memutuskan ke dapur untuk mengisi botol minumnya."Kamu itu harus mikir, Karim! Memangnya kamu nggak mau punya anak?" Samar-samar Keysha mendengar perbincangan dari arah dapur yang sepertinya adalah Marni dan Karim.Saat Keysha mencoba bersembunyi dan mengintip ke dapur, ternyata dugaannya benar. Di sana, di meja makan Karim dan Marni tengah berbincang dengan mimik wajah yang serius. Entah apa yang tengah ibu dan anak itu bahas, karena penasaran Keysha memutuskan menguping dari balik tembok pembatas dapur dan ruang tengah."Siapa, sih, yang nggak mau punya anak, Bu? Tapi aku maunya dari Hanum, bukan Keysha!" Keysha meremas dadanya yang terasa nyeri akibat mendengar ucapan Karim."Terus dari Hanum dapat? Enggak, kan?" tampik Marni, Karim tak menjawab."Pernikahan kalian sudah mau jalan 4 tahun, loh, Karim. Dan s
Beberapa hari sudah berlalu. Sejak malam dimana Hanum dan keluarga Karim berunding, ia masih belum memberi jawaban pasti atas permintaan Marni yang ingin menutupi hubungan Keysha dan Karim dari orang tuanya.Hanum masih abu-abu, dia memikirkan banyak hal. Jika ia memberitahu ibu dan bapaknya, apa mereka tak akan berpikiran? Tapi bagaimana pula jika dia tak memberitahu? Ia yakin, serapat apa pun ia menyembunyikan rahasia itu, pasti akan terbongkar juga lambat laun."Nak, kamu kenapa? Baru datang malah ngelamun." Suara lembut sang ibu membuyarkan lamunan Hanum yang tengah duduk disamping rumahnya.Perempuan itu langsung menoleh dan menyunggingkan senyum semanis mungkin. Ia memang baru saja sampai di kampung, perempuan itu berangkat sendiri dari rumah."Gimana adikmu di sana? Nggak ngerepotin Karim dan keluarganya, kan?" Wanita bernama Atun itu duduk disamping sang putri.Hanum menghela napas pelan, kemudian meneguk sedikit susu hangat buatan ibunya. Dadanya sesak jika harus mengingat ma