Gisa dan Catra, saat ini tengah berada di dalam kamar pribadi Catra yang ada di lantai dua rumah utama keluarga Ganendra.
Kamar bernuansa hitam dan abu itu, masih dalam keadaan rapih dan terawat meski sudah sangat lama tidak Catra tempati.
Saat Catra pamit pulang, Kayanna menahannya dan meminta Catra untuk menginap di sana. Selain permintaan dari adiknya, sang anak pun merengek tidak mau pulang. Pada akhirnya Catra mengalah dan memilih untuk menginap malam ini.
Dean sendiri tidur di kamar Kayanna bersama Kaisara dan Ayumma. Kayanna sengaja mengajak Ayumma dan Dean tidur di atas kasur yang sama, sebelum besok memisahkan mereka untuk satu bulan kedepan.
Didalam kamarnya, seperti biasa Catra tengah mengutak atik notebook miliknya. Catra selalau mengecek ulang pekerjaannya sebelum tidur.
Saat ini, Gisa tengah mengganti pakaiannya diruang ganti kamar Catra. Di dalam ruangan yang luas itu, Gisa menurunkan dress yang tadi dipakainya sambil berdiri di
Terima kasih sudah membaca ❤️❤️ Wah Daddy Catra kenapa ya? VOTE pokonya udah baca wajib VOTE!!! 😊😊😊🤗🤗🤗
Setelah di rasa sudah membaik, Gisa dan Catra kembali menuju lantai dua, dan masuk kedalam kamarnya. Catra membaringkan tubuhnya diatas kasur, dengan tangan yang dia lilitkan pada pinggang Gisa dan kepala yang di simpan diatas paha istrinya itu. Catra merasa lebih baik setelah mencium aroma istrinya. Catra bahkan memejamkan matanya menikmati setiap wangi tubuh istrinya yang masuk melalui indera penciumannya. "Daddy, kenapa?" tanya Gisa khawatir. Ini kali pertama Gisa melihat Catra kepayahan. Catra tipikal orang yang jarang sakit dan jarang mengeluh. Jadi, Gisa cukup heran saat melihat sisi lain suaminya yang tidak berdaya. Catra hanya menggeleng, menjawab pertanyaan dari istrinya. "Apa mungkin, Daddy masuk angin?" tanya Gisa kembali, dengan kedua tangan yang terus mengurut kepala Catra. "Sebentar Mommy bawa ob__" "Gak! Mommy tetap diam! Daddy terlanjur nyaman." sergah Catra yang semakin melesakan kepalanya masuk kedalam perut,
Gisa baru sampai di kantor tempatnya bekerja. Seperti biasa, dia berhenti di tempat yang sepi dari lalu lalang karyawan Ganendra Group. Saat akan masuk kedalam lift, Gisa berpapasan dengan suaminya. Dia membungkukkan tubuhnya bersama karyawan lain yang juga ada di tempat yang sama dengan Gisa. Catra tidak menghiraukannya. Dia terus berjalan menerobos barisan orang-orang yang tengah menunggu lift terbuka. Kepalanya sedikit menunduk, dengan tangan yang Catra simpan diatas mulut dan hidungnya. Catra segera masuk kedalam lift eksekutif yang dirancang khusus untuknya. Karyawan menatap Catra dengan tatapan heran. Pasalnya tidak seperti biasanya Catra berjalan dengan terburu-buru dan menunduk seperti barusan. Biasanya Catra akan berjalan tegap, dengan wajah yang menatap lurus ke depan. Ekspresinya akan sedingin es, dengan mata yang setajam mata elang. "Pak Catra kenapa?" tanya karyawan yang ada di sana. "Iya, tidak seperti biasanya Pak Catra
Ini pagi pertama Gisa berperan sebagai ibu rumah tangga seutuhnya. Gisa cukup bahagia menjalaninya. Dia tidak perlu berburu dengan waktu untuk dia bergegas mandi dan bersiap agar tidak terlambat berangkat ke kantor. Seperti sekarang, waktu sudah menunjukan pukul setengah tujuh pagi. Tapi Gisa masih santai dengan pakaian rumahannya. Dia bergerak kesana kemari menyelesaikan semua pekerjaan yang biasa dia kerjakan setiap paginya. Bedanya hari ini dengan hari-hari yang lain adalah, Gisa dapat memandikan dan menyuapi anaknya, dengan tangannya sendiri dan bisa melayani sang suami secara maksimal. Gisa menyiapkan jus yang sebentar lagi akan Catra minum saat turun dari lantai tiga. Gisa pun menyiapkan vitamin dan segala kebutuhan suaminya. Mulai dari hal kecil sampai hal terpenting sekalipun. Seperti dugaannya, Catra turun dengan handuk yang dia sampirkan di atas bahunya. Keringat mengucur hampir di seluruh tubuhnya. Pakaian yang Catra pakai pun menya
