DUA TAHUN YANG LALU.."Pa, coba tanyakan pada puterimu, dimana ia mau merayakan ulang tahunnya."Merli terlihat dongkol dengan sikap puterinya yang terlalu santai saat satu bulan lagi ulang tahunnya yang ke 18 akan tiba. Wanita cantik berusia 40-an itu memang menjadi orang paling sibuk setiap hari lahir Kimberly. Ia selalu ingin mengadakan pesta mewah untuk sang puteri, namun bukan sekedar untuk menyenangkan gadis itu. Merli hanya senang berpesta dengan teman-teman sosialitanya. Meski tema dari pesta tersebut adalah pesta ulang tahun Kimberly, namun pasukan yang paling heboh adalah wanita-wanita paruh baya sahabat sang ibu."Kau mau merayakan ulang tahunmu dimana, Kim? Ke luar negeri?" Pertanyaan sang ayah membuat Kim antusias, padahal sejak awal gadis itu tak bersemangat untuk mengadakan pesta apapun terkait ulang tahunnya."Aku boleh merayakannya di luar negeri, Pa?""He em. Terserah. Kau pilih saja negara mana yang ingin kau datangi. Tapi jangan mendadak, karena papa harus--"San
Alan sudah kembali melajukan mobilnya menuju mansion. Malam yang cukup berangin dan pendingin di bentley milik pria itu rasanya tak cukup menghilangkan aura panas yang menelusup diantara dua manusia yang hanya membisu sejak meninggalkan gerai pizza. Kimberly membuang pandangannya pada kaca mobil, sedang Alan hanya fokus menatap jalan meski debaran jantungnya terasa tak beraturan. Lelaki itu masih mencoba bersikap datar walaupun wajahnya terlihat kaku dan salah tingkah.*SETENGAH JAM YANG LALU.."Kim.."Tanpa sadar Alan berseru lembut menyebut nama Kimberly tepat di depan wajah gadis itu. Matanya hanya terfokus pada bibir mungil yang terbelah di bagian bawah. Bibir ranum nan menggemaskan itu seketika mengaburkan kesadaran dan akal sehat Alan. Sedang Kimberly justeru hanya menampakkan wajah bodoh dengan diam terpaku, tak menghindar sedikit pun dari tatapan lamat manik hitam legam itu.Cup..Seketika iris mata Kimberly membelalak dan mulutnya sedikit menganga. Pria yang sudah lama menja
Cahaya mentari pagi menelusup menembus jendela kamar Kimberly yang tak tertutup gorden. Sinarnya cukup menyilaukan mata seorang gadis yang masih duduk termangu di atas ranjangnya. Beberapa menit yang lalu Kim sudah terbangun karena terganggu oleh cahaya yang langsung mengarah ke tempat tidurnya, namun kini gadis itu justeru terduduk seperti orang yang tengah mengingat-ingat sesuatu."Rasanya-- seperti nyata. Tapi.. apa aku hanya bermimpi?"Sejak tadi Kimberly hanya menyentuh bibirnya sendiri. Antara sadar dan tidak, gadis itu remang-remang mengingat saat Alan mengecupnya semalam. Kim merasakannya, namun karena rasa kantuk yang sangat, ia tak mau membuka matanya untuk sekedar mencari tahu bahwa kecupan itu nyata atau hanya dalam mimpi."Aku yakin semalam itu.. berarti.. dia sudah menciumku dua kali," gumam gadis itu dengan wajah sumringah.Bak anak remaja yang mendapat kado terindah di usia 17 tahun, gadis itu tertawa bahagia dengan melompat lompat di atas ranjang. Satu yang Kimberly y
"Brengsek! Buka pintunya! Ku bilang buka pintunya, Brengsek!"Sudah lebih dari satu pekan Borne terkurung di istananya sendiri. Erika berinisiatif mengurung puteranya agar tak lagi menemui Kimberly."Nyonya, apa tidak sebaiknya tuan muda dikeluarkan dari kamarnya. Sudah beberapa hari dia tak makan apapun."Salma, pelayan sekaligus pengasuh Borne saat kecil merasa cemas melihat keadaan tuan mudanya yang tengah melancarkan mogok makan. Terhitung sudah tiga hari Borne menolak untuk makan makanan yang dibawakan ke kamarnya. Sebelum dikeluarkan dari kamar, pemuda itu akan terus membuat keributan. Teriakan Borne sudah terdengar sejak pagi. Suara yang pada awalnya lantang perlahan-lahan melemah karena tubuhnya yang tak bertenaga."Jangan coba-coba mengeluarkan anak bodoh itu dari kamarnya, Bi. Kita tak boleh kalah dengan gertakannya. Aku yakin sebentar lagi anak itu akan berteriak minta dibawakan makanan ke kamarnya."Erika adalah wanita keras yang tak mau kalah meski dengan puteranya sendir
