Rebecca dan Tommy memperhatikan kehangatan hubungan antara Amelia dan Anna, seakan tak percaya kalau mereka bukan ibu dan anak kandung.“Apa kamu yakin, Reb?” tanya Tommy, “sepertinya perempuan itu sayang banget sama Amelia.”“Yeah, untuk mendapatkan hati Harrison apa pun bisa di lakukan kan, Tom.”“Maksudmu, perempuan itu hanya pura-pura?”“Ya begitulah, aku pun bisa begitu, yang penting dapat harta melimpah, hidup bergelimang kemewahan, jadi nyonya besar.”“Tapi sepertinya perempuan tadi tulus ya, kalau yang diharapkan hanya simpati suaminya, ia hanya akan baik di depannya.”“Oh, jadi ngebelain perempuan itu, Tom?” delik Rebecca membulatkan matanya.“Hehehe, ya nggak dong Babe,” sanggah Tommy, “terus informasi yang kamu dapat hari ini apa?’“Kamu kan bilang, setelah kematian David, Harrison menghilang, dia pergi ke luar negeri, kan?”“Ya, memang seperti itu yang kudengar.”“Tadi Amelia bilang, dia pernah tinggal di Indonesia.”“Indonesia?” ulang Tommy terkejut, “jadi maksud kamu Tu
“Apanya yang salah Reb?” tanya Tommy heran.“Amelia cuma dijemput sopir kan, Tom?” Rebecca balik bertanya, “kenapa pulang sekolah pergi ke pusat perbelanjaan besar begini?”“Mana aku tahu,” jawab Tommy sambil mengedikkan bahu, “namanya juga anak zaman sekarang.”“Tapi kesempatan sih, Tom.” Rebecca tersenyum lebar, “kesempatan bagus untuk bisa bicara panjang lebar dengan anak itu.”Namun baru saja ia terllihat senang, tiba-tiba matanya terbelalak ketika melihat Amelia turun dari mobil bersama dengan seorang wanita.“Shit! Kenapa aku nggak lihat.” Rebecca menggerutu kesal, “kenapa ada perempuan itu di dalam mobil.”“Mana aku tahu, aku kan hanya fokus nyetir.” Tommy berlepas diri dari kejengkelan wanita di sampingnya, “terus gimana Reb?”“Kamu tunggu di sini, aku akan turun mengikuti mereka.” Tanpa menunggu jawaban dari Tommy, Rebbeca langsung turun, wanita itu bergegas masuk ke dalam area perbelanjaan, menyusul Amelia dan Anna.“Ma, banyak sekali belanjaannya?” Amelia heran, karena b
Tidak lama berselang Tommy pun datang, ia langsung duduk di dekat Rebecca yang masih terdiam dengan pikirannya.“Tadi nomor siapa Reb?” tanya Tommy penasaran. Rebecca tidak menjawab, wanita itu hanya tersenyum sambil menyesap minumannya.“Coba tebak, nomor siapa?” Rebecca balik bertanya.“Mana aku tahu, kamu di sini sendirian,” sahut Tommy, “apa mungkin kamu meminjam ponsel pramu saji café ini?”Rebecca tidak menjawab, namun masih tersenyum. “Tapi kamu kan bawa ponsel Reb, kenapa pinjem ponsel orang lain?”“Tommy-Tommy, kamu itu terlalu lugu, man.” Rebecca menyela sambil tertawa.“Ya kamu nggak ngejelasin, mana aku tahu.” Tommy membela diri, “yang aku lihat kamu duduk sendirian di sini.”“Kamu ingat kan tujuan aku datang ke mari untuk apa?” Rebecca mengingatkan lelaki di hadapannya, yang menurutnya terlalu lugu itu.“Oh iya, kalau itu aku ingat, kamu kan tadi membuntuti bocah itu dan ibunya,” jawab Tommy mengingat kembali apa yang dilakukan Rebecca sebelumnya.“Bagus kalau masih in
Harry tersentak mendengarkan ucapan Anna, apa mungkin wanita itu adalah keluarga Anne? Tapi Harry segera menepis pikirannya itu, mungkin hanya kebetulan saja, masalah nama keluarga, banyak kok orang yang memiliki nama keluarga yang sama. “Apa perempuan itu bilang seperti itu, Hon?” tanya Harry, Anna mengangguk. “Tadi, waktu kami di mall, Amelia yang mengenalkan Rebecca, dia bilang wanita itu dari Aussie,” sahut Anna, “wanita itu menyebutkan namanya sebagai Rebecca Jordan.” “Ah, mungkin hanya kebetulan, Hon.” Harry berusaha mengalihkan perhatian Anna. “Yah, kalau nama dan negara mungkin bisa kebetulan, tapi cerita dibalik alasannya ke mari mengapa sangat berkaitan?” “Memang alasan apa, Hon?” tanya Harry sambil mengusap rambut istrinya, Anna pun menceritakan kata-kata Rebecca mengenai tujuannya datang ke London, yaitu mencari kakaknya yang hilang kontak sejak 10 tahun lalu. Harry tertegun, lelaki itu terlihat sedang berpikir keras. “Apa dia bilang kakaknya seorang model di sini?”
