"Cantik."
Abel terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan Alex didepannya, tanganya otomatis terhenti matanya menatap mata elang milik Alex.
"Apa aku cantik," tanya Abel dengan sengaja.
"Cantik, sangat cantik," ujar Alex diluar kesadarannya.
Abel tersenyum mendengar pengakuan Alex saat itu, tawa itu menyadarkan Alex dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Wajahnya tiba-tiba terasa begitu panas saat menatap tawa manis dari Abel didepannya, jantungnya berdetak dengan begitu tak karuan.
"Apa jantung kamu berdetak dengan cepat," tanya Abel.
Dan sekali lagi Alex dengan bodohnya mengakui apa yang memang saat ini tengah dirasakannya. Wajahnya pias saat tersadar, bukan lagi memerah karena malu namun kini begitu pucat seperti habis bertemu dengan hantu.
"Hhahaha kamu ini benar-benar lucu sekali, menggemaskan," puji Abel.
"Saya laki-laki perkasa, saya tidak menggemaskan seperti laki-laki yang lainnya," tolak Alex yang tak ingin
Semua membeku ditempat, tak ada pergerakan atau suara sedikitpun. Diam seakan waktu telah terhenti."Anda salah paham, kami bisa jelaskan," seru Abel yang tersadar lebih dulu dan segera bangkit dari posisinya."Tuan, nona. Silahkan," seru Alex dengan salah tingkahnya.Antonio menggandenga masuk istrinya sambil terus menatap kedua orang yang berdiri dengan begitu canggungnya."Bagaimana kata dokter?""Nona tidak usah cemas, saat ini nona Syan baik-baik saja. Hanya luka luar dan itu sudah mendapatkan penanganan.""Syukurlah.""Lalu dimana putri Max yang kecil itu," tanya Nio."Entahlah tuan, sepertinya sudah dikirim keluar lebih dulu oleh mereka.""Terus selidiki masalah ini, cari tahu juga tentang kecelakaan ayah saya.""Baik tuan, kalau begitu saya undur diri.""Mau kemana? Oh, mau pacaran sama dokter Abel ya. Baikalh," ujar Nio dengan jahilnya."Anda salah paham, tidak ada hubungan apapu
Sudah hampir satu bulan sejak penangkapan Max dengan Irma, kondisi Syan juga sudah membaik dan perlahan sudah bisa menggerakkan kakinya lagi setelah sempat mengalami kelumpuhan sementara.Tepat hari ini adalah acara 4 bulanan Sabrina, rumah begitu ramai dengan para tamu undangan. Seharusnya ini adalah momen yang paling ditunggu dari setiap ibu hamil, momen dimana bayi dalam kandunganya mendapatkan banyak doa dari para undangan.Namun tidak dengan Sabrina saat ini, wajahnya begitu murung. Sesekali terlihat ia tersenyum sambil menghapus jejak air matanya, Nio menyaksikan itu ia menyaksikan sekuat apa istrinya mencoba bertahan saat ini. Bahkan istrinya itu sempat tertawa dengan kekonyolan sang putri."Kita makan dulu yuk," ajak Nio dengan begitu manisnya.Karena kondisi kandungan kembarnya, Sabrina begitu kesusahan dengan perutnya yang lumayan besar diusia 4bulan pada normalnya. Namun Sabrina tak ada selera untuk menelan makanan, fikirannyaa kini melayang me
Lena tiba dikota Jogja bersama putranya Marshel, seseorang asing itu membawa keduanya pada posisi saat ini. Asing dan tak tahu arah, begitulah keduanya saat ini.Mengikuti arahan orang asing tersebut Lena hanya bisa merasa percaya, semua itu karena orang tersebut menyebut nama Rizal dan meyakinkan dirinya."Berapa lama lagi kita akan tiba," tanya Lena begitu tak sabar.Terlepas dari benar atau tidaknya keberadaan suaminya, kini jantung Lena berdetak begitu tak karuan. Ada sesuatu yang kini menggumpal dalam rongga dadanya, Lena tak tahu pasti tentang apa yang dirasakannya itu.Marshel menatap rumah asing didepannya, begitu sederhana namun sangatlah tenang untuknya. Rasanya begitu nyaman dan menenangkan, Marshel merasa tak asing dengan semua yang dirasakannya."Selamat datang," ucap seseorang yang mengalihkan pandangan keduanya.Tentu saja itu Ica, orang yang telah berjasa menolong dan merawat Rizal selama ini. Lena termenung menatap gad
Tak ada yang lebih indah dari pada bisa menatap kembali suaminya, tak ada yang lebih sempurnya saat tanggannya mampu menggenggam kembali tangan belahan jiwanya. Itulah rasa yang saat ini melambung pada Lena, rasa yang meledak memenuhi seluruh jiwanya."Aku benar-benar bersyukur ayah bisa kembali lagi, nggak ada yang lebih melegakan selain bisa melihat ayah baik-baik saja."'Ayah pun bersyukur dan sangat berterima kasih dengan Ica karena dia yang selama ini tak pernah menyerah selama merawat ayah.""Benar, dia begitu baik," puji Lena mengingat jasa Ica terhadap suaminya.Sedang kedua orang tuanya saling mencurahkan rasa rindu mereka, terlihat Ica sedang berjalan bersama Marshel menikmati indahnya malam kota Jogja.Marshel berulang kali berterima kasih kepada Ica atas apa yang telah ia lakukan untuk keluarganya, rasanya ia tak akan sanggup mengganti apa yang sudah Ica lakukan selama ini."Sudahlah, rasanya sudah cukup loe ber
semua orang menunggu dengan cemas, cemas memikirkan nasib Sabrina juga calon bayi kembarnya. Bukan tanpa alasan, Sabrina sempat mengalami nyeri perut disertai pendarahan sesaat sebelum tiba dirumah sakit.Mendengar apa yang dialami pasiennya, Abel segera menindak lanjutinya. Ia segera membawa Sabrina masuk kedalam UGD, hingga sekarang tak kunjung keluar."Tenanglah Nio, jangan seperti ini," seru Darma pada putrnya."Papa, maafin Sasa," cicitnya merasa bersalah melihat mamanya kesakitan.Bukan maksud Sasa melukai mama juga calon adiknya, perasaannya menjadi begitu tak karuan juga sangat sensitif secara tiba-tiba. Sasa yang terlalu kecil tak bisa mengontrol semua emosinya dengan baik.Nio hanya terdiam mendengar putrinya bertutur kata, ia tak ingin marah seperti ini namun apa yang saat ini terjadi memang membuatnya sangat marah. Melihat Sabrina menangis saja itu sudah begitu menyakitinya, apalagi tangisan itu disertai dengan kesakitan yang tak tertah
Hari ini adalah hari kepulangan Rizal juga keluarganya, tak hanya Rizal sekeluarga yang pulang namun ada Ica juga yang ikut serta dalam kepulangannya. Ica menerima tawaran Rizal untuk ikut bersamanya, bukan tanpa sebab dengan keputusannya itu.Ica sendiri sudah begitu nyaman bersama Rizal selama ini, ada rasa enggan saat harus berpisah dengannya. Hal itulah yang membuatnya nekat mengikuti Rizal hingga ke kota asalnya."Semoga kamu betah ya nak disini," ucap Lena begitu lembut terhadap Ica.Rasanya begitu hangat saat telapak tangan Lena menyentuh kepalanya, rasa yang sudah sangat lama dirindukannya setelah kepergian orang tuanya. Hangat dan menenangkan, itulah saat ini yang Ica rasakan.Mereka segera masuk kedalam kamar masing-masing, mengistirahatkan badan yang sudah sangat kelelahan dibuatnya.Rizal tak bisa berdiam diri, ia sangat ingin bertemu dengan putrinya itu. Ia ingin segera pergi kerumah sakit dan menemui putri kecilnya itu. Lena mel