DUA TAHUN YANG LALU.."Ma, papa belum pulang?""Belum. Mungkin masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Papamu itu sedang mengerjakan proyek besar, jadi sepertinya beberapa hari ini dia akan pulang telat, Sayang."Meski sering berdebat karena perbedaan pendapat, tapi Kimberly dan ibunya tak jarang tampak akrab. Mereka selalu punya waktu untuk berbincang bersama layaknya sepasang sahabat."Kau yang buat papamu jadi sibuk akhir-akhir ini!"Tiba-tiba Merli mengatakan hal yang membuat kening Kimberly mengernyit."Aku? Bagaimana mungkin?" Kimberly tak terima dengan pernyataan ibunya."Ya. Karena kau yang minta ulang tahunmu dirayakan di San Fransisco. Jadi papa harus mengejar proyeknya selesai sebelum kita berangkat kesana," ujar sang ibu kemudian.Mulut Kimberly mengerucut. Meski tak terima disalahkan sepenuhnya, namun ia sadar keinginannya untuk datang ke San Fransisco memang membuat sang ayah mengejar dead line pekerjaannya.*"Ada apa, Pa? Kenapa tiba-tiba kau minta aku dan Kim
'Aku mencintaimu, Om. Aku mencintaimu.. sangat mencintaimu.'Alan terus saya tersenyum sendiri saat mengingat betapa frontalnya ungkapan cinta Kimberly yang terus saja digaungkan. Gadis itu seperti tak pernah merasa malu dan lelah ketika mengucapkan kata cinta pada pamannya."Kau memang gadis yang unik, Kim.."Alan berbicara seraya menatap wajah gadis yang tertidur pulas di sofa ruang kerjanya. Alih-alih menemani Alan bekerja, nyatanya Kimberly justeru tertidur di sofa hanya dalam beberapa menit duduk disana.Drt..Drt..”Boni Brahmaja akan mengadakan konferensi pers besok pagi, Tuan. Apa Anda akan datang untuk melihatnya?”Alan tampak serius membaca pesan dari asistennya. Ia tak berniat membalas pesan dari Mike, namun pria itu justeru mendial nomor sang asisten dan menelponnya.”Minta satu anak buah kita datang kesana. dan berpura-pura menjadi seorang reporter.”Ia hanya menitahkan perintah pendek namun Mike sudah dapat memahami maksud tuannya. Mike yang baru dua tahun menjadi asiste
SATU TAHUN YANG LALU.."Ini data pemilik Brahmaja Group, Tuan."Mike menyerahkan satu berkas di dalam amplop coklat pada bosnya. Alan yang merasa janggal dengan laporan tentang penyuapan yang dilakukan Dhaniel mencoba mencari tahu, siapa orang yang tega melaporkan dan memiliki bukti keterlibatan kakak iparnya itu."Kau sudah mendapatkan buktinya kalau orang ini yang mengirimkan bukti rekaman antara kakakku dengan anggota dewan itu?""Ya, Tuan. Salah satu teman saya bekerja disana, dan dia sudah mengecek sendiri bukti rekaman itu bahwa Boni Brahmaja sebagai pelapor."Alan menyandarkan punggungnya di kursi kebesaran. Pria itu masih tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Boni Brahmaja, CEO Brahmaja Group terhadap Dhaniel. Usaha mereka bukanlah usaha yang saling bersaing. Dhaniel dan Boni memiliki usaha yang berbeda, Boni di bidang FOOD AND BEVERAGE sedangkan Dhaniel di bidang PROPERTY. Jadi mustahil jika itu dilakukan Boni karena persaingan bisnis.***”Sukses.”-MikeSebuah pesan chat
