"Ayah kalau mau ngomong yang bener dikit dong," seru Marshel.
"Memang begitu adanya, dia calon menantu ayah. Calon istri kamu juga calon putri ayah juga, yakan bun."
Lena yang memang menyukai Ica hanya bisa tersenyum dengan ucapan suaminya yang begitu mengejutkan semuanya, termasuk Ica yang hanya bisa diam dengan kecanggungannya. Sasa yang merasa kasihan dengan mamanya segera menghentika gelak tawa semua orang, ia menuntun sang mama dengan penuh hati-hati menuju ruang tengah rumahnya.
"Mama tunggu sini ya, Sasa ambilin minum dulu."
"Terima kasih sayang."
Dan tak lama Sasa kembali dengan segelas susu ditangannya, bukan mengambilkan air namun ternyata Sasa membuatkan susu hamil untuk mamanya. Begitu perhatian hingga membuat semua orang begitu haru dibuatnya.
Sabrina dengan senang hati menerima dan menghabiskan susu itu dengan sekali minum, betapa bahagianya kini Sabrina.
Sasa berlari mengambil gelas kosong mamanya, membawanya cepat menu
Keempatnya kini tengah berkumpul dalam satu meja, setelah insiden halaman belakang membuat Marshel juga Ica dalam suasana kecanggungan yang begitu parah. Apa kalian tahu apa yang sebenarnya dilihat Sabrina kala itu???Yah, suasana cerita juga alam begitu mendukung keduan insan itu dalam suasana yang begitu romantis. Marshel lepas kendali akan dirinya, sedang Ica terlena dengan ketampanan Marshel dibawah sinar rembulan.Perlahan tangan Marshel hanya menyentuh wajah Ica, hanya sekedar menyentuh. Namun ketika Ica menyentuh tangan itu semua berubah, kini entah siapa yang memulai yang jelas keduanya sedang menikmati satu sama lain. Menikmati ciuman panas ditengah udara dingin kala itu, hingga suara Sabrina menyadarkan keduanya dengan apa yang tengah terjadi sebenarnya.Dan itulah mengapa kini keduanya terjebak dalam kondisi canggung."Mau sampai kapan itu ayam diangurin," tanya Nio membuyarkan keheningan tersebut.Marshel mulai melahap makanannya begitu
Sabrina terus berdebar jantungnya, ia panik dan terus menggigiti kuku jarinya. Yang ia ingin saat ini hanya melihat putrinya baik-baik saja, mungkin hanya harapan namun Sabrina benar-benar berharap dengan itu."Sayang pelan sedikit," tegur Nio pada istrinya.Namun sekolah nampak ramai orang bergerombol, banyak terdengar suara tangis para anak-anak juga disana. Sabrina semakin cemas hingga kakinya begitu lemas, beruntung Nio sigap menopang tubuh istriyna."Sasa, Sasa anak mama.""Kita lihat dulu, Sasa pasti baik-baik saja."Tak bisa dipungkiri jika saat ini jantung Nio juga berdebar dengan begitu tak karuan seperti Sabrina, namun ia tak boleh lemah didepan istrinya yang sudah terlihat lemah.Semakin mereka dekat semakin jelas terdengar suara riuh dari beberapa orang disana, dan ternyata ada ahli medis juga yang tengah menangani pasiennya. Samar-samar telinga Sabrina mendengar seseorang menyebut nama putrinya, ia dengan panik seger
Tangan Selly gemetar melihat putrinya terkapar bersimbah darah, ingin rasanya ia berlari memeluk namun sungguh kini ia sangat takut. Selly perlahan memundurkan langkahnya, kaki itu tak bisa melangkah selain mundur.Sasa yang sudah tak berdaya hanya bisa menatap kepergian Selly meninggalkannya, seorang diri didalam rumah dengan tubuh yang sudah mati rasa. Sasa kini hanya berharap sebelum ia tertidur dan matanya terpejam akan dapat melihat mama yang sangat dirindukannya itu."Terima kasih adik udah mau nemenin kakak disini, kakak jadi nggak sendirian deh."Nio mendapat alamat dimana keberadaan Selly saat ini, ia meminta segera Alex menuju kesana dan mengamankan rumah tersebut.Sabrina terus memaksa ikut dengan suaminya, kini difikirannya hanya ada Sasa dengan ketakutannya. Tak bisa dibohongi jika firasatnya mengatakan saat ini putrinya itu tengah terluka dan membutuhkannya."Nggak ya, kalau hubby nggak mau bawa aku fine gpp. Aku bis
