Setelah membuat Jillian mendapatkan pelepasan dengan cara yang luar biasa, Kenzo meninggalkannya begitu saja di atas meja dalam keadaan setengah telanjang.
Sempat terdengar suara gemercik dari kamar mandi, ketika pria itu sedang membersihkan tubuhnya—Jillian merapihkan gaun tidur dan memakai celana dalamnya kembali.Selang berapa lama Kenzo keluar dari sana dengan hanya melilitkan handuk di pinggang.Jillian yang sudah naik ke atas ranjang dan membalut tubuhnya dengan selimut merasa kotor saat netra Kenzo menatapnya lekat bersama seringai tipis penuh kemenangan.Usai memakai pakaian tidur yang nyaman, Kenzo merangkak naik ke atas ranjang dan bergabung dengan Jillian ke dalam selimut yang sama lalu memeluknya dari samping.Cukup lama Jillian berbaring terlentang menatap langit-langit kamar.Benaknya berisik sekali dengan suara-suara dan pikiran tentang banyak hal.Tentang daddy yang memaksakan perjodoJillian menghirup udara dengan aroma laut yang kental itu dalam-dalam dengan mata terpejam dari balik sunglasessnya. Ia seperti sedang merasakan kebebasan yang hakiki karena ujian telah selesai dan juga kepergian Rangga ke Paris bersama masalah dengan pria itu yang tadi malam telah ia luruskan kepada Kenzo. Ke depannya, Jillian akan fokus melancarkan aksi untuk misinya merebut kembali GZ Corp. Menjadi gadis penurut dan pura-pura mencintai Kenzo. Pura-pura mencintai Kenzo mungkin tentatif karena tidak ada jaminan Jillian tidak akan jatuh cinta pada pria sesempurna Kenzo. “Sendirian?” Suara berat seorang pria membuat mata Jillian yang sempat terpejam perlahan terbuka. Jillian terusik dari keheningan yang tengah ia ciptakan sendiri. “Iya, kenapa?” Jillian menurunkan sunglases untuk bisa melihat wajah pria yang bertanya padanya. Cukup tampan, mungkin seumur dengan Rangga. Hanya menggunakan ce
Terpaksa—hanya agar putra yang begitu ia rindukan memiliki hutang budi dan tetap tinggal barang sebentar saja—Laura akhirnya membantu Jillian atau lebih tepatnya membela Jillian dengan memperlihatkan bukti rekaman cctv kepada petugas kepolisian. Berharap rekaman tersebut bisa meringankan setiap tuduhan yang mungkin akan dilayangkan pada Jillian. Karena di dalam rekaman terlihat si pria mendatangi Jillian, sayangnya rekaman itu tidak dapat menangkap suara tapi mimik wajah si pria terlihat jelas seperti sedang meledek Jillian. Saat ini Dion yang mengurus semua tentang si korban pelemparan asbak itu di rumah sakit sambil menunggu Yuda datang. Kenzo memperjuangkan agar Jillian tidak perlu dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan karena dari pihak korban pun belum mengajukan tuntutan. Kenzo berusaha untuk menempuh jalur kekeluargaan. Pihak kepolisian akhirnya pergi menyisakan La
Apapun masalah antara Laura dan Kenzo, sebagai menantu yang baik ia harus menghormati Laura. Perlu digaris bawahi, menantu yang baik. Sepertinya Jillian lupa akan niat awalnya yang hanya pura-pura mencintai Kenzo. “Mommy … Jill minta maaf ya, Jill enggak tahu kalau Mommy itu Mommynya om Kenzo.” Jillian meringis, menunjukkan ekspresi wajah penuh penyesalan. “Tapi kamu membenarkan sikap kamu jika yang kamu panggil Nenek Sihir itu bukan saya?” Jillian refleks menggelengkan kepalanya. “Enggak Mom, tadi Jill lagi deffend aja … Mommy nyudutin Jill, nuduh Jill yang enggak-enggak.” Jillian bicara tidak jelas karena bibirnya mengerucut. Laura mengembuskan napas berat, tangannya ia lipat lagi di depan dada. “Sepertinya kamu enggak mencintai Kenzo ya Jill?” tebak Laura dan sekita mata Jillian melebar. Kenapa tebakan Laura
