Suara ketukan palu yang ditunggu sejak lama akhirnya terdengar.
Perceraian Bian dan Jasmine berjalan dengan lancar. Pernikahan yang berlangsung beberapa bulan itu akhirnya selesai juga.
Mereka pulang ke rumah yang sama. “Bereskan semua barangmu! Aku akan mengantarmu ke tempat tinggalmu yang baru.”
Jasmine telah selesai dengan segala persiapannya. Memastikan tidak ada satu pun barang tertinggal di rumah mantan suaminya. Mereka akan menjadi asing lagi satu sama lain dan berharap sekali kalau mereka tidak akan pernah bertemu.
Tiba di rumah yang begitu besar, dia diajak masuk oleh Bian. Dia mengedarkan pandangannya di rumah itu. “Ini adalah rumah pemberianku untukmu. Sesuai dengan yang aku janjikan, satu unit rumah dan juga mobil. Aku juga sudah memberikan uang untukmu. Terima kasih atas kerjasamanya.”
Bian berdiri di sebelahnya saat dia masih tidak menyangka dengan rumah mewah yang ditempatinya ini sangat besar dan luas.
Bagus dan juga membuat Jasmine sangat takjub dengan rumah ini. “Terima kasih, Bian.”
Pria itu mengulurkan tangannya. “Aku juga berterima kasih padamu, Jasmine. Mari tidak saling menyapa satu sama lain di luar saat kita bertemu. Setidaknya kita memulai dan mengakhirinya dengan cara yang baik. Tolong baik dari sebelum bertemu denganku!”
Jasmine menjabat tangan mantan suaminya. Dia berterima kasih telah mendapatkan semuanya. Bian benar, dia harus hidup jauh lebih baik dari sebelumnya. Pria ini sudah memberikan banyak untuknya.
Bian adalah orang yang begitu baik dan juga menyelamatkan dia dari banyak hal. Pria berusia 29 tahun itu telah menyelamatkan dia dari neraka yang diciptakan oleh orang tuanya.
“Kalau begitu, aku akan pulang. Jaga dirimu dengan baik di sini!”
Bian mendekatinya dan mereka berpelukan untuk yang terakhir kalinya. Pernikahannya Jasmine dengan Bian memang direncanakan sedemikian rupa. Tidak ada yang melibatkan perasaan. Bian menikah karena harus menyelamatkan harta papanya agar tidak jatuh ke tangan mama tirinya. Mereka bertemu di salah satu tempat hiburan malam, Jasmine diseret dan hampir dijual oleh ayahnya. Sementara Bian yang waktu itu ditawari langsung mengambil Jasmine untuk dinikahi.
Bian mengatakan bahwa pernikahan mereka singkat, permintaan papanya Bian adalah segera menikah untuk mendapatkan warisan itu.
Saat Bian menawarkan pernikahan kontrak, ayahnya Jasmine yang begitu antusias karena hutangnya dibayar sampai lunas oleh Bian. Belum lagi uang yang diberikan sangat banyak. Ayahnya Jasmine waktu itu putus asa karena diteror setiap hari karena hutang. Bagaimana tidak? Ayahnya adalah pemain judi yang hutangnya sangat banyak sekali. Orang yang menagih ke rumahnya pun selalu saja beda.
Saat Bian mengajaknya untuk bercerai dan sudah mendapatkan semuanya. Ayahnya telah diberikan sejumlah uang agar tutup mulut. Bian juga mengancam akan menghabisi ayahnya Jasmine jika pria itu membuka tentang pernikahan kontrak yang dijalani oleh Bian dan Jasmine.
Sekarang, dia telah berada di rumah ini sendirian. Beberapa bulan mengenal mantan suaminya. Jasmine merasa bertemu dengan seorang pria yang sangat baik sekali di dalam hidupnya. Baginya, Bian tetaplah malaikat kehidupannya yang sudah menyelamatkan dirinya dari prostitusi yang direncanakan oleh ayahnya.
Tersadar dari lamunannya, Jasmine langsung ingat bahwa dia tidak boleh memberikan alamatnya yang sekarang kepada ayahnya ataupun ibu tirinya. Kalau tidak? Semua ini akan habis. Dia akan tetap pertahankan rumah dan mobil itu untuk kehidupannya di masa mendatang.