Selly tak tahu harus kemana saat ini, tak mungkin ia kembali kerumahnya dengan semua kondisi saat ini. Sudah pasti Nio akan memburunya disana, kini ia berfikir keras kemana ia harus bersembunyi."Brengsek! Kenapa pake jatuh segala sih, bikin repot banget," gerutunya.Selly kembali mengingat kejadian itu, kejadian dimana Sasa ketakutan dengan keberadaannya. Selly marah, ya dia marah. Dia ibunya, orang yang berjuang mempertaruhkan nyawanya demi Sasa lalu mengapa kini anak yang diperjuangkannya seakan asing dengannya.Selly berniat menghubungi mamanya, namun ia kembali berfikir dan tak ingin melibatkan Lastri kedalam masalah ini. Selly benar-benar tak tahu harus kemana saat ini, satu-satunya tempat yang bisa ditujunya adalah rumahnya namun tak mungkin jika ia sekarang kembali.Selly hanya bisa pasrah, terdiam dalam mobilnya dengan segala kegundahan hatinya. Namun dari semua rasa gundah itu tak satupun terselip rasa penyesalan terhadap apa yang telah di
Hari ini adalah hari dimana Max menerima hukuman matinya, Syan berada disana sebelum akhirnya Max dieksekusi mati. Permintaan Max sebelum eksekusi ternyata sangatlah sederhana, ia hanya ingin mendatangi makan Carisa dan jika ia mati nantinya ia ingin dimakamkan bersebelahan dengan istrinya.Irma marah besar dan tak terima dengan apa yang suaminya minta, bahkan namanya pun tak masuk dalam daftar permintaan itu. Hanya ada tentang Carisa juga anaknya Syan, dan hari ini Syan datang memenuhi permintaan papanya."Syan maafin papa," berat rasanya bagi Syan merelakan papanya dengan hukumannya, berat rasanya ketika pada akhirnya papanya sadar ketika kematian didepan matanya. Hati Syan begitu bergejolak tak karuan, ingin ia berlari memeluk papanya dan mendekapnya lama. Tangannya hanya mampun terulur tanpa mampu meraih Max yang kini ada didepan matanya. Beberapa petugas mulai datang, salah satu dari mereka datang menutup kepala Max dengan sebuah kain hitam.S
Sudah hampir satu bulan sejak kondisi Sasa yang koma, satu bulan pula Selly masih tak kunjung menampakan dirinya. Begitu lihai bersembunyi hingga sampai kini tak ada satupun orang yang dapat menemukannya, bahkan polisi juga sudah menyebarkan foto Selly dimasyarakat sebagai buronan.Kondisi Sasa masih tetap sama, masih tertidur dengan begitu nyenyaknya. Sasa bisa bertahan memang berkat alat bantu yang menopang hidupnya, dokter sudah menyerah pekan lalu dan mengutarakan hal itu pada semua keluarga namun Sabrina histeris dan menolak hal itu. Nio sempat dilema dengan apa yang harus diputuskannya, satu sisi ia tak ingin menyiksa putrinya namun disisi lain ia juga tak bisa mengabaikan kondisi istrinya saat ini."Hai sayang, lihat deh siapa yang datang ini," seru ceria Sabrina.Syan masuk bersama Lili membawa sebuah bonek tedy bear berukuran cukup besar, mereka ingat jika Sasa sangat menyukai jenis boneka itu. Sabrina masih tak menyerah dan berusaha membangunkan pu
