Anna tersentak, dari atas balkon kamarnya ia melihat seseorang sedang menempel sesuatu di tepi jalan."Hei apa itu?" Anna setengah berteriak, namun tak mungkin terdengar keluar. Ia bergegas turun dengan tergopoh-gopoh mengejutkan mama yang sedang duduk di ruang tengah."Ada apa, An?" tanya mama heran."Ada sesutu di depan, Ma." Anna berkata tanpa menoleh, setengah berlari ia menuju ke luar.Setiba di luar pagar Anna terperanjat. "Astaga apa ini?"Anna mendapati banyak poster ditempel di sepanjang jalan dekat rumahnya, Ia menoleh kesana ke mari tidak ada siapa-siapa. Lelaki yang tadi dia lihat dari balkon kamarnya pun sudah tidak ada, mereka sudah kabur saat Anna turun.Anna sangat geram, ia meraih selembar poster tersebut, terpampang foto dirinya dengan seorang lelaki yang ditutup topeng. Ada tulisan mencolok Joanna and her mate."Damn!" Wajah Anna merah padam, ia sangat marah.Tidak berapa lama kemudian mama datang, wanita paruh baya itu tersentak. "Ya Tuhan! kerjaan siapa ini?"An
Terdengar suara seorang pria dari dalam mobil, Anna tidak bisa melihat dengan jelas meskipun kaca samping diturunkan karena lampu plafon mobil dimatikan.Anna mundur selangkah sambil menarik Amelia. "Tidak, terima kasih. Kami akan naik taksi." Anna menarik Amelia meninggalkan mobil itu.Namun tidak diduga mobil itu mengikuti dan menyalip langkah Anna. "Tidak ada taksi, ayo naik!" perintah suara lelaki di belakang kemudi itu.Pintu mobil mulai terbuka, namun Anna dengan sigap menggendong Amelia, lalu berlari meninggalkan mobil itu, ia masuk ke deretan mobil-mobil yang diparkir, dan terus berlari menuju lantai atas.Setelah tiba di tempat yang cukup ramai, Anna menurunkan Amelia, napasnya tersengal-sengal. Wajah gadis kecil itu pucat, ia ketakutan namun tidak menangis. Ia memeluk Anna, baru saat itulah Amelia menangis.Anna mengusap Amelia pelan, "It's ok sayang, kita sudah aman.""Itu tadi orang jahat, ya Kak?" Amelia sangat ketakutan."Kakak juga nggak tahu sayang, gelagatnya sih begi
Terdengar suara benturan yang tidak terlalu keras, rupanya mobil itu membenturkan mobilnya ke bagian samping mobil Anna, tak ayal mobil Anna goyah ke kiri, untung Anna sigap mengendalikan stir, sehingga laju mobilnya pun stabil kembali. "Kak!" pekik Amel. "Tenang, Mel, Amel pegangan ya." Anna menenangkan Amel sambil tetap fokus pada laju mobilnya sambil sesekali melihat mobil pengganggu yang menerornya. Pada satu kesempatan Anna melihat mobil itu akan membenturkan kembali mobilnya, maka dengaan cepat Anna menurunkan laju mobilnya, sehingga posisi mobil Anna kini berada di belakang, dan mobil pengganggu itu condong ke kiri, saat itulah Anna tancap gas lalu menyalip sambil membenturkan mobilnya, sehingga mobil pengganggu itu hilang keseimbangan dan nyelonong ke kiri. "Yeess!! Teriak Anna. Amel nggak apa-apa sayang?" tanyanya sambil melirik gadis kecil di sampingnya. "It's ok, Kak. Yeaay berhasil!" Keduanya tos. Anna memperlambat laju mobilnya setelah memastikan tidak dikejar. Ia me
Harry menghela napas. "Untuk tindakan preventif sebaiknya kamu ganti ponsel kamu, An. Backup semua data-data penting kamu." "Apa mungkin ponselku sudah disadap ya, Mas?" tanya Anna bingung. "Aku nggak tahu, harus dilakukan pengecekan, biar besok Rama yang urus." "Oke, berarti aku harus siapin ponsel baru ya." Anna bergumam. "Nggak perlu, semua sudah diatur buat kamu, besok pagi Rama akan kirim, sekalian penjelasan detail-detailnya." Harry menimpali. "Oh, aku jadi nggak enak," ujar Anna, "tapi terima kasih sebelumnya." "Hmm, nggak enak ya, yang enak apa dong?" goda Harry sambil tersenyum. "Yang enak ya makan hehe." "Ya udah kamu masakin ya, nanti aku pulang mau makan masakan kamu." "Wah, hahaha. Aku tuh nggak bisa masak, Mas." Anna menutup wajahnya sambil tertawa, "aku tuh ya cewek tomboy, suka ngetrack, suka balapan, suka manjat, suka berantem. Pokoknya nggak ada pantes-pantesnya jadi ibu." "Kata siapa?" tanya Harry, "buktinya Amelia suka sama kamu, dan aku sudah lihat sendir
