Pagi-pagi para karyawan di Ganendra Group disibukan dengan pemberitahuan rapat dadakan yang akan di adakan di Aula lantai atas perusahaan.
Rapat itu sendiri, akan di pimpinan oleh CEO secara langsung, bukan melalui zoom call seperti 2 Minggu terakhir.
Setiap divisi, diwajibkan hadir, guna membahas hasil akhir persiapan ulang tahun perusahaan.
Gisa berjalan dengan langkah lebarnya saat jam, menunjukan pukul setengah delapan pagi. Dia harus segera keruangan nya dan menyiapkan bahan rapat untuk divisinya.
Saat di lobi, Gisa bertemu dengan Danisha yang bekerja satu ruangan dengannya. "Gisa ... " pekik Danisha, saat melihat Gisa masuk bekerja kembali setelah sekian lama bertugas di kantor cabang. Pikir Danisha. Padahal kenyataannya, beberapa pekan itu, Gisa habiskan untuk melayani bos-nya di atas ranjang. Bos yang juga suaminya.
Gisa membalikan setengah badannya untuk menengok ke belakang. Bibirnya terangkat lebar saat di lihatnya, sang sahabat sat
Terima kasih sudah membaca ❤️❤️ Yang sudah menyumbangkan Gems nya, Author juga ucapkan terimakasih. Terus Vote ya, biar Author nya tambah semangat 🤗🤗
Waktu sudah menunjukkan jam pulang kerja. Gisa berjalan gontai, saat keluar dari dalam perusahaan tempat magangnya tersebut. Hari ini benar-benar hari yang melelahkan bagi Gisa. Bukan lelah secara fisik, melainkan lelah yang dirasakan Gisa, lebih pada psikisnya. Setelah dibuat jantungan dengan kelakuan suaminya saat di dalam ruang kerjanya, Gisa pun ditodong dengan berbagi pertanyaan dari rekan-rekannya saat tiba di ruangannya, yang pada akhirnya mengharuskan Gisa untuk berbohong demi menutupi segalanya. Perihal tanda merah yang suaminya tinggalkan di atas lehernya, Gisa mengakalinya dengan menutup tanda tersebut menggunakan syal yang ia jadikan sebagai bando. Untunglah kebiasaan Gisa tersebut dapat menolongnya saat dalam keadaan darurat seperti tadi pagi. Sebenarnya Gisa risih juga pada tatapan orang-orang saat di Aula tempat rapat tadi. Mungkin sebagian dari mereka berpikir, bahwa Gisa aneh. Saat cuaca sedang panas, dia malah melapis
"Hai ... " teriaknya, "I miss__" ucapnya terpotong. Seseorang tersebut mematung sambil melemparkan tatapan penuh tanya kepada orang yang ada dihadapannya. Alisnya berkerut bingung, melihat perempuan yang pernah di temui nya beberapa waktu lalu itu, ada di rumah sahabatnya. Dan, ... siapa lagi dia? Kenapa anak itu memiliki mata yang sama dengan si pria dingin yang anti perempuan itu? Tanya seseorang tersebut dalam hati nya. "Zurra!" pekik Kayanna kencang, saat melihat Fazzura yang merupakan tetangganya saat kecil, datang berkunjung ke kediamannya, bahkan masih lengkap dengan koper ditangannya. Selain bertetangga, mereka merupakan sahabat dekat, sejak SMP. Kayanna menghampiri Fazzura, sambil memeluk, melepaskan kerinduannya. Kayanna juga mengambil alih koper yang sedang di bawa tamunya tersebut. "Ayo masuk!" ajak Kayanna pada Fazzura. "Maaf, sepertinya kedatangan Zurra ... timing-nya tidak tepat," cicit Fazzura.
