Beberapa hari ini, Fauzi Hole membawa Haris Kurniawan pergi bersenang-senang, mereka pergi hampir ke semua tempat hiburan di Kota Ryuu. Pada hari-hari seperti itu, Haris Kurniawan akan lupa apa yang sudah dia lakukan selama beberapa puluh tahun. Pada akhirnya, setelah beberapa hari bersenang-senang, Haris Kurniawan ingat dia masih seorang Direktur Utama, seorang Direktur Utama harusnya berkutat dengan dokumen-dokumen perusahaan. "Fauzi, menurutku hal ini tidak baik untukku, bukankah aku seharusnya bekerja di perusahaan?" Wajah Haris Kurniawan terlihat serius ketika mengatakannya. Sudut mulut Fauzi Hole bergerak-gerak, dia kembali ke sifatnya yang santai, "Direktur Utama terlalu khawatir, pekerjaan di perusahaan akan diurus oleh bawahanmu. Kamu tidak perlu khawatir, kamu hanya tinggal bersenang-senang." "Lagipula, kamulah yang membayar gaji mereka, jika kamu bekerja sementara mereka tidak melakukan apa-apa, itu tidak masuk akal namanya!" Setelah mendengar hal i
Haris Kurniawan bukan tipe orang yang suka bertanya lebih lanjut, yang dia pedulikan hanyalah menghabiskan malam bersama para wanita cantik, itulah tujuannya. Jadi, Haris Kurniawan pun melangkah maju dan mengambil inisiatif untuk mendorong kursi roda Wans Lindsay. Setengah jam berlalu, ternyata Wans Lindsay mengajak Haris Kurniawan ke Hotel Ryuu. Haris Kurniawan tercengang, "Di sini? Kamu tidak salah, ‘kan?" Jika Haris Kurniawan tidak salah ingat, ini adalah hotel terbesar di Kota Ryuu, juga merupakan yang paling resmi, tidak mungkin di dalamnya terdapat wanita-wanita cantik. Wans Lindsay tersenyum dan berkata,"Tenang saja, Anda adalah Direktur Utama Grup Hour, jangan memikirkan apa pun, lagi pula hotel tentu sudah mempersiapkan segalanya sejak awal." Haris Kurniawan berpikir sejenak, kemudian tertawa, "Hahaha… benar juga, ayo kita masuk." Tidak lama kemudian, mereka berdua sampai di sebuah kamar khusus, Wans Lindsay berkata pada Haris Kurniawan, "T
"Ya ampun, dasar kalian anak muda, kenapa kalian bisa lebih kaku dari aku yang sudah tua ini? Dia hanya bersantai dan tidak melakukan sesuatu yang menghancurkan dunia, benar ‘kan?" "Sudahlah, ayo kita minum." Farhan Faris berkata sambil menyesap birnya lagi. Wajah Nurul Sapta dan beberapa direktur perusahaan lain kini menjadi suram. Tapi, karena mereka menghormati Farhan Faris, mereka tidak berani menunjukkan kejengkelan mereka secara terang-terangan, mereka hanya bisa minum bir sambil tersenyum palsu. Farhan Faris meminum bir sambil melirik orang-orang itu satu per satu, dalam hati Farhan Faris tertawa. Farhan Faris sudah tahu apa yang mereka rencanakan, Farhan Faris bukan anak berusia tiga tahun. Bagaimanapun juga, karena Farhan Faris sudah meminta tolong pada Sansan Carell, maka dia harus menepati ucapannya. Lagipula, Haris Kurniawan hanya Direktur Utama di permukaan saja, Direktur Utama yang sesungguhnya adalah Sansan Carell. Bisa dibilang, Sansa
