Alina menggeleng dan meneruskan pembicaraan. “Suatu ketika, saya bertanya pada selingkuhan suami. Kenapa ia mau dengan pria beristri dan sudah punya anak. Ia menjawab, karena suami saya kaya, hebat, dan jago di ranjang. Seketika kemarahan saya memuncak. Tanpa terkendali, saya menjambak rambutnya dan menendangnya hingga jatuh. Teriakkannya mengagetkan seisi rumah, termasuk suami saya yang sedang berganti pakaian. Wanita itu menangis histeris, apalagi ketika darah mengalir di kedua sela kakinya. Suami saya marah, untuk pertama kalinya ia menampar saya.”“Astagfirullah.”“Zyan dan Zea yang melihat saya diperlakukan kasar oleh papanya, enggak terima. Mereka ikut memarahi papanya, tetapi bukannya sadar, papanya malah menghardik dan memaki mereka.” Alina mengambil selembar tisu di meja, kemudian mengusap pipinya yang bersimbah air mata. “Saya masih ingat, bagaimana wanita itu tersenyum licik ketika suami saya memarahi kami. Hari itu juga, ia menjatuhkan talak pada saya sebelum membawa wanit
Semua siswa bahagia merayakan ujian telah usai. Walaupun hasilnya belum keluar, tetapi mereka sangat senang karena sebagian beban telah berkurang. Hanya Zea yang terlihat berbeda. Ia tak seheboh teman-temannya. Semenjak perundungan yang ia alami, Zea lebih banyak menyendiri. Bahkan, ia tak lagi menitipkan dagangan ke kantin. Selain jam sekolah yang singkat, juga rasa malu menderanya setiap kali bertemu mereka.Gadis itu memilih pulang, meninggalkan sekolah beserta kebahagiaan para siswa. Siapa menyangka, Zea telah diincar oleh siswi-siswi yang tak puas dengan kejadian beberapa minggu lalu. Di persimpangan perumahan yang sepi, mereka kembali mengatur strategi. Semuanya menunggu kedatangan Zea yang berjalan ke arah mobil SUV yang terparkir di pinggir jalan. Chika, sang pemilik, telah menanti beserta dua temannya.“Hei, Dekil!” sapa Chika diiringi gelak tawa teman-temannya ketika Zea lewat. Gadis itu keluar dari mobil, kemudian berjalan mendekati Zea yang berhenti dan menatapnya tanpa ta
Bryan bernapas lega, ketika Malik—pengacara keluarga—tiba bersamaan dengan kedatangan Zyan. Zyan segera menghampiri Zea yang duduk di kursi. Gadis itu menghambur ke pelukan Zyan. Tangis yang dari tadi tersimpan akhirnya keluar juga. Bryan memberikan kesempatan pada keduanya, dan beralih menemui Malik.“Saya mohon, tolong bantu Zea, Om. Dia enggak bersalah. Lakukan apa pun, agar Zea bisa keluar dari sini,” pinta Bryan. Ia sangat menyayangi gadis itu. Entah kenapa, setiap kali melihat Zea terkena masalah, ia selalu ingin menjadi yang terdepan untuk melindunginya.“Baik, kamu tenanglah, saya akan mempelajari kasusnya dulu.” Malik menemui petugas penyidik. Ia mulai melakukan tugasnya sebagai seorang pengacara dan mengumpulkan berbagai informasi yang menimpa Zea. Sementara itu, Bryan kembali ke ruangan tempat kedua kakak beradik itu berada. Pemandangan di depan matanya cukup menjelaskan bagaimana kondisi Zea. Meskipun selama bersamanya Zea berusaha terlihat baik-baik saja, tetapi ia tahu