Catra, Gisa dan Dean, saat ini tengah berada di dalam mobil yang akan membawa mereka menuju kediaman mewahnya. Setelah makan malam bersama, Catra mengajak anak dan istrinya untuk pulang. Selain Dean sudah terlihat terkantuk-kantuk, Catra juga melihat perubahan yang terjadi pada sikap istrinya. Selama makan malam berjalan, Gisa lebih banyak melamun dan tidak fokus pada makanannya ataupun sekelilingnya. Catra tidak mengetahui apa yang terjadi dengan istrinya, selama dia tinggal pergi untuk bekerja di lantai 2 rumah adiknya. Seingat Catra, saat dia menemuinya di dapur tadi, Gisa masih terlihat biasa-biasa saja. Di jok belakang, Dean tampak sudah terlelap. Catra terus mengawasi sang istri, menggunakan sudut matanya. Tidak ada sepatah katapun yang istrinya ucapkan. 'Kalau perempuan tiba-tiba diam seperti sekarang,' jedanya. 'sebenarnya ... apa yang terjadi dengan mereka?' tanya Catra pada dirinya sendiri. 'Catra, itulah pentingnya kamu haru
Acara ulang tahun perusahaan semakin mendekati hari H. Selama tiga hari terakhir, Catra selalu pulang larut malam. Banyak dokumen yang harus dia cek dan tandatangani. Saat berangkat ke kantor pun, kadang masih sangat pagi, sehingga tidak ada waktu untuknya bertemu ataupun bercengkrama dengan sang anak. Saat Catra berangkat bekerja biasanya Dean belum bangun, dan saat pulang bekerja anaknya sudah terlelap tidur. Jangankan sang anak, Gisa saja kadang sudah terlelap saat sang suami sampai di rumah. Walaupun suami istri tersebut bekerja di perusahaan dan kantor yang sama, namun mereka hanya bertukar kabar melalui telepon genggam, itu pun seperlunya saja. Gisa tidak pernah mengkhususkan diri untuk datang ke ruangan suaminya, kecuali sang suami lah yang memanggilnya untuk datang. Selain itu Catra juga banyak menghabiskan waktunya di luar perusahaan untuk meeting ataupun mengecek proyek ke lapangan. *** Saat jam makan siang, Gisa dan
Hari yang ditunggu-tunggu oleh para karyawan kantor telah tiba. Yaitu, acara ulang tahun perusahaan, yang akan digelar tepatnya nanti malam. Bagaimana para karyawan tidak excited, acara tersebut akan diselenggarakan disalah satu hotel milik Ganendra Group itu sendiri, yaitu Ganendra Luxury Hotel. Salah satu hotel termewah yang harga permalamnya bisa mencapai ratusan juta dengan fasilitas eksklusifnya yang lengkap. Ulang tahun perusahaan yang diadakan setiap satu tahun sekali itu pun, mereka jadikan sebagai hari raya bagi para karyawan Ganendra Group. Pasalnya, setelah acara itu selesai dan acaranya berjalan dengan lancar, bonus tahunan yang lumayan besar akan masuk kedalam rekening para karyawan kantor. Selain itu, mereka juga bisa menghabiskan waktu selama weekend, di hotel tempat acara berlangsung, lengkap dengan fasilitas mewahnya secara cuma-cuma tanpa harus mengeluarkan biaya ini itu. Mereka, cukup menunjukan kartu identitas karya
Tidak hanya Madava yang kehilangan senyumnya, tapi juga Gisa. Saat dilihatnya sang suami masuk bersama Fazzura disebelahnya. Catra terlihat gagah mengenakan Payas Agung yang memiliki warna senada dengan yang di kenakan oleh Gisa. Kalau Gisa memakai mahkota, lain halnya dengan Catra. Dia memakai ikat kepala dan sebuah bunga cempaka yang terselip di bagian telinganya. Bawahannya sendiri memakai kain songket mewah dengan keris yang disisipkan kedalam kamben. Itulah yang menyebabkan senyum Madava seketika luntur. Karena, atasannya memakai pakaian adat Bali juga. Harapan Madava untuk bisa berdansa bersama Gisa, dalam sekejap menjadi sirna. Madava yakin, sang CEO akan meminta perempuan cantik itu untuk menjadi pasangan dansa nya. Meskipun yang orang lihat Catra membenci Gisa karena insiden kesiangan waktu itu, namun Madava dapat melihat cinta pada mata bos nya itu. Bahkan keyakinan Madava bertambah besar, saat melihat dari warna pakaian yang
Gisa menatap tajam sang suami. "Apa yang Daddy lakukan?" ucap Gisa tanpa bersuara dan hanya menggunakan gerak bibirnya. Dia panik. Catra hanya tersenyum sinis dengan sudut bibir sebelah kanannya tersungging sedikit mengejek. "Oh, God!" pekik Gisa membuat orang-orang yang duduk disekitar Gisa menatapnya dengan tatapan penuh tanya. "Mommy," ucapnya kembali. Gisa menahan nafasnya. Dia menundukkan kepalanya. "Terima kasih atas segala dukungan yang Mommy berikan." ucap Catra melanjutkan kalimat dalam pidatonya. Gisa mengangkat kepalanya, menatap netra jamrud suaminya, dalam. "Untuk Deankara, anaku. Terima kasih sudah hadir!" lanjutnya, membuat Gisa berkaca-kaca saat mendengarnya. Beberapa orang mulai berbisik membicarakan sosok istri dan anak dari seorang Catra Ganendra. Mereka mulai penasaran seperti apa istri dari CEO yang terkenal dingin itu. "Kenapa kamu menangis?" tanya Danisha heran melihat sahabatnya mengeluarkan air matanya.
