"Huaa ... Kenapa aku jadi ngantuk kayak gini."Mazaya bermonolog di saat sudah berada di dalam kamarnya, bersiap untuk tidur. Padahal sebenarnya ia sama sekali tidak mengantuk. Tapi, usai meminum teh hangat dari Nadia membuat matanya terasa begitu berat.Mazaya kembali menguap, lalu terbaring begitu saja di atas ranjang tanpa selimut. Ia bahkan lupa mematikan lampu dan juga mengunci pintu kamarnya. Kebiasaan yang tidak sebenarnya tidak bisa hilang dari hidupnya. Tapi, malam itu sepertinya pengecualian.Keesokan harinya."Aw, kepalaku, kenapa sakit banget sih."Mazaya terbangun di atas ranjangnya dengan keadaan tubuh dan kepalanya yang terasa berat. Ia perlahan membuka matanya yang masih terasa kesat itu."Bu, Aka lapel, Bu."Di saat yang sama, Mazaya mendengar suara putranya di dalam kamarnya, hingga ia benar-benar tersadar dari rasa berat di kepalanya yang masih menyisakan rasa kantuk. Ia pun bisa melihat dengan jelas wajah putranya dan masih memakai piyama yang semalam."Kok, Aska
"Lepaskan, Pak Devan!"Mazaya dengan sekuat tenaga, mendorong tubuh Devan yang sebelumnya mendekapnya. Ia sungguh tidak nyaman diperlakukan seperti itu.Namun, Devan kini beralih memegangi tangan Mazaya dengan tatapan dalam."Sebelum aku khawatir. Aku pikir kamu pergi jauh lagi dari, Yaya. Hari ini orang-orang yang akan membantu pindahan mengatakan kalau rumah ini sepi dan tidak ada yang menyahut dari dalam. Aku meneleponmu dan nomornya tidak bisa dihubungi ... Aku pikir kamu pergi, tapi ternyata kamu masih ada sini ... Apa yang sebenarnya terjadi? Apa mungkin kamu sakit? Atau mungkin Askara" Devan memberondongkan pertanyaan kepada Mazaya dan hal itu merupakan untuk pertama kalinya ia berbicara sepanjang itu.Mazaya menghela nafasnya panjang, lalu berusaha melepaskan tangan Devan yang memeganginya. Tapi, pria tersebut sama sekali tidak ingin melepaskannya."Aku dan Aska baik-baik aja. Cuman masalahnya semalam aku dirampok oleh pengasuh Askara yang menginap di sini. Dia memasukkan o
Jantung Mazaya berdegup dengan kencangnya, setiap mendengar suara detik jam yang terdengar di ruang tamu. Di mana Mazaya saat ini sedang menunggu kedatangan Devan dan memakai kebaya putih. Pakaian formal satu-satunya yang dimilikinya selama ini. Selain itu rambutnya disanggul kecil di belakang menambah nilai kecantikanya tersendiri.Sementara Askara pun sudah dipakaikan pakaian kemeja dan celana hitam panjang serta rambutnya yang disisir rapi. Meskipun bocah laki-laki tersebut tidak tahu kenapa ia didandani seperti itu sekarang ini."Bu, apa kita mau pelgi ke hajatan ya?" tanya Askara dengan polosnya. Di mana memang jika berpakaian rapi, itu artinya sang ibu akan membawanya ke sebuah pesta pernikahan.Mazaya tersenyum getir. Apa yang ditanyakan oleh putranya itu memang benar, jika mereka akan pergi ke sebuah pesta pernikahan yaitu pernikahan ibunya sendiri. "Gak akan kemana-mana, Aska. Kita lagi nunggu Om Devan ke sini. Kan bilangnya dia mau ajak jalan-jalan Aska. Inget gak?" Mazaya