Ica turun dan sedikit berlari menuju supermarket yang ada didepannya saat ini, namun tanpa sengaja saat ia ingin mengambil makanan kesukaan Sabrina sebuah tubuh menabrak dirinya. Ica yang saat itu tak seimbang jatuh ke lantai dengan cukup keras. Wanita yang menabrak Ica begitu terkejut saat melihat siapa yang sudah ditabraknya, Ica melihatnya. Saat wanita itu berlari dengan ketakutan tanpa sengaja Ica melihat sekilas wajahnya saat sedang berbalik menatapnya. "Anda?" Suara Ica yang cukup lantang membuat wanita tersebut semakin ketakutan dan mempercepat larinya keluar dari supermarket. Ica segera menyelesaikan belanjanya dan segera kembali kedalam mobil Marshel. "Lama banget sih, beli apa aja sampai lama gini," omel Marshel melihat Ica baru saja duduk disebelahnya. Ica hanya diam, ia terdiam dengan fikiran terus melayang memikirkan wanita yang sempat menabraknya itu. Ia merasa tak asing dengan wajah itu, walaupun luka diwajahnya cukup para
Semua orang menatap kedatangan Nio dengan wajah tegangnya, Nio menaikkan alisnya menatap semua orang didepannya."Apa yang sedang kalian semua sembunyikan ?"Tak ada satupun yang berbicara maupun menjawab pertanyaan Nio barusan, mereka memilih menghindari kontak mata dengan Nio."Lex, katakan."Alex menelan salivanya dengan susabh payah, bibirnya terasa berat menyampaikan apa yang baru saja dokter sampaikan padanya. Terasa berat hingga rasanya ia sudah menjadi orang bisu saat ini."Ikut gue, kita ngobrol di taman aja."Nio mengikuti Marshel berjalan menuju taman rumah sakit, ada rasa penasaran tentang apa yang sebenarnya tengah mereka bicarakan. Selagi Marshel membawa Nio pergi, ketiganya masuk dan menemui Sabrina yang tengah membasuh tubuh putrinya."Kak Ica sendirian aja?" tanya Sabrina dengan tetap fokus pada kegiatannya."Sama kak Marshel kok, cuma lagi keluar sebentar katanya mau ke toilet," bohongnya sembari meletak
chapter I Semua siap dan semua telah lengkap. Penghulu menjabat tangan Ardan, dengan sekali nafas Ardan kini telah resmi menyunting Tian sebagai istrinya. Sah.. Sah.. Sah.. Seru semua orang dengan gembira, tangis pecah melihat keduanya telah resmi menikah. Tak banyak memang undangannya, namun itu adalah semua orang yang ada dipihak Tian kedepannya. Semua kolega Prambu yang setia siap berdisi di belakang Tian dan memperjuangkan hak miliknya. Acara pasang cincin usai, kini Tian mengambil tangan Ardan dan menciumnya. Hatinya berdesir merasakan bibir Tian melekat dikulitnya secara langsung, hatinya menghangat begitu. Tanpa di duga Ardan juga menggerakkan tangannya, meletakkan tangannya tepat di kepala Tian saat istrinya itu mencium punggung tangannya. Kini berganti Ardan yang mencium kening istrinya, cukup lama kala bibir itu mengecup langsung kulit istrinya. "Gadis yang selama ini sudah kuanggap sebagai adikku kini sudah resmi ku nikahi," batin Ardan. chapter II Tanpa menjawab
Matius terkejut dengan penolakan dari Selly, ia tak menyangka jika rasa marahnya begitu besar melebihi rasa rindunya. Matius tahu apa kesalahannya, ia juga menerima semua yang Selly lakukan padanya.Matius hanya ingin hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, hidup normal seperti orang pada umumnya. Namun sebelum itu ia harus menebus semua kesalahannya, ia harus menyelesaikan semua masa lalunya yang begitu kelam itu."Maaf," lirih Matius mencoba meraih tangan Selly di depannya.Selly murka, ia melampiaskan semua kemarahannya saat ini juga. Ia mengamuk, memukul Matius bahkan juga menghancurkan semua barang yang ada di ruangan tersebut."Bodoh kamu, kamu pergi dari sini. Pergi temui istrimu itu, jangan pernah muncul lagi di depanku!" teriaknya dengan begitu kencang."Tolong dengerin dulu, sebentar saja." mohonnya.Selly terus mengamuk, mengabaikan semua ucapan Matius yang ingin berbicara dengannya. Hingga Matius begitu geram d