Catra menyeret Gisa ketempat sunyi, yang sepi dari lalu lalang orang-orang. Di sebuah sudut ruangan ballroom, mereka sekarang berada. "Daddy, mau kemana?" tanya Gisa pada suaminya. "Shuut," desis Catra menyimpan telunjuk di depan mulutnya, menyuruh sang istri berhenti bertanya. Gisa mengatupkan kembali mulutnya. Dia hanya mengikuti kemana sang suami akan membawanya. "Daddy," panggilnya kembali, saat mereka berhenti di sebuah pojok yang minim akan pencahayaan. Selain itu, tempat tersebut sangat sepi dari lalu lalang orang-orang. Catra menatap mata sang istri. Dia rengkuh tubuh istrinya masuk kedalam pelukannya. "Oh, God. Mahkota ini benar-benar mengacaukan momen yang seharusnya romantis, ini." keluh Catra saat mahkota yang di pakai istrinya menghalangi wajahnya. Gisa tergelak mendengar suaminya mendumel. Biasanya Catra hanya akan diam dan sangat jarang mengomentari apa yang di pakainya, kecuali apa yang dipakainya tersebut, bersifat ter
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka
Dengan wajah menahan kesal, pada akhirnya Catra tetap mengikuti Gisa untuk masuk kedalam hotel. "Kenapa harus di hotel?" pikir Catra dalam hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Catra, disepanjang jalan menuju tempat pertemuannya, Gisa pun memasang wajah cemberut. Dia malu dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan heran. Bagaimana tidak heran, Gisa mengenakan setelan olahraga dipadukan dengan Stiletto dan tas pesta yang berkilau. Setelah keduanya berjalan di tengah keheningan, akhirnya mereka sampai di tempat yang menjadi tujuan Gisa. Sebuah restoran mewah, di lantai atas hotel. Catra tersenyum kecil, mentertawakan pikiran kotornya sendiri. "Oh ... di sini," celetuk Catra membuat Gisa menatapnya dengan tatapan tajam. "Ya! Menurut Daddy," Gisa mengangkat jari kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Apa pantas memakai pakaian seperti ini saat masuk kedalam?" tanya Gisa sinis. "Tidak masalah. Mommy datang dengan piyama pun, tidak akan ada yang berani menegur mommy," jawab Catra denga
Novera sudah berlalu beberapa langkah dari hadapan Catra yang saat ini masih mengumpat, mengutuk Novera, yang sudah menghancurkan kegiatan intim dari bos-nya itu. Novera dengan terpaksa harus kembali ke hadapan Catra, dengan konsekuensi amarah dari bos-nya itu akan meledak kembali, begitu melihat dirinya. "Apalagi sekarang?!" Seperti dugaan Novera sebelumnya, Catra menaikan nada suaranya, begitu melihat Novera kembali. "He ... he ... " Novera tersenyum kaku, sambil tangannya sedikit menggaruk leher bagian belakangnya. "Sepuluh menit lagi kita ada rapat, pak!!" ucap Novera dalam satu tarikan nafas. Dengan cepat Novera membungkuk hormat, dan bergegas pergi sebelum Catra benar-benar mengeluarkan sumpah serapahnya. Catra memejamkan mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Mood dia hari ini benar-benar hancur. Dia sudah cukup lelah, sehingga melupakan rapat yang sudah diaturnya dari jauh-jauh hari. Sebuah tangan lembut, menepuk punggungnya dengan pelan, seakan-akan tengah menen
Sebelum membaca bab ini, harap baca ulang bab sebelumnya. ^^ *** Peletak! Catra menyentil dahi Gisa menggunakan telunjuk dan ibu jari yang dia lipat. "Gila mommy bilang?" tanya Catra. Nada bicaranya sudah lebih lembut daripada sebelumnya. Catra kemudian mengusap kepala Gisa dengan lembut. Tubuh Catra sedikit condong ke depan, menatap manik coklat milik Gisa. "Ya. Sepertinya Daddy memang gila. Daddy gila karena berpisah dengan, mommy," ucap Catra terdengar seperti sebuah gombalan. Sejak kapan seorang Catra yang terkenal dingin, sudi melontarkan gombalannya di tempat seperti ini? Entahlah. Hanya dia dan Tuhan yang tau. Gisa mengerutkan kening, melihat perubahan Catra yang tiba-tiba. "Sepertinya lift ini berhantu. Kenapa si keras kepala ini berubah lembut dalam beberapa saat saja?" batin Gisa berbicara pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak heran, beberapa waktu yang lalu, saat mereka berdua bercerai, Catra terkesan dingin dan tidak ramah dengan Gisa. Tapi saat ini, Catra kembali pad