Dua hari kemudian, Andre akhirnya di perbolehkan pulang—karena dia sedikit memaksa dengan mengatakan kalau dirinya sudah sehat sepenuhnya dan juga alasan klise kalau dirinya lebih mengetahui kondisi tubuhnya.Dan besoknya setelah diizinkan pulang, dia langsung memilih untuk masuk kerja.“Kamu yakin mau langsung masuk kerja?”Yunita terlihat mengkhawatirkannya. Namun dia tetap bersikeras untuk masuk kantor hari ini juga, sebab ada banyak hal yang harus di bereskan di tengah semua kekacauan ini.Begitu dirinya menginjakkan kaki di lobi perusahaan bersama Yunita yang sesekali membantunya berjalan.Sesuai apa yang di katakan Ayahnya, pandangan semua orang memang berubah. Tidak seperti dulu di mana semua orang menatapnya dengan santai. Tatapan semua orang sekarang berubah menjadi lebih segan, bahkan lebih terkesan agak sedikit takut.“Kita ke ruangan Ayahku dulu,” ucapnya saat mereka berada di dalam lift dan Yunita hendak menekan lantai 10.“Aku juga?” Yunita sempat bertanya, dia hanya men
‘The Party’ kata itulah yang sering Ayahnya katakan setiap pergi ke pesta yang hanya diadakan untuk para Investor atau pengusaha-pengusaha yang sudah di kenal saja sekali setahun, biasanya diadakan antara bulan September hingga Desember.Dia hanya pernah sekali mengikuti pesta itu, sekitar 3 tahun lalu di paris karena terpaksa menggantikan Ayahnya yang berhalangan hadir. Hadir ke pesta itu, tidak terlalu berbeda dengan menghadiri pesta mewah lainnya. Yang berbeda hanyalah status orang yang hadir. Banyak di antara mereka merupakan pengusaha-pengusaha kelas kakap ataupun politikus kaya raya. “Hmm, jadi semacam pesta orang kaya?” “Yah, itu kalau kamu dapat undangan tapi tidak punya tujuan tertentu dan asal hadir saja,” jawab Andre, karena apa yang di katakan Yunita ada benarnya, namun tidak sepenuhnya. Apalagi kalau sampai mengetahui agenda tersembunyi yang terkadang ada di pikiran orang-orang itu.“Terus, waktu itu kamu pergi sama siapa?” Dia tidak la
“Lama benar sih lu,” begitu masuk ke dalam pesawat, dia dan Andre langsung di sambut oleh pemilik pesawat besar ini, Ardi.Dia sebenarnya sudah pernah tidak sengaja membaca rumor mengenai kepemilikan pesawat pribadi terbesar yang secara misterius mendarat di bandara Cengkareng seminggu yang lalu. “Sorry, ada sedikit yang harus gua urus sebelum berangkat. Ah, dan perkenalkan, tunanganku, Yunita,” dia tidak bisa berkata apa-apa karena Andre yang memperkenalkannya secara tiba-tiba, “Yunita, ini Ardi. Dan kamu sudah tahu pasti yang duduk di sana itu..”“Kak Cynthia,” wajahnya langsung berseri begitu melihat Kak Cynthia yang walau hanya duduk saja terlihat sangat cantik.“Wah, ternyata fansmu masih cukup banyak juga ya honey,” “Bo.. Boleh..” dia agak gelagapan hanya untuk meminta tanda tangan dari artis favoritnya yang sekarang ini ada di depannya.“Silahkan, duduk di samping dia pun boleh, saya dan Andre memang harus berbincang tentang sesuatu,” Set
Melihat Andre yang pandangannya begitu terpaku, Yunita memutuskan untuk membalikkan badannya. “Ciao,” Roland menyapanya tanpa melihat ke arah Andre sedikit pun, jelas-jelas bermaksud untuk memprovokasi Andre. Di tambah lagi dengan kehadiran Linda yang sedang di gandeng oleh Roland, dia sudah bisa menduga apa yang sedang terjadi saat ini.“Kamu sudah selesai kan sayang? Ayo kita pergi dari sini,” sebelum Andre terpancing dan menyebabkan keributan yang tidak perlu, dia menarik Andre untuk menjauh dari Roland dan mulut berbisanya itu.“Apakah kamu akan berhenti kalau aku menyebarkan ini ke group kantor kalian?” Roland dengan senyum liciknya memperlihatkan ke arahnya sebuah foto di rumah sakit waktu itu, waktu di mana Ibunya Andre hampir menamparnya.“KAU..” “Sebarkan saja,” Andre menyela tepat sebelum dia hendak mengumpat ke arah Roland dan juga Linda, “Kalian ingatkan kalau gua perusahaan media? Dan foto itu?” Andre yang tertawa ringan membuatnya agak sediki
“Kamu dapat kartu nama ini dari mana?” dia langsung bertanya saat melihat kartu nama dari L&C ada di salah satu dari 4 kartu yang di terima Andre.“Ada tadi perempuan yang kasih itu ke aku, dia katanya sudah lama memantau perusahaan keluargaku. Dan mereka memang sudah berminat untuk menghubungi lebih dulu,” jelas Andre, “Kenapa mukamu kaya begitu?”“Tidak salah lagi,” ucapnya dalam hati. “Honey?” “Hmm?” dia tersadar dari lamunannya dan menatap Andre, “Ada yang mau aku beritahukan ke kamu, but not here,”Wajah Andre mendadak berubah menjadi begitu serius. Mereka berdua akhirnya lebih dulu kembali ke hotel karena Ardi tampak masih ada urusan.Di perjalanan menuju hotel, Andre sama sekali tidak bertanya apapun. Mungkin karena mereka menggunakan supir, sehingga Andre tetap diam saja. “Apa yang ingin kamu ceritakan?” sesuai dugaannya, Andre langsung bertanya tanpa melepas pakaian terlebih dahulu, bahkan masih dalam keadaan memakai sepatu.