Harry terkejut dengan apa yang dikatakan Bobby, itu artinya masalah baru akan datang lagi. Lelaki itu menghela napas, setelah serangkaian masalah di Jakarta, ia harap dengan memboyong anak istrinya ke sini, mereka bisa tenang.“Kira-kira apa yang akan dilakukan wanita itu, Bob?” tanya Harry menatap Bobby dengan serius.“Saudara tiri Anne dan ibu tirinya adalah wanita penggila harta, mereka akan melakukan apa pun untuk mendapatkan kehidupan yang mewah,” ujar Bobby, “itu sebabnya ibu tirinya mendekati dan merayu ayah Anne, hingga kehidupan rumah tangga mereka pun hancur.”“Maksud kamu, dia akan merusak kehidupan rumah tanggaku dan istriku?” tanya Harry, “jangan harap,” tandasnya.“Aku percaya padamu, Dude. Kau bukan Tuan Jordan,” kilah Bobby, “tapi yang harus kita waspadai adalah tipu dayanya.”“Maksudmu?”“Bisa jadi dia datang ke sini untuk merecoki rumah tangga Anne dan David, tapi jika dilihat dari kemunculannya yang langsung mendekati Amelia, itu artinya dia sudah tahu kalau David s
Harry dan Bobby saling bertatapan, baru saja mereka membahas sesuatu yang tidak diinginkan mengenai Amel, tiba-tiba dapat laporan sesuatu terjadi pada gadis kecil itu.“Honey, tenang, Hon. Coba ceritakan Apa yang terjadi pada Amel.”“Dari pulang sekolah tadi wajah Amel murung, matanya seperti habis menangis. Aku sapa tidak menjawab, aku peluk pun menghindar, dia langsung masuk kamar dan mengunci diri sampai sekarang.”“Ya Tuhan, apa yang terjadi?”“Entahlah Hubby, aku dan Nanny sudah membujuknya, mengetuk pintu tapi tidak dibukakan.”“Apa sudah tanya sopir? Ada apa?”“Sudah, sopir pun tidak tahu. Katanya pas masuk ke dalam mobil, Amel menangis.”“Okay, Hon. Aku akan segera pulang, coba terus bujuk ya,” Harry terlihat lemas, wajahnya menjadi sangat cemas.“Ada apa, Har?” tanya Bobby yang sejak tadi memperhatikan.“Amelia mengunci diri di kamar, dari sepulang sekolah tadi, bahkan sama Anna pun menghindar.” Harry sangat cemas dan panik, Amelia tidak pernah seperti ini.“Bob, apa mungkin
Willy segera mengikuti Jhon untuk melihat apa yang terjadi, namun bocah lelaki itu tersentak manakala melihat sessosok tubuh yang dibopong Jhon, matanya terbelalak. “Amel?!” teriak Willy tak percaya, “what’s up Jhon?” “Aku menemukan Amelia tergeletak pingsan di pinggir jalan dekat taman, karena hujan lebat aku langsung bawa ke mari,” sahut Jhon, “cepat panggil pelayan untuk mengganti pakaiannya, lalu berikan minuman hangat.” “Ok Jhon, thank’s udah nyelametin Amelia, kau juga segeralah berganti pakaian.” “No problem, Dude.” Jhon hendak beranjak, namun tiba-tiba terdengar bunyi ponsel berdering. Willy dan Jhon saling menatap, suara itu berasal dari dalam tas Amel. “Ponsel Amel,” ucap willy, “angkat Jhon, kemungkinan keluarga Amel sedang mencari.” Jhon membuka tas Amelia, lalu mengeluarkan ponsel dari tas gadis cilik itu. Sebuah panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. “Helo,” sapa Jhon. Hening tidak ada jawaban, lalu panggilan pun terputus. “Bagaimana Jhon?” tanya Willy, Jhon m
“Apa? hak-hak apa yang Anda maksud? Anda tidak punya hak apa pun terhadap Amelia.” “Jelas saya punya hak, saya adalah satu-satunya saudara Anne Jordan, istri sah Davidson Barnes, Amelia adalah putri kandung Anne, saudara saya.” “Oh, jadi Anda mau menuntut hak asuh? Silahkan, Anda mau menuntut kemana? Satu hal, Anne Jordan masih hidup dan berada dalam tanggung jawab keluarga Barnes, Amelia pun berada dalam tanggung jawab keluarga Barnes, secuil pun ia tidak kehilangan hak-haknya.” Selesai berkata Bobby mematikan panggilan telepon, lelaki itu tersenyum lalu memutar rekaman percakapan, dan mengirimnya ke ponsel pribadinya. “Anda merekam percakapan tadi?” tanya Willy. “Tentu Boy, jangan pernah melewatkan sekecil apa pun kesempatan yang bisa dijadikan bukti.” Bobby berujar sambil tersenyum. “Tapi tadi Anda berpura-pura sebagai Tuan Barnes, apa dia nggak curiga?” “Perempuan itu belum pernah bertemu dengan Harry, jadi dia tidak tahu suara Harry,” sahut Bobby, “oya di mana kalian mend
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha