Mengandung Anak Majikan 11Semua orang menatap ke arah Shafira kini. Shafira pun dibuat gelagapan dengan pertanyaan dari Bu Atun yang tiba-tiba dan membuatnya kaget itu."Loh, Bu Atun ini ada-ada saja pertanyaannya," ujar Budhe Marni."Ada-ada gimana Budhe? Kan Shafira beli rujak, wajar dong saya tanya dia lagi ngidam atau nggak?" sahut Bu Atun membela diri."Masak iya tiap orang yang beli rujak itu syaratnya harus ngidam dulu? Kan enggak harus begitu toh, Bu Atun?" tanya Budhe Marni sambil tertawa.Bu Atun yang seolah kena skak mat dari Budhe Marni, lantas tertawa meringis sambil garuk-garuk kepalanya, "He ... he ... bener juga, sih, yang diomongin Budhe Marni ini.""Nah, itu tahu. Contohnya Bu Atun nih yang pesan tiga bungkus rujak, apa sekarang juga lagi hamil muda?" Dengan santai, Budhe Marni membalik pertanyaan Bu Atun.Wajah Bu Atun memerah, ia malu tampaknya. Dengan cengiran di sudut bibir, ia pun menjawab, "Ya nggak, Budhe. Anak saya yang bontot kan baru berumur dua tahun kura
Mengandung Anak Majikan 12Shafira menghentikan makannya. Begitu pun dengan Mbok Jum."Biar Shafira yang membukakan pintunya, Mbok. Bentar, Shafira cuci tangan dan pakai kerudung dulu."Shafira cepat bergegas ke dapur dan cuci tangan. Lantas menyambar kerudung yang tergantung di balik pintu kamarnya."Assalamualaikum." Terdengar suara dari balik pintu depan."Waalaikumsalam ...." Begitu Shafira menjawab salam dan membuka pintu, maka kaget lah ia dibuatnya.Pak Warso--sopir Tuan Danureja--telah berdiri di ambang pintu. Namun, bukan Pak Warso yang membuat Shafira kaget. Akan tetapi, sesosok tinggi nan gagah dari seorang pria yang berdiri di samping kanan Pak Warso lah yang membuat Shafira kaget dan mendadak jantungnya berdebar tak menentu."Neng, Bapak ke sini cuma ngantar si Aden aja." Tanpa dimintai penjelasan, Warso langsung memberi tahu alasannya berkunjung ke rumah Shafira."Hai. Aku datang ke sini cuma mau ngantar ini, benda milikmu yang tertinggal di kamarku," ucap pria yang mema
Mengandung Anak Majikan 13Si TOA Masjid.Ya, itu lah sebutan Bu Merry, perempuan bertubuh gemuk dengan dandanan yang selalu berlebihan. Bukan Mbok Jum atau Shafira yang memberinya julukan si TOA Masjid, akan tetapi warga di kampung itu lah yang menyematkan sebutan itu untuk Bu Merry. Karena berita sekecil dan paling nggak penting sekalipun, akan cepat tersebar luas ke seluruh penjuru kampung melebihi kecepatan internet."Malam-malam gini makan bakso, pada kelaparan ya, Mbok?" tanya Bu Merry dengan senyum lebarnya."Iya, Bu Merry. Lah, Bu Merry juga mau beli bakso, lagi kelaparan juga, ya?" tanya Mbok Jum balik."Wah iya, dong, Mbok. Perut saya ini suka protes kalau kerasa lapar dikit aja. Jadi, saya nggak boleh lengah untuk menjaganya dari rasa lapar," jawab Bu Merry sambil merobek plastik kemasan krupuk yang ada di tangannya.Kriuk ... kres.Suara renyah khas yang dihasilkan ketika kerupuk digigit terdengar dari mulut Bu Merry. Baru dua krupuk yang dikunyahnya, tangannya sudah berpi