Seminggu kemudian, Sansan Carell keluar dari rumah sakit. Setelah kembali ke villa, Soraya Lindsay merawat Sansan Carell secara pribadi. Sansan Carell duduk di ruang tamu sambil menonton berita ekonomi, sementara Soraya Lindsay sedang mengupas apel untuknya. Setelah beberapa saat, Soraya Lindsay menyodorkan apel itu kepada Sansan Carell. Sansan Carell sekarang sudah bisa menggerakkan tangannya, jadi dia mengulurkan lengan untuk mengambil satu potong, "Istriku memang baik." Kalimat itu membuat wajah Soraya Lindsay memerah, dia malu untuk menatap Sansan Carell, wanita itu hanya menundukkan kepala sambil bilang. "Sudah hampir siang sekarang, aku akan memasak." Setelah itu, Soraya Lindsay bangkit dan pergi ke dapur. Setelah makan, Riswan Budiana datang untuk menemui Sansan Carell, mereka berdua pergi ke halaman belakang villa. "Kakak, aku sudah memeriksanya, tiga lahan tersebut memang bermasalah." "Kakak, setelah ini, kita mungkin akan memiliki mus
"Anda tenang saja, jangan panik, kami akan segera menyiapkan operasi." Seorang perawat datang, kelihatan sekali dia sudah terbiasa menghadapi pasien-pasien seperti ini, nada bicara perawat tersebut begitu profesional dan tidak tersirat sedikit pun nada panik. Mendengar ucapan sang perawat, pria tersebut agak sedikit lega. Tidak lama kemudian, datanglah sebuah brankar, para perawat bersama-sama meletakkan bocah berlumuran darah dan tak berdaya itu ke atas brankar. Di pintu ruang gawat darurat, seorang pria paruh baya sekitar empat puluh tahunan datang, dia adalah dokter yang akan melakukan operasi pada bocah laki-laki itu. Nama depan dokter tersebut adalah Irman, dia sangat berpengalaman dan memiliki reputasi di rumah sakit ini. Dokter Irman memasang masker sambil berjalan, dia bertanya, "Apa yang terjadi pada pasien?" "Kecelakaan lalu lintas! Dokter, Anda harus menyelamatkannya!" Pria tadi otomatis menjawab, wajahnya diliputi kepanikan dan kekhawatiran, t
Sansan Carell memandang mereka dengan tatapan dingin, "Aku tidak mengerti? Hah! Kalau begitu coba beri tahu aku, apa tugas seorang dokter? Bukankah dokter harusnya menyelamatkan nyawa manusia? Jangan bilang tugas dokter adalah mengumpulkan uang!" "Kamu!" Dokter Irman berkata sambil berusaha memasang ekspresi kalem, "Kamu tahu apa? Dokter memang bertugas menyelamatkan nyawa manusia, tapi dokter juga manusia, juga butuh penghidupan. Apa kamu berpikir kami bisa hidup hanya dengan menyelamatkan nyawa manusia?" "Kami juga butuh uang untuk menghidupi keluarga, jika tidak ada uang, siapa yang akan merawat pasien?" "Kamu paham situasinya tidak? Orang itu telah menabrak si bocah, sekarang menurutmu, jika dia lari, apa yang harus kami lakukan?" "Kamu pikir rumah sakit sebesar ini tidak butuh uang untuk terus beroperasi? Kamu pikir tidak butuh uang untuk membayar dokter, perawat, dan memelihara fasilitas rumah sakit?" "Jadi, kalau tidak mengerti, jangan sembar
Ketika Dokter Irman selesai bicara, semua orang ikut mengangguk. "Benar, kartu dari bank mana itu? Aku tidak pernah lihat," seperti yang Dokter Irman pikirkan. Dia pasti anak seorang direktur atau semacamnya, itu sebabnya dia tidak begitu peduli pada uang. Mengenai identitas Sansan Carell yang merupakan seorang direktur perusahaan, Dokter Irman pasti tidak terpikir sampai situ. Karena Sansan Carell masih muda, tidak akan ada yang mengira bahwa dia adalah seorang Direktur Utama. Terlebih lagi, tidak akan ada yang mengira bahwa Sansan Carell adalah Direktur Utama Grup Hour. Tepat pada saat itu, si perawat berkata dengan gemetaran, "Tuan, maafkan aku, semua rumah sakit memakai sistem jika dana berlebihan, maka akan dikembalikan. Nanti setelah semua selesai, kami pasti akan mengembalikan uang Anda, kami tidak akan mengambil kelebihannya sepeser pun." "Aku sudah bilang, tidak apa-apa." Sansan Carell menambahkan, "Jika kamu mengembalikannya padaku, aku tetap ak
