Hallo, Mom!"
"Dad!" lirih Gisa pelan.
"Kenapa, Mom?" panik Catra saat mendengar suara lirih istrinya.
"De-Dean ... " lirihnya pelan.
"Iya, Dean kenapa?" tanya Catra tidak sabar.
"Dean, Dad!" lirih Gisa dengan tangis yang mulai pecah.
"Mommy ngomong! Dean kenapa?" tanya Catra dengan nada yang sedikit meninggi.
"Dean, hilang!" ucap Gisa lirih disela tangisnya.
"Apa kamu bilang???!!!" bentak Catra saat mendengar kabar kalau anaknya hilang.
Terdengar suara tangis Gisa yang semakin kencang saat dengan tidak sadarnya, Catra sudah membentaknya.
Catra mengusap wajahnya kasar, dengan tangan sebelah kirinya yang bertolak pinggang. Catra mencoba meraih kewarasannya kembali.
"Daddy pulang sekarang! Mommy cari dulu disekitar sana. Daddy juga akan kirim seseorang untuk mencari, Dean!"
Saat panggilan berakhir, Gisa bangkit dari atas tanah, kemudian mengusap air mata menggunakan punggung tangannya. 'Ya,
Hayoh loh, siapa? VOTE VOTE VOTE!!!
Gisa, Zeca dan Dean saat ini sudah kembali ke kediaman mewahnya. Setelah menunggu kakek yang Dean tolong ada yang menjemput, Gisa kembali melanjutkan niat awalnya untuk menemui sang bunda di tempat peristirahatan terakhirnya. Gisa memborong bunga dari toko bunga langganannya itu, sebagai bentuk terima kasih Gisa pada pemiliknya yang sudah berbaik hati mengijinkan dia bersama Zeca memeriksa CCTV yang ada di tokonya. Bu Bertha menyambut kedatangan Gisa, Zeca dan sang tuan muda di depan pintu masuk kediaman Catra. Bu Bertha langsung mengambil alih Dean dari gendongan sang nyonya. "Bu maaf, Dean nya di mandikan dulu sebelum dia tidur siang." pinta Gisa pada pengasuh anaknya itu. "Dia cukup lama di luar ruangan. Kalau langsung tidur takutnya malah gak nyenyak. Saya mau siapkan dulu makan siangnya!" lanjut Gisa sopan. "Baik, Bu!" jawab Bu Bertha tak kalah sopan. Gisa mengecup pipi Dean sebelum dia dibawa masuk kedalam lift untuk selanjutnya
Gisa bangun pagi seperti biasanya. Gisa juga memulai paginya dengan segala kesibukannya sebagai ibu rumah tangga seperti ibu-ibu lainnya. "Selamat pagi, Bibi!" sapanya pada maid yang tengah mempersiapkan bahan makanan untuk Gisa olah. "Pagi, Bu!" jawab maid tersebut dengan tangan yang terus bekerja. Gisa belum sadar kalau suaminya tidak ada di rumah pagi ini. Gisa pikir Catra tengah berolahraga di lantai tiga rumahnya, seperti pagi-pagi biasanya. Gisa memakai celemek, dan mulai berkutat dengan alat-alat perangnya. Pagi ini Gisa memasak sedikit lebih banyak. Rencananya dia akan mengirim makanan tersebut pada sang bibi yang saat ini tinggal bersama satu orang yang menemaninya di rumah. Suster yang Catra tempatkan di rumah Bik Serra sendiri, sudah kembali karena kondisi Bik Serra yang sudah sangat membaik dan tinggal pemulihan saja. Setelah selesai membuat sarapan, Gisa seperti biasanya menyiapkan jus buah yang akan di minum sang suami sa
Gisa dan Catra pamit pulang pada Fazzura. Fazzura memberengut. Dia tidak mau di tinggalkan sendirian di dalam kamar tempat sang ibu terbaring koma. Tangan kekar berotot itu, membelit pinggang ramping Gisa secara posesif. Mereka berjalan menuju pintu keluar kamar Melisa. "Abang .... " panggil Fazzura mendayu. Fazzura berjalan mendekati Gisa dan Catra. Namun saat beberapa langkah lagi sampai di belakang Catra, "Stop Zurra!" ucap Catra sambil menutup hidungnya. Indera penciumannya dapat mengendus bau Fazzura, sehingga rasa mual itu datang kembali. "Abang kenapa sih? Yang lain baik-baik saja dekat sama, Zura!" rengek Fazzura dengan nada kesalnya. Seakan tau dengan maksud Fazzura menghentikan kepergiannya, Catra maju beberapa langkah kemudian membalikan tubuhnya untuk menatap Fazzura. "Abang sudah meminta beberapa suster untuk menjaga Tante Melisa dan menemani kamu disini! Jadi, kamu bisa langsung meminta tolong seandainya ada sesua
Disinilah mereka sekarang. Didalam sebuah kereta, persis seperti permintaan Gisa saat pulang dari rumah sakit tadi pagi. Catra mengabulkan keinginan Gisa untuk memakan Bakpia asli Jogjakarta secara langsung dari tempatnya. Catra menghubungi Abhi dan meminta dia menyewa satu gerbong untuk dinaikinya bersama istri dan anaknya. Bahkan Catra berniat membeli kereta tersebut kalau saja tidak di cegah oleh Gisa. Untuk menyewa satu gerbong pun, dia harus berdebat terlebih dahulu dengan sang istri. Pasalnya Gisa memaksa Catra untuk naik kereta biasa dan berbaur bersama orang-orang. Namun dengan alasan Catra selalu mual kalau mencium aroma parfum orang lain selain wangi parfum istrinya, Gisa pun mengalah dan memilih menaiki kereta yang sudah suaminya sewa. Yang penting, Gisa bisa naik kereta api. Pikir Gisa masih bersyukur karena suaminya dengan mudah mengabulkan permintaan diluar kebiasaannya itu. Abhi tertawa terbahak-bahak, saat di hubungi Ca
Setelah membongkar identitasnya di depan Jocelyn, Catra pergi begitu saja meninggalkan Jocelyn yang saat ini masih shock setelah mengetahui fakta tentang anak tirinya. Dia duduk sambil terkulai lemas di atas lantai depan meja resepsionis. Orang-orang yang kebetulan lewat, menatap Jocelyn dengan tatapan aneh. Pria muda yang datang bersamanya tadi pun, pergi begitu saja meninggalkan Jocelyn seorang diri. Pria muda itu lebih memilih menyelamatkan masa depannya dan menghindari berurusan dengan orang-orang dari Ganendra Group yang memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian orang-orang seperti dirinya. "Nirwana, kenapa kita begitu bodoh?! Kenapa kita tidak menyadari sebelumnya, kalau pria yang menghamili anak sialan itu adalah pewaris Ganendra Group?" sesal Jocelyn masih dengan posisi bersimpuh nya. "Bukankah anak haram itu juga sering wara wiri di sosial media? Kenapa kita begitu bodoh dengan tidak mengenalinya!" ucapnya kembali sambil memukul-mukul kep
I got u!" ucap Zeca saat matanya menangkap sosok Abhi yang tengah duduk di depan meja bar, bersama seorang perempuan diatas pangkuannya. Zeca tersenyum sinis, "Kita lihat seperti apa selera seorang, Abhinav!" ucapnya tersenyum sinis. Setelah mengetahui posisi suaminya, Zeca turun menuju lantai disco dan mulai berbaur bersama para lelaki yang mulai mendekatinya. Zeca tidak menghawatirkan keselamatannya sama sekali. Berurusan dengan pria-pria mabuk, merupakan hal sepele baginya. Zeca sudah dibekali ilmu bela diri sejak dia masih remaja. Kalaupun ada yang ingin macam-macam, tentu saja Zeca tidak akan membiarkannya. Zeca mulai berlenggak lenggok menggerakkan badannya mengikuti irama musik yang menggema di dalam sana. Rencananya untuk menjadi pusat perhatian, berhasil. Saat ini, semua mata tertuju pada Zeca yang dengan luwes menikmati setiap alunan musik yang di sajikan oleh disc jockey. Zeca tengah di kelilingi para pria yang bereb
Gisa berjalan dengan anggun memasuki gedung Ganendra Group. Pak Darto mengikutinya dari belakang dengan menenteng beberapa paper bag. Gisa sendiri berjalan sambil menggenggam tangan Dean yang hari ini ikut bersamanya mengunjungi perusahaan sang Daddy. Mata para karyawan membulat tidak mempercayai dengan apa yang mereka lihat. Bagaimana bisa anak bos nya itu datang bersama Gisa yang merupakan musuh dari ayahnya sendiri? Pikir para karyawan. "Ah, mungkin dia di pecat dari perusahaan dan sengaja di jadikan baby sister oleh Pak Catra!" celetuk seorang karyawan yang masih sibuk memperhatikan Gisa dan Dean. "Sadar gak sih, kalau anak itu mirip si Gisa?" tanya karyawan lain. "Ngarang, Lo! Terus Lo mau bilang kalau Pak Catra suaminya si Gisa gitu?" "Gak masuk akal sih, masa iya dia mau jadi anak magang di perusahaan suaminya sendiri!" Percakapan antara karyawan itu pun berakhir karena satu persatu dari mereka mulai pergi untuk makan siang.
"Kakek Buyut ... " panggil Dean pada seorang kakek yang juga ada di restoran tersebut. Gisa menghentikan langkahnya mencari seseorang yang anaknya panggil kakek buyut tersebut. "Anda?" pekik Gisa tidak percaya. "Wah, kalian di sini juga?" tanya Kakek tersebut pada Gisa dan Dean yang saat ini berjalan ke arahnya. "Ya, kebetulan ini sudah jam makan siangnya, Dean!" jawab Gisa. Dean terus berjalan dan berhenti tepat di hadapan sang kakek. Dia menjulurkan tangannya kemudian muncium punggung tangan kakek tersebut. "Kakek makan siang juga?" tanya Gisa kembali. "Ya, Kakek baru mau memesan!" jawabnya sambil mengusap kepala Dean. "Apa Kakek mau gabung bersama kita?" tanya Gisa menawarkan. "Bolehkah?" "Tentu saja! Lihatlah Dean sudah memegang tangan kakek sejak tadi." ucap Gisa sambil menunjuk tangan kakek yang sedang Dean pegang erat. "Ha ... Ha ... Tau saja kalau kakek tua ini hanya makan sendirian!" ucapnya sam
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka
Dengan wajah menahan kesal, pada akhirnya Catra tetap mengikuti Gisa untuk masuk kedalam hotel. "Kenapa harus di hotel?" pikir Catra dalam hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Catra, disepanjang jalan menuju tempat pertemuannya, Gisa pun memasang wajah cemberut. Dia malu dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan heran. Bagaimana tidak heran, Gisa mengenakan setelan olahraga dipadukan dengan Stiletto dan tas pesta yang berkilau. Setelah keduanya berjalan di tengah keheningan, akhirnya mereka sampai di tempat yang menjadi tujuan Gisa. Sebuah restoran mewah, di lantai atas hotel. Catra tersenyum kecil, mentertawakan pikiran kotornya sendiri. "Oh ... di sini," celetuk Catra membuat Gisa menatapnya dengan tatapan tajam. "Ya! Menurut Daddy," Gisa mengangkat jari kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Apa pantas memakai pakaian seperti ini saat masuk kedalam?" tanya Gisa sinis. "Tidak masalah. Mommy datang dengan piyama pun, tidak akan ada yang berani menegur mommy," jawab Catra denga
Novera sudah berlalu beberapa langkah dari hadapan Catra yang saat ini masih mengumpat, mengutuk Novera, yang sudah menghancurkan kegiatan intim dari bos-nya itu. Novera dengan terpaksa harus kembali ke hadapan Catra, dengan konsekuensi amarah dari bos-nya itu akan meledak kembali, begitu melihat dirinya. "Apalagi sekarang?!" Seperti dugaan Novera sebelumnya, Catra menaikan nada suaranya, begitu melihat Novera kembali. "He ... he ... " Novera tersenyum kaku, sambil tangannya sedikit menggaruk leher bagian belakangnya. "Sepuluh menit lagi kita ada rapat, pak!!" ucap Novera dalam satu tarikan nafas. Dengan cepat Novera membungkuk hormat, dan bergegas pergi sebelum Catra benar-benar mengeluarkan sumpah serapahnya. Catra memejamkan mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Mood dia hari ini benar-benar hancur. Dia sudah cukup lelah, sehingga melupakan rapat yang sudah diaturnya dari jauh-jauh hari. Sebuah tangan lembut, menepuk punggungnya dengan pelan, seakan-akan tengah menen
Sebelum membaca bab ini, harap baca ulang bab sebelumnya. ^^ *** Peletak! Catra menyentil dahi Gisa menggunakan telunjuk dan ibu jari yang dia lipat. "Gila mommy bilang?" tanya Catra. Nada bicaranya sudah lebih lembut daripada sebelumnya. Catra kemudian mengusap kepala Gisa dengan lembut. Tubuh Catra sedikit condong ke depan, menatap manik coklat milik Gisa. "Ya. Sepertinya Daddy memang gila. Daddy gila karena berpisah dengan, mommy," ucap Catra terdengar seperti sebuah gombalan. Sejak kapan seorang Catra yang terkenal dingin, sudi melontarkan gombalannya di tempat seperti ini? Entahlah. Hanya dia dan Tuhan yang tau. Gisa mengerutkan kening, melihat perubahan Catra yang tiba-tiba. "Sepertinya lift ini berhantu. Kenapa si keras kepala ini berubah lembut dalam beberapa saat saja?" batin Gisa berbicara pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak heran, beberapa waktu yang lalu, saat mereka berdua bercerai, Catra terkesan dingin dan tidak ramah dengan Gisa. Tapi saat ini, Catra kembali pad