Terdengar suara ledakan ringan berbarengan dengan ambruknya pintu kamar suite room itu. Belum hilang dari keterkejutannya, tiba-tiba seorang pria yang mengenakan masker balaclava melompat dan menendang Ardi. Sontak lelaki yang hendak mencekik Anna itu pun tersungkur di lantai.Pria itu tidak memberi kesempatan pada Ardi untuk bangun, ia langsung menghujani lelaki itu dengan bogem mentah. Ardi pun babak belur dibuatnya tanpa bisa melakukan perlawananan yang berarti.Namun pria itu nampak sangat khawatir dengan kondisi Anna, melihat hal itu Ardi memanfaatkan kesempatan untuk kabur. Sedangkan di luar ruangan, terjadi baku hantam antara anak buah Ardi dan tim Bob.Sementara itu Anna sudah benar-benar diambang batas kekuatannya, ia merasakan seluruh tubuhnya sakit dan terbakar, pandangannya pun menjadi kabur.Namun ditengah ketidakberdayaannya, Anna mendengar suara yang sangat familier memanggilnya."Anna, kamu tidak apa-apa, An? Bertahanlah Anna." Suara itu terdengar dengan jelas, meskipu
Anna tertegun, ia mencoba fokus mendengarkan suara-suara itu. Pertama ia mendengar seperti suara angin, lalu suara angin itu perlahan menghilang dan ia mendengar suara beberapa orang memanggilnya, namun masih samar.Anna memejamkan matanya dan berusaha mendengarkan lagi, suara orang-orang memanggil namanya, suara itu sepertinya datang dari hamparan luas yang ada di hadapannya.Hamparan itu nampak kehijauan, aroma wewangian alami dapat ia rasakan, sangat nyaman dan tenang. Anna tersenyum, ia melangkahkan kaki menuju suara-suara itu.Namun baru saja ia melangkah, Anna dikejutkan dengan suara tangisan seseorang. Suara yang tentu saja sangat akrab baginya, suara gadis kecil yang selalu mengisi hari-harinya selama ini. Ya suara Amelia, gadis itu menangis sangat sedih sambil memanggil namanya."Kak Anna ... bangun Kak ... Kak Anna nggak sayang Amel ...."Anna mematung, sejenak ia bingung. Sementara suara-suara di hadapannya terus memanggilnya, di sisi lain Amelia menangis dengan sangat sedi
Ardi mengetuk-ngetukan telunjuknya di meja, tatapannya datar tanpa ekspresi menatap selembar foto di hadapannya, semalam ia memaksa Elsa untuk memberikan foto itu. "Dasar perempuan sampah! rencanamu tidak berguna!" hardik Ardi sambil menjambak rambut Elsa, laki-laki itu paling suka menjambak rambut perempuan yang menjadi korbannya, apalagi jika mendengar mereka meringis kesakitan, dia akan merasa sangat senang. "Bukan rencananya yang salah, tapi anak buahmu yang tidak becus kerja!" Elsa berkata tanpa takut, sekarang semua siksaan itu seakan sudah biasa baginya. "Aku hampir berhasil, kalau tidak ada manusia brengsek itu yang menyelamatkannya." Ardi mendengus sambil mendorong tubuh Elsa dengan keras, wanita itu pun terlempar hingga kepalanya membentur tembok. Elsa merasakan pusing, namun ia menegakkan kepalanya dan menatap Ardi dengan tajam. "Hahaha, itu namanya pecundang! menghadapi mereka aja nggak mampu." Elsa tertawa mengejek. Lelaki itu tidak bereaksi apa-apa, ia hanya melangk
Harry mengerutkan kening, nomor siapa ini? dan pesan yang dikirim dari nomor itu seakan akrab dengan dirinya. Belum sempat mengecek, namun pesan baru masuk lagi dari nomor yang sama.[Mas, Har. Aku Elsa Mas. Aku mau bicara dengan Mas Harry untuk yang terakhir kali, Mas]Harry menghela napas, ia hendak mematikan ponselnya ketika satu pesan kembali masuk.[Please Mas Har, aku mohon izinkan aku bicara untuk yang terakhir kali. Aku berjanji tidak akan mengganggu Mas Harry dan keluarga Mas Harry lagi, karena aku akan memutuskan untuk meninggalkan kehidupan fana ini untuk selama-lamanya]Harry tertegun, apa maksudnya?[Oke, tunggu 3 menit] Harry membalas pada akhirnya.Kemudian lelaki itu mengaktifkan rekaman panggilan di ponselnya, ia juga mengaktifkan mode pelacakan."Halo Bob, 2 menit lagi Elsa call, tolong cek di mana keberadaannya, mode pelacakan sudah on." Harry menghubungi Bobby."Ok." terdengar jawaban sigap dari Bobby.Tiga menit setelah pesan Harry dikirim, panggilan suara dari E
