Hari ini Barra tidak datang ke rumah sakit untuk merawat Dhafin meskipun Sheila sudah berkali-kali mencoba menghubunginya, bahakan saat Sheila nekat mendatangi Amethyst ia justru malah di usir oleh penjaga keamanan. Hari ini Barra akan berangkat ke Brazil, ia ingin menyiapkan semua keperluannya secara teliti karena jika ada satu saja yang tertinggal maka rapat ini bisa berantakan. "Tuan Barra, sepertinya ada beberapa file yang harus kita minta kepada Luna atau pak Lionel." ujar Gabriel saat mendapati ada yang kurang dari dokumen mereka. Barra mendesah pelan, semenjak posisinya di rebut oleh Lionel pekerjaan Lionel tidak pernah ada yang beres. Kedua ayah dan anak itu sama saja, yang satu asik bermain wanita yang satunya asik menjadi bos dengan otak kosong. "Gabriel, apa kamu sudah menemukan si pemilik saham misterius?" tanya Barra. "Belum tuan, tapi desas-desus mengatakan kalau si pemilik saham misterius itu sudah tiada." "Kalau benar demikian, itu berarti aku bisa mengakuisisi be
Rio de Janeiro, Brazil.Sesampainya Barra dan Gabriel di bandara, ia langsung di sambut oleh asisten pribadi Ramos yaitu Cecilia. Wanita itu dengan ramah menyambut kedatangan sang calon kolega, juga memberitahukan fasilitas apa yang sudah di sediakan oleh bosnya untuk Barra dan Gabriel selama berada di sini. Barra sebenarnya bisa menyiapkan segala keperluannya disini sendiri, namun Ramos memaksa ingin menjamu Barra dengan sebaik mungkin jadi Barra tidak bisa menolak keinginannya. "Tuan, sepertinya ponsel tuan sedari tadi berdering." bisik Gabriel. Barra juga tahu kalau ponselnya sedari tadi sedang berdering, tapi karena sejak tadi Cecilia terus mengajaknya bicara ia jadi tidak bisa menjawab panggilan telepon itu. Setelah Cecilia pergi Barra segera menjawab panggilan yang terus menerus masuk ke ponselnya, sang nyonya besar sepertinya tahu kalau Barra kini tengah bersama wanita cantik jadi ia merasa gelisah tanpa kabar dari Barra. "Halo, Barra? kenapa kamu baru jawab panggilan aku se
Di pagi hari, Barra terbangun dengan kondisi kepala yang terasa sangat sakit karena efek alkohol semalam. Barra bukan tipe orang yang mudah mabuk, namun entah mengapa alkohol yang di berikan Ramos semalam efeknya begitu dahsyat di tubuhnya. Ia tidak mengingat apapun yang terjadi setelah mabuk, yang ia ingat terakhir kali mereka hanya sedang berkaraoke di clubhouse setelah meeting panjang seharian. Barra melirik ke setiap sudut ranjang untuk mencari keberadaan ponselnya, namun tidak ia ketemukan benda pipih itu sampai akhirnya ia mendengar suara ponselnya berdering di dalam saku jas yang teronggok di lantai. Ada banyak panggilan dari Sarah, tapi saat Barra mencoba menghubunginya lagi nomor ponsel Sarah malah tidak aktif. Barra mencoba menghubungi Claudia, namun ponsel Claudia juga sama tidak aktif juga. Perasaan Barra mendadak jadi tidak enak, ia segera menghubungi ke sambungan telepon rumah untuk memastikan kalau istrinya itu baik-baik saja. "Halo?" sahut Claudia. "Claudia, bagaima
Setibanya di Indonesia mereka langsung di sambut oleh anak buah Barra yang di tugaskan mencari keberadaan Sarah dan Claudia, hingga kini kedua wanita itu masih belum di temukan keberadaanya. "Dasar bodoh! apa kalian tidak melacak keberadaan mobil yang istriku gunakan?""Maaf tuan Barra, kami sudah melacaknya tapi mobil tersebut kini ada di sebuah mall namun nyonya Sarah tidak ada disana." jawab Jimmy.Barra mendesah frustasi, nomor Sarah juga kini tidak aktif dan ia tidak bisa melacak keberadaan Sarah karena koneksi lokasi mereka di nonaktifkan oleh Sarah. Claudia bahkan juga tidak dapat dihubungi, ini benar-benar masalah besar. "Apa tuan Barra sama sekali tidak tahu dimana nyonya Sarah biasa tinggal?" tanya Gabriel."Dulu dia selalu bersama Helena, namun setelah Helena meninggal dia tidak pernah pergi kemanpun." sahut Barra dalam kebingunganMereka sama sekali tidak ada ide untuk mencari keberadaan Sarah, salahnya Barra adalah ia tidak pernah menanyakan tempat yang biasa Sarah kunj