Matahari hari ini bersinar dengan begitu teriknya, Sabrina yang awalnya ingin berkeliling dengan si kembar ke taman pada akhirnya mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih bersantai di dalam rumah sembari menikmati buah-buahan yang Bulan sediakan."Anak cantik mama lagi apa ini, kenapa jarinya di emut-emut gitu?" tanyanya dengan begitu gemas."Aduh, ini si ganteng malah kakinya yang di emut-emut." menepuk keningnya dengan seulas senyumannya.Hari ini semua orang tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, para laki-laki sibuk bekerja sedang Bulan sedang menemani Lena mengatur acara pernikahan anak-anaknya. Sedang Ica hari ini meminta ijin untuk kembali ke Jogja, awalnya Marshel melarangnya dengan berbagai alasannya namun Ica yang keras kepala pada akhirnya memenangkan pertempuran itu.Ica sedang ada di dalam kendaraannya menuju rumahnya, ia di jemput dengan anak buahnya yang selalu setia mengawalnya kemanapun perginya. Namun tiba-tiba Ica mengubah tujuan
Stevan segera mendapat penanganan dari dokter, wajahnya yang semakin pucat membuat Sabrina juga Nio menjadi semakin pucat. Sedang Stevi terlihat dengan pulas tertidur dalam gendongan sang papa."Gimana ini hubby, kenapa dokter lama banget di dalam?""Sabar, kita tunggu aja di sini."Dan tak lama dokter keluar. Sabrina segera saja memberondong dokter tersebut dengan berbagai pertanyaannya, hingga tanpa sadar dokter tersebut menyunggingkan senyum manisnya."Dokter lagi godain istri saya ya?" ketus Nio melihat dokter laki-laki itu tersenyum menatap istrinya."Oh maafkan saya pak, bukan maksud saya ingin menggoda istri anda. Namun saya hanya tersenyum ketika tahu ternyata saya sedang berhadapan dengan ibu baru," jelasnya dengan begitu ramah.Plakk,"Hubby apaan sih, bisa-bisanya cemburu saat kayak gini," kesalnya."Lalu gimana anak saya dok?""Gpp, hanya demam karena perubahan cuaca saja. Hari ini juga bisa langsung di
Mata Ica terbuka dengan tiba-tiba, posisi yang begitu kurang nyaman bagi keduanya saat ini. Wajah Marshel begitu dekat dengan wajah Ica, sangat dekat hingga Ica dapat merasakan deru nafas Marshel yang menerpa wajahnya."Ehm, udah bangun ya." canggungnya membuka suara."Iya. Ini kayaknya terlalu dekat deh kita," sahut Ica dengan wajah memerahnya menahan malu.Dengan cepat Marshel menegakkan tubuhnya, berdiri membuang muka ke sembarang arah. Sedang Ica kini juga bangkit membenarkan posisinya, wajahnya sudah sangat merah seperti udang rebus."Loe ngapain di sini?" tanya Ica menutupi rasa canggungnya."Heh, aku kamu. Kenapa jadi loe gue lagi sih," omel Marshel."Iya, iya. Kamu kenapa di sini? Bukannya tadi lagi kerja ya?""Pulang, di suruh sama bunda. Kamu kenapa, tidur sambil nangis?"Ica belum siap membuka kembali lukanya, ia masih tertutup rapat bahkan tak pernah membukanya. Kini ia hanya ingin hidup seperti pada normalnya