“Astagfirullah!” Zyan yang dari tadi larut dalam kesedihan mulai menyadari sesuatu. Mamanya pasti saat ini khawatir, karena Zea belum kembali. Ia merogoh saku celana, mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Alina. “Mas, Zea belum siap ketemu Mama,” lirih Zea, ketika Zyan mendekatkan ponselnya ke telinga. Zea tak mau menambah beban Alina, apalagi luka di wajahnya masih terlihat jelas. Sudah pasti wanita itu akan bersedih, jika mengetahui masalah yang menimpa dirinya.“Bagaimana kalau Zea tinggal di apartemen saya dulu, Mas?” tanya Bryan memberi solusi. “Hari ini adalah hari terakhir ujian, beberapa siswa ada yang sedang merayakannya. Mungkin, Bu Alina bisa mengerti.”Mendengar perkataan Bryan, Zea tersenyum dalam kesedihannya. “Teman-teman merayakannya dengan hangout, jalan-jalan, dan makan bersama, tetapi aku di kantor polisi,” ungkap Zea tiba-tiba.Zyan memeluk pundak adiknya dengan seulas senyum di bibir. Ia merasa lebih tenang, ketika Zea mulai membaik dan bisa tersenyum. “Nanti Ma
Bryan menghentikan mobilnya tak jauh dari tempat Zea dan Chika bertengkar. Keduanya mulai mencari petunjuk. Tak hanya itu, mereka juga bertanya pada masyarakat setempat tentang kejadian tadi siang.“Awalnya saya pikir mereka hanya bicara sekadarnya, jadi saya enggak memperhatikan,” ungkap salah seorang warga.“Kami sadar ada pertengkaran ketika mendengar suara minta tolong,” terang seorang ibu menceritakan kejadian tadi siang.Keduanya berusaha mengumpulkan informasi. Warga menunjukkan di mana mereka menemukan ketiga siswi itu berkelahi. Zyan mengamati tempat itu, dan memandang sekeliling. Beberapa rumah yang memiliki CCTV tak luput dari pantauan. Mereka mengamati ke mana CCTV itu merekam. Tak lama kemudian, Zyan mulai mendapatkan petunjuk dan mencoba mencari tahu pemilik rumah yang tepat berada di dekat kejadian. Dibantu Pak RT dan beberapa warga, Zyan mendatangi pemilik rumah. Semula mereka terkejut dengan kedatangan Zyan dan tak ingin dilibatkan dalam kasus ini. Namun Zyan yang pi
“Allah sangat baik padaku, Mas. Dia telah mengubah hidupku semenjak bertemu denganmu. Dia memberikanku kebahagiaan selama bersamamu dan anak yang cantik.”Pandu tersenyum sinis. Kebahagiaan yang Rosa raih berjalan mulus karena kebodohan Pandu, hingga mereka lupa ada kebahagiaan lain yang mereka runtuhkan. Setiap kali mengingatnya, Pandu membenci dirinya sendiri. Untuk membuat seorang Rosa tersenyum, ia mengorbankan kebahagiaan tiga orang yang ia cintai.Pandu berjalan mundur, kemudian menopang tubuhnya yang lemah dengan kedua tangan di meja. Dada Pandu kembali sesak, mengingat bagaimana nasib mempermainkannya. Ia pikir, Rosa wanita terhormat yang akan menggantikan posisi Alina, wanita yang akan membuat hatinya damai dan bahagia. Ternyata itu tak pernah terjadi setelah kenyataan pahit mendatanginya. Wanita yang baru ia nikahi ternyata bukanlah wanita baik-baik. Video tak pantas Rosa ketika bercinta dengan seorang pria membuatnya kecewa. Pandu bisa melihat dengan jelas bagaimana wanit
Kedatangan mereka disambut bahagia oleh Alina. Semalam, tidur wanita itu tak nyenyak karena memikirkan kedua anaknya. Ia takut Pandu menemukan mereka, kemudian membawanya pergi. Walaupun Zyan dan Zea bukan anak kecil yang mudah untuk dibujuk, tetapi ia tetap waspada.“Masuk, Bryan,” ucap Alina pada anak majikan yang ikut serta. “Berarti, semalam Bryan juga enggak pulang?” tanya Alina pada pria muda itu.“Iya, Bu. Semalam kami ada pesta kecil-kecilan.”“Zyan juga ikut?” tanya Alina menatap putra sulungnya. “Iya, Ma. Lagi pula, mana mungkin Zyan membiarkan Zea pergi keluar sendirian, apalagi acaranya malam hari.”Wanita itu mengangguk paham. “Mama sangat cemas kemarin.”“Kan, Zyan sudah hubungi Mama.”“Tetap saja, Mama selalu khawatir selama kalian enggak ada di samping Mama.”Zyan memeluk wanita itu. “Sampai kapan pun, kami enggak akan meninggalkan Mama.”Setelah berbincang sebentar, pria itu pamit. Sedangkan Zea langsung ke kamar berganti pakaian secepat mungkin, sebelum Alina memerg
