“Astaghfirullah, Kak Malik kok ada disini?” gumam Anita.Lusi dan Anita sama-sama panik. Alasan Anita panik karena ia tidak ingin Bi Minah melihat interaksi antara Lusi dan Malik nantinya. Sedangkan Lusi khawatir, karena Malik pasti akan marah jika ia mengetahui bahwa ia tengah hamil. Padahal Malik tidak pernah berhubungan intim dengannya.“Kamu mengundang Malik?” Anita menggelengkan kepalanya.“Restoran ini sangat ramai, aku nggak mau ada keributan. Dan aku juga merasa pusing pengen istirahat. Jadi aku akan pergi tanpa sepengetahuan Malik, sebaiknya kamu mengalihkan sejenak perhatian Malik. Atau nanti dia akan memelukku dan mengajak aku pergi.” Alasan Lusi itu sangat tidak masuk akal. Tapi karena Anita tidak ingin mereka berdua bertemu, ia pun menyetujuinya.“Kalau gitu aku akan turun dan menemui Kak Malik. Terus aku bakalan ngajak Kak Malik ke cafe di ujung sana untuk membeli dessert. Kamu bisa memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi.”Setelah saling setuju, Anita bergegas keluar da
Dua minggu telah berlalu. Hari dimana Lusi akan tes DNA pun tiba. Anita segera menghubungi Lusi untuk datang ke rumah sakit yang sudah Anita beri tahu sebelumnya.“Oh sial, cewek ini inget aja,” keluh Lusi.Rama yang sedang membuatkan susu untuk Lusi menoleh ke arahnya. “Siapa?”“Ini istrinya Malik, dia beneran mau tes DNA. Hari ini dia minta aku ke rumah sakit yang dia sarankan. Liatlah, dia ngasih alamat rumah sakit itu sampai ke foto rumah sakit itu, dan yang paling nyebelin lagi dia bilang kalau aku takut kesasar dia mau jemput aku. Oughh, pengen bener aku jambak rambutnya.” Lusi terus saja ngedumel tidak karuan.Rama datang mendekati Lusi dengan susu yang sudah ia buat. Ia pun menyerah susu itu pasa Lusi.“Udah minum dulu ini, jangan stres kasian bayi yang kamu kandung. Lama-lama pusing juga anakku Mamanya ngamuk-ngamuk terus.”“Banyak bacot kamu, diem aja deh. Nanti anterin aku ke rumah sakit itu. Terus nanti cari celah buat nanti kita bisa manipulasi data. Aku nggak mau penolak
Setelah pergi meninggalkan rumah Ruslan, Malik pertama-tama bergegas menuju rumah sakit. Di ingin mencari tahu lebih detail apa yang dilakukan Anita pada hari itu.Di tengah jalan, ban mobil malik tiba-tiba saja pecah. Karena ia tidak membawa ban ganti, ia harus menghubungi jasa service langganannya agar datang ke lokasinya sekarang.Seraya menunggu pria tampan itu duduk di tepi jalan yang rindang. Ia menatap ke arah langit yang mulai mendung. Matahari pun sudah sepenuhnya bersembunyi di balik awan-awan yang gelap itu.“Haaah, hari-hari ku mulai sulit karena hal yang absurd sekarang. Apa ini balasan untukku karena telah bersikap kasar pada Anita. Kalau diingat-ingat lagi, aku yang tanpa sengaja membuat Anita terjatuh di kamar mandi hingga kakinya patah lagi, itu sangatlah kejam dan tidak manusiawi,” ungkap Malik pada dirinya sendiri.Seekor kupu-kupu tiba-tiba hinggap di bahunya yang kekar. Malik melihat kupu-kupu berwarna biru itu dengan tenang.“Apakah kamu datang ingin menenangkank
Saling bertautan lah kedua bibir suami istri itu di ruang keluarga. Sulit bagi Anita mengimbangi permainan suaminya karena ia baru pertama kali melakukan hal itu. Beberapa kali Anita melepaskan diri dari Malik untuk mengambil napas. Tapi kemudian Malik kembali menariknya hingga mereka tanpa sengaja terjatuh ke atas sofa. Semakin liarlah Malik menjarah tubuh istrinya di atas sofa itu. “Kak, jangan lakukan di sini, nanti ada yang liat kayak mana?” cemas wanita itu.Tapi Malik tidak menggubris perkataan istrinya. Karena Malik sudah mengunci pintu rumah, dan Bi Minah juga tadi sore izin pulang untuk menemui Imah.Anita tidak tahu harus berbuat apa. Ia pun hanya diam dan membiarkan Malik melakukan apa yang pria itu inginkan.Akan tetapi, sejak awal rasa menggelitik di perutnya kini menjalar keseluruh tubuhnya. Ia tidak mengerti rasa yang ia rasakan itu, tapi ia menikmatinya. Suara yang sedari tadi ia tahan pun keluar begitu tangan kekar suaminya menyentuh bagian sensitif tubuhnya.Seketik
Malik tiba di cabang baru cafenya. Di sana telah ramai orang yang datang menunggunya. Karena Malik yang akan memotong pita pembukaan cabang cafe itu. Para calon pelanggan juga sudah banyak yang datang di depan cafe menunggu pembukaan dan mendapatkan kopi dan kue gratis.Eris segera membukakan pintu mobil Malik begitu pria tampan itu memarkirkan mobilnya.“Ayo Pak, akan saya pandu ke tempat pemotongan pita,” ucap Eris.“Maafkan aku Eris, aku ada kerjaan tadi sebelum kesini.”“Iya Pak, sebaiknya kita cepat melakukan pemotongan pita. Matahari semakin terik, kasihan orang-orang yang menunggu.”Lalu mereka berdua pun bergegas dengan mempercepat langkah kaki mereka. Dan begitu mereka tiba di tempat yang dituju tepuk tangan dan sorakan terdengar dari para pelanggan. Mereka mengucapkan selamat dan doa agar cafe yang baru buka itu sukses.Pria tampan itu tersenyum seraya mengucapkan banyak terima kasih. Lalu ia pun segera memotong pita dan meresmikan pembukaan cabang cafenya. Lagi-lagi tepuk t
“Sudah sayang, jangan kamu pikirkan apa yang baru saja terjadi. Apa kamu sudah shalat Dzuhur?” Malik mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.Dan untung saja istrinya segera menenangkan dirinya begitu Malik bertanya soal shalat. Begitu Anita merasa lebih baik, wanita itu pun berdiri dengan masih dibantu oleh suaminya.“Nggak apa-apa, kita bisa pelan-pelan,” ucap Malik agar istrinya bisa merasa lebih tenang.Karena langkah kaki istrinya terasa sangat berat, Malik pun menggendongnya. Wanita itu juga hanya diam saja begitu pria itu menggendongnya karena ia memang merasa sangat lelah dan kehabisan tenaga.“Apa kamu bisa mengambil wudhu?” tanya Malik begitu istrinya baru saja hendak masuk ke kamar mandi.“In Sya Allah bisa Kak,” jawab Anita dan hendak menutup pintu kamar mandi.“Nggak usah ditutup,” cegah Malik.“Tapi aku mau mandi Kak.”“Kenapa harus mandi? Ambil wudhu aja.”“Aku kotor dari berkebun tadi Kak, aku juga tadi menggunakan pupuk kandang,” jawab Anita lirih.“Ya walaupun kamu mau
Hari ini Linda Mama dari Malik hendak datang ke cabang baru cafe putranya itu. Anaknya itu memang tidak mengundangnya, karena ia dua hari yang lalu masih di Hongkong untuk urusan bisnis. Dan hari ini ia memutuskan untuk memberikan kejutan untuk Malik di hari pembukaan cafe.Dari kejauhan sebelum ia tiba di cafe, mertua Anita itu sudah bisa melihat betapa ramainya cafe. Senyuman bangga terlukiskan di wajah cantiknya yang mulai menua.“Pak, berhenti di depan aja,” titah Linda pada Pak Mamat sopirnya.“Iya Bu.”“Nanti kamu carilah apa yang hendak kamu cari tadi. Aku akan berada di cafe untuk beberapa waktu. Kalau aku aku mau keluar aku bisa minta antar karyawan Malik nanti.”“Baik Bu.”Setelah Mamat berhenti di depan cafe, Linda turun dan berjalan menuju cafe. Sedangkan Mamat pergi meninggalkan cafe dan Linda di sana.Eris manager cafe melihat Linda yang datang. Karena ia sebelumnya sudah pernah bertemu dengan mertua Anita itu, ia pun mengenalnya dan segera menghampirinya.“Ibu!” sapa Er
