Dua hari berlalu, mereka telah berlibur selama itu. Semuanya kini tengah berbincang di ruang tengah, mengobrol apa saja yang dibicarakan. Hanya kurang Kania di sana, wanita tersebut masih terlelap di kamar. "Istrimu belum bangun?" tanya Elsa. Lelaki itu hanya melirik sekilas lalu memilih memasukan buah ke mulutnya lagi. Karena tidak mendapatkan respon, Elsa mengepalkan tangan. Dia menarik napas dan mengembuskan perlahan. "Bangunkan! Istrimu itu lagi hamil. Jangan tidur pagi-pagi," sungut Ibu Farrah. Devano memutarkan bola matanya, dia langsung bangkit membuat mereka terkejut. Ida yang baru saja datang ke sana, karena tadi sempat pergi mengambil sesuatu segera bertanpa pada sang cucu."Kamu mau kemana, Vano? Kami di sini semua lho," lontar Ida. Mendengar perkataan Ida, lelaki itu segera mendekati sang nenek. Membantu membawakan apa yang dipegang wanita tersebut lalu melangkah dan meletakan bawaan perempuan tersebut ke meja. "Mereka terlalu ingin tau. Ngapain coba mengurusi istrik
"Auntie!" pekik seorang gadis. "Akh ...!" jerit istri Devano terkejut. Kania yang hendak keluar terkejut, dia langsung menghentikan langkah kaki dan tangan menyentuh dada. Sedangkan Devano yang mendengar suara tersebut segera membersihkan diri dan memakai celana lalu keluar melihat keadaan. Sedangkan istri lelaki ini memandang Farrah dengan dahi berkerut. "Lantainya licin, Auntie. Jangan keluar dulu," seru Farrah. Sedangkan Devano segera mendekat, dia kini berada di samping istri. Lelaki tersebut melihat keadaan sang istri lalu menghela napas kala mendapati kekasihnya baik-baik saja. "Ada apa? Kenapa kamu teriak," ucap lelaki itu. Mendapati pertanyaan tersebut Kania langsung menuju ke arah lantai yahg lumayan banyak air. Dahi Devano berkerut lalu memandang sekitar dan menangkap banyak orang berlari kemari. "Ada apa, ini?" tanya semua. Devano kembali memandang istrinya, lalu tak berselang lama Farrah terlihat mengajak seorang pembantu yang membawa alat pel. "Tolong bantu bersi
Mata Chelsi melotot mendengar perkataan Devano, dia segera mendekati lelaki tersebut lalu menyentuh tangan suami Kania. Kepalanya mendongak menatap wajah pria ini, sedangkan Devano membalas dengan memutarkan bola netra.“Apa yang kamu lakukan? Ayo kita lihat CCTV, biar jelas! Kamu gak perlu khawatir jika kamu benar, kan,” ucap lelaki itu dengan santai.“Aku percaya sama kamu, kamu gak akan berbohong sama aku. Kamu selalu jujur kan selama ini,” lanjutnya.Wanita itu langsung mengangkat wajahnya dengan angkuh, pandangan sombong ia perlihatkan pada Kania. Istri Devano segera memandang sang suami tak percaya.“Ayo!” ajak pria tersebut.Chelsi langsung bergelayut di lengan Devano membuat pria itu sedikit terbawa karena tidak siap. Dia segera menatap tajam wanita itu karena kesal, spontan perempuan tersebut menundukkan kepala dan melepaskan pegangan
Devano segera bangkit dan membopong istrinya, membawa wanita tersebut untuk berbaring di kasar. Dia berteriak memerintahkan seseorang untuk menelepon dokter, Kania segera melarang dan tangan menyentuh lengan pria tersebut. Membuat pria itu menatap wajah sang kekasih."Gak usah, Sayang. Aku gak apa-apa kok," ucap Kania lemah.Pria itu menggelengkan kepala lalu pandangan lelaki itu memandang semua yang ikut memasuki kamar."Apa yang kalian lakukan! Kenapa diam aja, ayo cepat telepon dokter, dasar gak guna!" sentak lelaki itu."Kenapa menelepon semua, gimana nyambungnya kalau gitu," lanjut pria tersebut kala netranya menangkap mereka langsung mengeluarkan handphone.Mendengar suara Devano, beberapa orang spotan melepaskan pegangan di handphone, membuat benda pipih tersebut mendarat dengan mulus ke lantai. Mereka yang menjatuhkan menatap nanar ponsel itu, tidak berani bersuara. Lelsk
Devano terus mengulas senyuman saat memandang istrinya, lalu wajah kembali datar kala membaca gerakkan bibir Ibu Farrah. Melihat tatapan pria tersebut, dia langsung mengantupkan mulut. Mata suami Kania terus menyorot pada perempuan tersebut membuat ia menunduk. Sedangkan wanita hamil itu mengerutkan kening melihat sorot netra calon ayah ini.“Sayang, ada apa?”tanya perempuan hamil itu.Devano hanya melirik sekilas sang istri lalu menarik kursi untuk dia duduki. Sedangkan pasangan ibu Farrah, segera menyenggol lengan wanita tersebut.“Kamu ini gimana, bisa jaga mulut gak sih!” geram sang suami.Azka yang berada disana hanya melirik sekilas lalu melanjutkan pekerjaannya, memilih fokus dengan hidangan. Pria tersebut sangat lahap menyuapkan makanan ke mulut, membuat Ida yang sejak tadi memandang mengulas senyuman.“Cucu menantuku beneran gak apa-apa kan?
