Selena terus mendesak Abhygael untuk menikahinya, menyandang status nyonya Abhygael Pratama sudah diimpikannya sejak dulu. Hanya perempuan bodoh saja yang tak mau menikah dengan pengusaha terkaya dan tampan ini. Gadis ini berpikir hanya dialah yang tau ketampanan Abhygael.
"Kapan kita menikah ? Apa kata orang nanti kalo kita terus bersama tanpa status !"
Abhygael diam saja, pikirannya sedang kalut, bagaimana caranya menyampaikan kepada Selena jika saat ini dia sudah menikah ! Ditariknya nafasnya dengan dalam. "Sayang, bukankah kau tau jika nenek sedang di rawat di Rumah Sakit ?"
Ini bukan saat yang tepat untuk menyampaikan kabar itu, Abhygael takut Selena akan menjauhinya, hanya dialah satu-satunya wanita yang dicintai Abhygael.
"Jika begitu bawa aku menemui nenekmu, kita perlu meminta restu darinya," Rengekan Selena membuat Abhygael resah. Dia tak bisa melihat kekasihnya ini merajuk, jika itu terjadi maka berhari-hari lamanya dia membujuk dengan segala rayuan pulau kelapa untuk meluluhkan kemarahan sang pujaan hati. Bukan untu pertama kalinya Selena merajuk seperti itu, ketika keduanya berada di Amerika Selena pernah tidak menemuinya, bahkan menolak panggilan teleponnya selama dua minggu hanya karena dirinya menolak menemani Selena menonton konser musik di kota Paris.
"Baiklah, besok kita akan menemui nenek di Rumah Sakit," Abhygael dengan berat hati menyetujui permintaan Selena. Dia akan mencari cara bagaimana memperkenalkan Selena pada neneknya, entah mereka tampil sebagai sahabat atau kekasih, lihat saja bagaimana nantinya.
Selena gembira bukan kepalang, tidak sia-sia usahanya selama ini yang ingin mengenal keluarga Abhygael, menurut rumor sangat sulit masuk dalam lingkungan keluarga itu, selain kaya mereka tekenal sangat tertutup. Kecelakaan yang menimpa orang tua Abhygael dan kakeknyapun ditutupi dengan rapat. Media hanya meliput tentang kematian ketiga keluarga itu, setelah itu beritanya hilang bak ditelan bumi. Seakan ada penguasa yang tak terjamah dibalik semua itu, publik awalnya sangat penasaran dengan kecelakaan beruntun yang terjadi, namun seiring berjalannya waktu rasa penasaran itu hilang dengan berita kembalinya sang pewaris buruk rupa setelah sekian lamanya menghilang. Tak ada yang melihat mayat ketiga keluarga itu, yang dilihat dalam tayangan televisi hanyalah tiga buah peti mati yang dimasukkan keliang lahat dengan tangisan pilu keluarga.
Pagi ini Abhygael akan membawa Selena menemui neneknya di Rumah Sakit, sebelum berangkat dia menyempatkan waktu untuk sarapan pagi yang telah disediakan isterinya. Roti panggang, selai, omelet, daging asap, sosis, sereal, pancage lengkap dengan sirup, ada juga buah dan beverage. Hmmm, menggugah selera.
"Leona, tuangkan teh untukku," Abhygael menggeser kursi beludru yang terdapat di ruang makan itu.
Leona menuangkan teh untuk suaminya, lalu diapun duduk disamping suaminya. Bukan hendak sarapan tetapi ingin menemani suami menikmati sarapan paginya.
"Siapa yang menyuruhmu duduk di dekatku ? Ini teh pahit sekali, apa bibi Sultia tidak memberitahumu bagaimana rasa teh yang biasa aku minum ? Cepat ganti !"
