Lelaki itu kembali melakukan perbuatannya kembali, tetapi kini dalam keadaan sadar. Devano segera memakai pakaian dan meninggalkan Kania di kamar, pintu ia kunci. Sedangkan wanita yang dia gauli terbaring di kasur dengan mata terpejam, karena pingsan setelah beberapa ronde pria tersebut melakukannya.
"Bener-bener gak ada reaksi apapun," gumam lelaki itu."Harus membuktikan sama yang lain, mungkin udah sembuh," lanjutnya.Devano segera menyuruh Alex menyiapkan wanita di klub malam miliknya. Mendengar perintah majikan, lelaki itu sangat terkejut tetapi segera menuruti. Pria ini segera melajukan kendaraan menuju tempat tersebut."Rasanya nikmat," ucap Devano.Dia melepaskan keperjakaan pada Kania, bahkan dalam keadaan mabuk. Membuat Devano sangat tak percaya dan melakukan lagi tadi untuk membuktikan.Sedangkan di tempat lain, Alex sangat kebingungan. Harus wanita manakah yang akan menemani majikannya, karena pusing akhirnya lelaki itu memilih beberapa perempuan untuk menunggu di kamar very important person atau lebih dikenal VIP."Akh ... gak sabar banget bisa main sama Tuan Devano," pekik wanita yang hanya memakai bra dan celana dalam.Saat sampai di tempat tujuan, Devano menatap klub malam yang ia kelola. Dia segera melangkah masuk ke sana, melirik sekitar sekilas lalu berjalan ke ruangan yang disebutkan asistennya. Melihat kedatangan lelaki itu, para perempuan langsung menjauh karena tau tabiat sang Tuan."Udah ada di dalam?" tanya Devano.Lelaki yang diperintahkan mengurus tempat ini menganggukan kepala. Devano segera melangkah lalu membuka pintu. Matanya menatap para gadis di depannya."Tuan ... saya masih perawan, Tuan mau gak menjebos keperawanan saya, saya baru masuk hari ini, rela diperawanin sama Tuan Devano," ujar gadis itu centil.Dia memakai lingerie tembus pandang, berbahan lace tipis. Kerah deep v neck tanpa lengan. Melihat pemandangan ini, Devano hanya menampilkan riak datar. Membuat para wanita ini kebingungan, karena jika pria lain yang melihat, tak akan ada aba-aba dan menyerang mereka."Kalian yang diperintahkan ke sini untuk melayani saya?" tanya lelaki itu.Mendengar pertanyaan Devano, mereka langsung meneguk ludah. Para wanita ini yang tadi berebutan ingin memuaskan lelaki tersebut, kini saling melirik untuk menjawab pertanyaan pria ini. Pemilik klub ini hanya memutarkan bola mata."Apa kalian bakal diam aja? Atau saya cari yang lain aja," kata Devano sinis.Mereka segera menggeleng lalu wanita yang lebih senior dari ketiganya lekas mendekat. Devano masih menampilkan riak datar, tidak terlihat wajah yang bergairah kala melihat semua ini."Cepat! Lakukan pekerjaanmu, atau kau menyuruhku untuk melakukannya duluan."Perkataan sinis dan dingin Devano dibalas gelengan wanita itu, akhirnya para wanita sepakat untuk mendekati lelaki itu bersama. Baru saja dekat beberapa centimeter, pria ini mulai merasakan hawa tak enak.Perempuan yang masih gadis ini, terjegal kaki temannya. Membuat dia langsung menubruk tubuh Devano, lelaki ini membulatkan mata kala merasakan muak. Ia segera mendorong perempuan itu dan mengeluarkan cairan bening, membuat semua terkejut."Sialan!" maki Devano.Wanita yang terkena muntahan Devano segera menjauh dan membersihkan itu. Ia berlari ke bilik mandi, sedangkan dua perempuan memalingkan wajah berusaha menahan rasa muak. Melihat hal ini, Devano menatap kesal lalu