"Kamu baik-baik saja nak?""Baik, makasih udah nolongin Sasa pah."Tiba-tiba hening, taman rumah sakit yang begitu ramai namun begitu sunyi bagi sepasang ayah anak yang sama-sama terdiam tak bersuara."Maafin papa ya, maaf papa bikin kamu takut kemarin.""Maafin Sasa juga pah, gara-gara Sasa mama jadi sakit. Gara-gara Sasa juga adik jadi sakit kayak mama.""Nggak, adik baik-baik saja kok. Mama juga hari ini sudah boleh pulang, jadi bisa tidur dirumah lagi."Sasa terlihat begitu bahagia dengan apa yang papanya sampaikan, bocah yang awalnya merasa takut kini melunak dan kembali seperti semua. Layaknya seorang anak dengan orang tuanya, Sasa begitu terlihat mencintai tulus papanya dengan seluruh dunianya.Semua orang bersiap untuk kepulangan Sabrina, Sasa dengan heboh mengepak semua pakaian mamanya masuk kedalam koper miliknya. Antonio terlihat bersenda gurau dengan putrinya bahkan sesekali memasukkan sang putri kedalam koper dengan senga
"Ayah kalau mau ngomong yang bener dikit dong," seru Marshel."Memang begitu adanya, dia calon menantu ayah. Calon istri kamu juga calon putri ayah juga, yakan bun."Lena yang memang menyukai Ica hanya bisa tersenyum dengan ucapan suaminya yang begitu mengejutkan semuanya, termasuk Ica yang hanya bisa diam dengan kecanggungannya. Sasa yang merasa kasihan dengan mamanya segera menghentika gelak tawa semua orang, ia menuntun sang mama dengan penuh hati-hati menuju ruang tengah rumahnya."Mama tunggu sini ya, Sasa ambilin minum dulu.""Terima kasih sayang."Dan tak lama Sasa kembali dengan segelas susu ditangannya, bukan mengambilkan air namun ternyata Sasa membuatkan susu hamil untuk mamanya. Begitu perhatian hingga membuat semua orang begitu haru dibuatnya.Sabrina dengan senang hati menerima dan menghabiskan susu itu dengan sekali minum, betapa bahagianya kini Sabrina.Sasa berlari mengambil gelas kosong mamanya, membawanya cepat menu
chapter I Semua siap dan semua telah lengkap. Penghulu menjabat tangan Ardan, dengan sekali nafas Ardan kini telah resmi menyunting Tian sebagai istrinya. Sah.. Sah.. Sah.. Seru semua orang dengan gembira, tangis pecah melihat keduanya telah resmi menikah. Tak banyak memang undangannya, namun itu adalah semua orang yang ada dipihak Tian kedepannya. Semua kolega Prambu yang setia siap berdisi di belakang Tian dan memperjuangkan hak miliknya. Acara pasang cincin usai, kini Tian mengambil tangan Ardan dan menciumnya. Hatinya berdesir merasakan bibir Tian melekat dikulitnya secara langsung, hatinya menghangat begitu. Tanpa di duga Ardan juga menggerakkan tangannya, meletakkan tangannya tepat di kepala Tian saat istrinya itu mencium punggung tangannya. Kini berganti Ardan yang mencium kening istrinya, cukup lama kala bibir itu mengecup langsung kulit istrinya. "Gadis yang selama ini sudah kuanggap sebagai adikku kini sudah resmi ku nikahi," batin Ardan. chapter II Tanpa menjawab
Matius terkejut dengan penolakan dari Selly, ia tak menyangka jika rasa marahnya begitu besar melebihi rasa rindunya. Matius tahu apa kesalahannya, ia juga menerima semua yang Selly lakukan padanya.Matius hanya ingin hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, hidup normal seperti orang pada umumnya. Namun sebelum itu ia harus menebus semua kesalahannya, ia harus menyelesaikan semua masa lalunya yang begitu kelam itu."Maaf," lirih Matius mencoba meraih tangan Selly di depannya.Selly murka, ia melampiaskan semua kemarahannya saat ini juga. Ia mengamuk, memukul Matius bahkan juga menghancurkan semua barang yang ada di ruangan tersebut."Bodoh kamu, kamu pergi dari sini. Pergi temui istrimu itu, jangan pernah muncul lagi di depanku!" teriaknya dengan begitu kencang."Tolong dengerin dulu, sebentar saja." mohonnya.Selly terus mengamuk, mengabaikan semua ucapan Matius yang ingin berbicara dengannya. Hingga Matius begitu geram d
Matahari hari ini bersinar dengan begitu teriknya, Sabrina yang awalnya ingin berkeliling dengan si kembar ke taman pada akhirnya mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih bersantai di dalam rumah sembari menikmati buah-buahan yang Bulan sediakan."Anak cantik mama lagi apa ini, kenapa jarinya di emut-emut gitu?" tanyanya dengan begitu gemas."Aduh, ini si ganteng malah kakinya yang di emut-emut." menepuk keningnya dengan seulas senyumannya.Hari ini semua orang tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, para laki-laki sibuk bekerja sedang Bulan sedang menemani Lena mengatur acara pernikahan anak-anaknya. Sedang Ica hari ini meminta ijin untuk kembali ke Jogja, awalnya Marshel melarangnya dengan berbagai alasannya namun Ica yang keras kepala pada akhirnya memenangkan pertempuran itu.Ica sedang ada di dalam kendaraannya menuju rumahnya, ia di jemput dengan anak buahnya yang selalu setia mengawalnya kemanapun perginya. Namun tiba-tiba Ica mengubah tujuan
Stevan segera mendapat penanganan dari dokter, wajahnya yang semakin pucat membuat Sabrina juga Nio menjadi semakin pucat. Sedang Stevi terlihat dengan pulas tertidur dalam gendongan sang papa."Gimana ini hubby, kenapa dokter lama banget di dalam?""Sabar, kita tunggu aja di sini."Dan tak lama dokter keluar. Sabrina segera saja memberondong dokter tersebut dengan berbagai pertanyaannya, hingga tanpa sadar dokter tersebut menyunggingkan senyum manisnya."Dokter lagi godain istri saya ya?" ketus Nio melihat dokter laki-laki itu tersenyum menatap istrinya."Oh maafkan saya pak, bukan maksud saya ingin menggoda istri anda. Namun saya hanya tersenyum ketika tahu ternyata saya sedang berhadapan dengan ibu baru," jelasnya dengan begitu ramah.Plakk,"Hubby apaan sih, bisa-bisanya cemburu saat kayak gini," kesalnya."Lalu gimana anak saya dok?""Gpp, hanya demam karena perubahan cuaca saja. Hari ini juga bisa langsung di
Mata Ica terbuka dengan tiba-tiba, posisi yang begitu kurang nyaman bagi keduanya saat ini. Wajah Marshel begitu dekat dengan wajah Ica, sangat dekat hingga Ica dapat merasakan deru nafas Marshel yang menerpa wajahnya."Ehm, udah bangun ya." canggungnya membuka suara."Iya. Ini kayaknya terlalu dekat deh kita," sahut Ica dengan wajah memerahnya menahan malu.Dengan cepat Marshel menegakkan tubuhnya, berdiri membuang muka ke sembarang arah. Sedang Ica kini juga bangkit membenarkan posisinya, wajahnya sudah sangat merah seperti udang rebus."Loe ngapain di sini?" tanya Ica menutupi rasa canggungnya."Heh, aku kamu. Kenapa jadi loe gue lagi sih," omel Marshel."Iya, iya. Kamu kenapa di sini? Bukannya tadi lagi kerja ya?""Pulang, di suruh sama bunda. Kamu kenapa, tidur sambil nangis?"Ica belum siap membuka kembali lukanya, ia masih tertutup rapat bahkan tak pernah membukanya. Kini ia hanya ingin hidup seperti pada normalnya