Mengandung Anak Majikan 14Mbok Jum keluar membuntuti Shafira di belakang warung bakso. Sementara itu, Bu Merry pun tak mau tinggal diam di tempatnya melihat kejadian itu.Mbok Jum mengurut tengkuk Shafira pelan, "Gimana, Nduk?" Ia bertanya karena rupanya tak ada yang dikeluarkan oleh Shafira."Kayaknya cuma mual aja, Mbok," jawab Shafira sambil membersihkan ujung bibirnya.Bu Merry dengan kerling mata yang berkilat, memegang pundak Shafira, "Shafira lagi hamil?" tanyanya tanpa basa-basi.Shafira tak menjawab, ia mengibaskan tangan Bu Merry yang memegangi pundaknya. Lantas masuk kembali ke dalam warung bakso itu."Eh, Mbok Jum, tuh si Shafira kenapa, sih?" "Mungkin sedang masuk angin, Bu Mer," jawab Mbok Jum, lalu melangkah ke dalam mengikuti Shafira.Bu Merry yang ditinggal sendirian itu, bergegas masuk warung juga lalu duduk kembali di depan Shafira."Tadi siang Shafira beli rujak, sekarang mual, itu mah tanda-tanda orang hamil muda. Semua orang juga tahu itu." Dengan gayanya yang
Mengandung Anak Majikan 15Ya. Andai waktu bisa diulang kembali, bahkan sesuka hati dan kehendak manusia itu sendiri. Akan tetapi, nyatanya tak ada satu makhluk pun di bumi ini yang berkuasa atas waktu melainkan Sang Pencipta."Samudra, buka pintunya." Di saat Samudra sedang berdiskusi dengan hatinya sendiri, suara ayahnya memanggil namanya di balik pintu kamar.Bergegas Samudra bangkit untuk membuka pintu itu, "Masuk, Yah."Dengan langkah pelan, Tuan Danureja masuk kamar. Ia mengedarkan pandangan di sekelilingnya. Lelaki tua yang berpakaian rapi dan perlente itu berdiri di dekat pigura yang di dalamnya terdapat sebuah foto masa kecil Samudra. Setelah beberapa saat, tubuhnya berbalik dan memandang Samudra."Beberapa hari belakangan ini, Ayah mengamati gerak-gerikmu yang cenderung menjadi pendiam dan murung. Ada apa, Samudra?" tanya Tuan Danureja, satu tangannya di masukkan ke dalam saku celananya."Nggak ada apa-apa, Yah. I'm fine." Samudra melipat kedua tangan di perut, punggungnya
Mengandung Anak Majikan 16"Ayo, akhiri saja hidupmu. Apa gunanya hidup, tetapi selalu menderita dan menanggung malu!" Bisikan yang dihembuskan oleh setan memasuki telinga kiri Shafira."Kuatkan imanmu, Shafira. Masih ada ibu yang menyayangimu dan Allah yang selalu mendengar keluh kesah dan doa-doa hambanya yang meminta pertolongannya." Bisikan lembut yang menenangkan dan menentramkan jiwa memasuki telinga kanan Shafira."Ada sebilah pisau ta*jam di dapur, cepat ambil dan putuskan urat nadimu, agar penderitaanmu berakhir sekarang, gadis manis!" Setan terus berusaha membuat manusia terjerumus ke dalam neraka untuk mengikutinya."Sebut nama Tuhan-mu dan terus istighfar, Shafira!" Suara-suara yang seolah didengar Shafira itu semakin lama semakin memenuhi kepalanya. Ia mecoba memejamkan mata dan berteriak menghalau suara-suara itu. Akan tetapi, mereka tak mau pergi. Shafira mendengkus. Matanya membulat menatap liar pada sebuah cermin yang tergantung di dinding kamarnya. Ia melihat pantu
Mengandung Anak Majikan 17Shafira berdiri, dengan luapan emosi di dalam dadanya, ia menggebrak meja yang dipenuhi berbagai macam jualan Budhe Darmi."Shafira nggak seperti yang dituduhkan ibu-ibu semua. Shafira bukan perempuan nakal!" Suaranya melengking.Shafira pun akhirnya meninggalkan warung Budhe Darmi. Ia tak jadi membeli rujak, hilang sudah keinginannya untuk menikmati seporsi rujak yang segar.Sementara itu, ibu-ibu yang masih berkumpul di warung rujak, masih saja membicarakan tentang Shafira.Hari berganti dengan cepat.Tak terasa, kehamilan Shafira telah memasuki usia 5 bulan. Sebagaimana kehamilan pada umumnya, maka perut Shafira pun sudah terlihat membesar.Seiring terlihatnya perut Shafira yang membesar itu, maka semakin deraslah cemoohan dan hinaan para tetangga, khususnya ibu-ibu, yang selalu diterima Shafira setiap hari. Sehingga membuat Shafira takut dan tak berani keluar dari rumah.Hari-hari dilalui Shafira hanya dengan mengurung diri di dalam kamarnya saja. Hanya