Barra baru saja sampai di hotel, stressnya juga belum hilang namun Sheila sudah mencoba mengganggunya dengan terus mengiriminya pesan dan meneleponnya tanpa henti. Barra benar-benar lelah, tapi Sheila terus menghubunginya dengan alasan Dhafin sudah sangat merindukannya. "Aku sedang tidak bisa datang menemui Dhafin Sheila, aku sedang berada di luar kota. Tolong bilang kepadanya untuk menungguku sampai aku kembali," ucap Barra lesu."Tapi kamu baru kembali dari Brazil, bagaimana bisa kamu langsung ke luar kota. Jangan coba menghindari putramu sendiri Barra," "Sheila, aku memang sedang berada di luar kota, bagaimana bisa aku menghindari anakku sendiri. Aku dan Sarah sedang ada masalah, aku harus menyelesaikan dulu urusanku dengan Sarah." Sheila terdiam sejenak, senyum licik langsung mengembang lebar di bibirnya kala mendengar Barra dan Sarah kini sedang tidak akur. Sebuah ide jahat muncul di dalam pikirannya, Sheila tidak boleh menyia-nyiakan momen berharga ini dan rencananya harus b
Pagi hari sebelum matahari terbit dengan sempurna, Barra sudah bersiap dengan penampilan terbaiknya untuk membuat Sarah terkesan dan mau memaafkannya. Di atas ranjang kini sudah tersedia buket bunga yang cantik dan beberapa barang mewah sebagai permintaan maaf Barra, seharian penuh kemarin Gabriel dengan susah payah mencari semua barang tersebut dan sekarang ia tertidur sangat lelap karena kelelahan. Barra membiarkan anak buahnya itu beristirahat, sebagai balasan atas lelahnya Gabriel kemarin Barra memberikan Gabriel hadiah juga untuk ibu dan adiknya. Bukan barang yang Barra berikan, tapi sejumlah uang yang cukup banyak bahkan mungkin cukup untuk kebutuhan Gabriel dan keluarganya satu sampai dua tahhun.Penampilan Barra yang begitu memukau membuat para wanita yang melihatnya begitu terpesona, apalagi sinar mentari pagi yang menyorot ke arahnya membuat Barra nampak seperti lukisan hidup. Seorang gadis berusia dua puluh tahunan yang baru saja selesai jogging menghampirinya dengan malu-
Barra berlari ke arah ruang gawat darurat dengan tergesa-gesa, ia begitu khawatir dengan keadaan Sheila dan Dhafin setelah mendapatkan telepon dari pihak kepolisian. Sheila dan Dhafin mengalami kecelakaan pagi ini saat mereka hendak pergi ke supermarket, Sheila tidak bisa mengendarai mobil namun ia nekat menyewa sebuah mobil untuk keperluannya bepergian. Keadaan bagian depan mobil itu lumayan memprihatinkan namun beruntungnya Sheila dan Dhafin terlindungi oleh air bag, namun tetap saja hati Barra sakit saat melihat keadaan mereka berdua. "Barra," panggil Sheila pelan setelah tersadar."Ya, Sheila. Ada apa? apa ada yang sakit? apa aku perlu memanggil dokter?" tanya Barra cemas.Sheila menggeleng, "Dhafin, dimana anakku Barra? dimana dia dan bagaimana keadaannya?""Dhafin masih belum tersadar Sheila, ada luka di kepalanya dan dokter masih terus memantau keadaannya." "Barra, aku takut anakku tidak selamat. Ini salahku, seharusnya aku tidak mengajaknya pergi!" Sheila menangis meraung-r
Sarah pergi ke toilet wanita karena ia mendadak merasa pusing dan mual ketika bertengkar lagi dengan Barra, tidak ada orang disini kecuali wanita asing yang tengah bersolek di depan cermin toilet. Wanita itu sangat cantik dengan rambut pirang dan warna mata hazelnya, ia tersenyum kepada Sarah saat mereka tidak sengaja saling berpandangan. Saat Sarah hendak memasuki bilik kamar mandi tiba-tiba ia terhuyung lemas dan nyaris terjatuh di depan pintu, wanita asing itu segera menolong Sarah dengan sigap dan membantu Sarah berdiri kembali."Are you okay?" tanyanya sembari memberi Sarah air mineral miliknya."i'm okay, thanks." "Do you want me to take you to the ER? Coincidentally, I'll be there too.""No need, I'm better now. Thank you very much for your help miss.""You're welcome, I'll go first then."Wanita asing itu kemudian pergi, namun sesuatu terjatuh dari dalam tasnya saat ia mengambilkan air untuk Sarah. Sarah memungut kertas tersebut dan membaca informasi yang tertera disana, awa