Leona segera bergegas ke dapur dan menyeduh teh yang baru untuk suaminya. Sudah lima kali dia bolak balik mengganti teh yang katanya kurang, pahit, kurang manis dan masih terlalu manis dan masih banyak lagi keluhan suaminya tentang pelayanannya pagi ini. Leona tetap dengan sabar meladeni kesengajaan suaminya itu, Leona tau jika Abhygael sengaja mengerjainya agar dia kapok. Tapi tidak, bukan Leona namanya jika tidak membalas semua penghinaan ini. Terakhir saat suaminya memintanya mengganti teh lagi, diambilnya satu sendok garam, lalu diaduknya dalam cangkir teh itu dan disuguhkannya kepada Abhygael dengan senyum manis yang sengaja dibuat-buat.
"Kurasa ini suguhan terakhir, aku yakin ini sesuai dengan seleramu."
Tanpa menaruh rasa curiga, Abhygael menenggaknya dan...
"Hue,,,cih ...kau...kau!" Abhygael berlari ke arah wastafel dan memuntahkan seluruh teh yang sempat tertelan olehnya.
Kilatan kemarahan nampak dari matanya yang menatap liar ke arah Leona yang duduk dengan santai tanpa rasa bersalah sedikitpun, bibi Sulutia segera bergegas mencoba meredakan kemarahan Abhygael.
"Maafkan bibi tuan, bibi yang salah, itu bukan ulah nyonya," Sultia sengaja membela Leona setelah melihat toples yang berisi garam berada di atas meja dapur.
Abhygael mengabaikan bibi Sultia yang hendak mencegahnya, anak ini harus diberi pelajaran biar tahu rasa. Abhygael segera mencekal lengan Leona. Saking kuatnya cekalan itu membuat Leona meringis, dia segera berdiri dan menatap garang suaminya. Abhygael mendorongnya sampai membentur didnding. Leona tak terima diperlakukan kasar seperti itu, diapun berontak, matanya melotot. Abhygael menatapnya. Ternyata isterinya memiliki mata yang sangat indah, dia sesaat tertegun dan melepaskan cengkeraman tangannya.
"Mengapa kau melakukan itu padaku ?" Suara Abhygael sedikit tercekat.
Leona merenggangkan pergelangan tangannya yang terasa sakit. "Bukankah kau yang memulai lebih dulu ? aku sudah berusaha melakukan yang terbaik namun kau terus mempersulit diriku."
Suara serak Leona membuat Abhygael gerah. Shift ! suara menggairahkan itu lagi, jantungnya berdesir tatakala mendengar suara itu, tubuh bagian bawahnya meremang, rahangnya mengatup bukan karena marah tapi berusaha menahan gejolak yang muncul tiba-tiba.
"Diam ! Aku tidak menyuruhmu bicara !" Abhygael segera menyambar kunci mobil yang ditaruhnya di atas meja makan. Dia harus menghindari isteri buruk rupa ini, jika tidak dia bisa kebablasan. Dia sudah bertekad untuk tidak akan pernah menyentuh isterinya itu. Jika hasrat itu muncul dia akan melampiaskannya seorang diri di kamar mandi. Terhadap Selenapun dia tak akan melakukannya, hubungan mereka selama ini hanya sebatas berpelukan dan berciuman mesra.
Seakan ada yang terlupa, Abhygael kembali masuk ke ruang makan lagi dan mengancam isterinya. "Sebagai hukuman untukmu, mulai saat ini kau dilarang keluar rumah tanpa seijinku. Titik !"
Leona hanya bisa memandang suaminya dengan penuh tanda tanya. Aneh, sejak menikah dengan Abhygael dia tak pernah sekalipun keluar rumah. Yang sering dilakukan Leona diluar rumah itupun di atas balkon adalah menjemur pakaian yang dicucinya. itu saja.
