"Aku harus cepat-cepat membawa Dean pergi!!"
Gisa bangkit, kemudian merapihkan surat yang tadi dia baca, dan menyimpannya kembali kedalam laci.
Gisa bergegas pergi meninggalkan ruang kerja suaminya, dan masuk kedalam kamar, untuk membawa tas serta pasport miliknya. Selanjutnya dia berangkat menuju bandara.
"Ibu mau kemana?" tanya bik Santi, saat melihat Gisa keluar dari dalam rumah, dengan membawa tasnya.
"Saya mau keluar sebentar, bik. Terlalu bosan kalau terus-menerus tinggal di dalam rumah," dusta Gisa.
"Tapi, Bu, Aden __"
"Bapak sedang di luar kota, Bi. Bapak tidak akan tau, kalau saya pergi sebentar," bujuk Gisa.
"Jangan lama ya, Bu. Bibi takut Aden marah,"
"Gak mungkin!! Bapak tidak mungkin memarahi bibi. Dia selalu menghormati orang tua," jawab Gisa spontan. Gisa merutuki mulutnya yang lancang. Di saat seperti ini pun, tanpa Gisa sadari, dia memuji suaminya. Hati dan pikirannya tidak sinkron.
"Ya sudah, bik, Gisa
Catra segera menghubungi adiknya, untuk mengkonfirmasi keberadaan Gisa. Benar saja, istrinya saat ini sudah ada di sana. Selain itu, Catra meminta Anna untuk diam dan tidak memberitahu Gisa, kalau Catra sudah mengetahui keberadaannya. Catra mempersiapkan segalanya, sebelum berangkat ke sana, termasuk pakaian dan perlengkapan Gisa. Dia juga meminta Abhi untuk menyiapkan penerbangannya. Setelah selesai dengan segalanya, Catra berangkat hari itu juga, menyusul istrinya ke Singapura. "Den," sapa Bik Santi takut, saat melihat Catra turun dari lantai dua rumahnya, dengan membawa satu koper besar. "Kenapa bik?" tanya Catra, dengan tangan yang sibuk mengetikan sesuatu pada telepon genggam miliknya. "Maafkan bibi ya," cicit bik Santi. Catra menghentikan kegiatannya. Dia menatap wanita paruh baya yang saat ini terlihat sedang ketakutan itu. "Kenapa bibi meminta maaf?" tanya Catra. "Mmm ... tadi neng Gisa hilang," jawabnya pelan. "Bukan s
Gisa membuka matanya secara perlahan. Kepalanya yang sakit, sudah jauh lebih baik. Dia tersenyum hangat, saat mendapati tangan kekar milik suaminya, melilit posesif di atas perutnya. Gisa mengusap punggung tangan tersebut, dengan senyum yang terus tersungging dari kedua sudut bibirnya. Saat kesadarannya mulai kembali, kening Gisa berkerut bingung, mendapati ruangan yang di tempati nya itu, sebuah kamar asing. Dia edarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Setelahnya, dia mematung. "Ini di Singapura, kan?" tanya Gisa pada dirinya sendiri. Dia baru ingat kalau siang tadi, Gisa berangkat ke Singapura, untuk menjemput Dean, sang anak. Gisa menarik nafasnya panjang. Dadanya kembali sesak, saat isi dari surat yang di bacanya, kembali berputar di dalam memori Gisa. Sekelebat datang sebuah bayangan, saat suaminya tengah bersama perempuan dari tiga tahun lalunya itu. Suaminya begitu bahagia, dengan senyum yang tidak lepas dari bibirnya. Gisa tidak bisa m
"Siapa yang ke rumah sakit?" tanya seseorang dari arah tangga. Dia adalah Catra."Da-daddy ... " lirih Gisa dengan wajahnya yang ketakutan."Siapa yang ke rumah sakit?" tanya Catra sekali lagi, sambil berjalan mendekati Gisa."Ka-kakak ipar, perutnya sakit," jawab Kayanna pelan. Dia juga takut, melihat wajah kakaknya yang dingin."Apa??!!" pekik Catra kencang. "Sakit?" tanyanya memastikan.Kayanna hanya mengangguk pelan. Sementara Brahmana, dia langsung pergi menemui sopir, dan memintanya menyiapkan mobil. Sayangnya, keluarga Kaisara tidak se-kaya keluarga Ganendra. Mereka tidak memiliki helikopter di rumahnya.Catra memperlebar langkahnya. Dia panik, namun dia tutupi, dengan berusaha bersikap biasa saja. Tanpa banyak bicara, Catra langsung memposisikan tubuh Gisa, kemudian menggendongnya. Namun, Gisa menolak."Tidak perlu ke rumah sakit," tolak Gisa."Apa maksud, mommy?" tanya Catra tidak habis pikir dengan istrinya."K