Dokter Irman menurunkan egonya dan berusaha bersikap baik, lagipula di sini ada banyak orang, sebagai Direktur Utama yang baru, tentu saja Sansan Carell harus memberi contoh baik kepada para pasien dan pengunjung rumah sakit. Dokter Irman yakin sekali Sansan Carell akan menunjukkan kebaikan hatinya. Tapi sayang sekali, Dokter Irman adalah orang yang gila uang, dan Sansan Carell tidak bisa menerimanya. "Tidak, aku tetap akan mempermasalahkan ini." Sansan Carell berkata dengan nada dingin, "Kamu tidak fokus menyelamatkan nyawa pasien, tapi lebih mementingkan uang, kamu telah melanggar etika kerja seorang dokter. Jadi, kamu tidak pantas menjadi dokter!" "Yang aku mau adalah dokter yang tulus melayani pasien, bukan dokter mata duitan seperti kamu. Jadi, mulai sekarang, kamu dipecat!" Kalau boleh jujur, yang merasa paling nelangsa dalam masalah ini adalah pasien dan keluarga pasien. Mereka tahu bahwa ada banyak pasien yang digantung harapannya hanya karena pasien i
Fajar tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sansan mengucapkan terima kasih dan menutup telepon.Hyorin mendengarkan seluruh percakapan mereka, wajahnya juga menjadi serius. "Apa yang harus kita lakukan?"Sansan berkata dengan tak berekspresi. "Pergi ke RS Kyoto dulu dan buat strategi," Sansan menatap Hyorin dengan sedikit ragu. "Tapi, sebelum itu kamu pergi dan bawa Soraya pulang!"Soraya adalah kelemahannya. Jika orang-orang itu ingin menyerangnya dan membiarkannya tertangkap, mereka pasti akan menyerang Soraya terlebih dulu. Jadi, melindungi Soraya adalah hal yang paling penting.Hyorin mengangguk. "Aku akan pergi!""Biarkan Busby pergi, kamu ikut aku ke RS Kyoto," ujar Sansan sambil berjalan.Hyorin tidak keberatan, Sansan menelepon Matt Busby, berbicara singkat tentang situasinya dan pergi ke RS Kyoto.***RS Kyoto.Sansan memanggil Ramdan dan Leona. "Hari-hari indah akan segera berakhir."Mereka tidak mengerti. Ketika Sansan memberi tahu berita tentang Henda dibunuh oleh Zoran, semua
"Brengsek!"Sansan benar-benar menganggap Hiden sebagai teman dekatnya. Jika tidak, dia tidak akan pergi mencari Hiden setelah menerima Grup Hour, apalagi memberikan Hiden banyak sumber daya untuk membuatnya berkembang.Alhasil, Hiden bekali-kali menyerobot sumber daya yang layak didapatkan Grup Hour secara diam-diam! Bahkan, dia melakukan tindakan kecil di belakang punggungnya dan sekarang bahkan mencari pembunuh untuk membunuhnya!Perasaan dikhianati oleh teman dekat ini membuat Sansan merasa tercekik. Jelas sekali mereka adalah teman dekat. Wardani bisa mati untuknya, tetapi Hiden malah ingin membunuhnya!"Ahh …" Sansan tinggal di gang gelap itu untuk waktu yang lama sebelum perlahan keluar dari gang, tetapi aura permusuhan di tubuhnya menjadi lebih berat dari sebelumnya.Ponsel Sansan terjatuh ketika dia dan Downey melompat keluar jendela. Saat itu, dia tidak ada waktu untuk mencari ponsel lagi. Setelah melompat keluar jendela, dia berusaha keras berlari.Mereka berada di depan Hy