Liburan keluarga besar ini masih sangat ramai, walau beberapa sudah ada yang pergi. Entah karena urusan mendadak atau usiran dari pria berstatus suami Kania. Mereka sekarang tengah pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Devano pergi mengantarkan Farrah terlebih dahulu. Saat gadis kecil itu turun diikuti istri lelaki tadi mengemudi, kedua manusia saling berpelukkan."Auntie, nanti kalau jalan-jalan ajak aku lagi ya," kata Farrah.Mendengar perkataan gadis kecil itu, Devano mendelik. Dia memandang sinis Farrah, tetapi disambut senyuman di bibir perempuan muda ini."Cih, malas aku bawa kamu. Kamu menyabotase waktu istriku," balas lelaki berkemeja hitam itu.Kania hanya terkekeh mendengar balasan sang suami pada Farrah, wanita itu langsung mengulurkan tangan dan mengusap penuh kasih sayang puncuk kepala gadis kecil tersebut."Gak usah dengarkan, Paman. Okey, nanti Auntie ajak ka
Suara lembut dan serak terdengar di indra pendengar Devano, apalagi panggilan sayang membuat ia bergegas menoleh. Senyuman langsung ia lemparkan kala mata bertabrakan dengan manik Kania. Tatapan perempuan itu masih sangat sayu, pria ini segera menyudahi telepon lalu memasukkan benda pipih ke saku. Melangkah mendekat dan melingkarkan pelukkan di pinggang Kania.“Sayang, kamu ngobrol sama siapa tadi?” tanya Kania dengan suara serak.Devano mendengar perkataan Kania hanya mengulas senyuman, dia membenarkan pelukkan pada istrinya agar wanita ini nyaman.“Gak perlu kamu pikirkan, mendingan temani aku berbaring sebentar. Kepalaku agak pusing,” tutur pria tersebut.Mendengar perkataan sang suami, Kania spontan mengarahkan punggung tangan ke dahi Devano dan dia sendiri. Gerakkan perempuan tersebut sangat cepat, refleks dilakukan seolah ingin segera memastikan keadaan pri
Mendengar ucapan wanita itu mereka terdiam sejenak, membuat Elsa langsung menyeringai. Tak berselang lama perempuan tersebut segera dibopong salah satu dari para pria ini.“Diamlah, Nyonya! Ini perintah Tuan Devano, kalau anda terus memberontak. Mohon maaf kalau kami bakal kasar, karena Tuan Devano memperbolehkan hal itu.”Mendengar hal itu Elsa membulatkan mata, perempuan tersebut berhenti memberontak. Sedangkan bawahan Devano lekas memasuki ke kendaraan, William yang ada di dalam mobil hanya tersenyum lalu melajukan alat tranfortasi tersebut.“William, kalian mau membawaku ke mana?” tanya wanita tersebut.Lelaki tersebut tidak menjawab, membuat Elsa mengepalkan tangan.“Pinjam handphone-mu, aku mau berbicara dengan anakku.’Elsa menyodorkan tangannya ke arah William, pria tersebut tak merespon sedikitpun membuat Ibu Devano memakinya. Tangan perempua
Devano terperanjak mendengar seruan sang istri kala selesai menutup pintu, percakapan mereka tidak terdengar ke luar. Lelaki itu segera memandang wajah cemburu Kania dan membelai penuh kasih sayang. “Apa yang dipikirkan otak kecilmu itu, jangan bicara sembarangan,” tegur lelaki itu. Dia mendorong kening Kania membuat sang empu mengerucutkan bibirnya, lelaki itu segera menyalakan kemudi lalu Kania spontan memegang lengannya membuat dia menoleh. “Ada apa lagi,” kata Devano dengan nada malas. Perempuan itu masih memajukan bibirnya, dia bahkan berani menunjuk pipi sang suami sampai jari wanita tersebut menyentuh wajah Devano. “Kamu pasti berbohong, karena kamu sedikit lagi mau sembuh. Kamu mau mencari wanita lain yang lebih pantas denganmu,” sungut perempuan tersebut. Devano memutarkan bola mata mendengar ucapan sang istri, ia memilih mematikan mesin kendaraan lagi dan tangannya memilih menggengga