Hallo, Mom!" "Dad!" lirih Gisa pelan. "Kenapa, Mom?" panik Catra saat mendengar suara lirih istrinya. "De-Dean ... " lirihnya pelan. "Iya, Dean kenapa?" tanya Catra tidak sabar. "Dean, Dad!" lirih Gisa dengan tangis yang mulai pecah. "Mommy ngomong! Dean kenapa?" tanya Catra dengan nada yang sedikit meninggi. "Dean, hilang!" ucap Gisa lirih disela tangisnya. "Apa kamu bilang???!!!" bentak Catra saat mendengar kabar kalau anaknya hilang. Terdengar suara tangis Gisa yang semakin kencang saat dengan tidak sadarnya, Catra sudah membentaknya. Catra mengusap wajahnya kasar, dengan tangan sebelah kirinya yang bertolak pinggang. Catra mencoba meraih kewarasannya kembali. "Daddy pulang sekarang! Mommy cari dulu disekitar sana. Daddy juga akan kirim seseorang untuk mencari, Dean!" Saat panggilan berakhir, Gisa bangkit dari atas tanah, kemudian mengusap air mata menggunakan punggung tangannya. 'Ya,
Gisa, Zeca dan Dean saat ini sudah kembali ke kediaman mewahnya. Setelah menunggu kakek yang Dean tolong ada yang menjemput, Gisa kembali melanjutkan niat awalnya untuk menemui sang bunda di tempat peristirahatan terakhirnya. Gisa memborong bunga dari toko bunga langganannya itu, sebagai bentuk terima kasih Gisa pada pemiliknya yang sudah berbaik hati mengijinkan dia bersama Zeca memeriksa CCTV yang ada di tokonya. Bu Bertha menyambut kedatangan Gisa, Zeca dan sang tuan muda di depan pintu masuk kediaman Catra. Bu Bertha langsung mengambil alih Dean dari gendongan sang nyonya. "Bu maaf, Dean nya di mandikan dulu sebelum dia tidur siang." pinta Gisa pada pengasuh anaknya itu. "Dia cukup lama di luar ruangan. Kalau langsung tidur takutnya malah gak nyenyak. Saya mau siapkan dulu makan siangnya!" lanjut Gisa sopan. "Baik, Bu!" jawab Bu Bertha tak kalah sopan. Gisa mengecup pipi Dean sebelum dia dibawa masuk kedalam lift untuk selanjutnya
Gisa bangun pagi seperti biasanya. Gisa juga memulai paginya dengan segala kesibukannya sebagai ibu rumah tangga seperti ibu-ibu lainnya. "Selamat pagi, Bibi!" sapanya pada maid yang tengah mempersiapkan bahan makanan untuk Gisa olah. "Pagi, Bu!" jawab maid tersebut dengan tangan yang terus bekerja. Gisa belum sadar kalau suaminya tidak ada di rumah pagi ini. Gisa pikir Catra tengah berolahraga di lantai tiga rumahnya, seperti pagi-pagi biasanya. Gisa memakai celemek, dan mulai berkutat dengan alat-alat perangnya. Pagi ini Gisa memasak sedikit lebih banyak. Rencananya dia akan mengirim makanan tersebut pada sang bibi yang saat ini tinggal bersama satu orang yang menemaninya di rumah. Suster yang Catra tempatkan di rumah Bik Serra sendiri, sudah kembali karena kondisi Bik Serra yang sudah sangat membaik dan tinggal pemulihan saja. Setelah selesai membuat sarapan, Gisa seperti biasanya menyiapkan jus buah yang akan di minum sang suami sa
Gisa dan Catra pamit pulang pada Fazzura. Fazzura memberengut. Dia tidak mau di tinggalkan sendirian di dalam kamar tempat sang ibu terbaring koma. Tangan kekar berotot itu, membelit pinggang ramping Gisa secara posesif. Mereka berjalan menuju pintu keluar kamar Melisa. "Abang .... " panggil Fazzura mendayu. Fazzura berjalan mendekati Gisa dan Catra. Namun saat beberapa langkah lagi sampai di belakang Catra, "Stop Zurra!" ucap Catra sambil menutup hidungnya. Indera penciumannya dapat mengendus bau Fazzura, sehingga rasa mual itu datang kembali. "Abang kenapa sih? Yang lain baik-baik saja dekat sama, Zura!" rengek Fazzura dengan nada kesalnya. Seakan tau dengan maksud Fazzura menghentikan kepergiannya, Catra maju beberapa langkah kemudian membalikan tubuhnya untuk menatap Fazzura. "Abang sudah meminta beberapa suster untuk menjaga Tante Melisa dan menemani kamu disini! Jadi, kamu bisa langsung meminta tolong seandainya ada sesua