Terdengar seperti suara kucing di ujung telepon, Anna mengernyitkan kening. "Halo tolong jangan main-main, apa mau Anda?" "Meeoow!" Kembali terdengar suara seekor kucing. Tut! Anna pun mematikan panggilan dengan kesal. "Siapa, Kak? tanya Amelia penasaran. "Nggak tahu, nggak jelas. Masa keluarnya suara meong, orang aneh." Anna menggerutu. "Hahaha, hebat kucingnya mau kenalan sama Kak Anna yang cantik." Amel berseloroh sambil cekikikan. "Bisa aja kamu Mel, tadi harusnya kakak balasnya begini, guk! guk! jadi kan kucingnya kabur, hehehe." Derai tawa keduanya pun terdengar, mereka melalui pagi itu dengan suasana hati yang ceria. Sementara itu di sebuah ruangan seorang pria tampan sedang mengotak-atik layar monitor, tidak jauh darinya lelaki lain yang bertubuh jangkung asik mengutak-atik ponselnya. "Sudah dapat titiknya?" tanya si lelaki jangkung. "Yup, jalan simpang tiga." "Berarti butuh 30 detik ya?" tanya lelaki jangkung lagi. "Iya, masih kelamaan kayaknya, apa bisa dipersingk
"Dapat lokasinya?" tanya Bob, lelaki itu pun ikut mengecek. "Dapat! Grand Kartika Hotel." Pria tampan itu berseru, "masuk Bob, lacak!" imbuhnya memberi perintah. "Oke!" Bob pun sibuk dengan perangkat lunaknya. Sementara itu Anna sudah kembali ke rumah Harry, ia memberitahu Amelia kalau malam ini tidak bisa ikut menemani latihan karena ada meeting dengan klien. Amelia pun mengerti. Anna bersyukur karena Amelia sangat pengertian, ia juga menghubungi Mira untuk menunggunya pulang dan melanjutkan latihan. Setelah mempersiapkan semuanya Anna pun berangkat menuju tempat meeting, ia melajukan mobilnya menuju sebuah hotel bintang 5 di kawasan elit ibu kota. "Mobil Anna bergerak menuju grand Kartika Hotel!" teriak Bob tiba-tiba. "Hah?!" pekik Harry terkejut. Ia segera menelpon Anna. "Halo Mas-" "Anna, kamu mau ke mana?" tanya Harry cemas. "Meeting dengan klien, Mas. Menggantikan Safa. Ada apa, Mas?" tanya Anna bingung. "Bisa kamu batalkan An?" pinta Harry. Anna melihat arlojinya, "N
Terdengar suara ledakan ringan berbarengan dengan ambruknya pintu kamar suite room itu. Belum hilang dari keterkejutannya, tiba-tiba seorang pria yang mengenakan masker balaclava melompat dan menendang Ardi. Sontak lelaki yang hendak mencekik Anna itu pun tersungkur di lantai.Pria itu tidak memberi kesempatan pada Ardi untuk bangun, ia langsung menghujani lelaki itu dengan bogem mentah. Ardi pun babak belur dibuatnya tanpa bisa melakukan perlawananan yang berarti.Namun pria itu nampak sangat khawatir dengan kondisi Anna, melihat hal itu Ardi memanfaatkan kesempatan untuk kabur. Sedangkan di luar ruangan, terjadi baku hantam antara anak buah Ardi dan tim Bob.Sementara itu Anna sudah benar-benar diambang batas kekuatannya, ia merasakan seluruh tubuhnya sakit dan terbakar, pandangannya pun menjadi kabur.Namun ditengah ketidakberdayaannya, Anna mendengar suara yang sangat familier memanggilnya."Anna, kamu tidak apa-apa, An? Bertahanlah Anna." Suara itu terdengar dengan jelas, meskipu
Anna tertegun, ia mencoba fokus mendengarkan suara-suara itu. Pertama ia mendengar seperti suara angin, lalu suara angin itu perlahan menghilang dan ia mendengar suara beberapa orang memanggilnya, namun masih samar.Anna memejamkan matanya dan berusaha mendengarkan lagi, suara orang-orang memanggil namanya, suara itu sepertinya datang dari hamparan luas yang ada di hadapannya.Hamparan itu nampak kehijauan, aroma wewangian alami dapat ia rasakan, sangat nyaman dan tenang. Anna tersenyum, ia melangkahkan kaki menuju suara-suara itu.Namun baru saja ia melangkah, Anna dikejutkan dengan suara tangisan seseorang. Suara yang tentu saja sangat akrab baginya, suara gadis kecil yang selalu mengisi hari-harinya selama ini. Ya suara Amelia, gadis itu menangis sangat sedih sambil memanggil namanya."Kak Anna ... bangun Kak ... Kak Anna nggak sayang Amel ...."Anna mematung, sejenak ia bingung. Sementara suara-suara di hadapannya terus memanggilnya, di sisi lain Amelia menangis dengan sangat sedi
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha