Syan lari, ia lari ketakutan dengan apa yang terlihat dan terdengar olehnya. Tubuhnya gemetar, wajahnya pucat pasi seperti habis bertemu hantu. Bibirnya kering seperti lama tak pernah terjamah air.
"Apa ini benar, apa semuanya benar," gumamnya dengan tubuh tak seimbangnya.
Tubuh Syan begitu sempoyongan, tangannya terus gemetar tak karuan. Siska yang melihat atasannya begitu pucat segera menghampirinya, ia begitu panik saat melihat kondisinya.
"Apa ibuk baik-baik saja, apa perlu kita ke dokter saja," paniknya.
Syan menolaknya, ia mengangkat tangannya. Syan menarik nafas panjangnya, ia mencoba menenangkan dirinya.
"Tolong kamu kosongkan jadwal saya hari ini, saya ingin pulang dan istirahat," ucapnya.
"Baik buk, tolong berhati-hati saat mengemudi mobilnya," pesan Siska pada atasannya.
Hari ini Sasa begitu bahagia, sepanjang jam pelajaran ia selalu riang dan begitu aktif tak seperti biasanya. Sasa bahkan menceritakan kebahagiannya itu pad
Berat bagi Syan saat mengatakan fakta tentang kejahatan kedua orang tuanya, hatinya sakit mengetahui kejahatan mamanya yang begitu sempurna dimatanya.Alex terdiam, ia masih mencerma maksud dari kata-kata Syan barusan. Orang terpenjara, kata-kata begitu membingungkan bagi Alex."Nona Syan, bisa anda jelaskan maksud anda barusan," tanya Alex."Saya menemukan ruang rahasia dibalik ruang kerja papa saya, saat saya masuk samar-samar saya mendengar suara orang sedang berbicara.""Lalu?""Lalu saya tanpa sengaja terjatuh dan menemukan bukti itu, hingga sebuah rintihan suara meminta tolong membuat saya begitu ketakutan," jelasnya."Apa nona bisa membawa saya kesana?""Bisa, tapi tidak sekarang. Saya harus membuat papa saya pergi bersama wanita itu agar kita aman.""Baiklah, saya akan menunggu kabar dari nona anda."Hingga akhirnya Alex mengantarkan Syan pulang karena merasa waktu sudah sore, keduanya sama-sama terdiam dalam per
Sabrina terkejut saat melihat mobil suaminya sudah terparkir dirumah bundanya, lebih terkejut lagi saat tanpa sengaja ia datang dan mendengar percakapan mereka."Apa yang nggak boleh aku tahu bun," tanya Sabrina.Semua orang terkejut melihat kedatangan Sabrina, semua orang panik dan tak tahu harus bagaimana. Lena melangkah mendekat, ia memeluk tubuh putrinya dan berbicara seolah tak terjadi apapun."Jangan berusaha mengalihkan pertanyaan bun, ada apa ini," melonggarkan pelukan bundanya.Semua terdiam, semua membisu. Sabrina merasakan kecemasan yang begitu menakutinya, tangannya tiba-tiba saja gemetar tak terkendali."Dimana ayah, dimana ayahku," tanyanya sekali lagi.Tak ada yang menjawab, tak ada suara dan semua hening seketika. Sabrina mulai marah, tak ada seorangpun yang menjawab pertanyaannya."Ayah, ayah dimana. Ayah," teriaknya masuk kedalam rumahnya berteriak mencari sang ayah.Sabrina menangis, dia terus mem
Alex mencoba menghubungi Nio namun tak satupun panggilannya mendapat respon dari tuannya. Alex ingin sekali mengabarkan tentang fakta yang baru saja Syan temukan juga keberadaan orang terpenjara."Dimana tuan ini, nggak biasanya kayak gini," cemasnya.Alex mencoba kembali menghubungi, namun masih sama dan tak ada jawaban. Alex memutuskan mengambil keputusan sendiri dalam masalah ini, dan ia memutuskan untuk ikut Syan kembali masuk kedalam ruang rahasia milik Max Taulin.Pagi itu Syan berhasil membuat Max serta Irma keluar kota dengan tipuan meetingnya, tak hanya itu saja bahkan ia mendapat bantuan dari Alex untuk membuat kedua orang itu tak bisa pulang seharian ini.Dan disinilah mereka saat ini, didepan ruang kerja Max. Ada perasaan gugup saat Syan akan kembali masuk, Alex paham dengan perasaan Syan dan ia mencoba menenangkan Syan dengan menggenggam tangannya."Semua akan baik-baik saja, nona Syan percaya saja dengan saya," seru Alex meyakinkan Sy
Tak ada hal yang lebih menyakitkan dari apa yang saat ini terjadi, Sabrina marah namun juga kecewa disaat bersamaan. Max ternyata begitu tega melukai ia sedalam ini, tangannya yang selalu dianggap bersih ternyata terlalu kotor bersimbah darah."Jadi itu," gugup Nio yang tak habis fikir mendengar apa yang baru saja diceritakan istirnya."Iya, itulah organisasi yang dibangun olehnya. Organisasi berkedok kemanusiaan yang nyatanya mencelakai sesama manusia," mehan kemarahannya."Awww," pekiknya kesakitan dengan tiba-tiba.Nio panik melihat istrinya merintih kesakitan memegangi perutnya, ia mencoba menenangkan Sabrina untuk mengontrol emosinya. Keringat semakin membasahi wajah Sabrina, tangannya mencengkram kuat bahu suaminya."My twins, tenang ya didalam. Kasian mama kesakitan nak, papa mohon tenang ya," bujuk Nio sembari membelai perut Sabrina.Bagai sebuah mantra, kata-kata yang baru saja Nio ucapkan benar-benar ampuh nyatanya. Rasa saki