"Tentu!" Sansan mengangguk tanpa terkejut, dan menghabiskan seteguk anggur terakhir. "Waktu untuk duel akan diatur secara terpisah. Sekarang bukan waktu yang tepat."Downey tidak keberatan.Pada saat ini, Sansan hendak bangun dan Downey tiba-tiba menahannya. Sansan bingung. "Kenapa? Apakah kamu ingin melakukannya sekarang?"Downey menatap dingin ke belakang Sansan, seolah sedang mengamati sesuatu. Sansan melihat ada yang tidak beres, berpaling untuk melihat dan dia melihat beberapa orang berpakaian rapi duduk di pojok sambil minum alkohol. Ketika Sansan menoleh untuk melihat, mereka dengan cepat menarik kembali pandangan mereka.Meskipun orang-orang ini tampil sebagai gangster kecil, tetapi niat membunuh di dalamnya belum sepenuhnya disimpan dan bisa dirasakan hanya dengan satu tatapan.Sansan mengerti dalam sekejap, berbalik dan berkata kepada Downe.y "Sepertinya ada yang datang untuk membunuhku lagi.""Mungkin masih orang yang sama?" Downey sepertinya tidak khawatir sama sekali, tap
Di dalam kamar. Setelah memastikan bahwa mereka telah pergi, ekspresi semua orang kembali normal dan seorang wanita pergi mengetuk pintu kamar mandi. Setelah beberapa saat, pintu kamar mandi terbuka dan Lou Zheng berjalan keluar.Ketika pria itu sedang berbicara di telepon, Lou Zheng kebetulan pergi ke kamar mandi. Ketika dia akan keluar, dia mendengar jeritan di dalam kamar dan tahu ada yang tidak beres, jadi dia tetap di dalam kamar mandi dan tidak keluar.Saat itu, Sansan mematikan suara lagu karena dia ingin bertanya, sehingga Lou Zheng bisa mendengar suara Sansan dengan jelas.'Sansan belum mati?! Dia bahkan datang sampai kesini.' Lou Zheng sangat gugup pada saat itu.Untungnya, orang-orangnya tahu apa yang harus dikatakan dan apa yang tidak boleh dikatakan. Jadi mereka tidak mengungkapkan identitasnya.Lou Zheng memandang semua orang dengan puas. "Bagus sekali! Setelah beberapa hari lagi, kalian akan menjadi eksekutif Grup Hour yang baru.""Baik, bos." Lou Zheng tersenyum.Sansa
Melihat Sansan yang menatapnya, ekspresi Downey berubah drastis, dia berusaha menahan dan akhirnya dia mengutuk. "Sialan, jangan omong kosong kamu!""Uhm …" Sansan terbatuk geli menatap mata Downey. "Hahaha …" Sansan tidak bisa menahan tawanya saat melihat alis Downey yang terangkat.Karena tatapan serius Downey, ditambah dengan kesan bahwa Sansan yang berperilaku baik, sangat lucu jika dia tiba-tiba mengutuk kalimat seperti itu.Raut wajah Downey semakin buruk. Bagaimanapun, dia telah mengutuk, jadi tidak ada bedanya jika dia mengutuk sekali lagi. "Sialan, apa yang kamu tertawakan?"Sansan tercengang, dan kemudian berkata dengan cukup serius. "Aku hanya tertawa saja!"Tatapan mata Downey langsung memuram dalam sekejap.Yang lain tampak berbeda ketika mereka melihatnya dan mata mereka diam-diam mengkomunikasikan sesuatu.Karena keremangan kamar, Sansan dan Downey tidak menyadari ada yang janggal dengan mata mereka. Sansan berhenti terawa dan menatap pria itu dengan tajam. "Satu kesemp
"Bodoh!" Pria itu berteriak dengan kesal. "Tentu saja si br*ngsek Sansan!""Tunggu?!" Usai bicara, pria itu merasa ada yang janggal, jadi dia segera berbalik. Ketika dia melihat Sansan yang baru saja dia sebut berdiri di depannya, dia langsung melebarkan matanya, "K-Kamu—"Dia sangat ketakutan hingga ponselnya jatuh ke lantai. Pria itu menggigil dan menunjuk ke arah Sansan.BRUK!Tiba-tiba Sansan yang sedang menatap sosok pria itu dengan tajam, dengan cepat menarik lengan pria itu dan membantingnya ke lantai.Saat ini, Downey yang berdiri di belakang Sansan berjalan keluar perlahan dan berkata dengan ringan. "Hei, tempramenmu tidak terlalu bagus.""Tidak juga," jawab Sansan dengan datar.Mereka juga mendengarnya tadi. Pria itu berkata bahwa Downey juga akan dibunuh bersama.Downey yang memikirkan itu mendengus pelan. "Aku terlibat karena kamu."Sansan hanya terdiam mendengar ucapan Downey, tanpa banyak basa basi lagi dia berjalan menuju sebuah ruangan lain.BRAK!Sansan menendang pint