"Apa pantas membicarakan hal itu di depan Askara saat ini, Pak Devan. Hmm maksudnya Mas Devan," ucap Mazaya yang terdengar protes, sekaligus tidak nyaman memanggil Devan seakrab itu.Devan tersenyum kecil dan sesaat melihat ke arah Mazaya. Terlebih lagi mendengar wanita tersebut memanggil dirinya dengan panggilan 'mas', hal yang membuatnya senang karena ada sedikit kemajuan dari sikap dingin istri keduanya itu."Kamu benar, Yaya. Aku hampir lupa kalau ada Aska di dalam mobil. Kita akan bicarakan itu nanti. Tapi, untuk sekarang aku akan mengajak Askara jalan-jalan dan aku harap kamu tidak melarangnya kali ini," ucapnya yang terdengar seperti meminta izin kepada Mazaya."Terserah Mas Devan. Asalkan Askara senang, itu sudah cukup buatku," balas Mazaya tanpa menoleh ke arah Devan."Baiklah karena kamu sudah setuju, jadi aku akan membawanya ke sebuah taman bermain. Tapi kamu jangan khawatir di sana tidak akan ada yang mengenali kita," tukas Devan."Iya, Mas." Mazaya menjawab dengan sesing
"Apa kamu sudah siap untuk malam pertama kita, Yaya?"Devan menanyakan hal tersebut tentunya hanya untuk memastikan seberapa kesiapan istrinya itu.Mazaya menjawab dengan anggukan kepalanya saja dan tanpa mengatakan apapun. Hanya saja di dalam hatinya saat ini sedang bergejolak karena ada setitik rasa bersalah kepada kakak angkatnya.Namun, semuanya kini sudah terlanjur dan ibaratnya nasi sudah menjadi bubur, sehingga tidak ada tempat lain baginya untuk kembali.'Gak apa-apa, Yaya. Ini demi Aska dan Nasuha sama sekali gak pernah peduli dengan kamu selama ini,' batinnya yang saat ini berbicara dengan dirinya sendiri, mencoba menguatkan hatinya.Sedangkan Devan tersenyum samar melihat Mazaya yang sebelumnya menganggukkan kepalanya. Entah itu karena kewajiban atau mungkin wanita tersebut merasa terpaksa, tapi yang terpenting adalah malam ini setelah empat tahun ia akan bisa menyalurkan hasratnya yang terpendam.Tanpa banyak bicara, Devan menghampiri Mazaya yang masih berdiri di tempat se
[ Mas, kamu di mana? Jangan bilang kamu sana perempuan lain?! Angkat teleponnya sekarang juga, Mas ....]Pesan itu yang dikirimkan oleh Nasuha saat ini karena suaminya itu tak kunjung menjawab panggilan telepon."Keterlaluan Mas Devan. Masa jam segini belum pulang! Kata William dia udah pulang dari sore tadi, tapi nyatanya belum sampai juga. Gak bisa dibiarin ini." Nasuh terus saja mengomel seorang diri karena kesal kepada Devan yang semakin ke sini malah semakin mengabaikannya."Andai aku cepat-cepat hamil, mungkin Mas Devan akan sering-sering di rumah," gumamnya sembari memegangi perutnya yang masih rata.Menit selanjutnya, terdengar sebuah pesan pemberitahuan di ponsel Nasuha.Rupanya itu dari Devan dan ia langsung membacanya dengan penuh semangat.[ Aku ada acara di luar kota. Mungkin akan menginap dan tidak akan pulang ]Usai membacanya pesan dari Devan, tubuh Nasuha rasanya lemas dan tidak bertenaga. Pria itu benar-benar tidak pulang dan sama sekali tidak menjawab pertanyaannya
Detik selanjutnya, mendadak hujaman Devan terhenti dan Mazaya semakin menggeliat di atas ranjang.Namun, bersamaan mereka mendengar samar suara anak kecil yang menangis. Apa mungkin itu Askara?Dan Mazaya mulai tersadar dari ketidakwarasannya beberapa saat yang lalu."Apa kamu denger itu, Mas? Bukannya itu Aska? Aku akan lihat dulu."Mazaya tidak mempedulikan raut wajah Devan yang tampak murung karena kecewa sedang panas-panasnya, berhenti melakukan permainan itu. Ia turun dari ranjang dan segera memakai bathrobe, lalu mengikat Cepol rambutnya hingga ke luar dari kamar tersebut.Sedangkan Devan tersenyum getir di atas ranjang karena ia malah belum berhasil menembus belahan inti sang istri, tapi malah sudah ada gangguan di luar.Meskipun sedikit kecewa, ia tidak mungkin mengabaikan putranya begitu saja. Ia juga turun dari ranjang dan memakai bathrobenya dan menyusul Mazaya ke luar kamar.Dan benar saja, jika yang menangis sebelumnya adalah Askara dan saat ini sedang ditenangkan oleh Ma