Betapa terlukanya Syan diperlakukan kasar oleh papa kandungnya sendiri, dipasung seperti orang gila dan ditempatkan ditempat yang bahkan tak layak bagi seekor binatang. Hatinya sakit, tubuhnya penuh luka akibat perbuatan papanya."Lepasin! Lepasin gue, kalian binatang," makinya dengan suara lantang.Syan hanya bisa terus menangis dan berharap sebuah bantuan datang kepadanya, ruangan itu begitu pengap hingga membuatnya begitu sesak. Bau tak sedap menyeruak dari berbagai sudut, banyak tikus serta serangga lainnya yang mulai berdatangan."Pergi kalian, jangan mendekatiku," teriaknya ketika melihat banyak tikus serta kecoa mendekat padanya.Namun apa daya Syan, kakinya terpasung dalam belenggu kayu itu hingga membatasi semua gerakannya. Rasa jijik rasa takut bercampur menjadi satu dalam sebuah tangisan, Syan kini hanya bisa pasrah dengan keadaannya."Mama, mama dimana. Tolongin Syan ma," gumamnya sebelum semuanya menjadi gelap.Lili tahu a
Max begitu marah, ia murka begitu melihat ruang rahasianya terbuka begitu saja. Tak hanya itu, dua tahanannya lepas entah kemana, dan sekarang rahasianya sedang diambang kemunculan. Max bertekat menemukan kedua orang tersebut, namun hingga malam ini tak ada satupun kabar dari anak buahnya."Akhh! Brengsek, kemana mereka kaburnya," murkanya."Tenanglah, marah nggak akan menguntungkan. Lebih baik kamu siksa anak cantikmu itu, paksa dia bicara kemana dia membawa dua tahanan itu," ucap Irma.Max keluar dari dalam kamarnya, ia berjalan menuju ruangan Syan berada. Max berjalan dan mengambil sebuah cambuk yang bertengger menghiasai dinding rumahnya selama ini."Untuk apa lagi kalian datang," seru Syan melihat kedatangan Max dengan istrinya."Katakan, dimana kamu menyembunyikan mereka?""Hhhaha jadi karena ini tuan Max mendatangi saya, perlu anda tahu apapun yang anda lakukan saya tidak akan pernah mengatakan apapun.""Jangan memaksaku berbua
Sabrina mengantarkan Sasa pergi kesekolah dengan pengawalan dari anak buah Nio, ia tak ingin masalah saat ini membuat Sasa merasa diabaikan. Lepas dari sekolah, Sabrina memutuskan untuk menemui bunda juga kakaknya.Sabrina merasa bersalah dengan apa yang pernah ia ucapkan dahulu, ia tahu jika mungkin kata-kata itu melukai hati bundanya."Bunda," panggil Sabrina masuk kedalam rumah.Lena terkejut mendengar suara putrinya, ia berlari buru-buru menghampiri putrinya. Senyumnya merekah tatkala ia melihat Sabrina sedang menatapnya dengan senyuman diwajahnya."Putriku," lirih Lena memeluk tubuh Sabrina._"Apa yang membuatmu datang kesini, dimana Nio? Kenapa kamu sendirian," tanya Marshel bertubi pada adiknya."Kak, suami aku juga lagi kerja. Aku kesini nggak sendiri kok, ada 5 bodyguard didepan rumah yang nganterin aku tadi."Marshel terkejut kagum dengan penjagaan yang Nio berikan pada adiknya, ia tak menyangka jika Nio akan seperfect
"Lepaskan dia."Lili bernafas lega sesaat setelah melihat siapa yang sedang berteriak, Sabrina tentu saja ia tak terima saat melihat ada wanita yang diperlakukan seenaknya oleh sesamanya. Ia marah terlebih itu adalah Lili kawannya.Para bodyguard membereskan mereka yang berlaku kasar pada Lili sebelum Sabrina membawa Lili bersamanya. Lili menangis, ia menceritakan semua yang tengah terjadi. Ia mengadu tentang apa yang sedang terjadi, ia mengadu bagaimana Irma menangkapnya dan ingin membungkamnya."Brengsek! Berani sekali tangan kotornya menyentuh kakakku," geramnya.Para bodyguard sudah mulai gelisah dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh nonanya, dan benar saja ketakutan mereka. Sabrina memerintahkan mereka mengikuti dirinya menerobos masuk kediaman Max Taulin."Nona, hal ini kami perlu persetujuan tuan muda terlebih dahulu.""Baik, kalian silahkan meminta ijin. Setelahnya kalian baru menyusul saya kerumah itu."Semua terkejut d