Karena gorden ditutup dan lampu tidak dinyalakan membuat suasana dalam kamar tampak remang-remang, membuat dua anak manusia yang terbaring di bawah gelungan selimut semakin nyenyak dalam tidurnya.Posisi keduanya seperti janin yang meringkuk, dengan Bastian memeluk Nala dari belakang, menempelkan tubuh keduanya sedekat mungkin.Sayup-sayup Bastian mendengar suara rintihan hujan, membuatnya sedikit membalikkan tubuh dan melihat dari jendela yang tak sepenuhnya tertutup bahwa hujan memang turun."Hujan, ya?""He'em. Udah bangun?"Pertanyaan itu diabaikan Nala, pandangannya langsung beralih pada ponselnya yang tertindih lengannya. Meraihnya dan melihat jam yang telah menunjukkan pukul lima sore, ternyata keduanya tidur dalam durasi yang terbilang lama.Nala merubah posisinya menjadi menghadap suaminya, keduanya bertatapan selama beberapa detik sebelum Bastian yang mengulurkan tangan, menarik tubuh Nala agar lebih dekat dengannya."Tadi Mas lihat di dapur udah disiapin bahan makanan sama
"I-ini Mas yakin? Nanti malah ilfeel, loh?" Sekali lagi Nala bertanya, berharap kali ini suaminya berubah pikiran. Padahal biasanya ia tak tau malu, namun kali ini urat malunya seperti tersambung kembali.Yang ditanya pun menoleh ke arah sumber suara, menghela nafas jengah sebelum kembali berucap, "Yakin. Nggak ada Mas ilfeel kayak gitu.""Ini tempiknya lagi banyak bulunya, loh?""Nggak masalah, semua bentuk tempik udah Mas lihat. Ayo." Bastian menarik pelan tangan Nala, mengarahkan perempuan itu untuk masuk ke dalam kamar mandi. Awalnya memang Nala menahan bobot tubuhnya agar tak terbawa arus Bastian, namun tetap saja akhirnya Bastian bisa membawanya dengan mudah.Kamar mandi dalam kamar ini terbilang cukup luas, meskipun tak seluar kamar mandi di rumah. Di sana ada bath up berukuran besar yang menghadap langsung ke alam terbuka jika tirai kayu dibuka, menyenangkan sekali ketika berendam, tapi mata juga dimanjakan dengan pemandangan alam yang indah ini.Tubuh Nala didudukkan dengan p
Hembusan angin yang masuk melalui celah jendela mampu membuat anak rambut Nala menari-nari di hadapan Bastian. Namun, sama sekali tak bisa membuat keduanya menghentikan aktivitas yang sudah berlangsung selama kurang dari lima menit ini.Tangan Bastian pun tak lagi bisa tinggal diam, bergerak gelisah meraba setiap inci tubuh Nala sementara ciuman keduanya masih tertaut. Suara decapan khas menjadi pengisi suara di ruangan ini.Sampai pada akhirnya ciuman itu harus terlepas kala Nala memukul dada Bastian dengan kepalan tangannya, menciptakan benang saliva diantara keduanya yang pada akhirnya terputus oleh sapuan tangan Bastian."Akh!"Belum sempat nafas Nala kembali normal, ia langsung dibuat terkejut kala Bastian membanting tubuhnya di ranjang, lalu menindih tubuhnya dan melayangkan ciuman pada ceruk lehernya."Eugh." Lenguh Nala kala tangan besar Bastian meremas gundukan sintal miliknya, membuatnya membusungkan dada dan bergerak gelisah.Seolah ingin mempersingkat waktu, Bastian langsu
Nala sudah berbaring tepat di bawah kendali Bastian, tubuh mungil itu terus bergerak gelisah ketika di bawah sana Bastian terus memasukkan dan mengeluarkan jarinya. Basah, hangat, ketat, itulah yang Bastian rasakan."M-mas. Eughhh." Dada Nala membusung, membuat Bastian mendaratkan bibirnya pada dada sintal tersebut, mengecupnya berkali-kali dan meninggalkan jejak kepemilikan di sana. Bibirnya mendarat tepat pada puncak dada Nala, memainkan benda cokelat itu dengan lidah gigitan gemas. "aahhh." Nala mendorong kepala Bastian dengan gelisah.Sial! Rangsangan pada dada dan miliknya di bawah sana benar-benar membuat Nala melayang. Ada rasa aneh yang baru didapatkannya beberapa kali ini atas ajaran Bastian. Rasanya jiwa Nala melayang tinggi, menertawakan raganya yang terus menggeliat bagai cacing kepanasan."M-mas aku mau kel-lu-arghhh.""Iya, sayang, keluarin aja," balas Bastian usai melepaskan bibirnya dari puncak dada Nala. Ia juga merasakan bagaimana dinding vagina Nala berkedut kuat hi