Jasmine memilih untuk pulang ke rumah orang tuanya. Dia menggunakan kendaraan umum dan tadi sempat mampir untuk membawa oleh-oleh.
“Lihat anakmu yang tidak berguna itu sudah pulang.”
Mulut sialan wanita ini ingin sekali diremas oleh Jasmine. Dari dulu, wanita yang ada di depannya selalu saja mencari masalah dengannya. “Sudahlah, kita sudah dapat apa yang kita mau. Tidak ada hutang juga sekarang.”
Terlihat raut wajah sinis wanita di depannya ini sangat tidak suka dengan kehadirannya. “Seharusnya dia mendapatkan yang lebih banyak dari yang kita minta.”
“Lihat perhiasanmu! Bahkan uangmu juga banyak sekarang. Tidak perlu peduli dengannya, dia memang tidak pernah patuh terhadap orang tua.”
Tidak ingin pulang, tapi bagaimana pun juga ini adalah rumah milik mendiang ibunya. Jasmine masih berhak untuk pulang dan rumah ini miliknya. Dua orang yang di depannya justru menumpang. Akan tetapi dia belum bisa menendang keduanya. Tidak peduli kalau suatu saat ayahnya berbuat hal yang nekat pada Bian, kemudian pria itu benar-benar menghabisi ayahnya. Jasmine akan dengan mudah menendang dua orang ini.
Kedatangan dia ke rumah ini juga untuk mengambil barang pribadinya. Jasmine harus mengambil semua berkas penting. Setelah ini dia akan mencari kerja.
Dia mengunci kamarnya dan tidak peduli dengan ocehan Rosa dari luar. Dia juga tidak peduli bagaimana wanita itu mengusirnya.
Jasmine menggeser tempat tidurnya. Dia mengangkat keramik itu dengan perlahan. Di sana ada sertifikat yang selama ini disembunyikan. Dia tahu kalau ayahnya mencari barang ini dari dulu. Akan tetapi dengan kecerdikannya, dia justru merusak lantai dan kemudian melapisi sertifikat itu dengan styrofoam agar tidak lembab dan rusak. Apa yang dia rencanakan pun berhasil. Sertifikat itu tetap utuh. Dia akan membawanya dan suatu saat akan menendang mereka semua dengan mudah.
Dia keluar dari kamarnya setelah memasukkan semua barangnya. “Kamu akan tinggal di mana?” tanya Edwin.
Jasmine bahkan tidak tahu kapan pria ini mulai peduli terhadapnya? Ingat ketika dia kuliah, dia harus bekerja paruh waktu demi mencukupi kebutuhannya dan sampai jatuh sakit. Pria ini dengan segala kelakuan buruknya selalu bangga dengan apa yang dilakukan. “Bukan urusan, Ayah.”
“Akan jadi urusan Ayah kalau kamu kenapa-kenapa.”
“Aku bahkan tidak pernah tahu kalau Ayah peduli terhadapku. Ingat beberapa bulan lalu, Ayah membelikanku pakaian seksi lalu membawaku ke tempat pelacuran. Apa Ayah lupa dengan itu?” nadanya sedikit naik karena yang memberikan ide waktu itu adalah Rosa.
“Kamu adalah orang yang paling berharga, Jasmine.”
“Oh, Ayah sendiri kenapa nggak kerja? Judi, judi dan judi yang selalu saja Ayah lakukan. Hidup semakin melarat, tidak berguna. Ayah adalah sosok sampah yang tidak berguna sama sekali.”
Plaaaak.
“Tutup mulutmu, Jasmine!”
Pria itu langsung menatap Jasmine. Edwin memang sering memarahinya, tapi kalau soal memukul. Ini pertama kalinya. “Maafkan, Ayah!”
Tatapannya begitu tajam pada ayahnya. Dia masih bisa menahan sakit, sudah sering juga mendengar kata-kata yang tidak pantas. Itu jauh lebih menyakitkan. Ditambah lagi sekarang dia dipukul oleh ayahnya di depan ibu tirinya. “Ayah jadi monster setelah menikah sama wanita murahan ini.”
Rosa berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada. “Anakmu sudah mulai berani, Edwin.”
Ayahnya juga menatapnya semakin ngeri, Jasmine sudah pasrah kalau dia dipukul lagi. Tahu kalau ayahnya sangat nurut sekali pada Rosa. “Aku benci, Ayah.”
