Antonio meminta Tian untuk tidak ikut menyusul Jesika. ada kemungkinan Selena segera siuman, seharusnya ada yang menuggu di sana. sekarang Antonio berlari keluar sambil mengedarkan pandangan. Dia melihat ke setiap sudut Lorong yang mungkin dilewati Jesika. Namun, hingga sampai diluar Antonio tidak kunjung melihat Jesika.“Di mana dia?” desis Antonio sambil menyugar kasar rambutnya. “Kenapa harus datang ke sini segala? Aku sudah memintanya untuk tetap di rumah, kan? Apa yang dia pikirkan?”Antonio berlari sampai akhirnya berada di luar gedung. Ada cukup banyak orang di sini. Antonio sedikit kesusahan untuk mengedarkan pandangan mencari sosok Jesika diantara mereka. Antonio berdecak frustrasi saat tak kunjung menemukan Wanita itu.Antonio berjalan cepat menuju pos penjaga di dekat gerbang. Dia bertanya pada penjaga tentang Jesika dengan menyebutkan bagaimana ciri-ciri Wanita cantik itu. sama sekali tidak mendapat jawaban, Antonio berlari keluar. Dia toleh arah kanan lebih dulu, lalu ber
Sampai menjelang malam, Jesika sama sekali tidak bisa melanjutkan pekerjaan di ruang kerjanya. Dia mulai gelisah memikirkan bagaimana keadaan Antonio di sana. Di dalam ruangan itu, Jesika menebak pasti hanya mereka berdua saja tanpa ada yang lain. Jesika tahu kalau Selena adalah anak yatim piatu setelah sempat beberapa hari yang lalu mencari informasi tentangnya.“Apa mereka akan kembali bersama?” Jesika mulai kepikiran.Hubungan keduanya sangat dekat sebelumnya. Bahkan, sampai di hari pernikahan pun mereka tetap memiliki hubungan. Bukankah tidak mudah untuk melupakan apa yang pernah terjadi diantara keduanya?Tok! Tok! Tok!Jesika mendongak saat mendengar pintu kamarnya diketuk. Dia meletakkan bantal yang semula sedang dipeluk lalu turun.“Siapa?” tanya Jesika dari dalam.“Ini Nenek, Sayang.”Jesika melangkah lebih cepat begitu medengat sahutan dari luar. Saat pintu terbuka, Jesika langsung mengulum senyum, pun dengan nenek.“Boleh nenek masuk?”Jesika mengangguk penuh semangat lalu
Pagi harinya, Jesika kembali dibuat terkejut karena merasakan sebuah pelukan dari belakang. Ketika menunduk, Jesika melihat sebuah tangan berotot melingkar sampai ke perutnya yang datar.Dia pulang?Jesika perlahan menggerakkan badannya untuk berbalik. Hanya terdengar lenguhan sampai posisi Jesika sudah menghadap sosok yang masih memeluknya saat ini. wajah pria itu terlihat sangat tenang ketika terlelap. Alis tebal yang menghiasi begitu sempurna diimbangi dengan hidung yan mancung. Bibirnya yang lumayan tebal dengan garis lebih jelas di bagian tengah, membuat bibir itu bisa dikatakan kissable.Kenapa kamu memelukku?Jesika tersenyum getir lalu mengusap lengan Antonio yang tak mengenakan pakaian selain tanktop. Ingin menyentuh pipi, tapi takutnya membuat pria ini marah.“Jam berapa sekarang?” gumam Jesika. dia memutar leher mencoba mencari letak jam dinding.Dengan sangat hat-hati, sekarang Jesika mencoba melepaskan diri. Dia lebih dulu meyingkirkan dengan pelah tangan Antonio, sambil
Tian yang baru datang, langsung bertemu dengan Antonio diambang pintu. Sebelum Antonio bicara, Tian langsung membuka mulut lebih dulu. Wajahnya tampak panik dan gelisah.“Tuan sudah melihat beritanya?”Antonio mengangguk. “Antar aku ke suatu tempat!” perintah Antonio cepat.Tanpa menunggu dibukakan pintu oleh Tian, Antonio sudha lebih dulu nyelonong masuk ke dalam mobil. Tian bergeags menyusul masuk. Dari atas, Jesika tengah berdiri di balkon sambil mengamati diam-diam. Tidak tahu apa yang tengah mereka berdua bicarakan atau kemana tujuan mereka selain ke kantor, namun dari gelagatnya seperti sudah terjadi sesuatu.“Sebenarnya ada apa? kenapa aku tidak boleh keluar?” gumam Jesika sambil menatap mobil yang sudah melaju meninggalkan halaman rumah.Pada kenyataannya sebuah larangan tidak jauh berbeda dengan sebuah perintah. Begitulah anggapan orang yang selalu penasaran jika mendapat perintah untuk tidak melakukan suatu hal tanpa diberi penjelasan.Jesika masuk kembali ke dalam kamar, la