"Yaya. Ada apa? Kenapa bangun?"Tiba-tiba saja Devan memeluk Mazaya dari arah belakang dan hal itu membuat wanita tersebut dibuat terkejut. Ia segera mematikan ponselnya agar Devan tidak sampai membaca pesan dari Malvin."Bukan apa-apa. Itu hanya pesan dari aplikasi ... Hmm, apa aku boleh meminta sesuatu?" tanya Mazaya mengalihkan pembicaraan ke hal lain. Selain itu ada sebuah gagasan yang terlintas di pikirannya dan ia harus membicarakannya dengan Devan "Minta apa? Katakan aja," balas Devan masih belum melepaskan pelukannya itu."Gak masalah kan kalau aku pergi dengan laki-laki lain seperti ikut makan malam atau sebagainya? Lagipula orang-orang sama sekali gak tahu kan kalau kita udah menikah, Mas. Kamu gak keberatan kan? Aku juga gak mau menjadi pusat perhatian karena sering ketemu sama kamu terus. Gak masalah kan?" tanya Mazaya yang mengeluarkan isi pikirannya saat ini.Devan terdiam sejenak. Ia tidak yakin untuk memberikan izin Mazaya dekat dengan pria lain. Ia pasti tidak akan
"Mas, kita harus bagaimana menghadapi Patricia? Pasti dia akan cari cara buat bisa nikah sama Mas Devan. Selain itu juga aku khawatir Askara sekolah dengan guru TK seperti dia."Mazaya mengeluarkan uneg-uneg yang ada di kepalanya saat ini, di saat minum teh di balkon kamar karena hari itu waktu libur kerja mereka.Devan menghela nafasnya panjang. Ia pun sama gelisah dan khawatir seperti Mazaya. Tapi, ia tidak akan tinggal diam saja. Itu karena dirinya sudah diam-diam menyewa detektif swasta untuk mengikuti dan mengawasi PatriciaDan siapa sangka usaha Devan itu membuahkan hasil. Di mana Patricia pada akhirnya ditangkap, hingga kabar tentang penangkapannya segera menyebar luas.Ternyata Patricia selama ini menjadi duri bagi Devan dan Mazaya itu telah melakukan penipuan kepada beberapa orang, hingga akhirnya aparat kepolisian berhasil menangkapnya karena laporan beberapa korbannya. Di balik jeruji besi, Patricia harus merasakan kepedihan hati dan penyesalan.Devan dan Mazaya yang menden
"Apa ini sebenarnya? Sejak kapan aku menulis ini semua?"Devan membaca surat perjanjian yang ada di tangannya dengan perasaan tidak percaya. Kata-kata dalam surat tersebut terasa seperti cambuk yang menghantam hatinya. Semakin ia membaca, semakin sulit baginya untuk menahan ketakutan yang melanda dirinya, menyadari bahwa isinya bisa menyeretnya ke dalam jeruji besi penjara. Meskipun begitu dirinya tidak menunjukkan langsung bagaimana raut wajahnya saat ini di depan Patricia.Sementara itu, di sudut ruangan tersebut, Patricia menatap Devan dengan senyuman licik yang tersungging di bibirnya. Ia menikmati melihat bagaimana raut wajah Devan berubah-ubah, mulai dari penasaran, kemarahan, hingga ketakutan yang tergambar jelas. Matanya terus mengikuti gerak-gerik Devan, seakan ingin memastikan bahwa pria itu benar-benar merasa terpojok.Tangan Devan bergetar saat dirinya mencoba menahan amarah yang membara. Ia menggenggam surat perjanjian itu dengan erat, seolah mencoba menemukan kekuatan u