menggeram dan memilih pergi."Rumor itu benar, Tuan Devano saat bersentuhan cewek jadi mual. Gimana dia dapetin ke ...."Ucapan perempuan itu terhenti kala temannya membekam bibir gadis tersebut. Saat hendak marah, dia urungkan melihat tatapan tajam sang empu."Jaga bicaramu! Mau dipotong lidahmu biar gak bisa ngomong sama Tuan Devano," geram wanita itu.Wajah gadis itu memucat kala mendengar ucapan temannya, dia memang baru masuk ke sini. Dan di ajak wanita tersebut, ia segera menggelengkan kepala."Aku butuh uang, buat biaya operasi orang tuaku," ucap gadis itu lemah.Sedangkan Devano, lelaki itu kini telah berada di kendaraan roda empat. Dia mengusap kasar bibir yang terasa basah akibat mengeluarkan cairan tersebut."Sialan! Berarti ini gak kambuh cuma sama gadis itu aja, sialan-sialan!" umpat Devano.Lelaki itu memukul stir melampiaskan amarahnya, lalu memilih melajukan kendaraan menuju kediaman. Sedangkan yang dituju pria tersebut, Kania terbangun dari tidur. Ia meringis saat merasakan nyeri di area sensitif, lalu mengingat kejadian sebelum dia pingsan."Argh ... aku kotor.""Kenapa Tuan Devano melakukan ini, apa salahku. Kenapa dia tidak memesan orang yang kerja ginian aja, kenapa dia malah memperkosaku."Isakan keluar dari bibir Kania, air mata berjatuhan terus. Ia mencengkram seprai, berusaha menyalurkan rasa sakit yang memupuk dada."Apa yang kulakukan setelah ini? Dia merengutnya, padahal aku berusaha menjaga buat suamiku nanti."Wanita itu bermonolog dengan suara sesegukan, lalu ia segera bangkit. Membelit tubuh dengan selimut, karena kini bertubuh polos."Aku harus pergi lagi, mumpung Tuan Devano gak ada di sini," ujarnya.Dia memilih membersihkan diri terlebih dahulu. Lalu memakai pakaian lelaki itu, karena bajunya sudah tidak berbentuk."Argh ... sakit."Mata wanita itu terpejam merasakan nyeri di area sensitif. Bahkan tubuh rasanya remuk akibat Devano yang terlalu bruntal menggauli. Mengingat kejadian ini, Kania merasa hancur. Setelah selesai berpakaian, wanita itu menuju pintu dan kala membuka benda tersebut terkunci."Tolong ... buka!""Kenapa Tuan mengunciku!"Walau teriakannya sangat percuma karena kamar ini kedap suara. Kania terus bermenjerit, tetapi yang berada di luar tidak akan ada yang mendengar sampai wanita itu kelelahan."Tuan ... Tolong buka, apa salahku sampe Tuan melakukan ini."Suaranya kini sampai lemah, karena terus berteriak selama dua puluh enam menit. Tubuhnya merosot ke bawah dan duduk di lantai. Wanita itu memeluk lutut dan menumpahkan tangisan. Suara perut terdengar, ia belum mengisi perut sama sekali.Tubuh Kania bahkan sekarang gemetar tak karuan, karena memiliki penyakit magh membuat ia seperti ini. Ia memejamkan mata merasakan sakit di perut yang seperti melilit, kepala terasa pusing dan mulai merasakan mual."Ahhh ... Sakit banget!"Kania mulai menjerit karena rasa sakit yang menghantam. Keringat bercucuran membuat wanita itu beberapa kali mengelap tubuh. Bahkan kini pakaian milik Devano basah, karena tak tahan perempuan tersebut jatuh pingsan. Tak berselang lama, pemilik tempat ini sudah kembali. Saat melihat pelayan lewat di depan netra, ia memerintah bawahannya menyiapkan hidangan dan di antar ke kamar.Saat membuka pintu, pria ini melotot. Ia segera mendekati Kania yang tergeletak di lantai, lalu Devano lekas membopong dan meletakan di ranjang. Lelaki ini