“Jasmine ….”
“Menikahi pelacur yang hamil di luar nikah adalah bencana besar. Kalau saja bukan wanita murahan ini masuk ke dalam hidup kita, ibu pasti masih di sini.”
Tidak tahan lagi untuk berada di sini. Dia sangat ingat sekali ketika wanita ini dalam keadaan hamil besar saat itu. “Aku akan membenci Ayah sampai kapan pun. Ibu pergi dan membawa sumpah serapahnya untuk kehidupan kalian berdua. Lihat buktinya, segala yang Ayah usahakan satu pun tidak ada gunanya. Bahkan anak yang dibanggakan oleh ayah sekarang lebih parah dari seorang bajingan.”
Empat tahun kemudian.Bian baru saja pulang dari kantornya, terlihat kalau lampu rumah menyala. Artinya ada wanita itu ada di sini. Pembantunya pulang sore, malam harinya sudah tidak ada siapa pun di rumahnya.Orang yang keluar masuk tidak lain adalah Freya.Dia masuk ke dalam rumahnya dan langsung ke kamar. Baru saja dia membuka pintu, melihat wanita itu sedang ada di atas ranjangnya Bian.Dia menghampiri Freya dan mencium pipi wanita itu. “Kamu lama di sini?”“Tidak. Aku baru datang.”Dengan kesibukan yang mereka jalani berdua membuat mereka jarang bertemu. Freya yang terlalu sibuk dengan urusannya. Wanita itu mengurus perusahaan milik orang tuanya, begitu juga dengan Bian. Jadi, wajar kalau mereka jarang sekali bisa bertemu.Dia menghela napas dan kemudian Freya bangun dan memeluknya. “Kamu kelihatan lelah, mandilah!”Bian menuruti perintah kekasihnya. Ini adalah tahun ke sepuluh Bian menjalin hubungan pacaran dengan Freya.Perasaannya masih sama seperti dulu. Dia begitu menyayangi
“Pak, apakah saya sudah boleh pulang?”Jasmine beranikan diri untuk meminta izin. Sudah malam, waktunya juga untuk pulang. Tapi pria ini menahannya di kantor.Setelah dia meminta izin, pria itu langsung menatapnya. “Selesaikan dulu tugasmu!”Jasmine memang belum menyelesaikannya. Akan tetapi dia harus menjemput anaknya di daycare, bagaimanapun juga ini sudah lebih dari jam kerja pada umumnya. Anaknya juga sudah pasti tidur di sana.Dia melihat jam dari tadi dan tidak fokus untuk bekerja. “Saya akan datang lebih awal besok, atau saya bawa ini ke rumah.”Pria itu menatapnya lagi. Jasmine hanya ingin menjemput anaknya. “Kamu kenapa terlihat panik?”Dia langsung berusaha untuk menyeimbangkan perasaannya. Dia tidak mengatakan akan menjemput anaknya. “Saya kedatangan tamu di rumah.”Bian mengangguk. “Oke, jangan lupa besok semuanya harus selesai.”Dia akan begadang mengerjakan semuanya. Yang penting dia bisa menjemput anaknya sekarang.Sampai di daycare tempat Noah dititipkan, dia langsung
“Jenguklah Sierra! Dia sudah lama kerja sama kamu,” dia teringat ucapan sang mama.Bian tidak ada pengalaman untuk menjenguk orang yang melahiran. Tapi benar yang dikatakan oleh sang mama. Bagaimana pun juga Sierra sudah lama sekali bekerja padanya. Tidak mungkin dia tidak menengok wanita itu.Dia bertanya pada Jasmine tentang apa saja yang perlu dibawakan untuk Sierra. Wanita itu memberitahunya bahwa dia harus mencari barang yang berguna untuk ibu dan anak.Kemudian dia memerintahkan kepada Edo untuk mencarinya. “Kamu mau ikut, Jasmine?” tanya Bian saat wanita itu sedang fokus dengan pekerjaannya.“Sepertinya tidak. Saya ada kesibukan lain. Mungkin nanti saya akan menjenguknya belakangan.”“Oke.”Jasmine memasukkan barangnya ke dalam tas. “Pak, saya izin sebentar. Nanti akan kembali lagi ke kantor.”“Tunggu Edo balik dulu. Jangan biarkan ruangan ini sepi.”“Baiklah!”Dia keluar dari ruangannya Jasmine. Sekarang dia duduk di tempat kerjanya. Saat sedang membalas email. Dia melihat Jas
