“Mengapa kamu tidak memberitahukan aku Dev, kalau kamu akan pergi?” tanya Sinta
“Maafkan aku Putri, ini memang sangat mendadak sekali, rekan bisnisku mengajak kerja sama membuka showroom baru di Singapura aku lihat prospeknya sangat bagus sekali jadi aku pikir tidak ada salahnya kalau aku pergi untuk beberapa waktu!” jawab Fero
“Beberapa waktu kamu bilang? 6 bulan kamu bilang beberapa waktu? bukankah itu adalah waktu yang sangat lama Dev? apa kamu tega meninggalkan aku selama itu? atau memang kamu dengan sengaja ingin menjauhiku dengan cara tinggal di Singapura?” Sinta semakin curiga serta menginterogasi Devano.
“Ayolah Putri cantik jangan berpikir berlebihan se
Thankssssss 🙏🙏🙏
Malam itu Fero masih terjaga. Pertemuannya dengan Sinta di kantornya tadi siang begitu mempengaruhi moodnya setelah itu. Sama sekali di luar ekspektasinya bahwa Sinta meminta kepadanya untuk diceraikan, karena yang ia tahu selama ini istrinya itu begitu menyayangi dan mencintainya. Bak seperti seorang remaja yang sedang kasmaran hingga akhirnya patah hati itulah yang tengah ia alami saat ini. Ia benar-benar syok begitu mendengar istrinya mengutarakan keinginannya untuk bercerai darinya. Gadis itu telah membuatnya banyak berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Kehadiran Sinta di kehidupannya kian membuatnya menyadari apa itu arti dari sebuah keikhlasan, cinta dan juga kasih sayang. Lama sekali ia yang sedari tadi hanya menatap ke luar jendela sambil melihat suasana di luar rumah yang penerangannya nampak remang-remang. Sama sekali ia tidak menduga bahwa Sinta meminta hal yang teramat sulit. Tentu saja hal ini benar-b
“Tok..tok…tok..!” Dalam seketika Fero yang masih termangu setelah Sinta pergi dari kantornya menoleh ke arah pintu. Dilihatnya Leon yang sedang tersenyum sambil mengetuk pintu kantornya. “Assalamu’alaikum Fero, apa kabar?” Leon mengucapkan salam serta menyapa Fero. “W*’alaikum salam! Alhamdulillah baik, ayo leon masuk dan duduklah di sini!” jawab Fero, sedang tangannya menunjuk ke kursi yang berada di depan meja kerjanya. Karena telah dipersilahkan untuk masuk Leon pun berjalan mendekati Fero kemudian menjabat tangannya, Fero pun menyambut jabatan tangan tersebut dan mereka berdua saling menyunggingkan senyuman. “Waduh sudah berapa lama ini kita sudah tidak bertemu, kamu masih tetap ganteng dan gagah ya!” goda Leon memulai pembicaraan. “Wah kamu bisa saja, sebenarnya kalau urusan tampang kamu masih di atasku jauh deh!” sahut Fero merenda
Malam itu Sinta dan juga Devano begitu menikmati semua menu yang telah disajikan di atas meja, kebetulan perut mereka berdua benar-benar lapar karena memang sengaja dari rumah tidak memakan apa pun. Setelah menyantap dengan lahap tanpa ada lagi perasaan canggung diantara keduanya karena mereka sudah sering sekali makan bersama hampir di setiap tempat yang mereka kunjungi. Hanya tinggal sedikit sisa makanan yang tertinggal di atas piring di hadapan mereka saat ini, sekarang tinggal menikmati serunya minuman yang mereka pesan yaitu Dalgona Coffe. Bahagia rasanya bisa menikmati makanan beserta minuman yang disajikan dengan diiringi musik klasik kesukaan mereka berdua yang kian menambah suasana romantis nan syahdu di malam itu. “Selamat malam!” sapa Fero yang tentu saja mengagetkan Devano dan juga Sinta kala itu. “Halo, hambar rasanya duduk sama Fero di pojokan sana, jadi kami memutuskan untuk ikut gabung di meja ini..he..he..he…!” sahut Leo
“Apakah di hatimu sudah tidak ada lagi perasaan kepadaku lagi Sinta, meski itu hanya sedikit saja?” tanya Fero penasaran. “Untuk saat ini perasaan itu sudah tidak penting lagi Fero dan aku sudah mulai terbiasa akan hal itu. Apa itu cinta, rindu apa pun itu sudah bukan prioritasku lagi saat ini.” Jawab Sinta dengan yakin. “Kenapa harus Devano? kenapa harus dia Sinta?” protes Fero. “Entahlah, aku sendiri juga tidak tahu, yang aku tahu Allah telah mengirimkan seorang malaikat tak bersayap kepadaku, yang pada awalnya kebetulan dia selalu melihatku melamun dan menangis di sungai setelah kamu memaki dan menyakitiku saat aku masih tinggal di rumahmu, di saat kamu tidak peduli nyawaku ataupun harga diriku pada saat aku diculik, padahal bisa saja saat itu aku diperkosa ataupun dibunuh, tapi kamu sedikitpun tak memperdulikannya, bahkan kamu bilang pada mereka aku sama sekali tidak penting bagimu. Ada ataupun tidak ada aku dalam kehidupanmu