Hari ini semua orang tengah sibuk mempersiapkan acara pertunangan Ica dengan Marshel, semua nampak antusias menjelang acara bahagia tersebut. Sabrina yang tak bisa bergerak leluasa bertugas merangkai bunga bersama kedua buah hatinya, sedang yang lainnya mengawasi petugas dekornya."Sebelah sini ya mas, tolong agak di penuhi lagi jadi biar nggak lubang." seru Bulan."Sebelah sini aja mas bagus, iya itu nanti taruh di sana aja biar bisa buat duduk." sibuk Lena mengarahkan orang-orang.Semua nampak begitu sibuk, sedang Ica sedang berada di kamarnya menikmati spa yang di sediakan Sabrina khusus untuk dirinya. Tak ada para lelaki yang menemani, hanya ada para wanita tangguh sebab laki-laki sedang bertugas mencari nafkahnya."Bun, ini taruh di mana ya?""Wah bagus banget sayang kamu ngerangkai bunganya," takjubnya dengan hasil rangkaian sang putri."Bisa aja, udah ini taruh mana? Berat tau," keluhnya."Sini, biar bunda aja yang bawa ya. Kam
Marshel terus mencari keberadaan Ica di dalam rumah, namun sudah semua tempat ia periksa masih juga tak bisa menemukan calon istrinya itu. Tak mungkin jika Ica pergi bersama Bunda, sebab Bunda sedang berada di rumah sakit untuk terapi ayah."Kemana lagi itu anak keluar nggak bilang-bilang," gerutunya.Berkali-kali ia mencoba menghubungi Ica namun tak satupun panggilan atau pesan yang mendepat respon dari lawannya. Semakin geram saat Marshel memikirkan ide Ica lalu untuk membalas kelakuan Selly."Jangan-jangan?"Rasa panik segera menyelimutinya, ia meraih kunci mobil yang ada di dekatnya. Namun baru saja akan melangkah, orang yang sedari tadi di carinya tiba-tiba muncul dengan senyum merekah di wajahnya."Loh, mau kemana?" tanya Ica dengan polosnya."Kenapa sih? Orang nanya itu di jawab, bukannya di pelototin gitu," omelnya.Tak habis fikir Marshel dengan jalan fikiran wanita di depannya itu, bisa-bisanya tak mengerti dengan ke k
Sudah satu bulan sejak lahirnya kedua bayi mungil itu di tengah-tengah mereka, hari-hari Sabrina juga begitu sibuk dengan ketiga bayinya termasuk sang suami yang menjadi bayi kembali diantara anak-anaknya."Hubby ayo buruan, kasian stev udah dingin ini." teriak Sabrina dari dalam kamar mandi.Benar saja, keduanya bersama-sama merawat kedua bayi itu tanpa bantuan suster sebab Sabrina merasa masih sanggup mengurus buah hati mereka. Masih ada mami juga bunda yang setiap harinya selalu membantu menjaga kedua bayi lincah itu.Pagi ini penuh dengan teriakan Sabrina karena merasa kesal dengan suaminya, tugas melepas baju Stevi si bayi cantik itu hanya memakan waktu 10 menitan namun di tangan Nio itu bisa memakan waktu lebih dari 30 menit."Hubby buruan atau keluar dari kamar," teriaknya lagi dengan seluruh kekesalannya."Iya mama, kami datang." serunya dengan rasa tak bersalahnya.Kini keduanya duduk berhadapan dengan masing-masing bayi di tanganny
Deru mobil mulai terdengar, semua orang bersiap dengan berbagai hal di tangannya masing-masing. Terlihat Syan bersama Lili membawa sebuah gulungan berdua, entah apa itu isinya. Dan,"Surprise," teriak semua orang bersamaan.Jantung Sabrina terasa berdetak begitu cepat karena rasa terkejutnya, beruntung si kembar tak mendengar teriakan menggema tersebut.Mata Sabrina berkaca-kaca ketika menatap semua orang di depannya, dengan takjub ia melihat rumah yang ternyata sudah di dekor dengan begitu indahnya demi menyambut ke datangannya. Sabrina tak dapat menahan air mata harunya, ia menangis menutup wajah dengan kedua tangannya."Terima kasih semua," ucapnya dengan sesegukan dalam pelukan sang suami."Mana cucu kami?""Ada di bekang, ayah tunggu aja nanti juga masuk si kembar," seru Antonio.Mata Sabrina memicing melihat sebuat tulisan yang di bentangkan Lili bersama Syan. Dengan penasaran ia mencoba mendorong sendiri kursi rodanya unt