“Ternyata gadis itu membalikkan semua fakta,” ujar Zyan, setelah keluar dari ruang rawat Chika.“Dia memang enggak menyukai Zea dari dulu, Mas. Karena itu, ia selalu memancing Zea untuk marah.”“Karena dia menyukaimu,” tebak Zyan.Bryan menatap Zyan yang berjalan menyusuri koridor rumah sakit. “Saya bisa melihat, sorot matanya mengungkapkan ia menyukaimu dan kamu menyukai Zea. Karena itu, ia merasa Zea adalah ancaman baginya.”Ucapan Zyan tak bisa disanggah Bryan. Ia yakin, kelakuan Chika yang sangat memusuhi Zea tak lepas dari rasa suka gadis itu padanya. Beberapa kali gadis itu protes pada Bryan karena merasa diabaikan dan tak dihargai cintanya. “Saya minta maaf, Mas.”“Semua sudah berlalu, sekarang kita memikirkan cara membebaskan Zea dari tuntutan.”Keduanya bergerak menemui Malik di kantornya. Mereka menyerahkan salinan rekaman CCTV dan hasil visum Zea. Malik harus mulai melancarkan strategi, karena pihak Martin telah memiliki bukti lengkap dan kasus yang menimpa Zea akan segera
“Maaf, saya datang terlambat,” ucap Alina dengan seulas senyum di bibir. Tak ada makian, sumpah serapah atau tatapan sinis padanya.Rosa tak menjawab, ia beralih memandang Daniel yang berdiri dari duduknya kemudian menghampiri mereka. Melihat penampilan Alina yang mewah dan berkelas, Rosa menjadi minder. “Silakan masuk, Bu,” ucap Daniel seraya membuka pintu lebar. Melihat sikap Daniel, Rosa yakin jika lelaki inilah yang mengundang Alina. “Sama siapa?” tanya Daniel seraya melirik ke arah jalan. Belum sempat Alina menjawab, lelaki itu telah berlalu mendekati mobil yang terparkir, kemudian berbicara dengan si pengemudi. Tak lama, pintu mobil pun terbuka menampakkan sosok tampan dan tinggi mirip Pandu Dirgantara keluar dari mobil mewah itu. Rosa terpana dan sedikit kecewa. Padahal, ia merindukan mantan suaminya.Mereka duduk di lantai yang beralaskan karpet. Ruang tamu Rosa masih kosong karena saat prosesi pernikahan terjadi, kursi tamu dipindahkan ke carport agar ruangan menjadi luas
Laki-laki tiga puluh tahunan itu mulai berperan menjadi seorang ayah. Ia tak bisa meninggalkan gadis itu bergitu lama. Bahkan, Daniel terus melakukan pendekatan dan mempelajari apa yang disukai putrinya. Apalagi sikap Shanum yang mulai terbuka dan menyanyangi Daniel, membuat mereka cepat akrab. “Nanti papa jemput Shanum, ya!” ucap gadis itu setelah turun dari mobil. Ia mencium tangan Daniel kemudan memeluk lelaki itu. Shanum sangat bangga ketika satu persatu teman-temannya melihat sosok Daniel. Walaupun tak berorasi, tapi sikap Shanum seolah-olah memberitahukan pada mereka bahwa ‘Ini adalah papanya.’Daniel mengusap kepala putrinya kemudian melayangkan ciuman sebelum gadis itu beranjak menuju kelas. Sesekali, kepala mungil itu menoleh dan melambaikan tangan pada Daniel yang menatapnya tanpa kedip. “Dada, papa!” teriaknya dari kejauhan. Daniel membalas. Dada lelaki itu bergetar dan terasa sesak. Setelah sekian lama hidup tak tentu arah, kini, Daniel merasa menjadi seorang yang sa
“Rasanya seperti digigit semut.”Seketika ucapan Shanum kembali terngiang kala Pandu mengajaknya pergi. Gadis itu juga bercerita ia digigit semut di rumah sakit. Rosa tersenyum masam mengingat bagaimana usaha Pandu mencari kebenaran tanpa melibatkan dirinya.Hidup begitu cepat berubah, harta, kedudukan dan nama baik dalam sekejap lenyap. Rosa yang dulu begitu angkuh dan sombong, kini tak berdaya. Daniel berbeda dengan Pandua, ia bukanlah laki-laki yang paham agama, sekeras apapun Rosa menjelaskan nasab anak yang lahir di luar pernikahan, Daniel tetap pada pendiriannya bahwa, ia adalah seorang ayah meski dengan cara yang salah. Rosa mengusap kepala Shanum. Ia memejamkan mata seraya berdoa agar nasib baik berpihak kepadanya. Apapapun hasilnya nanti, ia akan lakukan segala cara untuk mempertahankan Shanum dalam hidupnya. ***SPW***Rosa mengusap wajahnya setelah bermunajat kepada Allah. Semenjak kedatangan Daniel, hati wanita itu tak tenang. Ingin rasanya ia lari, tapi tak tau kemana a