Hari ini semua orang tengah sibuk mempersiapkan acara pertunangan Ica dengan Marshel, semua nampak antusias menjelang acara bahagia tersebut. Sabrina yang tak bisa bergerak leluasa bertugas merangkai bunga bersama kedua buah hatinya, sedang yang lainnya mengawasi petugas dekornya."Sebelah sini ya mas, tolong agak di penuhi lagi jadi biar nggak lubang." seru Bulan."Sebelah sini aja mas bagus, iya itu nanti taruh di sana aja biar bisa buat duduk." sibuk Lena mengarahkan orang-orang.Semua nampak begitu sibuk, sedang Ica sedang berada di kamarnya menikmati spa yang di sediakan Sabrina khusus untuk dirinya. Tak ada para lelaki yang menemani, hanya ada para wanita tangguh sebab laki-laki sedang bertugas mencari nafkahnya."Bun, ini taruh di mana ya?""Wah bagus banget sayang kamu ngerangkai bunganya," takjubnya dengan hasil rangkaian sang putri."Bisa aja, udah ini taruh mana? Berat tau," keluhnya."Sini, biar bunda aja yang bawa ya. Kam
Marshel terus mencari keberadaan Ica di dalam rumah, namun sudah semua tempat ia periksa masih juga tak bisa menemukan calon istrinya itu. Tak mungkin jika Ica pergi bersama Bunda, sebab Bunda sedang berada di rumah sakit untuk terapi ayah."Kemana lagi itu anak keluar nggak bilang-bilang," gerutunya.Berkali-kali ia mencoba menghubungi Ica namun tak satupun panggilan atau pesan yang mendepat respon dari lawannya. Semakin geram saat Marshel memikirkan ide Ica lalu untuk membalas kelakuan Selly."Jangan-jangan?"Rasa panik segera menyelimutinya, ia meraih kunci mobil yang ada di dekatnya. Namun baru saja akan melangkah, orang yang sedari tadi di carinya tiba-tiba muncul dengan senyum merekah di wajahnya."Loh, mau kemana?" tanya Ica dengan polosnya."Kenapa sih? Orang nanya itu di jawab, bukannya di pelototin gitu," omelnya.Tak habis fikir Marshel dengan jalan fikiran wanita di depannya itu, bisa-bisanya tak mengerti dengan ke k
Sudah satu bulan sejak lahirnya kedua bayi mungil itu di tengah-tengah mereka, hari-hari Sabrina juga begitu sibuk dengan ketiga bayinya termasuk sang suami yang menjadi bayi kembali diantara anak-anaknya."Hubby ayo buruan, kasian stev udah dingin ini." teriak Sabrina dari dalam kamar mandi.Benar saja, keduanya bersama-sama merawat kedua bayi itu tanpa bantuan suster sebab Sabrina merasa masih sanggup mengurus buah hati mereka. Masih ada mami juga bunda yang setiap harinya selalu membantu menjaga kedua bayi lincah itu.Pagi ini penuh dengan teriakan Sabrina karena merasa kesal dengan suaminya, tugas melepas baju Stevi si bayi cantik itu hanya memakan waktu 10 menitan namun di tangan Nio itu bisa memakan waktu lebih dari 30 menit."Hubby buruan atau keluar dari kamar," teriaknya lagi dengan seluruh kekesalannya."Iya mama, kami datang." serunya dengan rasa tak bersalahnya.Kini keduanya duduk berhadapan dengan masing-masing bayi di tanganny
Deru mobil mulai terdengar, semua orang bersiap dengan berbagai hal di tangannya masing-masing. Terlihat Syan bersama Lili membawa sebuah gulungan berdua, entah apa itu isinya. Dan,"Surprise," teriak semua orang bersamaan.Jantung Sabrina terasa berdetak begitu cepat karena rasa terkejutnya, beruntung si kembar tak mendengar teriakan menggema tersebut.Mata Sabrina berkaca-kaca ketika menatap semua orang di depannya, dengan takjub ia melihat rumah yang ternyata sudah di dekor dengan begitu indahnya demi menyambut ke datangannya. Sabrina tak dapat menahan air mata harunya, ia menangis menutup wajah dengan kedua tangannya."Terima kasih semua," ucapnya dengan sesegukan dalam pelukan sang suami."Mana cucu kami?""Ada di bekang, ayah tunggu aja nanti juga masuk si kembar," seru Antonio.Mata Sabrina memicing melihat sebuat tulisan yang di bentangkan Lili bersama Syan. Dengan penasaran ia mencoba mendorong sendiri kursi rodanya unt