"Tuan, pemilik Town Cafe menawarkan harga yang tinggi jika kita ingin membeli cafenya."Mike memberi satu berkas berisi harga cafe tempat Kimberly bekerja sesuai dengan lokasi dan bangunannya. Alan memang berencana untuk membeli cafe itu dan diberikan pada sang keponakan sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke 21. Tak lama lagi Kimberly akan berulang tahun, dan Alan ingin memberikan hadiah spesial pada gadis yang kini tak lagi bisa ia pungkiri keberadaannya di hati pria itu."Aku tak peduli, bayar sesuai yang dia tawarkan. Aku hanya ingin cafe itu menjadi milik Kimberly. Dua bulan lagi dia akan berulang tahun. Aku mau sebelum hari ulang tahunnya tiba, cafe itu sudah beralih kepemilikan atas nama gadisku, Mike."Sedikit terkejut mendengar Alan menyebut Kim sebagai gadisnya, Mike kemudian hanya bisa mengulas senyum tipisnya."Baik, Tuan. Saya akan mengurus semuanya. Saya pastikan sebelum hari ulang tahun nona Kim tiba, cafe itu sudah sah menjadi miliknya," janji sang asisten dengan penuh
Lift di lantai ruang CEO terbuka, seorang perempuan keluar dari sana dengan langkah terburu dan wajah serius."Nona, Anda tidak boleh--"Diam kau!"Perempuan itu mengindahkan larangan sekretaris Alan Satou, ia tetap melangkah menuju ruangan pria itu."Alan."Kanaya menyerukan nama tunangannya sesaat setelah pintu terbuka."Hhh.. mau apa kau kesini? Mike si bodoh itu selalu saja tak menggubris perintahku."Alan membuang pandangannya dengan malas. Ia tengah tak berselera untuk meladeni Kanaya."Aku hanya ingin mengatakan, jika aku tak bisa bersamamu, tak ada perempuan lain yang boleh bersamamu. Kau milikku, Alan.""Aku sudah malas mendengar rengekanmu, Nay. Cepat keluar dari sini atau aku harus memanggil keamanan untuk menyeretmu keluar.""Kau tidak akan bisa membuatku keluar dari sini. Aku tak pernah main-main."Alan yang sudah sangat malas meladeni Kanaya langsung meraih gagang telpon hendak mendial nomor keamanan kantornya."KANAYA!"Alan membanting gagang telpon saat melihat mantan
Lift di lantai ruang CEO terbuka, seorang perempuan keluar dari sana dengan langkah terburu dan wajah serius."Nona, Anda tidak boleh--"Diam kau!"Perempuan itu mengindahkan larangan sekretaris Alan Satou, ia tetap melangkah menuju ruangan pria itu."Alan."Kanaya menyerukan nama tunangannya sesaat setelah pintu terbuka."Hhh.. mau apa kau kesini? Mike si bodoh itu selalu saja tak menggubris perintahku."Alan membuang pandangannya dengan malas. Ia tengah tak berselera untuk meladeni Kanaya."Aku hanya ingin mengatakan, jika aku tak bisa bersamamu, tak ada perempuan lain yang boleh bersamamu. Kau milikku, Alan.""Aku sudah malas mendengar rengekanmu, Nay. Cepat keluar dari sini atau aku harus memanggil keamanan untuk menyeretmu keluar.""Kau tidak akan bisa membuatku keluar dari sini. Aku tak pernah main-main."Alan yang sudah sangat malas meladeni Kanaya langsung meraih gagang telpon hendak mendial nomor keamanan kantornya."KANAYA!"Alan membanting gagang telpon saat melihat mantan
Sinar sang surya masih terasa menyengat meski ia telah perlahan menuju Barat. Pertemuan Kimberly dengan Genta yang mungkin akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan pemuda itu sedikit menyisakan rasa pilu. Bukan karena gadis itu mencintai Genta, namun ada rasa tak tega saat Kimberly harus menolak ungkapan cinta pemuda itu untuk kedua kalinya.Taksi online sudah sampai mengantarnya ke depan gerbang tinggi mansion milik sang paman. Perlahan gadis itu merasakan sesuatu saat melangkah masuk ke dalam bangunan megah itu."Selamat Sore, Nona Kim.""Sore, Pak."Senyum tenang terkulum dari bibir mungil gadis itu, namun terasa ada sebuah kejanggalan dari raut sang security penjaga pos pintu gerbang."Bi, ada apa dengan wajahmu?"Lagi-lagi Kimberly menemukan wajah tegang dari pelayan di mansion itu. Bi Jeni yang menyambut kedatangannya tampak kaku dan ketakutan."Tu-- tuan Satou.. menunggu Anda di ruang kerjanya, Nona," sahut pelayan tua itu dengan tergagap."Alan? Alan sudah pulang, Bi?""Iya.