cepat menelepon dokter pribadi dan menyuruh untuk secepatnya datang."Kenapa lama banget sih! Cepatlah, jangan sampai di kenapa-napa, kalau dia sampai kenapa-napa gara-gara kau awas aja!"Devano berteriak saat mengirim pesan suara pada dokter pribadinya, mendengar nada emosi yang terdengar. Lelaki yang tadi ditelepon Devano lagi segera bergegas melajukan kendaraan."Sialan! Sialan! Jangan sampe dia kenapa-napa, lagian kenapa kamu lemah banget sih," sungut Devano.Pria ini menatap Kania yang berwajah pucat yang kini terbaring di ranjang. Sedangkan pelayan yang diperintahkan membawa makanan langsung terkena Serangan omelan dari Devano. Dia begitu serba-salah karena wanita yang di depannya ini yang bisa dia sentuh, sedangkan memang lelaki tersebut membutuhkan keturunan."Lelet banget sih! Mau cosplay jadi keong," sinis Devano. Lelaki itu memandang dengan tatapan tajam ke arah temannya, sedangkan pria yang menyandang dokter pribadi keluarga Devano ini hanya menghela napas. "Dia yang harus diperiksa?" tanya dokter itu. Devano hanya menggerakan kepala ke atas dan ke bawah membuat lelaki yang berstatus dokter itu segera mendekati Kania. Pria ini lekas memeriksa wanita terbaring di ranjang, lalu menganggukan kepala. "Dia belum makan, maghnya kambuh. Nanti kukasih resep obatnya," lontar sang dokter. Mendengar hal tersebut, lelaki yang berkuasa di sini memandang Kania lalu dokter ini. Ia memiringkan kepala lalu segera menyelimuti Kania kembali, membuat orang yang baru memeriksa wanita itu mengerutkan kening."Gak mual pas bersentuhan kulit sama dia?" Lelaki itu langsung mendongak menatap temannya, wajah Devano sangat datar membuat orang sulit menebak apa yang dipikirkan pria tersebut. "Ya! Dan cuma dia yang bisa disentuh." Azka semakin mengerutkan
Mendengar ucapan Erna, Rentenir itu langsung mengomeli wanita tersebut. "Sialan! Kenapa gak bilang kalau dia punya Tuan Devano, ha! Mau ngebunuh saya, kamu!" sentak lelaki itu. Erna mengeryitkan kening mendengar omelan lelaki tua itu. Begitupun Dania, wanita yang usia tidak jauh dari Kania dia menatap sang Ibu. "Maksud Tuan, gimana? Saya gak paham. Tuan Devano? Siapa. Kania punya dia? Maksudnya gimana sih," lontar Erna. Mendapati ucapan Erna, lelaki lawan bicara wanita itu mendengkus. "Gak perlu banyak omong! Kamu tanyakan aja sama anakmu itu, dia dibawa Tuan Devano sekarang. Dan hutangmu udah dilunasi sama dia," sungut pria tua itu. Dia langsung mematikan sambungan telepon, membuat Erna yang memanggil berdecak. Ia memilih mendaratkan bokong di kursi, diikuti Dania ikut duduk si samping wanita ini."Sini, Bu! Aku dengerin perkataan pria tua itu," pinta Dania. Wanita itu langsung menyerahkan benda pipih tersebut. Memang ia saat menelepon segera merekam pembicaraan, untuk bukti a
Kania langsung mengalihkan tatapannya pada lelaki yang terus fokus mengerjakan sesuatu di laptop. Sedangkan Devano dengan cepat memutar badan dan memandang wanita yang bisa ia sentuh. "Terima nasib aja, kamu gak akan aku biarin pergi dari sini!" lontar lelaki itu. "Fokus aja ke pemulihan badanmu itu, udah punya penyakit ke gitu makan gak teratur," cibirnya.Wanita itu mengerutkan kening mendengar penuturan Devano. "Makan mie doang tiap hari, emang gaji yang kukasih kurang! Lihat badanmu kurus banget, gak ada dagingnya kayanya. Tulang doang!" Mulut Kania terbuka saat mendengar ucapan lelaki itu yang sangat tepat. "Apa! Kok Tuan, tau. Jangan-jangan Tuan ngincer saya ya dari dulu," tuduh Kania.Devano memutarkan bola mata mendengar asal tebakan wanita tersebut. Dia bersidekap dan memandang sinis Kania. "Siapa kamu? Sampe aku mantau. Jangan kegeeran dan besar kepala, aku pengen dapetin kamu karena cuma kamu yang bisa kusentuh."Wanita ini mengerutkan kening sampai alis menyatu, meli