"Ya, sudah dapat dipastikan kalau dia bukan melompat sendiri tapi didorong seseorang." Bobby menganalisa. "Tapi mengapa saat selesai aku bicara, tiba-tiba hening? aku tidak dengar suara apa-apa." tanya Harry. "Itu bisa jadi ponselnya dijauhkan dari Elsa, entah dilempar atau dibuang," sahut Bobby, "aku sudah melihat lokasi, angin di sana cukup kencang, jika berbicara tidak langsung dekat perangkat maka akan terdengar jauh." Harry mengangguk, ia kembali mendengarkan rekaman yang sudah diperbesar amplitudonya oleh Bobby, sehingga suara lebih jelas terdengar. Harry penasaran dengan suara Elsa pada detik-detik terakhir, suara itu terdengar sangat jauh, namun setelah dinaikan energi gelombang suaranya dan diperbesar amplitudonya, suara itu dapat didengar dengan jelas. "Aku masih mau bicara sama Harry, nanti aku akan lompat sen ... Aaaargh...!!" Harry memejamkan mata, ada titik bening di sudut matanya manakala ia mendengar suara Elsa di detik-detik terakhir itu. Sangat mengenaskan. "J
Sementara itu kasus Elsa pun mulai ditangani serius, pihak keluarga telah menyewa tim pengacara, namun Harry merasa perlu ikut campur karena ia mencurigai Ardi sebagai pelakunya."Ram, tolong carikan lawyer handal untuk membantu mengawal terkait pembunuhan Elsa," pinta Harry."Bukannya keluarga Elsa sudah punya tim kuasa hukum?" sela Bobby."Ya, tapi aku meragukan kapabilitas mereka dalam menangani kasus ini, karena yang mereka hadapi adalah Ardi.""Baik, Pak," sahut Rama."Jika sudah dapat, nanti langsung kamu hubungi pamannya Elsa, kita bisa bekerjasama dengan tim mereka, atau jika mereka mau pakai tim kita saja itu lebih baik.""Siap, pak!""Untuk investigasi, aku siap mengawal," timpal Bobby sambil tersenyum.Kepolisian telah membentuk tim investigasi khusus menangani kasus Elsa, mereka mulai menelusuri berbagai bukti dan kemungkinan. Dimulai dari rekaman cctv di sekitar lokasi jatuhnya korban, maka apabila dilihat dari posisi terakhir korban saat jatuh di lantai, dapat disimpulk
"Kumpulkan semua berkas, buat terakhir bergabung 5 bulan sebelum event." Ardi berujar datar. "Apa perlu memanggil Pak Rudi?" tanya sang asisten. "Tidak perlu, tidak usah bicara apa-apa." "Sepihak boss?" tanya sang assisten terkejut. "Ya," jawab Ardi singkat. Sang asisten tidak bertanya apa-apa lagi, hanya helaan napas berat yang samar dan tertahan. Ia sangat memahami, Arca Art/AST tidak pernah berbuat kesalahan sedikit pun, bahkan salah satu yang paling berpotensial di Agra grup, tapi untuk melindungi diri sang boss, harus ada yang dikorbankan, terpaksa dijadikan tumbal. "Satu lagi," ucap Ardi ketika sang asisten hendak beranjak, "urus segera, semua terkait suite room hotel itu atas nama Rudi." "Apa?" ujar sang asisiten spontan, ia tidak bisa menutupi keterkejutannya. Ardi tidak menjawab, hanya menatap asistennya tanpa ekspresi, namun sirat di matanya sangat dingin, membuat sang asisten tergagap. "B-baik boss, segera diurus." Sang asisten keluar ruangan Ardi dengan wajah puca
Keduanya terperanjat dan diam sesa'at. "Jangan-jangan dia akan mengganti semua data-datanya," ujar Harry."Bisa jadi, atau dia akan menyuap pihak hotel, dan mengganti data-data dia dengan orang lain." Bobby menimpali."Kasihan Rudi, aku dengar dia adalah orang yang jujur dan berdedikasi." Harry bergumam."Tapi sayangnya dia masuk tempat yang salah," sahut Bobby."Mungkin dia tidak tahu jika Ardi adalah seorang psikopat dan bajingan, sama seperti Elsa dan wanita-wanita lain yang terobsesi dengan penampilan luarnya.""Tapi aku salut sama Anna, hanya sekilas dia bisa mengenali hal yang buruk pada Ardi, padahal secara penampilan dan pembawaan lelaki itu perfect," ujar Bobby."Hmm, Anna beda. Dia tidak tertarik dengan penampilan luar dan tidak terobsesi dengan harta, dia gadis yang mandiri," balas Harry sambil tersenyum. --Bangga dan kagum pada Anna."Cocoklah dengan kau, semoga kalian berjodoh dan segera ke pelaminan." Bobby berkomentar."Yea, tapi dia masih belum mau menikah, perlu usah
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha