Beranda / Romansa / Mengejar Cinta Sang Dosen Populer / Bab 25 Gunjingan (PoV Ning)

Share

Bab 25 Gunjingan (PoV Ning)

Penulis: D Lista
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-25 13:00:39
Bab 25 Gunjingan

"Han, sabar, ya! Kumohon kamu yang kuat, ya!" Zen membisikkan kalimat penyemangat di telinga kanan Ning.

Rintihan demi rintihan lirih keluar dari mulut, Ning. Matanya tetap setia terpejam, tapi racau kesakitan keluar dari mulutnya. Di ujung kesakitan, kilas balik kisahnya bertemu dengan Zen silih berganti melintas di benak.

Flashback on (Pov Ning)

Mentari mulai merangk4k naik hingga panasnya menerpa ubun-ubun. Aku pulang dari rumah Pak Haji dengan hati riang. Sebab ada acara esok lusa di balai desa yang memberi harapan untuk usaha keripik singkong bapak.

Keripik singkong Pak Rahmat. Otakku sudah membayangkan dagangan bapak berlabel nama beliau. Sungguh aku sedari tadi tersenyum sendiri di perjalanan. Sampai-sampai di tengah jalan beberapa tetangga menegurku.

"Ning, lihat jalan. Awas nabrak!" teriak tetanggaku.

"Ya, Bulik. Makasih!" seruku.

"Astaghfirullah." Saking senangnya, aku lupa mampir di warung Yu Barit untuk membeli bumbu dan bahan membuat keripik singkong
D Lista

enjoy reading. 😊

| 2
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (6)
goodnovel comment avatar
D Lista
anak.kandung kok hanya asa rasa kesal ibunya
goodnovel comment avatar
Aliefkhan
apa Ning bukn ank kndung ya....dbedain bnget SMA ibunya,jgn2 janda duda bawa ank mknya beda perlakuan ...
goodnovel comment avatar
D Lista
wah makasih udah setia menanti kak...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 26 Terkesima

    Bab 26 Terkesima (Pov Ning)Dua hari berlalu, yang dinanti pun tiba. Acara di balai desa pagi ini akan dilaksanakan. Aku sudah meminta izin pada bapak dan ibu untuk menghadirinya. "Pak, Bu. Pak Haji minta Ning menghadiri acara di balai desa. Barangkali dagangan keripik bapak bisa berkembang jadi cemilan andalan," kataku bersemangat. "Jangan bermimpi terlalu tinggi," cibir Mbak Titin. Seketika semangatku surut melihat pandangan sinisnya. "Orang-orang kampus pasti cuma mau ambil keuntungan. Mereka hanya mencari nilai untuk kenaikan jabatan pastinya. Apa itu namanya, formal formal..." "Formalitas?" "Iya kali. Mereka nggak sungguh-sungguh. Kalau benar ingin mengabdi pasti nggak cuma sekali. Tapi berkelanjutan." Tumben Mbak Titin berpikir maju. Aku hanya mengulum senyum. Sejatinya Mbak Titin kalau mau serius belajar pasti jadi siswa yang pintar waktu itu. Apalagi kalau ada kesempatan melanjutkan kuliah. Ah, andai kesempatan itu datang. Reflek lamunanku buyar setelah Mbak Titin menaru

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-26
  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 27 Dia Pintar dan Kaya

    Bab 27 Dia Pintar dan Kaya (Pov Ning)Sebuah sapaan dari laki-laki bernama Zen menaikkan radar jantungku kembali tak normal. "Silakan Mbak berdua pindah ke kursi depan!" "Hah." Malu rasanya tertangkap basah tengah mengagumi laki-laki itu. Selesai mendengar arahan dan program kerja ke depan, aku dan Ayu bingung mau mengerjakan apa. Sebagian warga telah pulang. Diantara peserta yang hadir, aku dan Ayu termasuk yang paling muda. Jelas saja, kami masih status siswa kelas 3 SMA hampir lulus. "Mbak Ning, kemari!" Aku tersentak, gugup pun melanda saat suara Pak Lurah memanggilku. Mau tak mau aku menarik lengan Ayu untuk berbalik dan melangkah ke arah tim dari kampus. "Nggih, Pak Lurah, wonten menapa?" (Ya, Pak Lurah ada apa?) "Ini Mas Zen dan tim mau meninjau usaha Pak Rahmat. Apa kamu bersedia mengantarnya?" ucap Pak Lurah. Kurasa Pak Lurah sedang bercanda. Jelas saja aku tidak mungkin menolak. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Tanpa aku meminta, tim dari kampus bersedia dengan sukarela me

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-26
  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 28 Iri Hati

    Bab 28 Iri Hati (Pov Ning)Menjelang sore, anak-anak SD teman Amir sudah pulang. Pun Ayu memilih pamit lebih dulu karena mendapat panggilan ibunya. Tim dari kampus datang bersama Pak Lurah. Beruntung bapak sudah selesai mandi, meski belum sempat istirahat. Bapak pulang dari keliling langsung ke kebun mengambil ketela untuk persediaan keripik esoknya lagi. "Selamat sore, Pak Rahmat, Bu Romlah," sapa Pak Lurah diikuti dosen dan mahasiswa. Aku masih mengenakan baju milik Ayu. Sebab bajuku tidak ada yang layak dipakai menyambut tamu menurut Ayu. Hufh, ada-ada saja memang sahabatku satu itu. Mbak Titin sampai mencibirku. Mengira aku sengaja memakai baju bagus untuk menarik perhatian. Menjengkelkan, dia sendiri malah pakai baju baru dan dandan menor. "Silakan masuk Pak Lurah, Pak Dosen, Mas dan Mbak!" Bapak menyilakan tamu masuk dan duduk lesehan. Aku sudah menggelar tikar karena kursi yang tersedia di ruang tamu tidak cukup. Mereka pun duduk lesehan. Bapak menemani tamu mengobrol, seda

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-27
  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 29 Penagih Utang

    Bab 29 Penagih Utang (Pov Ning)"Bu, Alhamdulillah orderan keripik seminggu ini meningkat," ucap bapakku dengan wajah berbinar. Aku tersenyum mengembang, pun ibuku dan Mbak Titin. Seminggu berlalu, uji coba produk keripik singkong aneka rasa tergolong menjanjikan. Banyak pelanggan menambah orderan untuk dijual di warungnya ataupun dikonsumsi sendiri. Selepas Isya, bapak mengajak berdiskusi setelah makan bareng. Hanya Amir yang tidak ikut karena masih menyiapkan bahan ujian praktik di sekolah esok hari. "Syukur kalau begitu, Pak. Ning senang usaha bapak bisa maju." "Ini berkat Zen juga, Pak. Anak itu sudah banyak membantu keluarga kita." Ibuku terlihat bersemangat memuji-muji Zen. Sementara itu, Mbak Titin wajahnya tersipu saat nama Zen disebut. "Bukan hanya Zen, Bu. Tapi timnya juga, ada Mbak Vina juga," ralatku. Aku tidak mau ibuku berlebihan menilai Zen. Jangan sampai beliau menyalah artikan kebaikan Zen. "Kayaknya Zen calon mantu idaman ya, Pak." Sontak saja aku terbelalak.

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-27
  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 30 Sombong

    Bab 30 Sombong (Pov Ning)Sejak semalam, aku memutar otak bagaimana mengganti uang dua ratus ribu. Meminta ke ibu sepertinya mustahil. Beliau mati-matian mengumpulkan uang dengan segala cara untuk keperluan Mbak Titin. Seperti barusan aku meminta, tetapi hanya tangan kosong hasilnya. "Bu, uang dua ratus ribu yang diminta Lik Marni mana?" "Uang apa? Itu tanggung jawabmu, Ning. Ibu kan nggak nyuruh kamu ngasih ke Marni." "Ya Allah Bu. Lik Marni kan meminta haknya. Lagian buat periksa anaknya yang sakit lho." "Kamu kan bisa alasan lain, Ning. Lagian ibu pinjam juga pasti membayarnya. Ini juga belum jatuh tempo." Pagi-pagi di rumah sudah riuh perdebatanku dengan ibu di dapur. Mbak Titin kulihat sempat berdiri di ambang pintu. Setelahnya, ia justru menutup telingan dan masuk ke kamar lagi. Aku hanya bisa menghembuskan napas kasar. "Uangnya mana, Bu?" seruku biar Mbak Titin turut mendengar. Namun, justru bapak yang menyela dari arah kamar. "Ada apa ta, Ning? Pagi-pagi sudah ramai,"

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-27
  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 31 Terhibur

    Bab 31 Terhibur (Pov Ning)Aku meninggalkan kumpulan ibu-ibu tukang gosip dengan sedikit kesal. Sudah tambah pening kepalaku. Aku yakin di tempat Pak Haji bisa terhibur. Sebab di rumahnya aku bisa tenang membicarakan kegiatan Mas Eko putranya yang menjadi sopir di kampus ternama di Yogya. "Ning, kamu benar nggak tertarik merantau di kota saja seperti Eko," tutur Pak Haji. Hatiku mengambang, seketika pening pun hilang. "Apa mungkin, Pak Haji? Saya pakai modal apa ke sana. Mbak Titin pun nggak bisa diandalkan untuk membantu usaha keripik bapak," terangku. "Ya, siapa tahu kamu bisa mengubah nasib di sana. Eko minggu depan pulang. Bapak biasanya minta tolong padanya kalau ada lowongan di kampus jangan menutup mata dan telinga. Ajaklah para tetangga menikmati kesuksesan bersama." "Pak Haji memang baik hati dan tidak sombong. Selalu begitu berbagi kebahagiaan dengan orang lain," ujarku membuat Pak Haji mengulas senyum. Aku melanjutkan kegiatan menyapu halaman, sedangkan Pak Haji masih

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-27
  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 32 Sengketa Tanah

    Bab 32 Sengketa tanah (Pov Ning)"Bapak dimaki-maki sama Pakde No. Katanya bapak menanam ketela di lahannya." Amir masih menarik napas panjang. "Pakde No adu mulut dengan bapak, Mbak." "Apa?!" Gegas aku berlari tanpa mempedulikan Zen dan Mbak Vina yang terpaku melihatku dan Amir. Aku bergegas mencari bapak di kebun. "Pak Rahmat tutup mata ya? Jelas-jelas batas lahan ini di sini kenapa jadi berpindah setengah meter ke lahan saya?!" "Pakde, bukannya batas lahan kebun ini dari dulu sudah di sini? Kenapa baru sekarang dipermasalahkan?" Kulihat bapakku mempertahankan diri. "Ada apa, Pak?" tanyaku sambil memegang erat lengannya. Bapakku membalas dengan memegang tanganku tanpa bersuara. Aku paham maksudnya menenangkanku. "Ning, bapakmu dikasih tahu. Jangan menanam lagi di lahan orang lain, dosa. Mengambil hak orang jelas rejeki yang didapat juga haram." "Tapi, Pakde. Sejak dulu juga ini

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-28
  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 33 Gejala Struk

    Bab 33 Gejala Struk "Maaf, Pak Rahmat harus segera dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut." Dokter yang bermukim di salah satu desa sebelah tengah memeriksa bapak. Aku bersyukur bapak sudah saadar dari pingsannya. Namun, beliau tidak mampu bersuara. Alhasil dokter menyarankan untuk bapak dibawa ke rumah sakit di kota. "Mari, Bu. Saya antar bapak ke kota." Zen dengan sukarela mengantar bapak ke rumah sakit di kota. Kami duduk di mobil mewah yang kata Zen milik kampus. Namun, aku masih meragukannya. Ah, kenapa juga harus memikirkan itu. Yang penting Zen syka membantu dan tidak sombong. Sepertinya benar dia memang bukan terlahir dari orang kaya raya. Tidak sampai satu jam, mobil sudah sampai di pelataran rumah sakit. Bapak didorong menggunakan brankar masuk ke IGD. Kami yang mengantar menunggu dnegan was-was di luar ruang periksa. Hanya ibuku yang menemani bapak. "Zen, makasih sudah mau direpotkan ya. A

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-28

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Extra Part 2

    Extra Part 2"Cari siapa, ya, Mbak?" tanya Zen yang berdiri diambang pintu. Wanita berambit panjang dikuncir itu membalikkan badan. "Zen." "Hah, Vina? Kamu, benar Vina?" Zen segera menjawab salam dari Vina. Wanita bernama Vina itu kini hamil besar seperti Ning istrinya. Wajahnya memang masih sama cantik seperti dulu. Namun, tidak ada pancaran keceriaan dari sorot matanya. Yang ada, Zen melihat Vina berwajah sendu. "Boleh aku duduk?" ucapnya membuat Zen terkesiap. "Iya, Silakan duduk. Aku minta bibi buatkan minum dulu." "Nggak usah, Zen. Aku buru-buru, pesawatku dua jam lagi." "Hmm, memangnya kamu mau kemana?" "Yah, siapa tamunya?" Ning berjalan tertatih dari dalam rumah. Begitu netranya memandang siapa yang duduk di seberang sang suami, Ning merasa degup jantungnya bertalu. "Mbak Vina?!" "Bun, duduk dulu. Iya ada Vina. Katanya terburu mau ke bandara." "Mbak Vina sendiri? Suaminya?" Vina yang ditanya tentang suami justru matanya berkaca-kaca. Terlihat ia menarik napas panjan

  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Extra Part 1

    Extra Part 1Dua setengah tahun kemudian. Pagi yang cerah, Ning terlihat berjalan tertatih di teras rumahnya. Sebulan terakhir, ia menekuni hobi barunya yaitu merawat bunga. Sembari menemani si kecil Andina yang berusia dua tahun, ia menantikan kelahiran anak keduanya. Sepertinya Zen terlalu bersemangat supaya rumahnya ramai dengan anak kecil, hingga saat Andina berusia 16 bulan, Ning diberi amanah hamil anak kedua. "Sayang, jangan terlalu banyak berdiri. Kalau merasa kecapekan duduklah!" pinta Zen seraya melingkarkan sepasang lengannya di perut Ning yang sudah membuncit. HPLnya tinggal lusa Zen susah siaga di rumah dan memilih tidak ke kampus. "Ayah kenapa nggak ke kampus saja? HPL bunda masih lusa," bujuk Ning. Tangannya masih memegang selang untuk menyirami bunga-bunga yang baru dibeli kemarin. Sementara satu tangan lagi berusaha melepas belitan lengan kiri Zen. Namun, lelaki yang semakin matang diusianya itu tidak mau melepaskan pelukannya. "Yah, ada bibi sama Andina nanti," k

  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 51 Ending

    Bab 51 Cinta dalam doa (Ending)"Zen, bangun! Zen! Sudah siang masak masih ngorok, malu sama mertuamu." Suara Bu Tya terasa merdu di telinga Zen. "Hah, Papa, Mama." Zen tergagap dari bangunnya. Ia menoleh ternyata benar selain papa mamanya, juga ada mertuanya. "Eh Bapak, Ibu. Maaf Zen ketiduran." "Di mana, Ning, Nak?" tanya Bu Romlah dengan mengulum senyum melihat wajah bantal menantunya. Pak Rahmat dan Pak Maul hanya saling pandang dan melempar senyum. "Pasti Zen kayak kamu, Ul," celetuk Pak Rahmat. "Nggak lah, aku rajinlah, Mat." Beberapa menit kemudian, Ning dan Zen sudah duduk di ruang keluarga bersama orang tua dan mertuanya. "Alhamdulillah Ning hamil lima minggu, Pak, Bu," ucap Ning dengan senyum tersungging. "Iya, Ma, Pa. Mama benar, prediksinya jitu," ujar Zen dengan senyum mengembang. "Semalam Zen muter kota Yogya mencari tahu petis. Astaghfirullah, ibu hamil ternyata mintanya aneh-aneh," curhat Zen. Para orang tua pun tertawa mendengarnya. "Itulah Zen, papa sama Pak

  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 50 Ngidam

    Bab 50 Ngidam"Pa, kita mau jadi eyang." Suara berisik dari seberang membuat kening Zen berkerut. "Ishh, Papa dan Mama malah heboh ngomongin apa, sih? Halo, Ma. Halo...., Astaghfirullah. Harus tambah Sabar, Zen momong istri dan orang tua," guman Zen menghibur diri. Setelah melempar ponsel ke nakas, beberapa detik kemudian terdengar panggilan kembali. Zen berdecak kesal karena mamanya malah ngobrol dengan sang papa. "Ya, Ma." "Istrimu mual-mual kan, Zen?" "Ya, Ma. Dari tadi Zen kan dah cerita panjang lebar. Bahkan, Hani menanak nasi saja langsung mual saat mencium bau uapnya di dapur," lapor Zen. "Belikan tespek, sekarang." "Apaan, Ma?" "Ckk, nih anak sudah jadi dosen masak nggak tahu tespek," dengkus Bu Tya dari seberang. "Iya, untuk apa?" "Istrimu hamil, Zen." "Hah, serius, Ma? Lalu Zen beli tespeknya di mana?" "Astaghfirullah, Pa! Ajarin anakmu ini! Masak tanya beli tespek di mana?" teriak Bu Tya. "Di toko besi," sahut papanya masih bisa terdengar oleh Zen

  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 49 Hamil

    Bab 49 Hamil "Han, gimana ceritanya kamu nggak jadi sama Pak Hilmi?" "Mau tahu apa mau tahu banget?" "Ckk, serius aku ingin tahu." "Jadi, saat itu...." Saat makan malam yang dijanjikan, Hilmi datang membawa Nastia. Ning memberanikan diri mengutarakan isi hatinya. "Pak Hilmi, maaf sebelumnya. Saya tidak bisa menerima lamaran Bapak." "Kenapa, Han? Apa kurangnya saya, sampai kamu menolak?" "Bapak tidak kurang suatu apapun. Bapak sangat baik sama saya dan keluarga. Hanya saja, saya memikirkan kebahagiaan Nastia, Pak. Nastia bukan membutuhkan sosok ibu baru. Dia justru membutuhkan sosok ibu kandungnya." "Apa maksudmu, Han? Jangan bilang kalau kamu menolak saya karena mamanya Nastia." "Ya. Benar, Pak. Maafkan saya kalau salah menilai." "Apa kamu diteror mantan istri saya?" "Bukan mantan, Pak. Mama Nastia masih istri Pak Hilmi, kan?" Hilmi terkejut mendapati Ning tahu yang sebenarnya. "Iya, maksud saya sebentar lagi ibunya Nastia akan berpisah dengan saya.". "Saya mohon Pak Hil

  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 48 Menikah

    Bab 48 Menikah "Astaghfirullah, kenapa liputan beritanya seperti ini?" "Ada apa, Mbak Ning?" Amir mendekati kakaknya untuk membantu menjawab. "Maaf, acara lamaran ini adalah lamaran kakak kami Mbak Titin dan Mas Eko, bukan Mbak Ning. Kalian salah besar." "Oh begitu? Lalu lamaran bos keripik singkong ini kapan dilakukan? Apa calonnya masih sama dengan seorang dosen yang berstatus duda?" "Maaf, itu biar kakak saya yang menjawab," balas Amir. Ning mengedarkan pandangan, netranya menangkap ada Zen dengan pakaian kemeja navy rapi dipadu celana katun warna hitam. Rambutnya sudah dipotong cepak dan jambangnya sudah dipangkas habis. Ning benar-benar melihat sosok Zen yang dikenalnya sejak enam tahun lalu. "Hmm, itu tanya saja pada laki-laki yang sedang berjalan mengenakan kemeja rapi." Dua wartawan bergegas menghampiri Zen yang tergagap karena dihadang oleh keduanya. "Maaf, Mas. Boleh tahu namanya siapa?" "Ya, saya Zen Maulana tamu di sini. Ada apa ya?" "Ah, Mas nya jangan berbohong