Semua langsung menoleh menatap asal suara, mereka semua melotot akibat terkejut. Melihat hal ini Devano melangkah mendekati, saat Kania hendak pergi dia dipegangi tangannya oleh orang yang berada di dekatnya. "Tuan, dia mau kabur. Hukum aja, beraninya kabur dari Tuan, udah bagus Tuan memilih dia," cerocos seorang perempuan.Devano melemparkan pandangan sekilas pada perempuan tersebut, lalu ia kembali menatap Kania. Senyuman sinis terulas di bibir lelaki tersebut, dia bersidekap. "Kalian pintar juga, memang benar. Kalau Dia! Berhasil kabur, kalian yang bakal kena dampaknya. Jadi ... kalau kamu masih berusaha kabur silakan, siap-siap aja mereka bakal ku pecat atau bahkan lebih," ucap Devano dingin.Mata Kania membulat sempurna mendengar ucapan Devano. ia melepaskan cengkraman tangan kepala pelayan yang memeganginya, lalu segera berjalan mendekati Devano dan menunjuk wajah pria tersebut dengan lengan gemetar. Semua yang berada di ruangan tersebut terkejut, wajah mereka memucat, melihat
Waktu terus bergerak tanpa jeda, seolah berlomba dengan detak jantung manusia. Hanya saja ia tak ikut berhenti kala para makhluk meninggal. Devano tengah berdiri di ambang pintu, menatap rintik hujan yang mengguyur bumi dan atap kediaman seluruh wilayah yang dikuasai. Pandangan mata begitu dingin sekaligus tajam, seperti dari tatapannya keluar sebuah benda tajam yang siap menghunus lawan.Lelaki ini sesekali melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, menatap benda kecil yang terus berputar menandakan waktu terus berjalan. Hawa dingin menusuk kulit tidak membuat lelaki ini mengubah riak wajah. Helaan napas kasar terdengar saat melihat bawaan yang baru sampai."Maaf, Tuan. Saya terlambat, saya bingung memilih pakaian buat Kania, karena tak tau ukuran badannya. Pas mau nanya, Tuan sudah mematikan sambungan telepon." Devano memiringkan kepala menatap bawaannya, apalagi mendengar suara pria itu yang terdengar gemetar membuat lelaki ini hanya memandang sinis."Kauu menyalahkanku! Ce
Wanita paruh baya itu mulai menceritakan semua yang di dengar. Ekspresi kesal muncul di riak wajah Kania kalah mendengar, tangannya terkepal merasakan amarah merambat. Lalu saat diri dikuasai emosi, dia tersadar kala merasakan sentuhan yang memegang tangannya. "Kenapa Ibu gak bilang pas aku dateng, dia bener-bener keterlaluan! Cuma gara-gara luka kecil di bibir ini. Dia sampe mecat Sella," geram Kania. Suara Kania sampai gemetar karena kemarahan, sedangkan wanita paruh baya tersebut segera meremas lembut tangan Kania. Seolah mencoba memadamkan api yang berkobar di hati perempuan tawanan sang majikan. Namun, belum sempat mengeluarkan suara, pintu terbuka dan muncul kepala pelayan menatap mereka. "Aku paham kamu peduli sama dia," seru sang kepala pelayan. Dia berkata demikian seraya menunjuk Kania. "Tapi jangan kasih tau semuanya, cukup seperlunya aja. Kalau Tuan Devano tau, bisa membahayakan kita semua, tau!" Dia memperingati dengan nada tegas, membuat Kania yang mendengar hal t