Seperti biasa, Gisa terbangun dengan tangan seseorang melilit erat pada perutnya. Wajah Gisa tertekuk kesal, saat matanya, melihat wajah pulas suaminya, tengah meringkuk di atas bed rawat miliknya. Pagi ini, entah kenapa Gisa benar-benar tidak suka melihat suaminya. Ingin sekali rasanya Gisa meneriaki Catra, dan melampiaskan kekesalannya. Tidak seperti biasanya, dia memiliki perasaan seperti pagi ini. Sepertinya, sang jabang bayi tengah berulah, dengan menjauhkan ibunya dengan sang Daddy. Dengan menggunakan ujung sikut, Gisa mencoba menyingkirkan tangan Catra dari atas tubuhnya. Gisa bergegas bangkit, untuk menjauhi suaminya. Catra yang merasa sisi sampingnya kosong, lantas membuka mata dengan tangan menyentuh samping tempat tidur, tempat di mana Gisa berbaring. "Mom!!" panggil Catra panik. Dengan kedua tangan, Catra mengucek matanya yang masih sayu. Dia juga bergegas bangkit, untuk pergi mencari istrinya. Wajah Catra benar-benar panik. Gisa t
Di kediamannya, Gisa saat ini tengah sibuk melakukan persiapan untuk surprise ulang tahun suaminya, malam nanti. Dia juga, mendatangkan koki untuk membantunya membuat makanan kesukaan Catra. Selain itu, ruang keluarganya, Gisa dekor agar suasana pesta lebih terasa. Rencananya, saat malam nanti, Gisa akan mengejutkan Catra dengan pesta yang diam-diam Gisa siapkan dari jauh-jauh hari tersebut. Tidak banyak yang hadir. Hanya keluarga intinya saja. Kebetulan Kayanna pun, akan pulang hari ini. Tidak ada yang tau tentang surprise yang Gisa siapkan. Setelah kejadian bulan lalu saat di Singapura, Catra pulang ke rumah selalu larut malam, demi menyelesaikan segala pekerjaan yang sempat dia cancel. Kadang Catra pulang saat Gisa sudah tertidur dan berangkat saat Gisa belum bangun. Dalam sebulan ini pun, Catra sering bolak balik ke luar negeri, sehingga perhatian untuk keluarga nya sedikit berkurang. Gisa berharap, dengan pesta yang dia siapkan, dapat merekatkan
Abhi beranjak pergi menyusul kemana Catra pergi. Catra sudah benar-benar kelewat batas. Abhi harus memperingatkan sahabatnya itu, sebelum dia menyesali segalanya di kemudian hari. Sementara itu, Kayanna menghampiri Gisa dan Dean, yang saat ini tengah terpukul atas apa yang sudah kakaknya itu lakukan. Melihat bagaimana keponakan kesayangannya itu terluka, membuat hati Kayanna sakit. Dean terus menatap kue buatan mommy nya yang sudah hancur. "It's oke mommy. Dean tidak apa-apa. Mommy jangan nangis. Dean tidak mau kue, kok," dusta Dean menenangkan mommy nya yang saat ini masih menangis. Dari awal, Dean tidak menangis sama sekali. Dia menahan segalanya, sampai dadanya terasa sesak dan sakit. Tangis Gisa semakin menjadi, saat anaknya yang hari ini tepat berusia 3 tahun itu, berusaha terlihat baik-baik saja dihadapannya. Ini ulang tahun terburuk bagi Dean. Gisa tidak pernah membayangkan, kalau Catra akan mematahkan hati Dean dengan cara yang amat sangat menyakitkan
"ABANG!!!" teriak Kayanna kencang. Setelah mendengar teriakan adiknya, Catra sadar apa yang sebenarnya sedang terjadi. Dia mendorong Fazzura hingga terjerembab ke bawah lantai. Kayanna maju, kemudian menampar Catra dengan segala kekuatannya. "GILA!!" teriak Kayanna, melampiaskan kekecewaannya. Mata Kayanna berkilat tajam, menatap Fazzura penuh benci. Dia setengah berjongkok, kemudian langsung menarik rambut Fazzura dan menyeretnya keluar dari kamar sang kakak. "Brengsek!!! Wanita sialan!!! Tidak tau terima kasih!!!" teriak Kayanna penuh nafsu. Fazzura berteriak kesakitan dengan apa yang sudah Kayanna lakukan. "Anna, sakit!" teriak Fazzura dengan tubuh terseret keluar. Kedua tangannya meronta mencoba melepaskan tangan Kayanna dari atas kepalanya. "Sakit??? Sakit Lo bilang, heh???" tanya Kayanna dengan senyum liciknya yang menakutkan. Jangan salah, dari zaman sekolah, Kayanna memang terkenal bar-bar. Dia sering membuat ulah denga
Di jalan pulang, setelah meninggalkan Fazzura seorang diri di tengah keheningan malam, Kayanna menghubungi Abhi. "Kenapa Anna? Ssshhh " tanya Abhi sedikit mendesah. "Kak Abhi enak-enak dimana? Jangan bilang kalau kak Abhi pergi ke club' dan hunting jalang di sana," celetuk Anna tanpa menyaring pertanyaannya. "Mulut Lo mau gue cabein? Gara-gara Lo si zeze kabur di tengah klimaks," gerutu Abhi tidak terima. "Gak ada klimaks ini itu, ya. Keadaan lagi genting! Taruhannya rumah tangga Abang!" sewot Anna di balik teleponnya. "Gue udah urus Kayanna! Abang Lo udah gue nasehatin," jawab Abhi dengan percaya dirinya. "Kak Abhi Nasehatin Abang buat ciuman sama si Fazzura?" tanya Kayanna, membentak. "Gila aja! Mana ada gue nasehatin Abang Lo kaya gitu!" jawab Abhi tidak terima. "Tapi buktinya Abang kaya gituuu ..., mana kak Gisa lihat saat Abang lagi ciuman sama si Zurra," "Brengsek!!!" bentak Abhi sambil bangkit dari tidurn
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka
Dengan wajah menahan kesal, pada akhirnya Catra tetap mengikuti Gisa untuk masuk kedalam hotel. "Kenapa harus di hotel?" pikir Catra dalam hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Catra, disepanjang jalan menuju tempat pertemuannya, Gisa pun memasang wajah cemberut. Dia malu dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan heran. Bagaimana tidak heran, Gisa mengenakan setelan olahraga dipadukan dengan Stiletto dan tas pesta yang berkilau. Setelah keduanya berjalan di tengah keheningan, akhirnya mereka sampai di tempat yang menjadi tujuan Gisa. Sebuah restoran mewah, di lantai atas hotel. Catra tersenyum kecil, mentertawakan pikiran kotornya sendiri. "Oh ... di sini," celetuk Catra membuat Gisa menatapnya dengan tatapan tajam. "Ya! Menurut Daddy," Gisa mengangkat jari kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Apa pantas memakai pakaian seperti ini saat masuk kedalam?" tanya Gisa sinis. "Tidak masalah. Mommy datang dengan piyama pun, tidak akan ada yang berani menegur mommy," jawab Catra denga
Novera sudah berlalu beberapa langkah dari hadapan Catra yang saat ini masih mengumpat, mengutuk Novera, yang sudah menghancurkan kegiatan intim dari bos-nya itu. Novera dengan terpaksa harus kembali ke hadapan Catra, dengan konsekuensi amarah dari bos-nya itu akan meledak kembali, begitu melihat dirinya. "Apalagi sekarang?!" Seperti dugaan Novera sebelumnya, Catra menaikan nada suaranya, begitu melihat Novera kembali. "He ... he ... " Novera tersenyum kaku, sambil tangannya sedikit menggaruk leher bagian belakangnya. "Sepuluh menit lagi kita ada rapat, pak!!" ucap Novera dalam satu tarikan nafas. Dengan cepat Novera membungkuk hormat, dan bergegas pergi sebelum Catra benar-benar mengeluarkan sumpah serapahnya. Catra memejamkan mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Mood dia hari ini benar-benar hancur. Dia sudah cukup lelah, sehingga melupakan rapat yang sudah diaturnya dari jauh-jauh hari. Sebuah tangan lembut, menepuk punggungnya dengan pelan, seakan-akan tengah menen
Sebelum membaca bab ini, harap baca ulang bab sebelumnya. ^^ *** Peletak! Catra menyentil dahi Gisa menggunakan telunjuk dan ibu jari yang dia lipat. "Gila mommy bilang?" tanya Catra. Nada bicaranya sudah lebih lembut daripada sebelumnya. Catra kemudian mengusap kepala Gisa dengan lembut. Tubuh Catra sedikit condong ke depan, menatap manik coklat milik Gisa. "Ya. Sepertinya Daddy memang gila. Daddy gila karena berpisah dengan, mommy," ucap Catra terdengar seperti sebuah gombalan. Sejak kapan seorang Catra yang terkenal dingin, sudi melontarkan gombalannya di tempat seperti ini? Entahlah. Hanya dia dan Tuhan yang tau. Gisa mengerutkan kening, melihat perubahan Catra yang tiba-tiba. "Sepertinya lift ini berhantu. Kenapa si keras kepala ini berubah lembut dalam beberapa saat saja?" batin Gisa berbicara pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak heran, beberapa waktu yang lalu, saat mereka berdua bercerai, Catra terkesan dingin dan tidak ramah dengan Gisa. Tapi saat ini, Catra kembali pad