"Okay, makasih banyak. Bonus gue transfer."Tut!Panggilan pun berakhir, Bastian menatap lurus ke arah langit yang tampak cerah. Jutaan bintang bertabur di sana, menemani si raja malam. Dihisapnya kuat-kuat rokok yang terjepit diantara jari telunjuk dan jempolnya, menghembuskan asap rokok tersebut dengan perlahan sebelum putung rokok tersebut dimatikan di atas asbak.Ada senyuman yang menggambarkan kebahagiaan tersendiri untuk Bastian, dirinya berhasil memerawani Nala. Iya, dia berhasil menjalankan tugasnya sebagai suami dengan sempurna, akhirnya ia berani mengambil keputusan besar itu."Setelah ini Mas janji sama kamu, Nala. Mas bakalan berjuang lebih keras buat masukin kamu sepenuhnya di hati Mas." Bastian menyentuh dadanya sendiri, menepuknya pelan. "hati ini cuma boleh diisi dan dipenuhi sama kamu, sayang. Cuma kamu."Merasa sudah puas menghirup udara segar, Bastian pun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam villa. Tak lupa ia juga mematikan semua lampu yang dirasa tak perlu diny
Setelah menikmati sesi berendam dan sekalian mandi pagi, Nala merasa tubuhnya jauh lebih segar. Nyeri dan ngilu pada area kewanitaannya pun berkurang banyak."Mas." Bastian menoleh ke arah sumber suara, di mana Nala yang tengah menurunkan bagian bawah dress yang tadinya sempat terlipat. "kok yang dibawa baju-baju ginian, sih? Harusnya kayak yang biasa aku pakai aja.""Iya, maaf. Tadinya mau bawa itu, tapi terlalu makan tempat karena jadi banyak yang musti dibawa."Mau marah dan ngomel bagaimana juga, tidak akan membuat dress yang ada di koper berubah menjadi kaos dan celana jeans kesukaannya. Terlalu membuang tenaga, Nala pun hanya mengangguk pasrah. Kakinya melangkah menuju balkon kamar, menjelang pagi, udara masih begitu dingin.Senyumannya terbit kala netra cokelatnya menangkap bintang kejora yang ada di bagian barat, bintang itu bersinar paling terang. Hanya ia yang masih tetap tinggal bersama dengan bulan, kala jutaan bintang-bintang telah menghilang dari langit.Nala tersentak k
Tepat sekali! Satu bidikan yang pas menangkap potret Bastian mencium bibir Nala dengan latar keindahan sunrise di pantai.Beberapa detik ciuman itu bertahan, karena Nala tak memberi balasan akan ciuman tersebut, Bastian pun berinisiatif untuk melepaskannya. Belum benar-benar terlepas, Nala langsung mengalungkan tangannya pada leher sang suami. Memutar kepalanya ke kiri dan mulai menyesap bibir tipis Bastian, memberikan lumatan-lumatan serta gigitan gemas di sana.Tentu saja Bastian senang bukan main, senyumnya terbit disela-sela ciuman kali ini. Kameranya langsung ia lepaskan dari genggaman tangan, beralih menahan tengkuk sang istri untuk memperdalam ciumannya.Kepala keduanya berputar ke kiri dan kanan guna mencari titik kenikmatan yang pas. Jika dipikir-pikir adegan kali ini mirip dengan scene dalam drakor atau film romantis lainnya.Beradu bibir dengan background suasana pantai di pagi hari dan soundtrack suara gemuruh ombak yang terus datang dan pergi ditambah kicauan burung yang
"Mas, kamu yakin kita pulang sekarang? Kita baru sampai kemarin, loh?"Tanpa menghentikan kegiatannya yang tengah memasukkan semua pakaian ke dalam kopernya, Bastian berkata, "Iya, nanti kita liburan lagi. Mas beneran harus pulang, Teta sakit dan kamu tau sendiri kan dia nggak punya siapa-siapa lagi selain Mas? Jadi, kita pulang dulu, ya."Nala mengerjabkan matanya pelan. Suaminya ini terlalu perduli dengan orang lain lantaran orang itu adalah masa lalunya atau memang sifat asli Bastian yang juga begini kepada orang lain. "Dia udah gede, Mas. Dia bisa pergi ke dokter sendiri. Ngapain Mas yang repot kayak gini, sih? Mas masih cinta ya sama dia?"Berhubung dengan kegiatan berkemasnya yang sudah selesai, Bastian pun menegakkan kembali tubuhnya dan menghadap Nala. "Dia tetep perempuan, Nala. Kamu bisa nggak sih jangan tanya yang aneh-aneh dulu, nggak tepat waktunya. Sekarang ayo, kita pulang." Bastian langsung menarik tangan Nala dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya telah bers