Mata Devano terlihat tajam saat menatap layar yang menampilkan Kania yang sedang berada di kamar. Kepalanya sedikit miring, dan dia tersenyum sinis melihat gerakan gelisah wanita tawanan itu. Terlihat wanita tersebut sesekali menggigit bibir bawah, dan itu membuat pria yang melihat hal ini merasa gejolak sesuatu di tubuh. "Apa yang sedang kamu pikirkan, gadis kecil?" gumamnya dengan nada mengejek.Tiba-tiba, pintu terbuka dengan tiba-tiba, membuat Devano terkejut. Dia cepat-cepat menutup laptop dan menoleh ke asal suara. Mata pria tersebut menemukan Alex, bawahannya, yang tampak kaget juga. "Sudah bosan dengan pekerjaanmu, ya?" geram Devano dengan suara tinggi.Alex menelan ludah saat mendapatkan tatapan begitu sinis dari Devano. Dengan rasa takut yang jelas terpancar dari mata pria tersebut, ia segera mendekati sang Bos dan kini berada di samping majikannya ini. "Kalau gak di paksa Ka Wiliam, mana mungkin aku mau diam terlalu lama di sisimu Tuan!" Tetapi lelaki itu hanya berani m
"Apa!" Alex terkejut mendengar informasi dari kepala pelayan di kediaman Devano. Dia segera menatap sang Bos yang juga menatapnya, mereka memang sedang berada dalam satu ruangan setelah selesai rapat. "Ada apa?" tanya lelaki itu. Lelaki itu langsung bertanya pada intinya, membuat Alex sangat kesulitan menelan ludah saat mendapatkan tatapan tersebut, ia merasa canggung dan sedikit terkejut. "Eum ... Itu Tuan, Ibu dan adiknya Kania datang ke rumah, Tuan," jelas Alex. Devano mengangguk-anggukkan kepala pelan, ekspresinya menunjukan ketegasan. Lalu pria tersebut terus menatap tajam pria yang menunggu dia dihadapan ini mengucapan kata selanjutnya."Mereka membuat keributan di depan rumah, membuat orang yang mendengar berhenti di sana buat menonton aksi mereka," lanjut pria itu cepat.Setelah menjelaskan semuanya, Alex tidak berani membalas tatapan Devano secara langsung. Ia memilih menundukan kepala, merasakan debaran di dada karena kecemasan menunggu reaksi sang Bos. Devano mengger
Devano terperanjak mendengar seruan sang istri kala selesai menutup pintu, percakapan mereka tidak terdengar ke luar. Lelaki itu segera memandang wajah cemburu Kania dan membelai penuh kasih sayang. “Apa yang dipikirkan otak kecilmu itu, jangan bicara sembarangan,” tegur lelaki itu. Dia mendorong kening Kania membuat sang empu mengerucutkan bibirnya, lelaki itu segera menyalakan kemudi lalu Kania spontan memegang lengannya membuat dia menoleh. “Ada apa lagi,” kata Devano dengan nada malas. Perempuan itu masih memajukan bibirnya, dia bahkan berani menunjuk pipi sang suami sampai jari wanita tersebut menyentuh wajah Devano. “Kamu pasti berbohong, karena kamu sedikit lagi mau sembuh. Kamu mau mencari wanita lain yang lebih pantas denganmu,” sungut perempuan tersebut. Devano memutarkan bola mata mendengar ucapan sang istri, ia memilih mematikan mesin kendaraan lagi dan tangannya memilih menggengga
Li Jiazhen segera pergi setelah selesai dengan urusannya, tidak ingin menyulut amarah Devano lagi. Kini hanya sepasang suami istri ini yang ada di ruangan, kekasih Kania melangkah kaki menuju dispenser air lalu menyalakan unruk mengisi air di gelas dan meneguk hingga tandas. Sang perempuan tersebut mengikuti, tetapi lelaki ini sama sekali tak mengeluarkan suara. Terlihat jelas dari wajah tidak ingin diganggu sedikitpun."Sayang ….""Kamu marah?" tanyanya pelan.Lelaki ini hanya melirik tanpa menjawab pertanyaan Kania, padahal wanita itu sudah sangat jelas tau jika sang suami tengah berperang dengan emosi yang bergejolak."Pergilah! aku bakal lembur, kamu pulang aja."Devano secara halus mengusir sang istri, mendengar hal ini Kania menggeleng. Perempuan itu segera memeluk suaminya yang berjalan menuju sofa, membuat sang empu menghentikan langkah."Maafkan aku, Sayang. Lain kali aku gak bakal berbicara dengan pria itu kalau diajak
Karyawan itu tidak menanggapi ucapan Devano, dia langsung berlari lalu memeluk suami Kania. Mata pria tersebut membulat sempurna karena terkejut, ia berusaha melindungi minuman yang dibawa agar tidak tumpah.“Tuan … terima kasih!”seru lelaki tersebut.Setelah tersadar akan pandangan mata Devano, ia segera melepaskan pelukkan lalu menjauh. Menundukkan kepala tidak berani memandang wajah pemilik perusaaan ini.“Di mana sikapmu yang tadi? Kenapa sangat cepat lenyap,” ucap Devano datar.Pria ini semakin menunduk, sedangkan yang lain hanya memandang nanar. Mereka segera melakukan pekerjaan kembali kala Devano melirik semua. “Sudahlah, aku tidak mau menakutimu lagi. Selamat karena sudah menjadi Ayah, doakan istriku juga. Semoga dia lancar sampai anakku lahir,” ujar Devano.Karyawan itu mengangguk lalu mengucapkan terimakasih dan mendoakan istri Devano yang dibalas senyuman pria tersebut. Beberapa orang yang melihat memandang tak perca
Devano mendengar ucapan karyawannya langsung mendelik, ia kembali memandang ke depan.“Kalau kamu ada kesalahan lagi aku gak akan mengeluarkanmu begitu saja dari ruangan, aku aku keluar mau menjemput istriku di luar. Oh ya, siapkan minuman untuk dia, eh jangan! Biar saya aja yang buat, kamu cepat pergi beli susu untuk ibu hamil,” seru Devano.Setelah berkata demikian lelaki itu kembli bergegas melangkah, sedangkan karyawan yang diperintahkan mulutnya terbuka lebar. Ia benar-benar tidak mengenali Devano, sikap sangat berbeda dengan dulu. Bahkan sekarang ada rasa toleransi, dia merasa bersyukur akan kehadiran yang datang ke hidup sang Bos.“Ah, iya! Aku harus segera pergi membeli susu ibu hamil,” pekik pria tersebut.Dia langsung berlari untuk melakukan kerjaannya, se
William terperanjak mendengar suara Devano, membuat ia spontan menginjak pedal gas. Beruntung Kania sudah memakai sabuk pengaman dan berpegangan sebagai jaga-jaga. Bahkan handphone yang dipegang perempuan tersebut sampai terjatuh, lelaki sedang berganti profesi jadi supir ini lekas mematikan mesin dan membantu mengambil ponsel sang majikan.“Tu-Tuan,” kata William terbata-bata kala melihat layar handphone.Pria yang dipanggil Tuan itu memasang wajah datar kala mendengar suara William, sedangkan Kania segera mengambil handphone lalu segera mengganti jadi kamera depan.“Sayang, kamu mengejutkan kami,” tegur Kania.Lelaki itu hanya mendengkus mendengar teguran sang istri, ia memalingkan wajah menyembunyikan riak kekesalan.“Iya, maafkan aku. Aku hanya terkejut karena William melajukan kendaraan sangat kencang,” seru Devano.Me