“Dia bukan anakmu.”Ucapan itu masih terngiang di kepalanya Bian tentang Noah. Sebulan berlalu setelah kejadian itu, Jasmine tidak terlalu banyak komunikasi dengannya.Jasmine juga sangat menutup diri. Selama Noah sakit, dia memberikan izin kepada Jasmine untuk mengurus anak itu terlebih dahulu. Meskipun banyak pekerjaan Jasmine yang diambil alih oleh Edo.Lalu pada saat wanita itu aktif kembali, giliran Edo yang dia tugaskan untuk mengurus anak itu di tempat penitipan.Komunikasi sangat dijaga sekali oleh Jasmine.Setiap hari, ucapannya Jasmine menggema di dalam pikirannya. Bermain di otaknya setiap kali dia berusaha mencerna kata-kata itu dengan sangat baik. Tidak pernah bertanya apakah Noah adalah putranya atau tidak. Jasmine sudah memberikan clue tersebut.Jam makan siang, Jasmine keluar. Sementara Edo masih ada di ruangannya. “Edo, kamu ke daycare hari ini?”“Ya, saya harus mengantar makan siang untuk Noah sesuai perintah Anda.”Bian menarik napasnya dalam-dalam. “Tolong cari in
Jasmine bekerja seperti biasa. Dia mengantar anaknya ke daycare, lalu kemudian dia berangkat ke kantor. Setiap hari akan ada tatapan yang mengerikan dari bosnya. Seperti yang pernah dia katakan bahwa dia ingin privasi bersama dengan anaknya. Semua itu tidak mempan bagi Bian untuk tetap mengantar makan siang untuk Noah. Dia juga mengatakan kepada pihak daycare bahwa itu teman dekatnya Jasmine. Jadi, segala pemberian yang Bian berikan tetap diterima atas pemberian izin yang dilakukan oleh Jasmine. Sewaktu dia bekerja dan menyusun jadwal Bian. Ada Edo yang ada di depannya sedang duduk santai dan bermain ponsel. “Apakah hari ini bapak ada kesibukan?” Jasmine yang baru saja selesai dan memberikan tablet kepada Edo. “Dia punya jadwal perjalanan ke luar kota minggu depan.”Tatapan Jasmine kepada Edo sedikit mencurigakan. Pria itu juga sering berkunjung ke daycare dan mengantar makan siang untuk anaknya. “Edo, aku ingin bertanya sesuatu.” Pria itu meletakkan ponselnya di atas meja. “Tany
Hari ini Bian berada di depan daycare. Sebelum berangkat ke luar kota. Dia ingin melihat anaknya terlebih dahulu. Dia akan pergi bersama dengan Edo untuk bertugas. “Bapak tidak ingin menemuinya?” Bian sadar dari lamunannya setelah Edo berkata demikian. Biar saja seperti ini. Dia hanya ingin melihat si kecil naik ke mobil ketika Jasmine datang menjemput anak mereka. “Aku hanya ingin melihatnya dengannya seperti ini. Aku tidak mau terlalu menonjol, Edo. Apalagi dia sangat mirip denganku. Jangan sampai Freya tahu soal ini.” Edo hanya menganggukkan kepalanya. Bian melihat dari jendela mobilnya kalau anak itu sudah keluar dari sana. Jasmine yang menggandeng tangan kecil itu. Ada rasa ingin turun dan menemui anaknya. Tapi dia tidak bisa mengganggu kehidupan mantan istrinya dan juga anak mereka. “Ayo jalan, Edo!” Dia langsung meminta Edo meninggalkan daycare tempat di mana anaknya menghabiskan waktu sehari-hari. Di perjalanan, Edo mengatakan. “Apakah Bapak tidak ingin mengambil ha
“Apakah kamu di rumah?” tanya Freya.Wanita itu menghubunginya setiap hari. Setiap saat dia harus memberikan kabar untuk wanita yang sebenarnya ingin dia nikahi. Wanita itu yang tidak mau untuk melanjutkan suatu hubungan dengannya. Terlalu menjadikan sebuah kesibukan itu alasan mereka tidak bisa bersama.“Aku ada di rumah.” “Aku akan ke sana,” ucapnya dari seberang telepon.Baru saja dia mengeringkan rambutnya. Bian langsung menjawab. “Tidak perlu, Freya. Aku ingin istirahat lebih awal. Aku kelelahan sekali hari ini. Aku baru pulang dari kantor barusan. Lalu kemudian aku mandi dan menghabiskan waktu di kantor sepanjang hari terasa sedikit melelahkan.”“Baiklah. Kalau begitu aku akan keluar bersama teman-temanku. Kalau kamu tidak keberatan nanti, kamu bisa mencariku di kelab seperti biasa.”Tidak, dia tidak akan ke tempat seperti itu. Dia rela menghabiskan waktunya di rumah untuk istirahat. Dia mulai untuk mengingat kembali alamat rumah yang dia berikan untuk Jasmine dulu.Sabtu m
“Mama, kapan aku boleh ikut?”Jasmine duduk di berjongkok ketika dia baru saja pulang dari kantor. Tadi pagi dia mengantar anaknya ke tempat biasa. Si kecil selalu menangis untuk ikut semenjak Bian mengatakan kalau anaknya boleh ikut ke kantor. Padahal, dia tidak ingin kalau ada orang lain yang mengganggu.Jasmine tidak mau juga kalau si kecil bertemu dengan Freya. Wanita itu terlalu mengerikan bagi Jasmine.“Ya, sabar aja, Sayang. Mama sibuk banget. Belum bisa bawa ke sana. Mama juga sering keluar kantor. Om Bian selalu ngajakin kerja di luar.”Anaknya menatap dengan iba. Entah kenapa dia semakin melihat anaknya selalu berharap setiap kali ada pertemuan Jasmine dengan orang lain. Memang menjadi seorang janda anak satu tidak pernah dia bayangkan. Waktu itu juga dia tidak menyangka sedang hamil. Mungkin dia tidak masalah kalau kehilangan perawannya. Akan tetapi kalau hamil lalu kemudian bercerai, itu tidak pernah masuk ke dalam list di dalam hidupnya.Banyak hal yang membuatnya t
Bian tidak ingin mengambil keputusan yang fatal lagi seperti kemarin-kemarin. Dia tidak mau kalau dia dan istrinya bercerai lantaran dirinya yang tidak bisa menjadi suami yang baik. Dia menganggap perasaan istrinya terlalu lebay. Dia menganggap perasaan istrinya berlebihan ketika wanita itu cemburu. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah dirinya tidak pernah lagi mengerti bagaimana rasanya dicemburui. Tidak pernah merasakan itu sebelumnya pada wanita lain. Freya tidak pernah cemburu padanya, Adelia tidak pernah peduli terhadapnya. Berbeda dengan Jasmine yang bahkan menangis karena ulahnya. Sepele, tapi menyakiti istrinya. Bian tidak mau lagi melakukan itu dan menyakiti Jasmine lebih dalam lagi. Sekarang, dia ingin hidup dengan akur dan baik-baik saja bersama dengan istrinya. Dia menuduh Jasmine berubah ketika pulang dari rumahnya Ulfa. Tanpa dia sendiri sadari kalau selama ini yang membuat istrinya berubah adalah ulahnya sendiri. Bian terlalu jauh membuat istrinya menderita. Dia
“Dari sekian banyak pilihan, kenapa kamu memutuskan untuk bercerai sama aku, Mas?” Padahal Bian sendiri tahu, semenjak mereka bertengkar. Jasmine selalu menangis tengah malam. Bian menyadarinya, tidak ingin mengganggu istrinya malam itu. Pelariannya ke alkohol juga tidak mempan. Rasanya masih terlalu sakit kalau dia ingat betapa bodohnya dia. Secara naluri, dia masih menyayangi istrinya. Dia juga tidak ingin berpisah dengan istrinya. Jasmine adalah orang yang dia cintai. Dunia ini seolah-olah akan berhenti begitu Bian mengatakan ingin bercerai dari istrinya. Padahal dia sendiri sangat tahu kalau dirinya sangat mencintai istrinya. Dia meninggalkan semua wanita demi bisa bertahan dengan istrinya. Dia tidak meminta pendapat dari orang lain. Dia hanya berharap kalau ini akan segera selesai. Yaitu dengan cara melepaskan wanita yang begitu dicintainya. Memang dari awal Bian sudah merasa kalau dirinya itu tidak bisa menjaga rumah tangganya lagi. Bian juga sudah berusaha bertahan, namun