Sepanjang jalan menuju kediaman Selena, Abhyagel tak henti hentinya mengumpat Leona. Terngiang pembelaan isterinya itu, benar juga. Dia sengaja mengerjai Leona agar kelelahan dan memilih untuk berpisah dengannya, namun tak sekalipun dia mendengar keluh kesah Leona, bahkan dia sering bertelepon mesra dengan Selena namun tak sekalipun terlihat kilatan kecemburuan dari wajah isterinya. Suara serak Leona sangat memabukkan, hanya dengan membayangkan kembali suara itu membuat celananya terasa sangat ketat. Sial... ! Dia sudah tidak tahan lagi. Apakah dia harus melampiaskannya pada Selena ?.. ah bagaimana caranya ? Selama ini dia sangat menjaga kehormatan kekasih hatinya itu, dia tidak tahu jika Selena saat ini tidak perawan lagi.
Selena sering menghabiskan waktunya bersama salah satu pesaing bisnis keluarga Pratama, yang memilikih tubuh yang kokoh dan tampan pula. Jika Selena tidak bisa menyalurkan hasratnya dengan Abhygael maka dia harus mencari Rafael. Itu terus dilakukannya tanpa sepengetahuan Abhygael. Abhygael terlalu mempercayainya, bahkan laki-laki itu telah menjanjikan sebuah rumah mewah dan mobil Rolls-Royce yang diimpikannya selama ini. Penghasilannya sebagai model tak cukup untuk memenuhi semua kebutuhannya.
Saat ini Selena sedang menanti kedatangan Abhygael yang akan menjemputnya menemui nenek Melinda di Rumah Sakit, ini merupakan peluang terbaik yang tak bisa dia sia-siakan. Dengan keahliannya dia akan berusaha memikat hati sang nenek agar merestui hubungan mereka. Dia tidak akan menyangka jika pertemuannya nanti akan menjadi rasa malu dan rasa sedih yang teramat menyakitkan untuknya.
Sepasang kekasih tiba di Rumah Sakit dengan terburu-buru, masalahnya nenek Melinda baru saja menelpon dan meminta Abhygael segera ke Rumah Sakit, karena dokter telah mengizinkannya pulang dengan catatan harus terus rawat jalan, minimal seminggu sekali. Abhygael dan Selena saling bergandengan tangan menuju ruang Paviliun, mereka tidak menyadari jika Nenek Melinda memperhatikan mereka dari balik jendela. Nenek Melinda menahan geram namun sebagai wanita terhormat dia tetap melemparkan senyumannya pada Selena. Ini tidak bisa dibiarkan, Abhygael harus segera memberikannya cicit agar tak akan adalagi benalu yang berusaha menempel pada cucu tampannya itu. "Pagi nek, aku tiba lebih cepat dari yang nenek harapkan." Abhygael menghampiri dan mencium tangan neneknya diikuti Selena. Tak terlihat lagi selang infus di ruangan itu, hal ini menunjukkan jika neneknya benar-benar telah pulih. Selena menyapa nenek Melinda dengan ramah. "Apa kabar nek, semoga nenek sehat selalu," ucapnya dengan tulus.
Di Apartemen yang tergolong mewah itu, Selena sedang duduk memikirkan cara bagaimana dia bisa menikah dengan Abhygael. Dia sangat yakin Abhygael pasti akan menyusulnya ke Apartemen. Terpikirkan olehnya untuk menjebak Abhygael dengan obat perangsang, namun setelah sekian lama berpikir dengan segala pertimbangan akhirnya Selena ingin bersaing secara sehat. Benar dugaan Selena, Abhygael nampak berdiri depan pintu apartemennya setelah membunyikan bel berkali-kali. Selena tidak menunjukkan kebahagiaannya, dia masih tetap memasang wajah cemberut, bahkan Abhygael berusaha memeluknya namun dia terus menghindar. Abhygael menghempaskan tubuhnya di kursi sofa yang berada diruangan itu. Dia berusaha menarik tangan Selena agar duduk dipangkuannya, Selena akhirnya menurut. Abhygael tak henti-hentinya mencium Selena sebagai bentuk permohonan maafnya. "Aku terpaksa melakukannya karena nenek saat itu dalam keadaan kritis." "Lalu bagaimana dengan hubungan kita, bukankah kau sudah menikah," Selena me