Pandu terdiam sejenak, ia menatap sorot mata Daniel. “Kenapa kamu ingin mengetahuinya? Apa kamu ingin menghancurkannya melalui anak itu?” Tatapan Pandu berubah tak bersahabat. “Aku tau, kamulah yang menyebarkan video tak senonoh Rosa. Sudah cukup kamu menghancurkan hidupnya. Jangan lakukan perbuatan itu lagi. Apalagi melibatkan Shanum-anak yang tak berdosa itu.”Daniel menghela napas lemah. Ia tau, kesalahan yang telah ia lakukan begitu besar. “Saya minta maaf, saya akui, memang saya yang melakukannya. Tapi, setelah melihatnya hancur, bukan kepuasan yang saya dapatkan melainkan rasa bersalah yang menghantui setiap hari.”Pandangan Daniel menerawang mengingat bagaimana kejahatannya hingga membuat Rosa hancur. Bahkan, wanita itu hanya pasrah dan tak pernah menuntutnya meski Rosa tau bahwa Daniellah yang telah mengungkap aib itu ke publik. “Beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan mereka. Melihat gadis kecil itu, entah kenapa saya seperti melihat diri saya dalam dirinya. Saya yakin
Wanita itu menggeleng. Rosa yang kehilangan putrinya mendadak takut dan cemas. Beberapa karyawan dan petugas keamanan mall mulai mencari Shanum melalui pengeras suara dan menyusuri area mall. Rosa berlari menuju satu persatu tempat yang kemungkinan dikunjungi putrinya hingga berakhir di salah satu toko mainan.Shanum tampak tersenyum pada seorang pria yang berjongkok mensejajarkan tinggi dengannya seraya memegang sebuah boneka Panda. Hati Rosa menjadi lega karena telah menemukan Shanum meski ada rasa khawatir dengan sosok lelaki itu.“Shanum!” panggil Rosa hingga membuat keduanya menoleh dan berdiri menghadap pada Rosa. “Mama, om itu beliin aku boneka ini, lucu kan?” tanya Shanum sambil menyodorkan boneka panda ke wajah Rosa.Rosa mengangguk dan tersenyum paksa. “Sudah bilang terima kasih?” Gadis kecil itu menoleh pada sosok lelaki yang dari tadi menatap Rosa lekat.“Makasih, Om,” ujar Shanum polos.Daniel tersenyum seraya mengusap kepala Shanum. Rosa menarik tangan putrinya menj
Suara jeritan dan rintih kesakitan terdengar di sebuah ruang bersalin rumah sakit swasta. Alina berjalan mondar mandir dan tak tenang membayangkan putrinya yang sedang berjuang di dalam sana. Sebagai ibu, ia bisa merasakan apa yang putrinya rasakan. Dua kali Alina bertarung melawan maut untuk menghadirkan dua buah cintanya melalui persalinan normal.Genggaman tangan Zea begitu kuat mencengkram jemari Bryan. Berkali-kali wanita itu mengikuti petunjuk dokter kandungan agar bisa melahirkan buah cintanya. Peluh Zea berjatuhan membasahi tubuhnya bersamaan titik air mata Bryan yang jatuh karena tak sanggup melihat sang istri kesakitan. “Ayo, Zee, kamu pasti bisa,” ucap dengan suara bergetar. Ia tak peduli dengan tangannya yang terasa sakit karena cengkraman Zea yang begitu kuat. Bryan mencium pucuk kepala Zea seraya melafazkan doa. Nafas Zea mulai memburu bersamaan dorongan bayi yang ikut berjuang menatap dunia. Seketika senyumnya tercipta mendengar suara tangis menggema di ruangan itu.
