"Aku makin kagum aja, kamu kalo udah niat gak main-main ya," puji Dian saat mencicipi ayam goreng asam manis ala Korea buatan Alisya."Aku sampe nanya langsung sama temenku yang ada di Korea," kata Alisya. Ia minta tolong pada teman trainee-nya yang cukup akrab dengannya. Temannya itu malah bertanya pada ibunya dan segera menuliskan resep aslinya untuk Alisya. "Soalnya aku pernah nyicip dan cocok sama lidahku.""Jangan-jangan sebenarnya kamu niat buka katering.""Bisa juga untuk ide usaha," kekeh Alisya. Ia sedang menyiapkan bekal yang cantik untuk dibawa ke kantor Fabian. Sebelumnya Alisya harus memanaskannya dulu di kosan Dian. Untuk sayuran seperti brokoli dan wortel, ia baru memasaknya sekarang. Sengaja agar terlihat masih segar. Mumpung kelasnya baru akan dimulai setelah makan siang karena dosen mereka meminta jadwal seperti itu. "Ciyee, pasti pacarmu seneng banget dibikinin bekal cakep gini," kata Dian, menatap kagum cara Alisya menata bekalnya. "Kamu orangnya estetik banget."
"Udah rapi belom?" tanya Alisya, memamerkan hasil dandanannya pada Dian."Udah cantik banget malah," jawab Dian dengan nada takjub. Bukan hanya takjub pada wajah Alisya yang super cantik, tapi juga pada kegigihan Alisya hingga rela berbohong agar bisa dijemput pacarnya. "Jadi sopir kamu gimana, tuh?""Beres. Mungkin sekarang lagi makan malam bareng sama keluarganya," kikik Alisya. Tadi ia memberikan uang kepada Pak Ujang, sang sopir, agar bisa pergi makan dengan anak istrinya. Lagipula itu juga membuat Pak Ujang sumringah. "Sampe sekarang gak habis pikir," ujar Dian, geleng-geleng kepala."Kan Pak Ujang juga seneng," balas Alisya."Bukan itu. Tapi kok bisa pacarmu belum suka juga sama kamu. Maksudku, kamu cantik banget, pinter dance, nyanyi juga bagus, terus mau belajar masak lagi. Kamu sampe harus segininya untuk dapet perhatian dari dia. Dia normal, kan?""Normal, tau! Enak aja dibilang gak normal."Dian tertawa terbahak-bahak. "Bagus deh. Aku doakan malam ini lancar. Semangat Alis
"Diaaaan!" seru Alisya, saat memasuki kelas keesokan harinya. Ia langsung menghampiri sahabat barunya itu dengan wajah cemberut."Loh, Alisya? Kenapa?" tanya Dian. "Bukannya katanya semalam kamu mau kencan? Gak jadi, ya?""Kami makan malam. Tapi gak berdua doang," sungut Alisya."Oh ya?""Cewek genit yang aku bilang kemaren itu loh, Yan. Dia dianterin pulang dan makan bareng dia juga. Terus katanya memang udah rencana, jadi kalo aku gak ikut malah mereka yang makan berduaan," adu Alisya. Dian melirik sekitar. Meskipun masih cukup sepi, tapi beberapa teman sekelas mereka nampak tertarik dengan obrolan mereka kali ini. Dian buru-buru mengajak Alisya pergi keluar kelas agar bisa mengobrol cukup leluasa. Mau bagaimana lagi, Alisya memang terkenal dan orang-orang cukup penasaran dengan kehidupan pribadi anak itu."Cerita di sini aja, ya," kata Dian setelah mereka sampai di luar. "Jadi gimana, kalian makan bertiga?""Yang paling ngeselin itu si cewek itu yang traktir kami makan. Seolah dia
Tak sulit membuat Kak Clara segera bergerak untuk melakukan misi. Alisya mengadu padanya bahwa hari ini mungkin Fabian akan menghabiskan waktu bersama Dinar setelah pulang kerja. Bagai menyulut api emosi yang seketika berkobar, Kak Clara yang terpancing langsung menanyakan detail kejadiannya pada Alisya.."... Aku gak suka sama Tante Dinar, Kak.""Wah, gak bisa dibiarin ini," sahut Kak Clara, agak berapi-api. "Kalo gitu, bisa minta tolong gak?""Minta tolong apa, Dik Alisya?""Tolong kempesin ban mobil Mas Bian, Kak.""Tapi, Mas Bian nanti pulang pake apa dong?""Paling nanti dia telpon Pak Ujang yang sering nganterin aku. Nanti sisanya biar aku yang urus.""Oke! Siip kalo gitu," sahut sang sekretaris, bersemangat.Alisya mematikan sambungan telepon dan tersenyum licik. Satu langkah sudah dilakukan. Kini ia sedang menimbang-nimbang langkah selanjutnya agar bisa membatalkan rencana Fabian dengan wanita genit itu. "Aku beneran gak paham," gumam Dian, yang sejak tadi setia mendampingi