Leona menggunakan waktu dua jam yang dberikan suaminya dengan sebaik-baiknya. Hari ini dia berbelanja semua keperluannya untuk sebulan penuh, karena tak mungkin baginya untuk keluar rumah lagi seperti sekarang ini.Leona mendoring troly yang berisi belanjaan yang banyak. "Baru merasa jadi orang kaya ya, sampe belanjaannya menumpuk seperti itu." Leona mencari sumber suara dan ups, kakaknya Adelia dan pacarnya tengah berdiri mengamatinya."Eh kakak, maaf aku tak melihatmu. bagaimana kabar ayah dan ibu ?" Leona sengaja tidak menggubris ucapan Adelia dan lebih memilih menanyakan kabar kedua orang tuanya.Adelia mencibir, "Jangan sok perhatian kamu, bagaimana kamu bisa menjenguk ayah dan Ibu jika keberadaanmu di rumah keluarga Pratama tidak lebih layak dari seorang pembantu," Adelia segera menggandeng tangan Rafael dan berlalu.Leona hanya bisa menarik nafas dengan dalam dan menghempaskannya agar tak menghimpit di dada. Tiba-tiba ponselnya berbunyi."Kau tidak melihat jam, waktumu sudah h
Wajah yang tak diharapkan muncul dihadapan Abhygael. Dia mendengus kesal, "Suka-suka aku, ini rumahku." Leona hanya mampu memandangi suaminya dengan melongo, tanpa diberitahupun Leona tahu jika ini rumah Abhygael, dan dia hanya menumpang sementara. Huh...akan tiba saatnya dia pergi dari rumah ini. Setelah melihat Abhygael yang keluar dari kamarnya, gadis itu masuk ke kamar mandi. Dia sudah menduga jika Abhygael akan sangat penasaran dengan dirinya, untunglah baju itu sudah dikeringkan di mesin pengering dan langsung di setrikanya biar tidak ketahuan lembab. Leona menarik nafas lega. Abhygael menuju ke ruang perpustakaan, pikirannya hanyut terbawa dengan wajah gadis cantik yang basah kuyup di Halte tadi siang. Tak mungkin isterinya bisa secantik itu, mana ada orang yang buruk rupa bisa secantik itu ditengah hujan. Abhygael melepas topengnya. Apakah Leona menggunakan topeng sama seperti dirinya ? Ah tidak mungkin, buktinya kulitnya sama hitamnya dengan wajahnya. Berbeda dengan dirinya
Leona memperbaiki duduknya, dengan penuh perhatian dia mendengarkan cerita Nenek Melinda. Bukan karena mulai tertarik pada Abhygael tetapi lebih pada memenuhi rasa penasarannya. Nenek Melinda menikah dengan Budiawan Pratama dan memiliki seorang anak yang diberi nama Putra Pratama, Putra menikah dengan seorang gadis cantik yang bernama Mutia Aditiawarman dan melahirkan seorang anak dengan paras tampan yang diberi nama Abhygael Putra Pratama. Nenek menikah dengan Kakek Budiawan yang sudah memiliki seorang anak yang bernama Julit. Julit menikah dengan Yolan dan memiliki seorang putra bernama Aditia yang sekarang sedang menyelesaikan studinya di Australia. Putra terlahir sebagai pekerja keras, semula perusahaan yang dipimpin kakeknya hanya sebuah perusahaan biasa, namun karena kegigihannya perusahaannya terus berkembang dan berada pada posisi sejajar dengan perusahaan ternama lainnya. Bergerak di bidang perhotelan dan industri, kini Perusahaan itu telah merambah ke dunia Internasional. S