Setelah mendengar cerita Yunita, Andre cukup syok. Dia tidak menyangka kalau Linda akan berbuat sejauh itu. Di kuasai oleh perasaan amarah, dia mengambil teleponnya dan hendak menelepon Karto.“Kamu mau apa?” Yunita bertanya,“Apalagi? Tentu saja akan aku masukkan dia ke penjara,”Yunita secara tiba-tiba mengambil telepon miliknya dan menutup teleponnya. Hal itu membuatnya terkejut. “Dan kamu punya bukti kalau dia yang melakukan itu?” “Pasti akan ada sendiri nanti, yang penting sekarang kita harus melaporkannya lebih dahulu. Kamu mau membiarkan orang yang sudah hampir membunuh kita berkeliaran bebas seperti itu?”“Coba kamu pikirkan, kalau kamu melapor ke polisi sekarang. Bisa saja Roland dan Linda langsung mengambil tindakan pencegahan dengan menyingkirkan semua bukti yang ada. Dan ujung-ujungnya? Bisa kamu yang kena laporan balik atau pencemaran nama baik,” Merasa perkataan Yunita ada benarnya, dia berdiri dari kursinya dan berjalan menuju balkon untuk menghilangkan penat de
“Kamu kenapa sih sayang? Dari tadi kaya kurang fokus begitu,” Yunita bertanya dengan menyipitkan mata saat mereka berdua sedang menunggu pesanan mereka di sebuah restoran tidak jauh dari hotel, karena sebentar lagi mereka sudah harus kembali ke hotel. Andre menatap mata Yunita sejenak. Dia lalu tersenyum dan memilih untuk berbohong, “Ngak kok, aku sedang mikirin soal Roland dan Linda saja. Bagaimana kita harus bersikap ke mereka kalo berpapasan secara tidak sengaja,” “Kamu masih mikirin itu? Ngak usah terlalu di pikirkan lah. Ingat kan? Sepandai-pandainya tupai meloncat, suatu saat pasti akan jatuh juga. Sama kaya mereka, sepandai apapun mereka merencanakan dan menyembunyikan niat mereka, pasti akan ketahuan juga suatu saat. Yang penting, kita menghindari mereka saja untuk saat ini. Oke?” “Baik kalau begitu, untuk urusan mereka berdua, aku serahkan semua ke kamu,” “Duh, seharusnya sebagai calon kepala keluarga, kamu itu..” “Wait,” perkataan Yunita—khusu
’Kanker otak stadium 2’4 kata itu membuat harapan yang ada dalam dirinya menjadi hancur seketika, dia tidak bisa menerima kenyataan kalau dirinya harus di diagnosis menderita penyakit mematikan itu.Dia bingung harus mengatakan apa ke keluarganya, melihat wajah kesedihan mereka saja dia tidak sanggup. Dan Yunita, yang sudah dia janji akan menikah tahun ini, dia tidak tega harus merusak momen-momen bahagia yang tengah mereka rasakan sekarang ini.Dia lalu duduk di bangku taman di taman yang ada di rumah sakit, “Kenapa kau memberikan cobaan yang berat seperti ini?” dia bergumam dalam hatinya, mengeluh pada yang maha kuasa. Sejujurnya, dia tidak mengerti di mana letak kesalahannya sehingga di pantas menerima cobaan yang begitu berat seperti ini. “Apa karena aku melawan kehendak mama soal pacaran selama ini?” dia kembali bergumam memikirkan semua alasan yang mungkin saja menjadi penyebab dia menerima cobaan seberat ini. Saat kembali ke mobilnya,