Dua hari telah berlalu sejak kejadian tragis di rumah Malik. Linda juga sudah merawat Anita dengan baik agar bisa mengurangi trauma. Dan hari ini Linda harus pulang karena ada urusan penting.Anita mengantarkan Linda berjalan keluar rumah. “Terima kasih ya Mama sudah mau menemani aku beberapa hari ini Ma,” ucap Anita.“Kenapa berterima kasih sayang, kamu kan sekarang menantu Mama. Dan akan menjadi kesalahan bagi Mama jika membiarkan kamu. Kamu juga sudah Mama anggap anak sendiri.” Anita pun tersenyum dan memeluk Mama mertuanya itu.“Kamu beneran nggak mau kasih tau Fatimah dan Khalid?” tanya Linda.“Ani rasa jangan deh Ma, nanti akan menjadi beban pikiran Mama Papa aja nanti.”“Iya juga sih Nak. Mama cuma khawatir nanti mereka merasa bagaimana kalau nggak dikasih tau.”“Nggak apa-apa Ma, nanti kalau misalnya Mama Fatimah sama Papa Khalid bertanya baru Ani cerita sama mereka. Lagi pula Mama sama Papa lagi sibuk ngurusin Kak Mizwar urusan bisnis Kakak.”Linda mengangguk seraya mengelus
Malik masih di dalam gedung, dan baru saja selesai bicara dengan para penyewa gedung dan beberapa karyawannya.“Aku akan menghubungi vendor yang terbaik segera Pak. Agar perbaikan gedung segera dilaksanakan!” ucap Sandri sebagai penanggung jawab gedung.“Iya, laksanakan segera. Dan jangan lupa, sebelum itu urus dulu perairan dan listrik di gedung aman,” sahut Malik. Pria muda yang terlihat tidak jauh berbeda umur dari Malik itu menganggukkan kepalanya. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang setelah melihat Malik atasannya pergi meninggalkannya.***Matahari sangat terik, bahkan sangat terasa walaupun berada di dalam ruangan ber-AC sekali pun. Rasa lelah sangat cepat menyerang, dan dahaga selalu melanda setiap orang siang itu.Tapi Malik, tidak peduli seberapa terik matahari saat itu. Ia segera menancapkan gas mobilnya dengan cepat. Ia ingin segera sampai di rumah dan bertemu dengan istrinya. Karena sejak tadi pria tampan itu merasa gelisah.“Ya Allah, kenapa r
“Astaghfirullah, Nak! Anita! Sayang!” pekik Linda begitu ia masuk ke dalam kamar dan mendapati menantunya telah jatuh pingsan.“Bi! Bi! Panggil dokter Bi! Terus suruh Malik cepet pulang sekarang juga!” pekik Linda.Kepanikan kembali menghampiri Linda. Ia berusaha sekuat tenaga menggendong Anita dan membawanya ke atas kasur.“Aduh bajunya kok basah?” ucap Linda.Iya pun segera mengambil pakaian baru untuk menantunya dan hendak mengganti pakaian yang basah itu. “Biar aku aja Ma,” cegah Malik yang ternyata baru saja sampai di rumah.“Kamu udah pulang Nak? Malik gimana ini? Pasti Anita syok karena kecelakaan itu?” Tangisan Linda hampir pecah ketika berkata seperti itu.Malik segera memegang kedua bahu Mamanya dan menggenggamnya dengan lembut. “Ma, Mama lupa? Anita lagi datang bulan, mungkin ini karena dia kurang darah dan tadi juga dia terluka. Jadi bukan masalah besar, biasanya juga kan begitu Ma. Mama juga seorang wanita kan?” Linda terdiam, dan mulai berpikir. Apa yang dikatakan anak