Mengandung Anak Majikan 18"Hah ... coba ulangi, siapa nama mantan suami kamu itu, Shafira?" tanya Bu Merry sedikit kaget."Samudra Danureja." Shafira mengulang nama itu dengan keras.Hal itu membuat Mbok Jum terperangah. Tentu saja. Karena mereka berdua sudah berjanji di hadapan Tuan Danureja, bahwa mereka tak boleh membuka rahasia pernikahan Shafira dengan Samudra di hadapan masyarakat luas."Samudra anak dari Tuan Danureja pemilik perusahaan Karya Cipta itu maksud kamu, Shafira?" Ibu-ibu itu serempak bertamya, karena mereka sungguh tak mempercayai omongan Shafira."Iya, betul."Tanpa dikomando, Bu Merry dan ibu-ibu lainnya pun seketika tertawa terbahak-bahak dibuatnya."Hey ... Shafira, kalau ngomong itu dipikir dulu. Mana mungkin, sih, Samudra mau nikah sama kamu? Secara kan, kamu itu orang miskin. Sedangkan Samudra itu anak horang kayah!" sambar Bu Merry."Lagi ngelantur kali nih anak." timpal Bu Ida."Ngelantur sih ngelantur, tapi jangan segitunya, dong," sinis Bu Atun.'Kamu it
Mengandung Anak Majikan 32"Gimana kondisi kaki anak saya ini, Dok?" tanya Nyonya Hapsari saat dokter visit ke ruang rawat inap pasien malam itu."Setelah melihat hasil rontgent, ternyata ada retak sedikit di pergelangan kakinya, Bu. Jadi tidak terlalu parah." Dokter yang mengenakan lab jas putih tersebut menjelaskan kondisi kaki Samudra kepada orang tuanya.Tuan Danureja dan Nyonya Hapsari mendengarkan dengan seksama setiap penjelasan dari dokter."Baik lah, Bapak dan Ibu, selama Samudra mengikuti prosedur perawatan yang sudah diatur, insyaa Alloh keadaan kakinya nanti akan pulih seperti sedia kala lagi," ucap dokter tersebut."Terima kasih banyak atas penjelasaanya, Dok." Tuan Danureja menjabat tangan sang dokter sebelum ia meninggalkan ruangan Samudra.Tuan Danureja menghela napas lega setelah dokter itu berlalu."Untung nggak parah, Sam. Kamu bikin jantungan Ibu saja. Besok-besok kalau mau betangkat kerja, Ibu bawain bekal aja dari rumah," repet Nyonya Hapsari."Samudra bukan anak
Mengandung Anak Majikan 31"Tuan Danureja sama Nyonya Hapsari kenapa jalannya terburu-buru seperti itu, ya? Apa jangan-jangan anak beliau ada yang sakit di sini? Tapi siapa?" Sambil bersembunyi di sebuah tiang besar, Mbok Jum bertanya-tanya pada dirinya sendiri."Kalau ada Tuan dan Nyonya di sini, berarti ada Warso juga. Wah, aku mesti hati-hati ini, jangan sampai salah satu dari mereka ada yang melihatku di sini," gumam Mbok Jum.Setelah Tuan Danureja dan Nyonya Hapsari tak terlihat lagi dari pandangan mata Mbok Jum, maka ia pun meneruskan langkahnya menuju kantin yang berjarak tinggal beberapa langkah lagi di depannya itu."Teh hangat dua ya, Bang," pesan Mbok Jum kepada penjaga kantin. Ia pun mengambil satu pack roti sobek manis, dua buah arem-arem, dan satu botol air mineral berukuran besar."Berapa semuanya, Bang?" Penjaga kantin itu menghitung semua belanjaan Mbok Jum, lalu berkata, "Total semuanya 36.000, Bu."Mbok Jum mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu. Setelah mendap
Mengandung Anak Majikan 30Orang-orang yang sedang berlalu lalang di sekitar kejadian tabrakan itu, cepat mengerumuni Samudra dan si pengendara motor yang sama-sama terjatuh ke aspal karena insiden tabrakan tersebut.Samudra meringis kesakitan sambil memegangi lutut dan pergelangan kakinya. Sementara itu, si pengendara motor langsung berdiri dan menghampiri Samudra."Hei, pakai mata dong kalau mau nyebrang. Nggak maen nyelonong aja kayak kerbau!" maki si pengendara motor yang ternyata adalah seorang pemuda seumuran Samudra."Kerbau matamu! Kau itu yang ngebut nggak lihat-lihat ada orang mau nyebrang!" Samudra ganti memaki, tak mau kalah.Cuaca siang yang sangat panas menyengat kulit, semakin membuat panas hati dengan adanya cek cok di pinggir jalan yang ramai penuh polusi dari asap knalpot kendaraan."Nyolot Lu, ya!" si pengendara motor itu tahu-tahu mencengkeram kerah baju Samudra. Tangan kanannya terkepal hendak menghantam tubuh Samudra. Beruntung ada beberapa dari kerumunan orang i
Mengandung Anak Majikan 29Mbok Jum terdiam. Ia belum tahu maksud pembicaraan dari Suster itu."Kuning, kunig gimana maksudnya, Sus?" tanya Mbok Jum."Cucu Nenek mengalami bayi kuning, Nek." Suster tersebut menjeda katanya, "hal ini disebabkan karena cucu Nenek itu kurang cairan.""Terus, gimana Sus?" tanya Mbok Jum terlihat bingung."Sekarang dia masuk inkubator dan disinar Nek. Apakah ibu si bayi sudah bisa ke sini, Nek?""Saya belum tahu, Sus. Dia masih ada di rumah Bidan Nurlela sekarang.""Kalau dia sudah sehat dan bisa ke sini, kabari langsung, Nek. Karena si bayi ini akan cepat pulih kalau dia mendapat ASI dari sang ibu.""Oh gitu ya. Ya udah, saya telpon dulu anak saya itu ya, Sus." Mbok Jum pun meninggalkan Suster itu untuk menghubungi Shafira."Halo, Nduk." Suara Mbok Jum memburu."Halo. Si mbok, ada apa?" jawab Shafira di ujung telpon."Kamu udah sehat belum?""Hmm ... saya tanya Bu Bidan dulu ya, Mbok.""Cepetan ya, ini si mbok lagi minjem HP punya pak sekuriti rumah sakit
Mengandung Anak Majikan 28"Kalau boleh tahu, Ibu ini siapanya si adek bayi, ya?" tanya dokter anak."Saya neneknya, Bu Dokter. Ibunya si bayi masih ada di rumah Bu Bidan, karena masih belum pulih kesehatannya sehabis melahirkan tadi pagi, Bu dokter," jawab Mbok Jum secara rinci."Oh, baik. Saya mengerti, Ibu. Saya lanjutkan lagi penjeladan tentang kondisi bayinya ya, Bu. Jadi, bayinya ini kan berat lahirnya di bawah normal, oleh karena itu secepatnya kita ambil tindakan untuk merawatnya di Intensive Care selama beberapa hari."Dokter anak tersebut memberikan penjelasan secara rinci kepada Mbok Jum. Sesekali, Mbok Jum mengangguk-angguk tanda mengerti. Kemudian, ia pun keluar dari ruang praktek dokter setelah sesi konsultasi mengenai kondisi sang cucu."Suster, boleh nggak saya melihat cucu saya di dalam?" tanya Mbok Jum bertanya kepada seorang suster jaga yang sedang menatap layar komputer di mejanya.Perawat jaga itu menghentikan aktifitasnya sejenak dari depan layar komputer, lalu
Mengandung Anak Majikan 27"Karena berat badan bayi sangat rendah, maka dia rentan terhadap penyakit, Bu. Oleh karena itu, saya sarankan agar dibawa ke rumah sakit, agar mendapat pemeriksaan medis secara menyeluruh dari dokter anak, Bu," ujar Bidan Nurlela memberikan saran.Mbok Jum terlihat memahami apa yang disampaikan oleh Bidan Nurlela barusan. Tapi, nampaknya ia ragu karena memikirkan biaya rumah sakit yang pastinya mahal."Hmm ... kira-kira biaya rumah sakitnya mahal nggak, Bu Bidan?" tanya Mbok Jum sambil memandangi cucunya yang dibaringkan di dalam box bayi di samping bed Shafira."Shafira punya kartu BPJS?" Bidan Nurlela menatap Shafira."Nggak punya, Bu," jawab Shafira lirih.Bidan Nurlela tampak berpikir sejenak."Jadi, gimana ini, Bu? Bayinya dirawat sendiri aja atau mau gimana?" Bidan Nurlela pun ragu dengan pertanyannya sendiri.Mbok Jum mendekati Shafira, lalu bertanya, "Gimana, Nduk? Kita bawa ke rumah sakit nggak bayinya?""Daripada nanti kenapa-napa, lebih baik kita
Mengandung Anak Majikan 26"Astaghfirulloh, Shafira ... ada apa, Nduk?" Mbok Jum berlari menghampiri Shafira yang panik. Kue yang sedang disusun tak sengaja ia lempar begitu saja karena gugup.Mbok Jum mendapati Shafira yang sedang merintih kesakitan sambil duduk di kursi dapur. Sementara itu, rok bawahan Shafira terlihat basah."Mbok, perut Shafira sakit sekali," rintihnya dengan wajah tegang."Ya Allah, ini sepertinya udah pecah ketubannya. Kamu mau melahirkan Nduk. Padahal kan baru tujuh bulan. Aduh ... gimana ini?" Mbok Jum semakin panik. Sejenak, ia tak tahu harus berbuat apa karena sedang dikuasai oleh kepanikan."Aduh ...." Shafira meringis lagi, sehingga menyadarkan Mbok Jum bahwa ia harus cepat bergerak untuk menolong anaknya itu."Nduk, kamu nyimpan nomor telpon Pak Karman yang punya penyewaan mobil itu kan?" tanya Mbok Jum."Iya, Mbok, ada.""Cepat telpon Pak Karman, Nduk. Suruh cepat dia ke sini buat ngantar kita ke Bidan.""HP-nya ada di kamar, tolong ambilkan, Mbok." Sha
Mengandung Anak Majikan 25Warso tertunduk diam. Mau jawab salah, nggak jawab pun pasti salah. Begitu menurutnya."Jawab, So!" ujar Samudra seperti tak sabar."Anu, Den, ehm ....""Ngomong yang jelas, So. Jangan bikin aku penasaran!" desak Samudra."Sebenarnya, saya ... saya udah diwanti-wanti sama Tuan Danureja untuk tidak menghubunginya lagi, Den." Warso akhirnya berkata jujur."Apa alasannya?" Samudra mengerutkan dahinya."Saya nggak tahu, Den. Tuan Danureja hanya bilang begitu ke saya. Kalau Den Samudra mau tahu alasannya, sebaiknya tanya langsung sama beliau." Warso menunduk lagi.Samudra urung pergi ke rumah Shafira. Pasti ada alasan kuat dibalik perintah larangan oleh ayahnya itu. Maka ia pun segera menuju ruang kerja sang ayah.Tiba di ruangan sang ayah, Samudra langsung mendudukkan pantatnya di kursi empuk tepat di depan Tuan Danureja."Sam? Bukan kah ada meeting dengan client sebentar lagi? Kenapa malah ke sini?" tanya Tuan Danureja menatap Samudra.Samudra memgembuskan nafa
Mengandung Anak Majikan 24Samudra menoleh ke belakang mobil begitu Warso menyebut bahwa ia melihat Mbok Jum dan Shafira terlihat di halte. Samudra celingukan mencari sosok mereka dari balik kaca mobil."Mana, So, kamu bilang tadi melihat mereka?" tanya Samudra yang duduk di belakang Warso."Tadi ada, Den. Dekat halte," jawab Warso."Menepi dulu, aku mau menemui mereka!" perintah Samudra kepada sopirnya itu.Warso mencari ruang kosong di pinggir jalan untuk menghentikan mobilnya.Samudra bergegas keluar dari mobil, lantas berjalan menuju halte yang telah terlewati beberapa meter di belakangnya.Di saat yang bersamaan, sebuah bis kota datang dari arah berlawanan dan berhenti di halte. Shafira dan Mbok Jum segera naik ke dalam bis kota itu. Beberapa penumpang lain pun tampak memasuki bis berbadan besar itu. Pintu bis kota tertutup kemudian melaju meninggalkan halte.Samudra berlari-lari kecil mengejar bis kota itu, akan tetapi sayangnya bis itu telah melaju pergi sebelum Samudra sampai