Barra mengendap keluar dari kamar rawat setelah Sheila dan Dhafin sudah tertidur pulas, ia sangat ingin menghubungi istri tercintanya yang sudah sangat ia rindukan. Sedari tadi ia tidak bisa berkutik selain menemani Dhafin atau membujuknya ketika merajuk, bahkan urusan kantor semua terpaksa Gabriel yang handle karena ia tidak sempat mengecek pekerjaan apapun.Panggilan pertamanya tidak di jawab oleh Sarah, wajar karena ini sudah hampir tengah malam namun hati Barra sudah sangat menggebu-gebu ingin mendengar suara lembutnya. Barra tidak mau menyerah, ia terus mengubungi Sarah meskipun nanti hanya omelan yang akan ia dapatkan. Panggilan ke lima akhirnya terjawab, senyum Barra yang sejak seharian ini menghilang akhiirnya muncul juga."Halo," sahut Claudia malas di ujung telepon.Kening Barra mengernyit kala mendapati suara yang menjawab pangilannya bukanlah Sarah, "Claudia? kenapa ponsel Sarah ada di kamu?""Oh ini ponsel kak Sarah? aku kira ponsel ku," jawab Claudia santai, memang saat
Seperti mendapatkan sebuah kebebasan yang sangat berharga, Barra langsung membawa Sarah ke dokter kandungan karena ia sudah tidak sabar untuk melihat calon anaknya. Barra bahkan sampai membayar nomor antrian pasien lain demi membuat Sarah mendapatkan antrian pertama, Barra juga berharap sang calon pewaris itu baik-baik saja sampai tiba saatnya ia lahir nanti."Selamat siang bapak Barra dan ibu Sarah, silahkan ibu naik ke atas brankar." ucap dokter yang akan melakukan tindakan USG pada Sarah. Sarah naik ke atas brankar dengan dibantu oleh Barra, saat Sarah berbaring perutnya sudah terlihat mulai membuncit dan membuat Barra gemas. "Semuanya sehat tidak ada masalah, hanya saja air ketuban ibu Sarah masih sedikit. Tolong di jaga asupan air minumnya ya?""Air ketuban? apa itu?" tanya Barra dengan wajah polosnya."Air ketuban adalah elemen yang berperan penting selama kehamilan untuk perkembangan janin yang sehat, jumlah air ketuban perlu selalu dikontrol untuk mengetahui kesejahteraan ja
Hari ini Barra tidak datang ke rumah sakit untuk merawat Dhafin meskipun Sheila sudah berkali-kali mencoba menghubunginya, bahakan saat Sheila nekat mendatangi Amethyst ia justru malah di usir oleh penjaga keamanan. Hari ini Barra akan berangkat ke Brazil, ia ingin menyiapkan semua keperluannya secara teliti karena jika ada satu saja yang tertinggal maka rapat ini bisa berantakan. "Tuan Barra, sepertinya ada beberapa file yang harus kita minta kepada Luna atau pak Lionel." ujar Gabriel saat mendapati ada yang kurang dari dokumen mereka. Barra mendesah pelan, semenjak posisinya di rebut oleh Lionel pekerjaan Lionel tidak pernah ada yang beres. Kedua ayah dan anak itu sama saja, yang satu asik bermain wanita yang satunya asik menjadi bos dengan otak kosong. "Gabriel, apa kamu sudah menemukan si pemilik saham misterius?" tanya Barra. "Belum tuan, tapi desas-desus mengatakan kalau si pemilik saham misterius itu sudah tiada." "Kalau benar demikian, itu berarti aku bisa mengakuisisi be
Rio de Janeiro, Brazil.Sesampainya Barra dan Gabriel di bandara, ia langsung di sambut oleh asisten pribadi Ramos yaitu Cecilia. Wanita itu dengan ramah menyambut kedatangan sang calon kolega, juga memberitahukan fasilitas apa yang sudah di sediakan oleh bosnya untuk Barra dan Gabriel selama berada di sini. Barra sebenarnya bisa menyiapkan segala keperluannya disini sendiri, namun Ramos memaksa ingin menjamu Barra dengan sebaik mungkin jadi Barra tidak bisa menolak keinginannya. "Tuan, sepertinya ponsel tuan sedari tadi berdering." bisik Gabriel. Barra juga tahu kalau ponselnya sedari tadi sedang berdering, tapi karena sejak tadi Cecilia terus mengajaknya bicara ia jadi tidak bisa menjawab panggilan telepon itu. Setelah Cecilia pergi Barra segera menjawab panggilan yang terus menerus masuk ke ponselnya, sang nyonya besar sepertinya tahu kalau Barra kini tengah bersama wanita cantik jadi ia merasa gelisah tanpa kabar dari Barra. "Halo, Barra? kenapa kamu baru jawab panggilan aku se
