Di apartemen yang dia beli waktu itu, rencana untuk tinggal dengan Jasmine dan juga Noah. Ternyata hanya dirinya yang tinggal di sini. Bian yang kehilangan waktu untuk menemani dan juga mengajak Jasmine untuk tinggal di sini.Dia harus bangun pagi, menyiapkan semuanya sendiri. Kalau dulu dia sangat menyukai hal-hal yang mungkin berlebihan untuk dilakukan. Sekarang dia akan merasa cukup ketika bersama dengan anak dan juga wanita yang dia sayangi. Bian adalah kategori seorang pria yang selama ini sedang berusaha untuk menjadi satu-satunya di kehidupan Jasmine.Setelah dia bersiap diri untuk ke kantor. Dia juga akan menyetir sendirian hari ini.Kebahagiaan dan juga penderitaan bergantian mengisi hatinya, dia sedikit bingung dengan kehidupannya. Kalau dulu kehidupan bersama dengan Freya pernah dia dambakan. Menikah dan juga hidup tanpa memiliki seorang anak pernah mereka rencanakan berdua. Pilihannya Bian ternyata berbeda setelah adanya Noah. Sekarang dia ingin tanggung jawab sepenuhnya t
“Ma, papa ngajakin Mama ketemu mau bahas kakak katanya.”Amber sedang duduk bersama dengan Angela. Dia langsung menoleh mendengar Sophie mengatakan kalau Sadewa mengajaknya bertemu. “Kapan?”“Kapan Mama bisa. Kalau Mama bisa malam ini, aku langsung telepon papa.”Dia mengangguk. “Ya sudah, Mama nggak ada kesibukan malam ini. Telepon saja, tanyakan di mana mau ketemunya,” meskipun dia dan mantan suaminya sudah lama bercerai. Dia sudah berdamai dengan keadaan. Akan tetapi haknya sebagai mantan istri terutama saham masih kuat di perusahaan mantan suaminya. Dia masih mendapatkan bagian.Sekalipun mereka terkadang bertemu dengan cara sembunyi seperti ini karena mereka adalah mantan suami istri yang dulunya berpisah dengan tidak baik. Meskipun demikian, dia sudah tidak lagi memikirkan dan juga dendam terhadap Sadewa.Kehidupannya sudah jauh lebih baik dan juga kehidupan mereka sekarang sudah berdamai. Dia bahagia dengan kehidupannya sekarang, kedua anaknya juga mulai merapat.Bian yang dulu
Bian baru saja pulang dari proyeknya. Dia kali ini kembali ke kantornya karena masih ada pekerjaan yang belum dia selesaikan. Turun langsung ke lapangan untuk meninjau proyek yang kali ini terbilang sangat fantastis.Sekembalinya ke kantor, ketika dia membuka jasnya dan menaruhnya di gantungan. Sierra datang menghampirinya. “Bapak Sadewa datang tadi sekitar pukul sebelas. Beliau menitip salam kepada Bapak, ada makan malam keluarga yang akan dilaksanakan nanti malam sekitar pukul tujuh. Beliau juga berpesan agar Anda datang tepat waktu ke restoran Enemy Resto.”Bian mendengarkan ucapan Sierra yang sangat detail. “Papa tidak menghubungiku.”“Beliau menghubungi Anda 4x. Nomor Anda tidak bisa dihubungi,” Sierra diberikan bukti oleh Sadewa ketika wanita itu menunjukkan ponselnya.Bian mengangguk. “Ok.”“Nyonua juga datang. Kemungkinan besarnya ....”Sierra mungkin akan membahas tentang perjodohan itu. Bian melirk wanita itu dan mengatakan. “Katakan saja keraguanmu, Sierra! Aku tahu mungkin
Setiap orang berhak memilih pasangan hidupnya dengan siapa dia akan bersanding, dengan siapa dia akan menghabiskan masa hidupnya dengan orang yang dicintai.Wanita yang ada di depannya Bian memang cantik. Menurutnya, cantik adalah hal yang relatif. Setiap wanita akan dipandang cantik oleh pria yang menginginkannya. Begitu pula dengan pandangan Sadewa yang mengatakan kalau Adelia sangat cantik.Menurut Bian berbeda, dia akan lebih memilih mantan istrinya kalau dikategorikan dengan kecantikan. Jasmine cantik, baik, penyayang, bahkan Bian bisa betah di sisi wanita itu karena karakter keibuan yang Bian butuhkan ada pada Jasmine. Selain menjadi ibu dari anaknya, Jasmine juga bisa menjadi tempat pelepas lelahnya.“Berkencanlah terlebih dahulu, Bian. Setelah itu kita akan bicarakan tentang pernikahan belakangan. Kita akan bicarakan tentang rencana pernikahanmu dengannya nanti.”Dia menganggukkan kepalanya tanpa ingin tahu lebih banyak lagi tentang Adelia. Sama sekali tidak ada minat untuk me
Setiap kali jam makan siang, Sierra tidak akan ditemukan di ruangannya. Wanita itu akan menghabiskan waktunya di bawah. Menemui anaknya. Bian dan juga Edo makan siang di ruangannya. Mereka mulai bicarakan jarangnya mereka berdua ke kelab lagi. Bian juga sudah lama tidak pergi untuk mabuk. “Sierra belum balik?” “Belum, kayaknya masih main sama anaknya.” “Pak, kita main-main ke kelab sesekali.” “Sebenarnya aku pengen juga. Cuman agak ngeri kalau Jasmine marah.” Edo menertawakannya, akan tetapi Bian sendiri menyadari kalau wanita itu nanti tidak mau menjawab teleponnya jika Bian tetap ngotot ke tempat hiburan malam. “Sepertinya Bapak benar-benar jatuh cinta sama dia.” “Karena dia nggak banyak nuntut, dia adalah wanita baik yang memang terlihat sederhana, tapi juga sangat penurut.” “Bukan karena Noah?” Bian rasa itu tidak benar kalau dia jatuh cinta kembali pada mantan istrinya hanya karena demi Noah. Faktanya dia selalu jatuh cinta terhadap Jasmine sejak lama. Dia tidak mau kala
Bian duduk di kursinya dan melingkari kalender. Dia melihat ada tiga hari tanggal merah. Dia bisa bertemu dengan Noah. Apalagi tanggal merahnya dimulai hari Senin sampai Rabu. Ditambah lagi akhir pekannya. Bian bisa ke sana selama lima hari menemui keduanya. Akan tetapi, Bian menyakan tentang alamat lengkapnya orang tuanya Jasmine pada Sierra. Wanita itu sedang sibuk mencarikan berkas yang diminta oleh Bian. Sierra muncul. “Pak, sudah ketemu.” Bian berencana untuk berkunjung ke rumah mantan mertuanya. Dia ingin menanyakan sesuatu. Dia melihat alamat itu cukup jauh dari kantor. “Edo sibuk?” “Edo di luar. Apalagi yang dia lakukan selain merayu karyawan lain,” jelasnya Sierra. Bian membaca ulang alamat itu. “Aku akan mencari Edo sendiri ke luar.” “Dia ada di ruang tim pemasaran.” “Terima kasih, Sierra. Silakan pulang tepat waktu. Aku dan Edo kemungkinan tidak kembali ke kantor.” Bian langsung mencari keberadaan pria itu. Apalagi yang dilakukan di jam kerja selain merayu wanita
Jum’at sore Bian tiba di Batam. Dia langsung menuju rumah wanita yang dia rindukan. Dia tiba di rumah itu. Ternyata Jasmine baru saja turun dari mobil. Noah juga baru turun dari taksi. “Bian.” Noah menoleh ke arah Bian ketika Jasmine menyebut namanya. “Papa,” anak itu berlari. Bian menggendong anaknya sambil membawa koper. Mereka berdua masuk dan kemudian Jasmine membawakan kopernya ke kamar. Bian masih ditempeli oleh bocah ini yang tidak mau turun dari gendongannya. “Bagaimana kabarmu, Jasmine?” “Aku sehat. Tentu saja aku tidak boleh sakit.” Bian mendekati dan kemudian mencium keningnya Jasmine. Bian melirik dengan tatapan yang sedikit curiga. “Kamu nggak sakit, kan?” “Nggak.” “Kamu kurusan.” Jasmine tertawa. “Aku diet. Turun 5 kilo selama kamu nggak ke sini.” “Cepat banget turunnya.” “Aku olahraga, aku juga atur pola makan. Ditambah lagi aku bisa makan yang sehat. Kurangi makan karbo dan juga dompetku didukung sama pacar aku.”Ke mana Jasmin pergi, dia mengikutinya. “
Jasmine membenci siapa pun yang mulai membahas tentang keluarganya. Dia tidak pernah menyukai pembahasan itu. Tidak pernah suka kalau kedua orang tuanya mulai dibicarakan. Dia masih belum bisa menerima perpisahan kedua orang tuanya yang menyedihkan. Ibunya sakit, ayahnya justru sibuk dengan wanita sialan itu dulu. Jasmine sampai sekarang masih dendam. Lukanya masih sama terhadap orang tuanya. Dia ingat ketika ibunya sakit, hanya dia yang menunggu ibunya di rumah sakit. Itupun Jasmine masih belum tahu apa-apa. Dia terlalu polos ketika dirinya dikenalkan dengan wanita yang merebut ayahnya. Tatapannya masih kosong kalau orang lain membahas tentang keluarganya yang sudah berantakan. Tidak ada seorang anak yang suka masa lalu orang tuanya dibahas. Terutama Jasmine yang tahu tentang dirinya sendiri yang kehidupannya hancur. Banyak hal yang hilang dari kehidupannya, perhatian dan juga manja yang tidak bisa lagi dia dapatkan dari ibunya. Kalau dulu, dia pernah menjadi anak kesayangan. Semu
Bian tidak ingin mengambil keputusan yang fatal lagi seperti kemarin-kemarin. Dia tidak mau kalau dia dan istrinya bercerai lantaran dirinya yang tidak bisa menjadi suami yang baik. Dia menganggap perasaan istrinya terlalu lebay. Dia menganggap perasaan istrinya berlebihan ketika wanita itu cemburu. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah dirinya tidak pernah lagi mengerti bagaimana rasanya dicemburui. Tidak pernah merasakan itu sebelumnya pada wanita lain. Freya tidak pernah cemburu padanya, Adelia tidak pernah peduli terhadapnya. Berbeda dengan Jasmine yang bahkan menangis karena ulahnya. Sepele, tapi menyakiti istrinya. Bian tidak mau lagi melakukan itu dan menyakiti Jasmine lebih dalam lagi. Sekarang, dia ingin hidup dengan akur dan baik-baik saja bersama dengan istrinya. Dia menuduh Jasmine berubah ketika pulang dari rumahnya Ulfa. Tanpa dia sendiri sadari kalau selama ini yang membuat istrinya berubah adalah ulahnya sendiri. Bian terlalu jauh membuat istrinya menderita. Dia
“Dari sekian banyak pilihan, kenapa kamu memutuskan untuk bercerai sama aku, Mas?” Padahal Bian sendiri tahu, semenjak mereka bertengkar. Jasmine selalu menangis tengah malam. Bian menyadarinya, tidak ingin mengganggu istrinya malam itu. Pelariannya ke alkohol juga tidak mempan. Rasanya masih terlalu sakit kalau dia ingat betapa bodohnya dia. Secara naluri, dia masih menyayangi istrinya. Dia juga tidak ingin berpisah dengan istrinya. Jasmine adalah orang yang dia cintai. Dunia ini seolah-olah akan berhenti begitu Bian mengatakan ingin bercerai dari istrinya. Padahal dia sendiri sangat tahu kalau dirinya sangat mencintai istrinya. Dia meninggalkan semua wanita demi bisa bertahan dengan istrinya. Dia tidak meminta pendapat dari orang lain. Dia hanya berharap kalau ini akan segera selesai. Yaitu dengan cara melepaskan wanita yang begitu dicintainya. Memang dari awal Bian sudah merasa kalau dirinya itu tidak bisa menjaga rumah tangganya lagi. Bian juga sudah berusaha bertahan, namun
Bian menganggap remeh rasa cemburunya Jasmine yang selama ini dia rasakan. Tidak menyangka kalau kalimat itu keluar dari mulut suaminya sendiri. Dia tidak pernah menduga kalau suaminya akan menganggap perasaannya tidak penting seperti itu. Setelah pertengkaran beberapa malam yang lalu. Bian pun tidak ada kata permintaan maaf sampai detik ini. Jasmine yang merasa kalau suaminya memang sangat sulit untuk mengerti perasaannya. Menikah dengan Bian dua kali, tidak serta merta membuatnya merasa baik-baik saja. Menikah hanya karena alasan demi anak. Tapi juga tidak baik untuk kesehatan mentalnya. Memang Bian baik terhadap anak-anak, ternyata pria itu abaikan semua yang dikatakan oleh Jasmine. Memang benar, dia harusnya diam saja tanpa banyak protes terhadap rumah tangganya. Tidak layak juga protes kalau tidak pernah didengarkan. Jasmine mulai menyesali ketika dia memberontak malam itu. Mulai menyesal telah mengeluarkan semua yang ada di dalam hatinya. Mulai merasa kalau dirinya tidak a
“Pa, Papa nggak berantem sama mama, kan?” Bian sedang berenang berdua dengan Noah, anaknya bertanya tentang kondisi rumah tangga mereka. Bian memang tidak pernah bertengkar dengan istrinya. Bian sedang di tepi kolam renang justru tersenyum dengan pertanyaan anaknya. Tidak ada pertengkaran apa pun yang terjadi di dalam rumah tangga mereka. Hanya saja, beberapa hari yang lalu Jasmine mengatakan dirinya sedang lelah saja. “Mama cuman capek aja, Noah. Setiap ibu pasti akan merasakan itu.” “Tapi, Pa. Papa kenapa ketemu lagi sama Nina dan mamanya?” Bian yang tadinya mengabaikan soal itu, tiba-tiba saja dia menoleh kepada anaknya. “Dari mana kamu tahu?” “Pak Egi bilang sama aku tadi waktu jemput ke tempat les. Katanya, Pak Egi sama mama ke taman belakang kantor waktu antar makan siang. Terus Papa di sana sama Nina dan mamanya.” Bian bertemu dengan Adelia tidak ada maksud apa-apa, dia hanya menemui wanita itu lantaran Nina ingin bertemu dengannya. Tidak ada maksud lain yang Bian laku
Seminggu dia pergi bersama dengan Celia. Bian tidak menghubunginya apalagi bertanya apakah dia sudah sampai atau tidak. Justru dia dibiarkan begitu saja. Tidak seperti biasanya, memang pria itu sudah berubah. Jasmine tadinya memang ingin liburan bersama dengan Celia berdua. Setelah dikabari oleh kakak sepupunya kalau Ulfa ada di rumah kakaknya. Jasmine pun akhirnya ke sana dan jaraknya lebih dekat. Dia juga cerita keluh kesahnya dan menceritakan bagaimana Bian dulu juga pernah main wanita di masa lalu. Jasmine yang baru mengenal cinta justru terjebak dalam pernikahan waktu itu. Dia cemburu, tidak bisa mengungkapkannya. Sekarang, dia cemburu. Masih bisa diam juga tanpa berani berkata apa-apa. “Terus, mau sampai kapan kamu sama Celia di sini?” tanya Halim, kakak sepupunya. Jasmine duduk di sebelah kakak sepupunya di sebuah taman yang ada di rumah itu. “Mungkin lusa akan pulang. Kasihan Noah juga di sana.” Dulu, dia menerima Bian kembali karena dia kasihan kepada Noah. Lalu kemudia
“Ada yang ingin kamu omongin sama aku nggak, Mas?” Jasmine ingin tahu apakah suaminya ingin mengatakan sesuatu seperti pertemuan atau apa pun itu. Dia akan mendengarkan semuanya. Terutama dia tidak akan berpikir berlebihan setelah mengetahui suaminya masih bertemu dengan mantan istrinya. Kalau itu adalah Freya, mungkin tidak akan sesakit ini.Merasa dikhianati oleh suaminya lantaran Bian tidak mengatakan apa pun dengan jujur. Pertemuan yang dilakukan di belakang Jasmine termasuk kejahatan dalam rumah tangga. Hilangnya kejujuran dan juga tidak ada yang tahu apa yang terjadi setelahnya. Bian meletakkan ponselnya di atas meja. Menatap Jasmine kemudian tersenyum. “Nggak ada, Sayang.” Jasmine menganggukkan kepalanya dengan perlahan, dia tahu kalau ternyata suaminya hanya pura-pura. Bahkan dari kemarin, Bian tidak meminta jatahnya. Ada apa? Kenapa pria itu berubah sekarang? Jasmine merasa seorang istri yang hanya menerima kesalahan Bian beberapa kali. Tahu kalau watak main wanita itu t
“Bibi, aku saja yang masak. Tolong bantu aku jaga, Celia, ya!” Dia membawa anak keduanya menghadap kepada asisten rumah tangga yang ikut dengannya. Hari ini dia akan pergi bertemu dengan Amber dan juga Sophie. Mereka bertiga akan berkumpul lagi setelah sekian lama tidak bertemu. Jasmine juga akan menyiapkan makan siang untuk suaminya. Sekalian ketika berangkat ke rumah Amber nanti, dia ke kantor suaminya terlebih dahulu untuk membawakan bekal. Seperti biasa, Bian sangat menyukai masakan yang dibuatkan oleh Jasmine. Dia memasak sendirian di dapur. Lalu kemudian membiarkan Celia bersama dengan sang bibi di ruang tengah. Usai dia memasak, Jasmine langsung mandi dan menyiapkan segala kebutuhan yang akan dia perlukan nanti untuk Celia selama berada di rumah Amber. Entah itu pakaian ganti dan juga popok. Dia diberikan izin untuk bertemu dengan Amber karena dia mengatakan akan diantar oleh sopirnya. Bian sangat sensitif sekali membiarkan Jasmine keluar. Lalu kemudian setelah selesai be
“Pak, ada seseorang menunggu Anda di taman belakang kantor,” beritahu Sierra begitu Bian baru saja kembali dari proyek. Bian langsung turun dan pergi ke taman kantor yang tidak jauh dari tempat ini. Lalu kemudian kaki jenjangnya melangkah dengan sangat cepat ke sana. Baru saja tiba di sana, tubuhnya langsung bereaksi ketika melihat wanita bersama dengan anak kecil sedang duduk di bangku taman. Dia menghampiri secara perlahan dan wanita itu kemudian menoleh. Anak kecil itu berlari ke arahnya. “Papa,” dipeluknya Bian sangat erat. “Maafkan aku, Bian. Aku menemuimu kembali. Bukan maksudku mencarimu lagi. Aku tahu, kamu sudah menikah dan mungkin kamu sudah punya kehidupan yang lebih layak. Namun, dia menangis dan selalu mencarimu.” Bian berjongkok dan memeluk anak kecil yang dibawa oleh wanita itu. Wajar rasanya kerinduan Nina tidak akan pernah berakhir. Karena selama ini yang merawat anak ini adalah dirinya. Bian memang tidak ingin berakhir dengan pengkhianatan. Lalu dia menggendong
Tangis seorang bayi memenuhi ruangan yang khusus untuk Jasmine. Kelahiran bayi perempuan yang baru saja beberapa menit lalu. Melengkapi kehidupan rumah tangga mereka yang pada akhirnya mampu membuat Bian takjub dengan istri dan juga anaknya. Dia merasa bangga sekali pada istrinya yang telah melahirkan bayi secantik itu. Dia juga bangga kepada anak perempuan yang lahir dengan selamat dan proses persalinan Jasmine dengan normal. Di rumah sakit pilihan Amber untuk Jasmine melahirkan. Suasana begitu tegang sebelum si kecil dilahirkan. Beberapa kali Jasmine mengerang kesakitan. Berpikir kembali jika itu dirasakan oleh Jasmine beberapa tahun lalu ketika melahirkan Noah sendirian. Selama beberapa tahun terakhir istrinya telah berjuang sendirian. Melihat anak keduanya lahir, harapan baru telah muncul dalam kehidupannya Bian. Menunggu selama ini untuk kehadiran anak kedua mereka. Meskipun sebenarnya dia melihat kalau Noah juga sangat berharap adiknya segera lahir ke dunia ini. Bian bisa t