Sinta memang dengan sengaja menggoda Devano yang seolah benar-benar akan memasak gulai kambing karena ia telah mengetahui dari pembantu rumah tangganya semasa ia masih tinggal di rumah Devano pada saat ia dirawat ketika mengalami depresi setelah Fero menceraikannya kemudian bertunangan dengan Nindy. Pada saat itu secara tak sengaja Sinta melintas di depan dapur ia mendengar percakapan beberapa orang pembantu rumah tangga di mana Bos mereka sangat tidak menyukai makanan yang berbahan dasar kambing karena mencium baunya saja ia akan protes dan juga marah. Dari situlah saat Sinta sedang membahas perihal menu gulai kambing yang sebenarnya tidak benar-benar akan dimasaknya. Ia hanya ingin mengetahui bagaimana reaksi sosok di hadapannya itu jika ia mengatakan akan memasak menu yang paling di bencinya tersebut. Rasanya Sinta ingin tertawa dengan puas karena telah berhasil mengerjai Devano. “Kalau aku mau masak ya masak saja, kenapa mesti bilang-bilang
“Tanggung jawab? maksudnya?” tanya Sinta tidak mengerti “Karena masakan yang sayang kirimkan ini aku jadi pingin banget untuk bertemu, kita vicall ya?” ucap Devano memberikan ide. “Tidak itu tidak boleh, sudah ah! aku harus tutup telponnya!” tolak Sinta kemudian menutup panggilannya. Terasa lucu sekali jika Devano sudah mulai mengeluarkan jurus modus agar bisa bertemu dengannya. Sinta memakluminya karena memang sudah beberapa hari ini mereka tidak bertemu sama sekali. Hari ini Sinta ditelpon pegawai salon home servis untuk melakukan beberapa perawatan tubuh seperti hair mask, spa, facial, lulur, pijat, manicure serta pedicure. Devano yang telah memberikan ide untuk memanggil mereka ke rumah. Sinta termasuk gadis yang jarang sekali melakukan perawatan ke salon kecantikan karena ia lebih suka melakukan perawatan sendiri di rumah, berbagai macam produk perawatan telah ia beli di swalayan yang memang sudah jela
Kali ini Devano memiliki kebiasaan baru. Rasanya senang sekali menatap wajah cantik dihadapannya itu kini tengah tertidur lelap yang sama sekali tak menyadari kehadirannya. Devano pun naik ke atas ranjang lalu didekati istrinya yang kini sedang tidur membelakanginya. Sambil tersenyum disibaknya rambut Sinta, namun tak dilepaskan sentuhan tangannya itu seraya dici*mnya rambut yang tergerai harum mewangi itu. Benar-benar membuat isi kepalanya melayang. Gadis yang berada di hadapannya kini adalah makhluk yang mampu memberikan warna baru dalam kehidupannya yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Karena sebelum bertemu dengannya perspektif Devano tetang hidup adalah meraih kesuksesan dalam karir dan juga binis yang digelutinya selama ini, namun hal tersebut kini mulai berubah karena baginya Sinta kini adalah prioritas utama di atas segalanya. Sosok di hadapannya saat ini sangat berharga di dalam hidupnya yang tak bisa ditukar dengan apapun itu sekalip
Sudah sebulan lamanya Sinta dan Devano menikah, sebuah kebahagiaan dan ketentraman jiwa kian mereka rasakan berlipat-lipat karena kini mereka sudah ada yang menemani setiap harinya. Saling mensuport, saling bercanda serta saling berbagi, namun hanya satu yang belum mereka lakukan layaknya suami istri pada umumnya, yakni Sinta masih belum menunaikan kewajibannya sebagai istri seutuhnya. Entahlah dia merasa belum siap, karena hal itu masih baru untuknya dan dia benar-benar buta akan semuanya. Seolah ada ketakutan dalam dirinya sehingga alasan demi alasan selalu ia buat untuk menghindari hal tersebut. Devano sendiri adalah sosok suami yang sangat mencintai istrinya dengan sepenuh hati, pantang baginya memaksakan keinginannya yang membuncah kepada istrinya jika belum siap, karena bagaimanapun juga segala sesuatu yang akan mereka lakukan nantinya harus didasari oleh sebuah keinginan dan kerelaan diantara keduanya dan Devano akan selalu menunggu dengan sabar