"Bercerai? Apa aku gak salah dengar, Mas? Bukannya dia waktu itu ngotot dan gak mau pisah sama kamu?"Mazaya hampir saja tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Devan, mengenai permintaan Nasuha yang ingin berpisah. Padahal jelas-jelas semalam kakak angkatnya itu dengan tegas mengatakan tidak mau bercerai apapun alasannya"Bukannya kamu senang kalau dia minta bercerai? Itu kan yang kamu mau, Yaya?" Devan balik bertanya."Iya sih, Mas. Tapi, kok aku ngerasa ada yang aneh aja. Kenapa dia tiba-tiba minta pisah gitu aja. Apa Mas Devan gak ngerasa curiga apapun gitu," ungkap Mazaya yang merasa harus waspada untuk hal-hal yang tidak diinginkan."Aku juga sama, makanya aku ingin menemuinya langsung dan mungkin saja ada hal yang bisa ketahui nanti," ungkap Devan yang saat ini memiliki pikiran yang sama dengan istrinya tersebut.Mazaya manggut-manggut tanda mengerti apa yang dikatakan oleh Devan."Memang harus seperti itu, Mas. Syukur-syukur kalau dia memiliki niatnya untuk berubah, ta
"Ini maksudnya apa ya? Saya calon istri dari mana, Pak? Pak Malvin jangan seenaknya gitu dong! Saya gak terima diperlakukan seperti ini!"Melinda langsung melayangkan protes kepada Malvin karena pria tersebut malah bersikap seenaknya, mengatakan dirinya itu adalah calon istri dari pria tersebut. Terlebih lagi dirinya sudah mempunyai kekasih dan apa jadinya sampai menimbulkan kesalahpahaman nantinya.Malvin nyatanya tanpa sadar mengatakan hal tersebut sebagai refleknya agar mantan tunangannya itu menjaga sikap. Ia sama sekali tidak memikirkan bagaimana tanggapan Melinda akibat perbuatannya tersebut."Maaf, tadi aku salah bicara, Linda. Aku tidak bermaksud lain," ucapnya yang tidak ingin memperpanjang masalah yang ada di depan matanya saat ini. Belum sempat Melinda menanggapi ucapan Malvin, tapi pria tersebut malah bergegas pergi dengan membawa Vivian dari hadapan mereka."Kita harus bicara di tempat lain, Vivian?!" Malvin dengan nada tegas."Oke, ayo," jawab Vivian yang memang ingin
Tiga puluh menit sebelumnya.Patricia, yang mengenakan pakaian serba hitam dan berkacamata gelap, melirik Mazaya dengan tatapan tajam. Ia berjalan mendekati Mazaya dan Devan dengan langkah pasti dan pura-pura bertanya, "Permisi, apakah anda tahu dimana toilet di tempat ini?" Patricia pura-pura tersenyum ramah pada Mazaya.Mazaya menoleh, awalnya tersenyum ramah sambil menjawab, "Oh, itu tinggal mengikuti jalur ini saja, Mbak pasti akan sampai di sana."Namun, tidak lama setelah itu raut wajah Mazaya berubah dingin, dan ia mulai berbicara dengan nada lebih tegas."Sebenarnya, apa mau kamu di sini, Mbak?" tanya Mazaya dengan curiga dan setengah berbisik.Devan pun ingin mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh istrinya tersebut. Tapi, ia harus bertemu dengan beberapa kliennya yang datang ke acara tersebut."Sayang, aku ke sana dulu sebentar. Gak apa-apa kan?" tanyanya memastikan terlebih dahulu."Iya, Mas," jawab Mazaya. Ia lebih dari mampu menghadapi Patricia seorang diri
"Om aku mau es krim yang rasa blueberry. Yang ukurannya besar ya. Terus nanti beli popcorn juga."Askara tampak membuat Malvin dibuat pusing tujuh keliling dengan permintaan bocah laki-laki tersebut yang ternyata begitu banyak ini dan itunya.Berbanding terbalik dengan Melinda saat ini, ia malah senang dengan kata-kata yang keluar dari wajah menggemaskan bocah laki-laki di depan itu dan sama sekali tidak menunjukkan lewat wajah kekesalan atau merasa dibuat pusing dengan tingkah Askara saat ini. Seakan wanita tersebut sudah terbiasa menghadapi yang namanya anak kecil."Hmm, boleh. Boleh banget Aska mau es krim, popcorn atau permen dan bahkan coklat. Tapi ada satu syarat yang harus dilakukan sama Aska," ucapnya yang bernegosiasi dengan Askara saat ini."Apa syaratnya, Tante?" Askara langsung menanggapi ucapan Melinda dan tampak begitu antusias.Dan Melinda pun tak kalah antusiasnya saat ini. "Hmm, syaratnya mudah kok. Askara harus mau makan makanan berat dulu sebelum makan eskrim, mau
[ Aku akan ke rumah sakit nanti untuk membicarakan keputusan kamu itu, Suha ][ Baik, aku tunggu, Mas ]Devan membalas pesan Nasuha secara singkat, lalu langsung dibalas oleh Nasuha di waktu yang sama.Devan memang harus memastikan sendiri dengan menemui istri pertamanya itu di rumah sakit. Selain itu juga ia harus berbicara dengan William untuk memastikan sesuatu. Meskipun pria tersebut sudah mengkhianatinya, tapi dirinya juga harus mengorek informasi dari mantan sekretarisnya."Ada apa, Mas?" Mazaya menghampiri Devan karena suaminya tersebut malah fokus ke layar ponselnya dan tampak begitu serius. Padahal jarang-jarang Devan bersikap seperti itu dengan benda pipih tersebut, kecuali memang ada hal yang begitu penting.Devan menoleh, lalu menyimpan ponselnya itu ke saku jasnya kembali."Oh tadi ada beberapa laporan dari divisi lain, mengenai acara yang sebentar lagi dilangsungkannya," jawab Devan yang terpaksa berdusta kepada Mazaya, ia akan membicarakan tentang Nasuha usai acara di m
Mazaya menghela nafasnya panjang karena Devan tak kunjung mengatakan, hal yang paling diinginkannya.Bukan tanpa alasan, sang suami malah mendadak sakit perut dan katanya harus ke toilet. Lalu Mazaya bisa apa saat ini, selain menunggu Devan selesai dengan urusannya."Jangan lama-lama ya, Mas. Aku tinggal tidur nanti," seru Mazaya dari balik pintu kamar mandi. Ia bahkan saat ini sudah berganti pakaian tidur, itu karena merasa tidak nyaman dengan memakai lingerie dan khawatir sewaktu-waktu Askara terbangun dan mengetuk pintu kamar mereka"Iya, gak akan lama. Ini sebentar lagi selesai kok," sahut Devan dari dalam kamar mandi.Sambil menunggu Devan, Mazaya memutuskan membuka laptopnya untuk memeriksa jadwal kegiatan di kantor besok. Di mana akan diadakan event peragaan busana di mall dengan tujuan untuk amal, meskipun sempat terjadi insiden. Tapi, acaranya masih harus berlangsung sesuai dengan jadwal."Oke, gak ada masalah kayaknya. Semuanya juga sudah lapor di bagiannya masing-masing ...
Patricia baru saja keluar dari ruangan Nasuha dirawat dengan senyuman tipis, lalu melanjutkan perjalannya sambil menghubungi seseorang melalui ponselnya."Iya, ini aku Patricia. Aku baru saja bertemu dengan Nasuha, sesuai dengan permintaan kamu. Sebaiknya kamu secepatnya ke sini dan bawa dia pulang."Usai berbicara dengan seseorang di telepon, Patricia menutup panggilan tersebut. Kemudian kembali tersenyum tipis dan melangkah kakinya keluar dari rumah sakit tersebut.Patricia teringat pertemuannya dengan Nasuha, yang mana wanita tersebut adalah istri pertama dari Devan. Ia sudah mengetahui banyak tentang Nasuha selama ini."Siapa kamu dan apa maksud tujuan kamu ke sini?" Itulah hal pertama yang dikatakan oleh Nasuha, ketika bertemu pertama kali dengan Patricia. Ia sama sekali tidak mengenali wanita tersebut dan tiba-tiba datang menjenguknya.Patricia mengulas senyumnya. Ia sudah menebak, jika sikap Nasuha memang tidak akan seramah yang diharapkannya."Aku Patricia. Dulu aku pacarnya De