Jillian duduk di atas pangkuan Kenzo, saling berhadapan dengan kedua tangan Jillian yang melingkar di leher pria itu. “Bicaralah,” titah Kenzo, suaranya serak. “Tapi Om … in—“ “Ssssh, Jill ...,” sela Kenzo meringis karena bokong Jillian bergerak gelisah. Sorot mata Kenzo sedang menunggu Jillian mengutarakan apa yang ingin dibicarakannya. “Euro trip … boleh Jill pergi?” Jillian bertanya hati-hati, suara Jillian pelan nyaris tidak terdengar. Anggap saja Jillian tidak tahu diri, setelah berselingkuh lalu membuat onar di beach club dan sekarang meminta ijin untuk Euro trip bersama ketiga sahabatnya. “Berapa lama?” Pertanyaan itu memberikan Jillian harapan. “Rencananya dua minggu, Om … tapi mungkin bisa sampai sebulan.” Jillian memberikan jawaban asal untuk berjaga-jaga. Lama Kenzo tidak menjawab, matany
“Ngapain kamu jongkok?” Kenzo melepaskan kedua tangannya ketika tubuh Jillian menjauh. “Kata Callista, biar enggak hamil harus jongkok setiap abis make Love.” “Apa?” Kenzo menaikkan dua alisnya terkejut. Kepalanya lalu menggeleng samar. “Kamu jangan main lagi sama Callista, saya pikir Callista sama kedua teman kamu yang lain itu gadis baik-baik.” Jillian mengusap jejak air mata di pipi, pura-pura tidak mendengar larangan Kenzo. Dengan siapa lagi ia akan berteman jika bukan dengan mereka. Dan lagi, Jillian rugi bandar setelah memberikan keperawanannya kepada Kenzo tapi tidak bisa Euro trip bersama mereka. “Mulai besok, beli kondom yang banyak … simpen di laci nakas, laci mobil terus selipin satu di dompet, jaga-jaga kalau Om pengen tiba-tiba.”
Ceklek. Jillian langsung menjauhkan ponsel dari telinga lalu memutuskan panggilan telepon dari Rangga secara sepihak bersamaan dengan pintu kamar mandi yang terbuka. Netra Jillian langsung bertemu dengan netra Kenzo. “Kenapa?” tanya Kenzo heran melihat Jillian menatapnya dengan wajah pias. Butuh waktu tiga detik untuk Jillian menjawab. “Laper,” rengek Jillian dengan nada manja. “Oh ya, aku lupa telepon resepsionis bawain makanan untuk kamu.” Jillian berhasil mengalihkan perhatian Kenzo. Pria itu mengangkat gagang telepon menghubungi resepsionis. *** Tadi Kenzo tidak mengatakan agar Jillian harus tetap tinggal di kamar. Dia hanya mengatakan jika apakah tidak apa-apa meninggalkannya lagi seharian ini?
Sepertinya Kenzo memiliki segudang stok sabar untuk menghadapi Jillian, buktinya ia mau pulang—atau menjemput Jillian di rumah ibunya. Ibu yang dibencinya, ibu yang dianggapnya telah dengan tidak bertanggung jawab melahirkannya ke dunia tanpa seorang ayah, tanpa status pernikahan tanpa sesuatu yang seorang anak butuhkan, yaitu keluarga. Rumah yang sekarang Kenzo tuju adalah rumah masa kecilnya yang telah direnovasi berulang kali sehingga bisa terlihat nyaman seperti sekarang. Entahlah kapan Mommynya terakhir merenovasi rumah itu karena ketika ia sampai dan memarkirkan mobil di halaman depan rumah dengan dominasi bahan kayu—warna catnya telah berubah. Kenzo mendorong pintu mobil agar terbuka, ia menjejak kakinya ke tanah dengan malas. Jika bukan karena Jillian, tidak sudi ia menginjakkan kaki di rumah Mommynya lagi. Sekarang kakinya ia seret dengan
“Jill, ayo kita pulang.” Kenzo berdiri di ambang pintu yang menghubungkan teras belakang dan bagian dalam rumah. Pria itu seperti anti menginjakkan kaki di rumah ini. Jillian yang sedang membantu Mommy meletakan piring kotor di bowl sink kemudian berbalik. Begitu pun Laura yang kedua tangannya dibungkus sarung tangan untuk mencuci piring. “Sebentar, Mom.” Jillian keluar dari pantri menghampiri Kenzo. “Om, abis makan Jill ngantuk … Jill mau tidur di sini.” Kenzo mengerutkan kening, sorot mata pria itu tampak sekali jika sedang menahan kesal. Remaja nakal yang sialnya adalah adalah istrinya itu tampak sengaja mengerjainya. Jillian memamerkan senyum sangat manis yang ia punya, menarik tangan Kenzo hingga pria itu sedikit membun