Di pagi hari, Barra terbangun dengan kondisi kepala yang terasa sangat sakit karena efek alkohol semalam. Barra bukan tipe orang yang mudah mabuk, namun entah mengapa alkohol yang di berikan Ramos semalam efeknya begitu dahsyat di tubuhnya. Ia tidak mengingat apapun yang terjadi setelah mabuk, yang ia ingat terakhir kali mereka hanya sedang berkaraoke di clubhouse setelah meeting panjang seharian. Barra melirik ke setiap sudut ranjang untuk mencari keberadaan ponselnya, namun tidak ia ketemukan benda pipih itu sampai akhirnya ia mendengar suara ponselnya berdering di dalam saku jas yang teronggok di lantai. Ada banyak panggilan dari Sarah, tapi saat Barra mencoba menghubunginya lagi nomor ponsel Sarah malah tidak aktif. Barra mencoba menghubungi Claudia, namun ponsel Claudia juga sama tidak aktif juga. Perasaan Barra mendadak jadi tidak enak, ia segera menghubungi ke sambungan telepon rumah untuk memastikan kalau istrinya itu baik-baik saja. "Halo?" sahut Claudia. "Claudia, bagaima
Setibanya di Indonesia mereka langsung di sambut oleh anak buah Barra yang di tugaskan mencari keberadaan Sarah dan Claudia, hingga kini kedua wanita itu masih belum di temukan keberadaanya. "Dasar bodoh! apa kalian tidak melacak keberadaan mobil yang istriku gunakan?""Maaf tuan Barra, kami sudah melacaknya tapi mobil tersebut kini ada di sebuah mall namun nyonya Sarah tidak ada disana." jawab Jimmy.Barra mendesah frustasi, nomor Sarah juga kini tidak aktif dan ia tidak bisa melacak keberadaan Sarah karena koneksi lokasi mereka di nonaktifkan oleh Sarah. Claudia bahkan juga tidak dapat dihubungi, ini benar-benar masalah besar. "Apa tuan Barra sama sekali tidak tahu dimana nyonya Sarah biasa tinggal?" tanya Gabriel."Dulu dia selalu bersama Helena, namun setelah Helena meninggal dia tidak pernah pergi kemanpun." sahut Barra dalam kebingunganMereka sama sekali tidak ada ide untuk mencari keberadaan Sarah, salahnya Barra adalah ia tidak pernah menanyakan tempat yang biasa Sarah kunj
Barra baru saja sampai di hotel, stressnya juga belum hilang namun Sheila sudah mencoba mengganggunya dengan terus mengiriminya pesan dan meneleponnya tanpa henti. Barra benar-benar lelah, tapi Sheila terus menghubunginya dengan alasan Dhafin sudah sangat merindukannya. "Aku sedang tidak bisa datang menemui Dhafin Sheila, aku sedang berada di luar kota. Tolong bilang kepadanya untuk menungguku sampai aku kembali," ucap Barra lesu."Tapi kamu baru kembali dari Brazil, bagaimana bisa kamu langsung ke luar kota. Jangan coba menghindari putramu sendiri Barra," "Sheila, aku memang sedang berada di luar kota, bagaimana bisa aku menghindari anakku sendiri. Aku dan Sarah sedang ada masalah, aku harus menyelesaikan dulu urusanku dengan Sarah." Sheila terdiam sejenak, senyum licik langsung mengembang lebar di bibirnya kala mendengar Barra dan Sarah kini sedang tidak akur. Sebuah ide jahat muncul di dalam pikirannya, Sheila tidak boleh menyia-nyiakan momen berharga ini dan rencananya harus b
Pagi hari sebelum matahari terbit dengan sempurna, Barra sudah bersiap dengan penampilan terbaiknya untuk membuat Sarah terkesan dan mau memaafkannya. Di atas ranjang kini sudah tersedia buket bunga yang cantik dan beberapa barang mewah sebagai permintaan maaf Barra, seharian penuh kemarin Gabriel dengan susah payah mencari semua barang tersebut dan sekarang ia tertidur sangat lelap karena kelelahan. Barra membiarkan anak buahnya itu beristirahat, sebagai balasan atas lelahnya Gabriel kemarin Barra memberikan Gabriel hadiah juga untuk ibu dan adiknya. Bukan barang yang Barra berikan, tapi sejumlah uang yang cukup banyak bahkan mungkin cukup untuk kebutuhan Gabriel dan keluarganya satu sampai dua tahhun.Penampilan Barra yang begitu memukau membuat para wanita yang melihatnya begitu terpesona, apalagi sinar mentari pagi yang menyorot ke arahnya membuat Barra nampak seperti lukisan hidup. Seorang gadis berusia dua puluh tahunan yang baru saja selesai jogging menghampirinya dengan malu-