Orang-orang telah menggali lebih dari satu jam, dan mereka tidak menemukan apa-apa. Mereka hanya membongkar puing-puing bangunan yang sudah berserakan menjadi hitam."Tidak ada apapun disini.""Apakah kamu yakin mereka berada tepat di daerah ini?""Coba ingat-ingat kembali?"Orang-orang mulai kebingungan dan ada rasa pasrah di dalam benak mereka, mereka berpikir bahwa orang yang memanggil mereka datang itu salah ingat lokasi.Shifa yang mendengar itu segera menggelengkan kepalanya ketika melihat ini. "Tidak mungkin, mereka pasti ada di sini, tidak mungkin tidak ada!""Tetapi kami tidak menemukannya!""Bagaimana kalau kita mencari ke dalam lagi, mungkin mereka mengubah rute pelarian?" Seseorang menyarankan.Hyorin dan Matt Busby tampak bergairah saat melihat ini. "Tidak perlu menggali lagi.""Apa? Berhenti menggali?""Iya, berhenti menggali," Hyorin mengangguk mengangguk dengan datar.Saat itu, bom datang dari belakang pabrik, jadi tidak mungkin bagi Sansan dan Downey untuk berlari ke
Di kamar lantai dua.Sekelompok pria dan wanita duduk bersama, mereka terlihat sangat menikmati suasana di dalam bar. Meja penuh dengan gelas anggur dan ada kaleng bir di bawah kaki mereka. Mereka sudah minum cukup banyak.Semua orang sangat senang, kecuali pria yang duduk di tengah. Dia hanya memegang gelas anggur dan minum perlahan, wajahnya terlihat sangat tidak puas. Dia adalah Lou Zheng yang selalu berada dalam kegelapan sepanjang waktu.Lou Zheng mengerutkan keningnya dengan kuat. "Sansan seharusnya sudah mati. Mengapa dia masih belum kembali?" Lo Zheng mengetuk-ngetuk meja dengan jemarinya. "Atau apakah terjadi sesuatu yang tidak terduga?"Pada saat ini, pria dengan topi itu mengetuk pintu dan memasuki kamar. Setelah dia masuk, semua orang yang ada di dalam kamar itu berhenti bergerak, bahkan suasana meriah di dalam bar itu menjadi hening.Pria itu melepaskan topinya, memperlihatkan sedikit perubahan raut wajahnya dan menjawab dengan hormat, "Sudah, bom itu meledak dan pabrik t
Downey bereaksi secara naluriah, dia dengan cepat segera mengelak. Namun, begitu keduanya bertemu, terjadi pukulan yang saling beradu.BUK!Suara tabrakan antara tinju Downey dan juga Sansan terdengar sangat jelas.BOOM!Tiba-tiba suara ledakan terdengar diiringi suara pukulan itu.Hyorin dan Matt Busby saling memandang, dia berteriak. "Lari! Ini bom!"Sehabis berteriak, Hyorin dan Matt Busby buru-buru berlari keluar. Sansan juga langsung tanggap, dia bergegas membalikkan badannya dan berlari.Mendengar itu, Downey melihat ke arah Shifa. Shifa berdiri di dekat tempat sampah yang lumayan jauh darinya. Karena ledakan, sebuah pohon tiba-tiba tumbang dan seperti akan jatuh."Shifa!" Melihat tong kayu hampir jatuh, Downey segera bergegas menghampiri Shifa, menahan pohon itu, lalu berkata kepada Shifa yang terpana. "Lari!"Shifa tiba-tiba tersadar. Setelah melihat Downey, dia terkejut. "Kak …" Dia ingin mengatakan sesuatu.Tapi Downey memotongnya. "Lari! Kalau tidak, kamu tidak akan sempat