Disinilah mereka sekarang. Didalam sebuah kereta, persis seperti permintaan Gisa saat pulang dari rumah sakit tadi pagi. Catra mengabulkan keinginan Gisa untuk memakan Bakpia asli Jogjakarta secara langsung dari tempatnya. Catra menghubungi Abhi dan meminta dia menyewa satu gerbong untuk dinaikinya bersama istri dan anaknya. Bahkan Catra berniat membeli kereta tersebut kalau saja tidak di cegah oleh Gisa. Untuk menyewa satu gerbong pun, dia harus berdebat terlebih dahulu dengan sang istri. Pasalnya Gisa memaksa Catra untuk naik kereta biasa dan berbaur bersama orang-orang. Namun dengan alasan Catra selalu mual kalau mencium aroma parfum orang lain selain wangi parfum istrinya, Gisa pun mengalah dan memilih menaiki kereta yang sudah suaminya sewa. Yang penting, Gisa bisa naik kereta api. Pikir Gisa masih bersyukur karena suaminya dengan mudah mengabulkan permintaan diluar kebiasaannya itu. Abhi tertawa terbahak-bahak, saat di hubungi Ca
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka
Dengan wajah menahan kesal, pada akhirnya Catra tetap mengikuti Gisa untuk masuk kedalam hotel. "Kenapa harus di hotel?" pikir Catra dalam hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Catra, disepanjang jalan menuju tempat pertemuannya, Gisa pun memasang wajah cemberut. Dia malu dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan heran. Bagaimana tidak heran, Gisa mengenakan setelan olahraga dipadukan dengan Stiletto dan tas pesta yang berkilau. Setelah keduanya berjalan di tengah keheningan, akhirnya mereka sampai di tempat yang menjadi tujuan Gisa. Sebuah restoran mewah, di lantai atas hotel. Catra tersenyum kecil, mentertawakan pikiran kotornya sendiri. "Oh ... di sini," celetuk Catra membuat Gisa menatapnya dengan tatapan tajam. "Ya! Menurut Daddy," Gisa mengangkat jari kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Apa pantas memakai pakaian seperti ini saat masuk kedalam?" tanya Gisa sinis. "Tidak masalah. Mommy datang dengan piyama pun, tidak akan ada yang berani menegur mommy," jawab Catra denga
Novera sudah berlalu beberapa langkah dari hadapan Catra yang saat ini masih mengumpat, mengutuk Novera, yang sudah menghancurkan kegiatan intim dari bos-nya itu. Novera dengan terpaksa harus kembali ke hadapan Catra, dengan konsekuensi amarah dari bos-nya itu akan meledak kembali, begitu melihat dirinya. "Apalagi sekarang?!" Seperti dugaan Novera sebelumnya, Catra menaikan nada suaranya, begitu melihat Novera kembali. "He ... he ... " Novera tersenyum kaku, sambil tangannya sedikit menggaruk leher bagian belakangnya. "Sepuluh menit lagi kita ada rapat, pak!!" ucap Novera dalam satu tarikan nafas. Dengan cepat Novera membungkuk hormat, dan bergegas pergi sebelum Catra benar-benar mengeluarkan sumpah serapahnya. Catra memejamkan mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Mood dia hari ini benar-benar hancur. Dia sudah cukup lelah, sehingga melupakan rapat yang sudah diaturnya dari jauh-jauh hari. Sebuah tangan lembut, menepuk punggungnya dengan pelan, seakan-akan tengah menen
Sebelum membaca bab ini, harap baca ulang bab sebelumnya. ^^ *** Peletak! Catra menyentil dahi Gisa menggunakan telunjuk dan ibu jari yang dia lipat. "Gila mommy bilang?" tanya Catra. Nada bicaranya sudah lebih lembut daripada sebelumnya. Catra kemudian mengusap kepala Gisa dengan lembut. Tubuh Catra sedikit condong ke depan, menatap manik coklat milik Gisa. "Ya. Sepertinya Daddy memang gila. Daddy gila karena berpisah dengan, mommy," ucap Catra terdengar seperti sebuah gombalan. Sejak kapan seorang Catra yang terkenal dingin, sudi melontarkan gombalannya di tempat seperti ini? Entahlah. Hanya dia dan Tuhan yang tau. Gisa mengerutkan kening, melihat perubahan Catra yang tiba-tiba. "Sepertinya lift ini berhantu. Kenapa si keras kepala ini berubah lembut dalam beberapa saat saja?" batin Gisa berbicara pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak heran, beberapa waktu yang lalu, saat mereka berdua bercerai, Catra terkesan dingin dan tidak ramah dengan Gisa. Tapi saat ini, Catra kembali pad