Kepanikan terlihat jelas di raut wajah suami dari Anita itu. Ia segera berlari menuju mobil Linda yang menabrak trotoar. Ia melihat di dalam sana ada pak Mamat dan Anita istrinya dalam keadaan pingsan.Tanpa banyak berpikir, pria tampan yang tampak syok itu segera masuk ke dalam mobil dan mengeluarkan istrinya dari sana. Dan pak Mamat di selamatkan oleh warga lainnya.Dikarenakan ambulan belum tiba, Malik berusaha menyadarkan Anita berkali-kali dengan memukul pelan wajahnya sampai memberikan napas buatan untuknya. Bulir bening perlahan tapi pasti mulai mengalir dari mata menawan pria tampan itu. Rasa sesak di dada mulai menghampiri melihat dahi sang istri yang mengalir darah segar dari sana.“Pak apakah Bapak ini keluarganya?” tanya salah satu warga yang ada di sana.Hanya anggukkan kepala yang menjadi jawaban Malik. Dan beberapa saat kemudian pihak medis pun tiba dan segera membawa Anita dan pak Mamat ke rumah sakit.Di saat yang sama, polisi juga tiba di sana. Beberapa warga diminta
Anita terlihat bingung melihat ke sekeliling kamar. Ia membolak-balikkan bantal, selimut dan yang lainnya. Wanita cantik itu tengah mencari ponselnya untuk menghubungi Laras sang sahabat.Malik masuk ke dalam kamar dan segera berbaring di atas sofa yang ada di kamar itu. Ia melihat istrinya seperti sedang kebingungan seraya menggigit ibu jarinya.“Kamu cari apa?” tanya pria tampan itu.“Ini loh Kak, hp aku dimana ya? Aku harus menghubungi Laras,” jawab sang istri.Malik pun baru teringat bahwa ponsel dari istrinya itu ada padanya. Raut wajah pria tampan itu berubah menjadi canggung. Ia segera mengambil ponsel di saku celananya seraya melihat gerak-gerik Anita. Ketika istrinya berada jauh dari tempat ia duduk, ia segera meletakkan ponsel itu tepat di bawah sofa. Di saat ia baru saja melakukan itu, Anita menoleh ke arahnya. Jantung Malik terasa hampir lepas dari tempatnya karena terkejut.“Kenapa? Ada apa?” tanyanya sebisa mungkin tidak terlihat gugup.Dengan wajah memelas, istri Malik
“Wah sabun mandi Mama wangi banget ya Kak, kayaknya ini sabun organik, ” ucap Anita begitu ia selesai mandi.Malik yang sedang bermain game online pun menoleh ke arahnya. “Eem, Mama memang suka wangi-wangian yang alami tanpa banyak bahan kimianya.”“Aku mau juga lah.”“Ya udah nanti waktu kita pulang aku anterin beli, aku tau Mama biasanya beli dimana.”Anita pun mengangguk kemudian berjalan menuju kasur dan berbaring. Aroma wangi dari tubuh wanita itu mengganggu konsentrasi dari Malik dalam bermain game online itu.“Kenapa kamu wangi banget?” tanya Malik menoleh ke arah istrinya.“Bukankah sudah aku bilang tadi sama Kakak, kalau sabun Mama wangi banget.”Pria tampan itu tiba-tiba hampir menjatuhkan tubuhnya di atas Anita. Kini mereka berdua saling pandang satu sama lain. Lagi-lagi jantung mereka berdua berdetak tidak karuan. Ditambah lagi aroma wangi yang membangkitkan gairah pria tampan itu.Anita yang malu sedikit memalingkan wajahnya. Ia tidak sanggup menatap suaminya lebih lama l