Tapi ternyata Fabian benar-benar masuk kembali ke taksi. Hampir saja Alisya menjitak kepala Pak Ujang karena membuatnya resah dalam sedetik. Dan sekarang taksi benar-benar menuju ke arah apartemen mereka. Alisya merasa lega luar biasa. Tadi ia sudah menimbang-nimbang apakah ia akan membuat orang melakukan penggrebekan, tapi tetap saja itu ide yang buruk. Tapi ia kemudian teringat,"Dian, nanti kamu pulangnya sama Pak Ujang gak apa ya?" Dian mengangguk paham. "Santai aja."Alisya menghela nafas lega. Masalahnya ia tidak pernah pulang lebih lama dari Fabian. Dan sepertinya tidak akan terkejar lagi untuk mendahului Fabian. Satu-satunya pilihan adalah pulang ke apartemen dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama dari Fabian sampai. Sesampainya di gedung apartemen mereka, taksi yang ditumpangi Fabian sudah akan pergi."Maaf ya Dian. Besok aku traktir di kantin. Pak Ujang, tolong anterin Dian ke kosan.""Siap, Non!"Setelah itu, Alisya setengah berlari masuk ke dalam gedung. Untuk naik li
Tak disangka Dian benar-benar mendukungnya habis-habisan kali ini. Gadis bahkan rela mengerjakan bagian tugas Alisya agar Alisya bisa membuat dan mengantarkan makan siang untuk Fabian. Padahal tugas kuliah yang biasa saja sudah melelahkan, tapi Dian malah mengerjakan tugas orang lain."Serius, nih?" tanya Alisya, sangsi. "Tapi masak juga gak akan sempet deh kayaknya.""Beli aja, terus kamu susun sendiri dan bilang kalo itu masakan kamu," usul Dian."Tapi...""Yang penting hari ini kamu nganter makan siang. Gak usah dipikirin. Belinya di restoran deket sini aja. Dan jangan satu resto, biar gak terlalu jelas," saran Dian lagi. "Oke, oke," angguk Alisya walaupun mukanya masih terlihat agak bingung. Hari itu akhirnya Alisya tetap pergi ke kantor Fabian. Modal nekat saja sebenarnya dan untungnya Fabian tetap menyambut baik walau ia lupa memberitahu. Alisya berkata bahwa itu bentuk permintaan maaf karena pulang kemalaman semalam. Walau masih ada hal yang mengganjal, tapi untungnya Alisya
"Kamu ngapain?" tanya Fabian dengan nada dingin."M-Mas, k-kok Mas ada di sini?" cicit Alisya, berusaha keras untuk berpura-pura tidak tahu bahwa Fabian ada di hotel ini.Fabian menghela nafas. "Saya tanya sekali lagi, kamu ngapain ngikutin saya?"Alisya gelagapan. "Itu...""Alisya, saya tahu kamu berbohong," desis Fabian, lalu menoleh pada Dinar yang rupanya juga berada di sana. "Din, tolong sampaikan permintaan maafku ke Seto. Aku mendadak ada urusan, jadi gak bisa dateng ke pesta pertunangannya. Bilang aja kalo hadiahnya akan aku kirim ke kantornya lusa.""Iya, Mas," gumam Dinar, agak bingung juga harus bereaksi bagaimana."Dan Alisya, kita pulang," titah Fabian dengan ekspresi yang kentara sekali tidak ingin dibantah."Iya...," lirih Alisya, melirik pada Dian yang langsung memberi isyarat berupa anggukan. Kemudian Alisya mengikuti langkah kaki Fabian keluar dari hotel. Ia hanya menunduk gelisah sambil memikirkan alasan yang pas agar Fabian tidak lebih marah. Ini pertama kalinya ia
"Mantan trainee idol?!" pekik Dian, nyaris memekakkan telinga Alisya."Iya, aku di Korea jadi trainee di salah satu agensi K-Pop," angguk Alisya, cengengesan."Wah, keren banget. Pantes kamu pinter nyanyi sambil nge-dance.""Sebenarnya kalo kamu liat trainee lain, kemampuanku belum sehebat mereka kok," ujar Alisya, rendah hati. Tapi ia jujur. Kemampuannya tak bisa dibandingkan dengan trainee lain, terutama yang sudah masuk ke kelas debut seperti Kak Acha. "Tapi tetep aja, masuk ke agensi aja udah keren. Sayang banget kamu dipaksa pulang ke Indonesia. Mungkin kamu bisa debut jadi idol nantinya," sungut Dian, entah kenapa malah anak itu yang kesal."Apa boleh buat," gumam Alisya, tersenyum menenangkan. "Tapi setidaknya, ada banyak hal yang sudah aku pelajari. Terutama cara membentuk tubuh. Sebenarnya kemaren badanku udah bagus, tapi karena jarang latihan jadi keliatan agak jelek.""Jelek dari mana?!" desis Dian, tak terima. Kalau Alisya jelek, lantas ia bagaimana?"Yah, intinya aku jug