Abygael tertidur didepan laptop, setelah membaca semua pesan Detektif Burman dia belum juga tertidur, dan saat ayam jantan berkokok barulah dia terlelap. Leona yang terbangun dari tidurnya melihat laptop yang masih menyala segera bergegas ke kamar mandi. Dia bisa menduga jika suaminya baru saja tidur, Leona hanya menggosok giginya dan melakukan aktifitasnya seperti biasa. Dengan susah payah mengangkat keranjang yang berisi penuh pakaian Abhygael. Dia terpaksa mencuci di bagian belakang karena dikamarnya terdahulu sudah ditempati nenek Melinda. Dengan terburu-buru dia mencuci pakaian menggunakan mesin cuci yang berada disana, setelah semuanya selesai dia lanjutkan dengan memasak menu kesukaan Abhygael. Leona merasa gerah, dengan cepat dia menyelesaikan tugasnya dan segera masuk lagi ke dalam kamar. Suaminya masih tidur, Leona tak berani membangunkannya, ini kesempatan baginya untuk mandi dan berendam di bathtub. Selain membawa peralatan mandi tak lupa pula dia membawa lotion dan makeu
Tidak butuh waktu lama bagi Leona untuk sampai ke rumah Nenek Melinda, Rumah yang sangat besar dengan halaman yang sangat luas. Grab berhenti depan pos satpam, Leona turun dari mobil setelah membayarnya. Satpam yang sudah mendapat pesan jika ada seorang wanita mengenakan pakaian biru langit dengan wajah berbintik hitam datang agar diijinkan masuk. Dia adalah cucu mantu Nenek Melinda. Leona belum sempat bertanya sudah dipersilahkan masuk. "Mari nyonya, silahkan masuk." Dengan mengucapkan terima kasih, Leona masuk menuju pintu depan. Rumah yang tak kalah mewahnya dari rumah yang ditinggalinya sekarang. Para maid yang ada disitupun sudah mengetahui siapa dirinya dan mempersilahkannya masuk, serta salah seorang diantaranya menunjukkan arah menuju ruang perpustakaan. "Lewat sini nyonya oh ya nyonya, tadi ada paket diantar kurir, saya meletakkannya di ruang perpustakaan. Saya sudah sampaikan ke nyonya besar dan nyonya besar meminta agar nyonya saja yang membuka paket itu." Leonapun mengu
Nenek Melinda tertawa saat Leona tiba dengan segala macam protesnya. "Apa maksud nenek menyuruh paman Julit mengambil paket itu ? Bukankah sebelumnya nenek menyuruhku membukanya ?" Nenek menarik Leona agar duduk di ranjang. Nenek Melinda sudah menduga jika Leona akan mencarinya, makanya dia menunggu Leona di dalam kamar." Jangan cemberut begitu, sudah jelek, nanti tambah lebih jelek." "Maunya nenek apa ? paman Julit nyaris mempermalukan diriku," ucap Leona dengan bersungut-sungut. "Ceritakan apa yang terjadi, nenek hanya bisa memantau saat dirimu mendekati meja perpustakaan, setelah itu semuanya gelap."Ucap Nenek Melinda penuh selidik. "Aku sengaja memecahkan kamera CCTV itu." Nenek tertawa terbahak-bahak, "Nenek sudah menduganya, tidak sia-sia Abhygael memiliki isteri cerdas sepertimu." "Isteri di atas kertas, sudah ah. Nenek sengaja mengujiku ?" "Dengar nak, semua itu rencana nenek, serahkan chips itu sekarang, nanti nenek akan jelaskan padamu apa yang harus kau lakukan selan
Kehadiran Leona yang kembali sebagai direktur perusahaan disambut dengan gembira oleh para karyawan. Direktur cantik dan mempesona serta cerdas ini sangat di rindukan. Semua karyawan berdiri berjejer di sepanjang jalan, satpam dan cleaning service tak ketinggalan."Kau di sambut bagaikan seorang ratu, aku jadi cemburu," bisik Abhygael."Jangan terlalu berlebihan," Leona mencubit pinggang suaminya."Selamat pagi ibu direktur, selamat pagi presdir," sapa para karyawan."Selamat pagi," jawab Leona sambil tersenyum dengan hangat.Tak terlukiskan kebahagiaan para karyawan saat menyambut direktur kesayangan mereka. Direktur yang dikenal ramah dan suka membantu itu kini hadir seakan memberi semangat baru bagi para karyawan.Leona naik lift menuju ruangannya di susul Abhygael."Kali ini aku tak akan membiarkanmu di dekati para pria," ucap Abhygael serius."Apa maksudmu? Bukankah seharusnya kau yang perlu di khawatirkan di dekati para gadis?" protes Leona, dia tak terima dengan perkataan suamin