Mobil sedan berlabel burung berwarna biru berhenti di depan Cafe sebrang SMA Penabur, sekolah Kimberly dulu. Gadis itu keluar dari mobil dan berjalan menuju tempat pertemuannya dengan Genta."Kim!"Tangan Genta melambai ke arah Kimberly, dengan senyum cerah bertengger di bibir pemuda tampan itu."Maaf aku terlambat, Ta.""He em. Duduklah, kau mau pesan apa? Menu favoritmu?"Kening Kimberly sedikit mengerut, "memangnya kau tahu apa menu favoritku disini?" tanyanya meragu.Pemuda itu kembali tersenyum dan kembali meminta Kimberly untuk duduk."Aku tahu semua tentangmu, Kim. Apapun itu," jawabnya dengan tenang."Warna kesukaanku?""Hijau.""Eeem.. lagu kesukaanku?""Epiphany.""Waw.. eeem, ini pasti kau tak tahu, Ta. Pemain sepak bola yang kusuka?"Kimberly tersenyum remeh saat Genta terdiam untuk berpikir."Kalau aku tahu.. apa aku boleh meminta sesuatu padamu?""Hh? Kalau begitu kau tak perlu--"Ricardo Ijection Santos Leite. Kau sangat mengidolakannya sejak remaja. Pemain sepak bola d
"Hhh... oke, jadi apa yang harus saya lakukan untuk meredam berita ini. Kita tak bisa mendiamkanya begitu saja, nama baik Anda bisa tercoreng dan itu akan membuat para pemegang saham ragu dengan kredibilitas Anda.""Kau fokus saja pada peluncuran produk baru kita di Jepang. Masalah ini biar jadi urusanku," titah Alan pada sang asisten."Baiklah. Kalau begitu saya pergi dulu."Mike keluar dari ruang CEO untuk melakukan beberapa pekerjaan di luar kantor.Drt..Drt..Drt..Gawai Alan bergetar, nama Kimberly terpampang disana. Dengan sigap pria itu mendial tombol hijau karena khawatir terjadi sesuatu dengan kekasihnya.”Sayang, apa terjadi sesuatu?”(”Alan, video peristiwa di mall tadi beredar luas di sosial media. Apa kau baik-baik saja?”)”Hhh.. jangan mengkhawatirkanku, Moon. Itu hanya berita sampah, sebaiknya kau tak perlu membuka akun sosial mediamu dulu. Lebih baik kau istirahat.”(”Kau sudah melihatnya? Ada yang merekam saat kau menampar Kanaya, Alan. Itu akan mempengaruhi pekerjaa
Kimberly dan Naina keluar dari toko pakaian dengan membawa tiga paper bag berlogo brand ternama."Nai, aku lapar. Kita makan dulu, ya.""Oke." Naina memberi kode setuju pada jarinya."Hai, Kim. Sepertinya Alan memberimu kompensasi sangat banyak setelah kejadian malam itu."Suara seorang perempuan yang dikenal Kimberly membuat dirinya dan Naina menoleh bersamaan."Apa itu semua kompensasi dari Alan karena telah membawamu ke atas--"Cukup, Kanaya!"PlakkBelum selesai Kanaya menjatuhkan mental Kimberly, Alan yang muncul tiba-tiba lebih dulu melayangkan sebuah tamparan di pipi wanita itu. Matanya tajam menatap nyalang Kanaya yang terkejut mendapat sebuah tamparan keras, padahal Alan tak pernah sekalipun berbuat kasar padanya."Brengsek! Kau--"Kau sudah keterlaluan, Kanaya! Sekali lagi kau mencoba menyakiti calon istriku, aku tak akan segan-segan berbuat lebih kasar lagi padamu!"Ancaman Alan membuat mulut Kanaya ternganga namun kelu. Kata calon istri cukup membuat wanita itu terhenyak s
"Anda memanggil saya, Tuan?""Mike, datanglah ke mansionku dan berikan ini pada Kimberly.Alan menyerahkan sebuah black card pada asistennya."Ini.. untuk nona Kim?" tanya pemuda itu."He em. Itu hadiah karena dia sudah bisa memanggil namaku.""Hah?" Mike tak mengerti dengan apa yang dibicarakan bosnya."Sudah jangan banyak tanya! Kau serahkan kartu ini saja pada Kimberly dan langsung kembali ke kantor. Dua jam lagi kita rapat internal."Bagi Mike, titah Alan adalah sesuatu yang mustahil ia bantah. Apa yang dikatakan pria itu, itulah yang harus ia jalani."Baik, saya pergi sekarang."*"Waaah.. aku baru lihat rumah semegah ini, Kim. Sepertinya aku akan tersesat jika berada disini sendirian."Kimberly sengaja mengundang Naina ke mansion Alan, kebetulan gadis itu tengah libur bekerja."Disini ada petunjuk arah, Nai." Kimberly menunjuk tulisan led yang ada di depannya. Bi Jeni meminta Alan untuk membuat petunjuk arah untuk memudahkan pelayan yang baru bekerja disana."Waaah.. ini bukan
”Hei, gadis sombong! Pantas saja kau tak masuk-masuk kerja, ternyata si Kuda Putih sudah melamarmu, ya!”-NainaBaru saja bangkit dari ranjang, mata Kimberly dibuat mengerjap beberapa kali saat membaca pesan chat dari Naina."Dari mana Naina tahu kalau Alan melamarku?" tanyanya pada diri sendiri.”Kau tahu dari mana, Nai? Maaf aku tak memberi kabar apapun selama beberapa hari ini. Nanti saat masuk kerja akan kuceritakan.”-Kimberly”Hhh, tuan putri pasti baru bangun dan belum melihat berita hangat yang sudah jadi perbincangan. Bukalah sosial mediamu, Kim. Kau akan tahu sendiri dari mana aku bisa tahu.”-NainaKimberly langsung membuka akun sosial medianya. Sudah banyak tag video di akun instagram gadis itu."Video apa ini? Kenapa banyak sekali yang menandai akunku?"Matanya membola dengan mulut ternganga saat prosesi lamaran yang Alan lakukan untuknya terpampang jelas di gawainya. Video itu seperti sudah disetting dan diedit sedemikian rupa oleh seseorang, siapa lagi kalau bukan sang
"A-- A- Lan.""Berikan tanganmu, Moon.."Alan meminta Kimberly memberikan jemarinya untuk disematkan cincin bermata zamrud yang ia beli beberapa hari yang lalu."Tapi--""Kau tak mau menerima lamaranku?""Bu-- bukan! Aku-- Alan, apa-- kau serius? Ini-- bukan hanya karena kejadian malam itu?"Alan bangkit dan berdiri di hadapan gadis itu, menatap tajam wajah cantik yang masih meragukan ketulusannya, "kau masih meragukan ketulusanku, Moon?" tanyanya dengan tangan mendekap wajah Kimberly."Aku hanya tak mau menjadi beban tanggung jawabmu. Aku benci dikasihani, apalagi--"Ssst.. tak ada yang mengasihanimu, Kim. Sebelum peristiwa malam itu pun aku sudah berniat untuk melamarmu. Apapun yang terjadi aku hanya ingin kau yang jadi pendamping hidupku."Jemari Alan memotong ucapan Kimberly. Ia hanya ingin meyakinkan kesungguhannya pada gadis itu. Tak ada yang harus dikasihani, dan tak ada yang harus bertanggung jawab. Semua yang terjadi adalah kesalahan yang sama-sama tak diinginkan, namun kesal