Waktu terus bergerak sangat cepat, kini kehidupan sepasang suami istri itu sangat harmonis. Tetapi kadang Kania sangat jengkel pada Devano karena terlalu oper protektif pada dia. Bahkan untuk ke dapur aja tidak diperbolehkan, katanya takut sesuatu hal buru terjadi."Yasmin … aku sangat bosan," keluh Kania.Bibirnya mengerucut tanda sangat kesal, sedangkan Yasmin paham akan perasaan keduanya. Satu sisi Devano takut sesuatu terjadi, karena pas usia kandungan perempuan itu empat bulan, Kania sempat hendak terjatuh di dapur akibat ada minyak yag tumpah. Bahkan karena hal tersebut, beberapa pelayan dipecat begitupun yang tak menyukai wanita hamil ini."Tuan begitu karena sangat menyayangimu, takut kamu kenapa-napa," balas Yasmin.Kania menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Yasmin, tetapi ia juga kembali cemberut karena merasa terkekang di sangkar emas milik sang suami. Sedangkan sahabat perempuan tersebut, sebenarnya mereka percakapan dan segera m
Mendengar ucapan wanita itu mereka terdiam sejenak, membuat Elsa langsung menyeringai. Tak berselang lama perempuan tersebut segera dibopong salah satu dari para pria ini.“Diamlah, Nyonya! Ini perintah Tuan Devano, kalau anda terus memberontak. Mohon maaf kalau kami bakal kasar, karena Tuan Devano memperbolehkan hal itu.”Mendengar hal itu Elsa membulatkan mata, perempuan tersebut berhenti memberontak. Sedangkan bawahan Devano lekas memasuki ke kendaraan, William yang ada di dalam mobil hanya tersenyum lalu melajukan alat tranfortasi tersebut.“William, kalian mau membawaku ke mana?” tanya wanita tersebut.Lelaki tersebut tidak menjawab, membuat Elsa mengepalkan tangan.“Pinjam handphone-mu, aku mau berbicara dengan anakku.’Elsa menyodorkan tangannya ke arah William, pria tersebut tak merespon sedikitpun membuat Ibu Devano memakinya. Tangan perempua
Suara lembut dan serak terdengar di indra pendengar Devano, apalagi panggilan sayang membuat ia bergegas menoleh. Senyuman langsung ia lemparkan kala mata bertabrakan dengan manik Kania. Tatapan perempuan itu masih sangat sayu, pria ini segera menyudahi telepon lalu memasukkan benda pipih ke saku. Melangkah mendekat dan melingkarkan pelukkan di pinggang Kania.“Sayang, kamu ngobrol sama siapa tadi?” tanya Kania dengan suara serak.Devano mendengar perkataan Kania hanya mengulas senyuman, dia membenarkan pelukkan pada istrinya agar wanita ini nyaman.“Gak perlu kamu pikirkan, mendingan temani aku berbaring sebentar. Kepalaku agak pusing,” tutur pria tersebut.Mendengar perkataan sang suami, Kania spontan mengarahkan punggung tangan ke dahi Devano dan dia sendiri. Gerakkan perempuan tersebut sangat cepat, refleks dilakukan seolah ingin segera memastikan keadaan pri
Liburan keluarga besar ini masih sangat ramai, walau beberapa sudah ada yang pergi. Entah karena urusan mendadak atau usiran dari pria berstatus suami Kania. Mereka sekarang tengah pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Devano pergi mengantarkan Farrah terlebih dahulu. Saat gadis kecil itu turun diikuti istri lelaki tadi mengemudi, kedua manusia saling berpelukkan."Auntie, nanti kalau jalan-jalan ajak aku lagi ya," kata Farrah.Mendengar perkataan gadis kecil itu, Devano mendelik. Dia memandang sinis Farrah, tetapi disambut senyuman di bibir perempuan muda ini."Cih, malas aku bawa kamu. Kamu menyabotase waktu istriku," balas lelaki berkemeja hitam itu.Kania hanya terkekeh mendengar balasan sang suami pada Farrah, wanita itu langsung mengulurkan tangan dan mengusap penuh kasih sayang puncuk kepala gadis kecil tersebut."Gak usah dengarkan, Paman. Okey, nanti Auntie ajak ka