  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 47 Fakta

    Bab 47 Fakta"Pak Rahmat, Bu Romlah. Papa saya bersalah, papa saya telah berbuat jahat pada keluarga Bapak. Biarkan saja laki-laki tua ini menanggung dosanya. Saya malu punya papa seperti dia." "Zen!" pekik Ning dari lantai atas. Perempuan itu tergesa menuruni anak tangga sambil membetulkan pasminanya. "Apa-apaan, Zen. Mereka orang tuamu. Kenapa kamu berkata kasar padanya?!" Ning menatap nyalang Zen yang wajahnya merah padam. "Han?! Tidak ingatkah kamu apa yang telah dia lakukan padamu. Dia merendahkanmu. Memisahkan kita demi mempertahankan egonya. Papaku egois, Han." "Tidak, Zen. Papamu benar, keluargaku miskin. Tidak sepantasnya kita bersama. Kamu tidak boleh membencinya, Zen. Bukankah kamu pernah berkata padaku, huh." Ning membalikkan pernyataan Zen yang selalu terpatri di memorinya. "Jangan pernah membenci orang tua kita. Apapun keadaannya, mereka sudah mengajarkan pada kita arti hidup dan perjuangan," tegas Ning sambil menatap tajam Zen. Zen tertunduk malu. Kalimat yang dul

  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 46 Minta Maaf

    Bab 46 Minta Maaf"Terima kasih, Zen." Zen hanya bisa menatap punggung perempuan yang sekarang tampak cantik dan pandai berbicara di depan umum itu. Jelas, Ning masih bersemayam di hatinya. Zen menghela napas panjang. "Haruskah aku merelakanmu untuk laki-laki lain, Han?" Zen meraup wajahnya kasar, lalu melangkah masuk rumah dengan tergopoh. "Zen, siapa gadis tadi?" tanya sang papa yang memutar kursi rodanya di dekat jendela menuju ambang pintu. Zen hanya bergeming. Memilih duduk lalu menyandarkan punggungnya di kursi, kepala Zen menengadah ke atas. "Zen," ulang papanya. "Ya, Pa. Maaf, kepala Zen pusing sekali." "Siapa gadis tadi? Apa dia putri si Mamat?" Mamat adalah panggilan masa kecil Pak Rahmat oleh Pak Maul. Sejak SD keduanya adalah sahabat karib. Hingga kelulusan SMP mereka terpisah karena kepindahan Pak Maul ke kota pelajar mengikuti orang tuanya. "Dia bos keripik singkong itu, ya? Nasib Mamat memang beruntung. Kerja kerasnya mendidik anak dan juga memperbaiki kondisi ek

  • Mengejar Cinta Sang Dosen Populer   Bab 45 Tetangga Baru

    Bab 45 Tetangga Baru "Selamat ya, Han, atas pencapaiannya. Semoga ilmu yang kamu dapatkan berkah dan bermanfaat untuk orang banyak. Selamat juga bisnismu berkembang pesat." "Terima kasih, Pak Hilmi. Bapak sudah membimbing saya dengan baik." Hilmi mengulas senyum lalu menyalami Pak Rahmat dan Bu Romlah juga Amir. "Terima kasih Pak Hilmi sudah membimbing putri saya hingga menjadi sukses seperti ini," ucap Pak Rahmat. Berkat terapi rutin, ayah Ning bisa berjalan kembali meskipun tidak normal. Keluarga Ning bersyukur perawatan kondisi stroke untuk ayahnya tidak terlambat sehingga bisa cepat pulih sehat kembali. Ning mengedarkan pandangan, netranya sekilas melihat sosok yang mencuri perhatiannya. Ia lalu tersenyum kecut mengingatnya. "Ada apa, Han?" "Itu, dosen baru yang kemarin menolak jadi penguji, Pak. Sepertinya beliau tadi ada di kerumunan itu." "Kamu masih kesal sama beliau, Han?" "Sedikit." "Sudah lupakan saja. Beliau memang unik. Mungkin ke sini juga nyari target sama sepe

DMCA.com Protection Status