Antonio tidak berani untuk keluar dari mobil di saat Namanya tengah kembali heboh. Bukan tidak berani sebenarnya, hanya saja dia malas meladeni para wartawan dan awak media yang pertanyaannya terkadang tidak masuk akal.“Kita langsung pulang?”“Iya.”Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Antonio yang gelisah memilih duduk di belakang sambil duduk termenung. Pikirannya hanya tertuju pada Jesika saja. Sampai di rumah, hati pun merasa lega. Setidaknya area perumahan ini memang memiliki peraturan ketat di mana orang lain tidak diizinkan masuk.“Antonio, kemari kamu!” langkahnya sampai di tengah ruangan laintai satu antara ruang tamu mendekati tangga ke atas. Agatha langsung menghentikan langkah putranya itu.Agatha menarik lengan Antonio menuju ruang keluarga di mana di sana televisi sedang menyala. Ada Gaby yang duduk dengan punggung tegak tampak begitu serius. Perempuan itu menoleh ke belakang, sambil menunjuk kea rah televisi.“Jelaskan pada mama, apa yang terjadi?” tanya Agatha. Wanit
Seluruh tubuh Jesika gegetaran hebat, berkeringat sampai kaki dan tangan mulai kesemutan. Dia ambruk hampir pingsan, tapi kemudian mencoba untuk beranjak sendiri, sampai kemdian tib-tiba nenek muncul. Wanita tua itu buru-buru memeriksa keadaan Jesika dan berteriak memanggil Bitt. Bitt tidak langsung menjawab karena saat itu masih berada di halaman rumah, tengah mengambil beberapa belanjaan milik majikannya.Teriakan itu didengar oleh Agatha dan Gaby. Mereka berdua berlari menuju lantai dua begitu mendengar teriakan melengking itu. Langkah mereka berhenti di depan sebuah pintu yang terbuka. Mereka sama-sama tercengang.“Hei, kenapa kalian diam saja!” gertak Megan yang tengah memapah tubuh Jesika di tepi ranjang. “Panggil Bitt, cepat!”Dengan rasa panik, Agatha langsung berlari menuju tepi lantai dua. Dia menatao kebawah, lalu menerikakkan nama Bitt. Sementara Gaby, Wanita itu sudah masuk ikut melihat keadaan Jesika.“Nek…” lirih Gaby kemudian.Megan yang kepalang panik luar biasa, hany
Sampai malam, Antonio tertidur di kursi sambil menelungkupkan wajah pada kedua tangan di tepi brangkar. Dia akhirnya terbangun tepat pukul tuju saat memarasakan Gerakan tangan. Antonio mengangkat kepalanya, lalu mengerjap-kerjapkan kedua matanya supaya bisa terbuka sempurna. Setelah menguap sekali dan menegakkan punggungnya, Antonio lengsung memeriksa keadaan Jesika.Wanita itu masih terpejam, mungkin Gerakan tangan tadi hanya sebuah mimpi. Antonio mendesah, lalu mengeceka pergelangan tangannya. Ya, sekarang sudah pukul tuju malam lebih sepuluh menit. Perlahan berdiri, Antonio mendekat lebih ke atas lalu memandangi wajah sang istri yang masih terlelap.“Kenapa kamu tidak bilang kalau sedang hamil?” lirih Antonio.Antonio tersenyum getir, tatkala mengingat kembali apa yang terjadi siang tadi. Jesika hanya datang ke rumah sakit untuk bertemu dengan dokter, mungkin Jesika akan membri tahu selepas pulang nanti. Namun, siapa yang sangka kalau dia malah dikerungungi para watawan.“Maaf, kam
Satu minggu berlalu, keadaan Jesika sudah mulai membaik. Wanita itu juga sudah mulai terlihat kembali ceria, ya … walaupun amsih cukup kikuk ketika bersama Antonio. Sekepas kembali dari rumah sakit, Antonio jadi lebih perhatian. Tidak pernah mengucapkan kata special, hanya saja memang jadi jarang marah. Terkadang justru hal itu malah membuat Jesika tidak nyaman. Dalam artian, secara tidak langsung Jesika suka dengan Antonio yang bersikap apaadanya.“Ada apa denganmu? Kamu sering murung sekarang?” tanya Megan. Pagi ini cucunya datang ke gedung agensi menemuinya.Antonio mendesah berat lalu menangkup wajahnya beberapa saat. Dia kemudian membuang nafas lagi sambil sejenak mendongakkan wajah ke atas. Megan yang melihat tingkah itu jadi penasaran.“Aku jadi merasa tak nyaman sekarang.”“Kenapa?”“Jesika sepertinya membenciku setelah kejadian waktu itu.”Megan menarik setiap ujung bibir sampai terlihat menipis. Bukan sebuah senyuman, melainkan seperti sesuatu perasaan yang ikut merasakan se
Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump
Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl
Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema
Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare
Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,
Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri
Ketika Antonio berjalan mendekat setelah turun dari panggung, dengan bangganya Jesika bertepuk tangan. Bibirnya tersenyum menunjukkan deretan gigi yang putih. Reaksi Antonio yang langsung mengusap pucuk kepala Jesika, tentunya membuat siapa pun akan merasa iri.“Ah, kasihan sekali Selena. Pria seperhatian itu malah ditinggal kabur dulu.”“Benar juga. Jesika sangat beruntung mendapatkan Antonio.”Selena yang berdiri hampir di di paling ujung mendengar percakapan tamu undangan itu, tapi dia hanya menarik satu ujung bibir ke atas dengan wajah acuh sambil menenggak minumannya.“Kalau bukan karena keluarganya yang tak merestui, aku juga tidak mungkin meninggalkan Antonio. Mereka pikir sangat mudah menjadi diriku yang tidak disambut di keluarga Antonio. Brengsek!”Selena meletakkan gelasnya lalu beranjak pergi ke toilet.“Kamu ngobrol sama nenek dulu, aku mau ke toilet dulu sebentar.”“Oke.”Jesika menghampiri nenek yang tengah ngobrol dengan rekan-rekan dan beberapa artis di sana. ketika J
Entah kapan Antonio terakhir kali menginjakkan kaki di gedung agensi milik neneknya. Setiap langkah, ketika melihat beberapa poster dan layar monitor di beberapa titik dinding gedung, terkadang membuat rasa rindu untuk kembali lagi ke sini. Namun, Antonio lebih merasa nyaman ketika sudah meninggalkan agensi. Rasanya bisa berekspresi lebih luas lagi, dan juga tidak terlalu banyak tututan.“Ada apa?” tegur Jesika ketika melihat wajah sendu sang suami.Antonio bergidik lalu tersenyum. “Tidak, aku hanya sedikit rindu ketika masih di sini.”Jesika mengusap lengan Antonio lalu menggandengnya dengan erat. Beberapa orang atau tamu lain berjalan di belakang mereka, tapi tentunya tidak terlihat heboh karena memang ini sudah aturannya bagi siapa pun yang ingin datang ke acara tahunan agensi.Mereka menuju lantai tiga di mana acara akan berlangsung. Papa dan mama tidak bisa datang, jadi hanya nenek yang berangkat bersama Antonio dan Jesika. ada Tian dan Bitt juga pastinya.Sampai di ruanga acara,
“Wanita itu menemui Antonio lagi?”“Iya, Nona.”Jesika yang tengah mengunyah makanan, memegang ponselnya dengan tangan kiri.“Kamu menelpon siapa, Sayang?” tanya nenek yang duduk di hadapannya dengan dibatasi meja bulat.“Tian, Nek.”Megan mengangguk-angguk melanjutkan makan lagi, sementara Jesika membali bicara dengan Tian.“Mau apa dia datang lagi? sudah berapa kali dia datang menemui Antonio?”Nada bicara Jesika membuat Megan menatap penasaran.“Sayang kurang tahu, Nona. Mereka bicara di ruang tamu kantor. Saya hanya bisa melihat dari luar saja.Ruang tamu memang didesain dengan dinding kaca. Tidak ada privasi di sini memang, jadi akan jauh lebih netral untuk bicara dan tidak membuat siapapun salah sangka.“Biarkan saja mereka bicara. perempuan itu tidak akan menyerah sepertinya. Kamu bantu awasi saja. Aku takut dia ada campur tangan dengan klaim karya waktu itu.”“Baik, Nona.”Pemikiran Jesika sepertinya sama dengan Tian. sejujurnya Tian sudah melihat cctv di parkiran belakang ged