Bian menganggap remeh rasa cemburunya Jasmine yang selama ini dia rasakan. Tidak menyangka kalau kalimat itu keluar dari mulut suaminya sendiri. Dia tidak pernah menduga kalau suaminya akan menganggap perasaannya tidak penting seperti itu. Setelah pertengkaran beberapa malam yang lalu. Bian pun tidak ada kata permintaan maaf sampai detik ini. Jasmine yang merasa kalau suaminya memang sangat sulit untuk mengerti perasaannya. Menikah dengan Bian dua kali, tidak serta merta membuatnya merasa baik-baik saja. Menikah hanya karena alasan demi anak. Tapi juga tidak baik untuk kesehatan mentalnya. Memang Bian baik terhadap anak-anak, ternyata pria itu abaikan semua yang dikatakan oleh Jasmine. Memang benar, dia harusnya diam saja tanpa banyak protes terhadap rumah tangganya. Tidak layak juga protes kalau tidak pernah didengarkan. Jasmine mulai menyesali ketika dia memberontak malam itu. Mulai menyesal telah mengeluarkan semua yang ada di dalam hatinya. Mulai merasa kalau dirinya tidak a
“Pa, Papa nggak berantem sama mama, kan?” Bian sedang berenang berdua dengan Noah, anaknya bertanya tentang kondisi rumah tangga mereka. Bian memang tidak pernah bertengkar dengan istrinya. Bian sedang di tepi kolam renang justru tersenyum dengan pertanyaan anaknya. Tidak ada pertengkaran apa pun yang terjadi di dalam rumah tangga mereka. Hanya saja, beberapa hari yang lalu Jasmine mengatakan dirinya sedang lelah saja. “Mama cuman capek aja, Noah. Setiap ibu pasti akan merasakan itu.” “Tapi, Pa. Papa kenapa ketemu lagi sama Nina dan mamanya?” Bian yang tadinya mengabaikan soal itu, tiba-tiba saja dia menoleh kepada anaknya. “Dari mana kamu tahu?” “Pak Egi bilang sama aku tadi waktu jemput ke tempat les. Katanya, Pak Egi sama mama ke taman belakang kantor waktu antar makan siang. Terus Papa di sana sama Nina dan mamanya.” Bian bertemu dengan Adelia tidak ada maksud apa-apa, dia hanya menemui wanita itu lantaran Nina ingin bertemu dengannya. Tidak ada maksud lain yang Bian laku
Seminggu dia pergi bersama dengan Celia. Bian tidak menghubunginya apalagi bertanya apakah dia sudah sampai atau tidak. Justru dia dibiarkan begitu saja. Tidak seperti biasanya, memang pria itu sudah berubah. Jasmine tadinya memang ingin liburan bersama dengan Celia berdua. Setelah dikabari oleh kakak sepupunya kalau Ulfa ada di rumah kakaknya. Jasmine pun akhirnya ke sana dan jaraknya lebih dekat. Dia juga cerita keluh kesahnya dan menceritakan bagaimana Bian dulu juga pernah main wanita di masa lalu. Jasmine yang baru mengenal cinta justru terjebak dalam pernikahan waktu itu. Dia cemburu, tidak bisa mengungkapkannya. Sekarang, dia cemburu. Masih bisa diam juga tanpa berani berkata apa-apa. “Terus, mau sampai kapan kamu sama Celia di sini?” tanya Halim, kakak sepupunya. Jasmine duduk di sebelah kakak sepupunya di sebuah taman yang ada di rumah itu. “Mungkin lusa akan pulang. Kasihan Noah juga di sana.” Dulu, dia menerima Bian kembali karena dia kasihan kepada Noah. Lalu kemudia