Li Jiazhen segera pergi setelah selesai dengan urusannya, tidak ingin menyulut amarah Devano lagi. Kini hanya sepasang suami istri ini yang ada di ruangan, kekasih Kania melangkah kaki menuju dispenser air lalu menyalakan unruk mengisi air di gelas dan meneguk hingga tandas. Sang perempuan tersebut mengikuti, tetapi lelaki ini sama sekali tak mengeluarkan suara. Terlihat jelas dari wajah tidak ingin diganggu sedikitpun."Sayang ….""Kamu marah?" tanyanya pelan.Lelaki ini hanya melirik tanpa menjawab pertanyaan Kania, padahal wanita itu sudah sangat jelas tau jika sang suami tengah berperang dengan emosi yang bergejolak."Pergilah! aku bakal lembur, kamu pulang aja."Devano secara halus mengusir sang istri, mendengar hal ini Kania menggeleng. Perempuan itu segera memeluk suaminya yang berjalan menuju sofa, membuat sang empu menghentikan langkah."Maafkan aku, Sayang. Lain kali aku gak bakal berbicara dengan pria itu kalau diajak
Karyawan itu tidak menanggapi ucapan Devano, dia langsung berlari lalu memeluk suami Kania. Mata pria tersebut membulat sempurna karena terkejut, ia berusaha melindungi minuman yang dibawa agar tidak tumpah.“Tuan … terima kasih!”seru lelaki tersebut.Setelah tersadar akan pandangan mata Devano, ia segera melepaskan pelukkan lalu menjauh. Menundukkan kepala tidak berani memandang wajah pemilik perusaaan ini.“Di mana sikapmu yang tadi? Kenapa sangat cepat lenyap,” ucap Devano datar.Pria ini semakin menunduk, sedangkan yang lain hanya memandang nanar. Mereka segera melakukan pekerjaan kembali kala Devano melirik semua. “Sudahlah, aku tidak mau menakutimu lagi. Selamat karena sudah menjadi Ayah, doakan istriku juga. Semoga dia lancar sampai anakku lahir,” ujar Devano.Karyawan itu mengangguk lalu mengucapkan terimakasih dan mendoakan istri Devano yang dibalas senyuman pria tersebut. Beberapa orang yang melihat memandang tak perca
Devano mendengar ucapan karyawannya langsung mendelik, ia kembali memandang ke depan.“Kalau kamu ada kesalahan lagi aku gak akan mengeluarkanmu begitu saja dari ruangan, aku aku keluar mau menjemput istriku di luar. Oh ya, siapkan minuman untuk dia, eh jangan! Biar saya aja yang buat, kamu cepat pergi beli susu untuk ibu hamil,” seru Devano.Setelah berkata demikian lelaki itu kembli bergegas melangkah, sedangkan karyawan yang diperintahkan mulutnya terbuka lebar. Ia benar-benar tidak mengenali Devano, sikap sangat berbeda dengan dulu. Bahkan sekarang ada rasa toleransi, dia merasa bersyukur akan kehadiran yang datang ke hidup sang Bos.“Ah, iya! Aku harus segera pergi membeli susu ibu hamil,” pekik pria tersebut.Dia langsung berlari untuk melakukan kerjaannya, se
William terperanjak mendengar suara Devano, membuat ia spontan menginjak pedal gas. Beruntung Kania sudah memakai sabuk pengaman dan berpegangan sebagai jaga-jaga. Bahkan handphone yang dipegang perempuan tersebut sampai terjatuh, lelaki sedang berganti profesi jadi supir ini lekas mematikan mesin dan membantu mengambil ponsel sang majikan.“Tu-Tuan,” kata William terbata-bata kala melihat layar handphone.Pria yang dipanggil Tuan itu memasang wajah datar kala mendengar suara William, sedangkan Kania segera mengambil handphone lalu segera mengganti jadi kamera depan.“Sayang, kamu mengejutkan kami,” tegur Kania.Lelaki itu hanya mendengkus mendengar teguran sang istri, ia memalingkan wajah menyembunyikan riak kekesalan.“Iya, maafkan aku. Aku hanya terkejut karena William melajukan kendaraan sangat kencang,” seru Devano.Me