Beberapa Bulan kemudian ....Bertempat di halaman rumahnya yang luas, Zidan yang kini berusia satu tahun mulai melangkahkan kaki kecilnya di atas rumput hijau yang sangat terawat. Pandu merentangkan kedua tangan seraya memanggil nama putranya. Kaki kecil Zidan melangkah menuju sang papa yang disambut dengan gembira oleh Pandu.Alina yang melihat interaksi keduanya sangat bahagia. Tawa Zidan menggema. Ia merentangkan kedua tangan, ketika Pandu mengayunkan tubuh kecilnya seperti akan terbang. Pria itu tampak makin sehat dan muda, meski usianya hampir setengah abad. Senyumnya begitu merekah dan kebahagiaan begitu terlihat dari bibirnya yang tak henti tertawa. Bahkan, sorot matanya mengisyaratkan begitu banyak cinta untuk wanita yang berdiri di sampingnya.Sementara itu, tak jauh dari sana, seorang wanita memakai gamis dan sebagian wajahnya tertutup cadar. Ia berdiri, terpaku menatap keluarga bahagia itu. Hampir setiap hari ia berdiri di balik pagar rumah hanya untuk melihat pria yang hi
Kehadiran anggota baru keluarga membuat rumah mewah Pandu menjadi ceria. Suara tangis, tawa, dan celoteh kecil terdengar bak mantra yang mampu menghipnotis para penghuninya. Zea dan Bryan lebih banyak bermalam di rumah itu, supaya bisa dekat dengan adik kecilnya. Sedangkan Zyan menghabiskan waktu luangnya setelah pulang bekerja untuk mengasuh Zidan. Laki-laki kecil itu menjadi pusat perhatian. Kehadirannya seperti magnet yang menarik semua anggota keluarga untuk berkumpul. Kebahagiaan Pandu makin bertambah, perusahaan mereka makin maju. Zyan mewarisi bakat Pandu dalam berbisnis. Ia begitu pintar mengelola perusahaan dan jeli dalam membaca peluang. Pandu sangat bangga, ketika menghadiri rapat petinggi perusahaan untuk mendengar perkembangan perusahaan sekaligus kerja sama baru yang sedang mereka kerjakan. Zyan dan Bryan bekerja sama dalam menggarap sebuah proyek pemerintah yang sangat menantang dalam skala besar. Pandu dan Bagas tersenyum dan saling melirik, ketika kedua pria muda itu
Rosa hanya bisa menunduk dengan air mata berlinang saat mendatangi Ustazah Ana. Ia malu dan merasa hina, setelah semua aibnya terbongkar. Walaupun wanita itu tak pernah mengusik masa lalunya, tetapi Rosa yakin, Ustazah Ana mengetahui semuanya. Apalagi ia pernah sombong dan menolak nasihat wanita itu hingga memblokir kontak Ustazah Ana. Kini, ia terpaksa menjilat ludah sendiri. “Maafkan saya, Ustazah, saya salah. Saya menyesal, karena enggak mengikuti nasihat Ustazah,” lirih Rosa penuh penyesalan.Ustazah Ana menatap Rosa yang bersimbah air mata. Dengan terbata-bata, Rosa menceritakan perjalanan hidupnya yang kelam dan tak bahagia. Tak hanya itu, dosa-dosa yang telah ia perbuat ikut terucap dari bibirnya hingga menjelaskan bagaimana buruknya seorang Rosalina di masa lalu.“Hijrah itu harus dari hati yang terdalam. Benar-benar ingin berubah dan siap menjalani kehidupan sesuai tuntunan agama. Hijrah akan terasa sangat berat bagi hamba yang mengagungkan dunia. Perbaiki diri, niatkan dal