“Ada yang ingin kamu omongin sama aku nggak, Mas?” Jasmine ingin tahu apakah suaminya ingin mengatakan sesuatu seperti pertemuan atau apa pun itu. Dia akan mendengarkan semuanya. Terutama dia tidak akan berpikir berlebihan setelah mengetahui suaminya masih bertemu dengan mantan istrinya. Kalau itu adalah Freya, mungkin tidak akan sesakit ini.Merasa dikhianati oleh suaminya lantaran Bian tidak mengatakan apa pun dengan jujur. Pertemuan yang dilakukan di belakang Jasmine termasuk kejahatan dalam rumah tangga. Hilangnya kejujuran dan juga tidak ada yang tahu apa yang terjadi setelahnya. Bian meletakkan ponselnya di atas meja. Menatap Jasmine kemudian tersenyum. “Nggak ada, Sayang.” Jasmine menganggukkan kepalanya dengan perlahan, dia tahu kalau ternyata suaminya hanya pura-pura. Bahkan dari kemarin, Bian tidak meminta jatahnya. Ada apa? Kenapa pria itu berubah sekarang? Jasmine merasa seorang istri yang hanya menerima kesalahan Bian beberapa kali. Tahu kalau watak main wanita itu t
“Bibi, aku saja yang masak. Tolong bantu aku jaga, Celia, ya!” Dia membawa anak keduanya menghadap kepada asisten rumah tangga yang ikut dengannya. Hari ini dia akan pergi bertemu dengan Amber dan juga Sophie. Mereka bertiga akan berkumpul lagi setelah sekian lama tidak bertemu. Jasmine juga akan menyiapkan makan siang untuk suaminya. Sekalian ketika berangkat ke rumah Amber nanti, dia ke kantor suaminya terlebih dahulu untuk membawakan bekal. Seperti biasa, Bian sangat menyukai masakan yang dibuatkan oleh Jasmine. Dia memasak sendirian di dapur. Lalu kemudian membiarkan Celia bersama dengan sang bibi di ruang tengah. Usai dia memasak, Jasmine langsung mandi dan menyiapkan segala kebutuhan yang akan dia perlukan nanti untuk Celia selama berada di rumah Amber. Entah itu pakaian ganti dan juga popok. Dia diberikan izin untuk bertemu dengan Amber karena dia mengatakan akan diantar oleh sopirnya. Bian sangat sensitif sekali membiarkan Jasmine keluar. Lalu kemudian setelah selesai be
“Pak, ada seseorang menunggu Anda di taman belakang kantor,” beritahu Sierra begitu Bian baru saja kembali dari proyek. Bian langsung turun dan pergi ke taman kantor yang tidak jauh dari tempat ini. Lalu kemudian kaki jenjangnya melangkah dengan sangat cepat ke sana. Baru saja tiba di sana, tubuhnya langsung bereaksi ketika melihat wanita bersama dengan anak kecil sedang duduk di bangku taman. Dia menghampiri secara perlahan dan wanita itu kemudian menoleh. Anak kecil itu berlari ke arahnya. “Papa,” dipeluknya Bian sangat erat. “Maafkan aku, Bian. Aku menemuimu kembali. Bukan maksudku mencarimu lagi. Aku tahu, kamu sudah menikah dan mungkin kamu sudah punya kehidupan yang lebih layak. Namun, dia menangis dan selalu mencarimu.” Bian berjongkok dan memeluk anak kecil yang dibawa oleh wanita itu. Wajar rasanya kerinduan Nina tidak akan pernah berakhir. Karena selama ini yang merawat anak ini adalah dirinya. Bian memang tidak ingin berakhir dengan pengkhianatan. Lalu dia menggendong
Tangis seorang bayi memenuhi ruangan yang khusus untuk Jasmine. Kelahiran bayi perempuan yang baru saja beberapa menit lalu. Melengkapi kehidupan rumah tangga mereka yang pada akhirnya mampu membuat Bian takjub dengan istri dan juga anaknya. Dia merasa bangga sekali pada istrinya yang telah melahirkan bayi secantik itu. Dia juga bangga kepada anak perempuan yang lahir dengan selamat dan proses persalinan Jasmine dengan normal. Di rumah sakit pilihan Amber untuk Jasmine melahirkan. Suasana begitu tegang sebelum si kecil dilahirkan. Beberapa kali Jasmine mengerang kesakitan. Berpikir kembali jika itu dirasakan oleh Jasmine beberapa tahun lalu ketika melahirkan Noah sendirian. Selama beberapa tahun terakhir istrinya telah berjuang sendirian. Melihat anak keduanya lahir, harapan baru telah muncul dalam kehidupannya Bian. Menunggu selama ini untuk kehadiran anak kedua mereka. Meskipun sebenarnya dia melihat kalau Noah juga sangat berharap adiknya segera lahir ke dunia ini. Bian bisa t