Waktu terus bergerak sangat cepat, kini kehidupan sepasang suami istri itu sangat harmonis. Tetapi kadang Kania sangat jengkel pada Devano karena terlalu oper protektif pada dia. Bahkan untuk ke dapur aja tidak diperbolehkan, katanya takut sesuatu hal buru terjadi."Yasmin … aku sangat bosan," keluh Kania.Bibirnya mengerucut tanda sangat kesal, sedangkan Yasmin paham akan perasaan keduanya. Satu sisi Devano takut sesuatu terjadi, karena pas usia kandungan perempuan itu empat bulan, Kania sempat hendak terjatuh di dapur akibat ada minyak yag tumpah. Bahkan karena hal tersebut, beberapa pelayan dipecat begitupun yang tak menyukai wanita hamil ini."Tuan begitu karena sangat menyayangimu, takut kamu kenapa-napa," balas Yasmin.Kania menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Yasmin, tetapi ia juga kembali cemberut karena merasa terkekang di sangkar emas milik sang suami. Sedangkan sahabat perempuan tersebut, sebenarnya mereka percakapan dan segera m
Mendengar ucapan wanita itu mereka terdiam sejenak, membuat Elsa langsung menyeringai. Tak berselang lama perempuan tersebut segera dibopong salah satu dari para pria ini.“Diamlah, Nyonya! Ini perintah Tuan Devano, kalau anda terus memberontak. Mohon maaf kalau kami bakal kasar, karena Tuan Devano memperbolehkan hal itu.”Mendengar hal itu Elsa membulatkan mata, perempuan tersebut berhenti memberontak. Sedangkan bawahan Devano lekas memasuki ke kendaraan, William yang ada di dalam mobil hanya tersenyum lalu melajukan alat tranfortasi tersebut.“William, kalian mau membawaku ke mana?” tanya wanita tersebut.Lelaki tersebut tidak menjawab, membuat Elsa mengepalkan tangan.“Pinjam handphone-mu, aku mau berbicara dengan anakku.’Elsa menyodorkan tangannya ke arah William, pria tersebut tak merespon sedikitpun membuat Ibu Devano memakinya. Tangan perempua
Suara lembut dan serak terdengar di indra pendengar Devano, apalagi panggilan sayang membuat ia bergegas menoleh. Senyuman langsung ia lemparkan kala mata bertabrakan dengan manik Kania. Tatapan perempuan itu masih sangat sayu, pria ini segera menyudahi telepon lalu memasukkan benda pipih ke saku. Melangkah mendekat dan melingkarkan pelukkan di pinggang Kania.“Sayang, kamu ngobrol sama siapa tadi?” tanya Kania dengan suara serak.Devano mendengar perkataan Kania hanya mengulas senyuman, dia membenarkan pelukkan pada istrinya agar wanita ini nyaman.“Gak perlu kamu pikirkan, mendingan temani aku berbaring sebentar. Kepalaku agak pusing,” tutur pria tersebut.Mendengar perkataan sang suami, Kania spontan mengarahkan punggung tangan ke dahi Devano dan dia sendiri. Gerakkan perempuan tersebut sangat cepat, refleks dilakukan seolah ingin segera memastikan keadaan pri
Liburan keluarga besar ini masih sangat ramai, walau beberapa sudah ada yang pergi. Entah karena urusan mendadak atau usiran dari pria berstatus suami Kania. Mereka sekarang tengah pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Devano pergi mengantarkan Farrah terlebih dahulu. Saat gadis kecil itu turun diikuti istri lelaki tadi mengemudi, kedua manusia saling berpelukkan."Auntie, nanti kalau jalan-jalan ajak aku lagi ya," kata Farrah.Mendengar perkataan gadis kecil itu, Devano mendelik. Dia memandang sinis Farrah, tetapi disambut senyuman di bibir perempuan muda ini."Cih, malas aku bawa kamu. Kamu menyabotase waktu istriku," balas lelaki berkemeja hitam itu.Kania hanya terkekeh mendengar balasan sang suami pada Farrah, wanita itu langsung mengulurkan tangan dan mengusap penuh kasih sayang puncuk kepala gadis kecil tersebut."Gak usah dengarkan, Paman. Okey, nanti Auntie ajak ka