Malik tengah berada di rumah Dimas, setelah temannya itu mengajaknya untuk bertemu.“Kamu ada urusan apa manggil aku?” tanya Malik seraya berbaring di atas kasur teman sekolahnya itu.Dimas duduk di kursi yang tidak jauh dari kasur. “Malik gini, kamu kan teman yang baik banget. Masya Allah pokoknya da—”“Udah nggak usah basa-basi deh, langsung aja ke intinya mau minta tolong apa?”“Hehehe, kamu tau aja … gini Malik. Aku mau ngadain lamaran buat pacar aku. Tapi keadaan keuangan aku lagi pas-pasan, boleh nggak kamu bantu aku pinjemin cafe kamu gratis untuk aku.”“Waah, kamu ini minta tolong hal sebesar ini tapi kamu nyuruh aku yang dateng ke rumah kamu.”“Habisnya aku malu kalau sampai istri kamu denger.”Malik yang tadinya berbaring kini terduduk karena mendengar perkataan Dimas. “Kamu tau aku udah nikah?” tanyanya.“Hehe, iya aku tau. Tapi kamu tenang aja, aku nggak bakal bilang ke yang lain kok.”“Kaya
Amir berjalan sempoyongan akibat pengaruh obat. Ia merasa sangat depresi saat ini. Keinginannya untuk membalas dendam pada Anita sangat tinggi.Setelah beberapa minggu yang lalu ia telah gagal menculik istri Malik itu. Ia terus mencari cara lain agar rencananya berhasil.“Coba aja Malik nggak pulang waktu itu, pasti udah aku bawa cewek itu dan aku habisi dia. Malik memang sangat menyusahkan, kayaknya di juga sekarang udah tau aku yang sebenernya.” Terus saja Amir melantur tidak jelas sampai ia tiba di salah satu rumah kosong di dalam hutan. Tidak ada tempat lain yang bisa ia tuju sekarang selain rumah itu. Semuanya sudah polisi ketahui dan Malik juga tahu tempat-tempat yang sering ia kunjungi.Begitu Amir berbaring di atas ranjang yang beralaskan kasur tipis. Ia melihat ke arah langit-langit rumah yang penuh dengan sarang laba-laba. Lalu tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang ditutup dengan sangat keras.Amir pun terperanjat dan seger
“Tuan pasti baik-baik aja Nyonya, Nyonya berhentilah menangis.”Bi Minah mencoba menenangkan Anita yang terus saja menangis. Malik belum juga sadar walaupun sudah dibawa ke rumah sakit. “Nyonya, Nyonya harus tegar. Entah apa yang akan Nyonya hadapi kedepannya nanti. Kalau Nyonya lemah gimana jadinya nanti rumah tangga Nyonya.”Mendengar nasihat Bi Minah seketika isak tangis Anita berhenti. “Benar, apa yang Bibi katakan itu benar. Entah masalah apalagi yang akan terjadi kedepannya. Tidak tau apakah itu berat atau tidak nantinya.”“Gitu dong Nya, harus tegar dan kuat.”Anita memeluk Bi Minah, “Terima kasih ya Bi.”“Iya Nyonya sama-sama.” Bi Minah tersenyum lalu membalas pelukan Anita.Beberapa saat kemudian polisi datang ke rumah sakit untuk mendapatkan keterangan dari Anita soal insiden yang terjadi pada Malik. “Ibu Anita?” “Iya Pak.”“Mari ikut kami sebentar!” ajak beberapa polisi itu.
Anita tidak tahu harus bagaimana setelah ia mengetahui bahwa Malik kini sudah tau kebenarannya. Wanita itu kini hanya bisa menunduk karena sangat bingung. Lalu air matanya mulai mengalir tanpa ia sadari. Ia pun tidak tahu bagaimana bisa air mata itu terjatuh, karena perasaannya kini bercampur aduk.Malik menyadari bahwa istrinya menangis. Ia pun segera berdiri kemudian duduk berlutut agar bisa menghapus air mata Anita. “Kenapa kamu nangis? Apakah perkataanku tadi telah menyakitimu?” tanyanya.“Bangun Kak, kenapa Kakak bertulut seperti itu,” pinta Anita seraya mencoba membangunkan Malik.“Kalau aku tidak berlutut, lalu bagaimana caraku menghapus air matamu yang mulai mengalir?”Anita diam saja tidak menjawab apapun.“Apa yang membuatmu menangis? Apa kamu menduga bahwa anak yang dikandung Lusi adalah anakku?” tanya Malik. Anita yang menunduk kini melihat ke arah suaminya dengan tatapan sendu.Malik menghapus kembali air mata istrinya yang terus saja mengalir. “Katakan sesuatu, agar aku