Diandra tak menyangka jika Leona kini sudah kembali ke rumah Abhygael. Dengan penuh percaya diri dia membawakan mainan dan makanan untuk Abil.Bibi Sultia tak tahu harus berkata apa saat Diandra menekan bel di sudut pintu rumah. Abhygael dan Leona sedang mandi di kolam renang bersama kedua anaknya."Maaf non, tuan dan nyonya sedang berada di kolam renang," ucap bibi Sultia saat membukakan pintu rumah."Nyonya?" tanya Diandra dengan kening berkerut."Iya non, kemarin tuan Abhygael menjemput isterinya untuk kembali ke rumah ini," jawab bibi Sultia dengan sopan.Diandra tak tahu harus bilang apa, namun dia ingin memastikan apakah Abhygael mencintai isterinya atau tidak."Biar saya menunggu di teras saja bi," kata Diandra.Tanpa di persilahkan, Diandra duduk di teras rumah. Bibi Sultia segera masuk ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Dia tak memberi tahu majikannya tentang kehadiran Diandra. Saat kedua majikannya masuk ke dalam rumah barulah dia mengatakan jika Diandra sedang duduk di tera
Banyak mobil yang terparkir di halaman rumah tuan Hendrinata. Namun tuan Putera tetap berusaha mencari parkiran yang kosong di halaman."Sepertinya banyak tamu yang datang pagi-pagi," kata Mutia saat melihat kondisi pagi ini.Mutia melirik jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 07.00 pagi. Setelah Putera memarkir mobilnya di sudut halaman yang masih kosong, mereka lalu turun dan mengucapkan salam saat sudah tiba di pintu."Kakak Abil, sini sayang lihat adiknya," Priska berdiri menyongsong Abil. Semua ikut berdiri, rupanya Aditia beserta keluarga ikut berkunjung pagi ini, seakan sudah ada yang memberi tahu mereka jika Abhygael akan datang menjemput Leona.Mungkin karena melihat orang banyak, Abil bersembunyi di belakang ayahnya. Tangannya yang mungil mendekap erat kaki Abhygael sehingga dia tak bisa melangkah dan hanya berdiri saja sambil sebelah tangannya mendekap Abil dari belakang.Leona keluar dari kamar sambil menggendong bayi Arisha. Dia tertegun melihat Abhygael namun tatkala di
Leona membiarkan bayi Arisha dalam gendongan Abhygael, dia sibuk melayani tamu yag sudah mulai berpamitan pulang. Sesekali dia mencuri pandang ke arah Abhygael yang ternyata memandangnya juga.Diandra menghampiri Abhygael yang menggendong Arisha."Jika diperhatikan ternyata wajahnya mirip sekali denganmu," ucap Diandra."Bagaimana gak mirip, dia adalah ayahnya," sebuah suara membuat Diandra terdiam.Tau-tau Dian sudah berdiri di samping Abhygael dan mengambil Arisha."Maaf bayinya mengantuk," kata Dian sambil meraih Arisha dari gendongan Abhygael.Abhygael enggan melepaskan anaknya, namun melihat tatapan tajam Leona dari pelaminan akhirnya dia menyerahkannya juga."Cium ayah sayang," Dian mendekatkan wajah Arisha dan Abhygael pun menciumnya dengan haru."Benarkah itu anakmu?" tanya Diandra saat Dian sudah melangkah jauh dari meja VIP.Abhygael mengangguk, dia lalu berdiri dan menghampiri Leona. Dia harus mengakhiri kesalah pahaman ini. Dia bahkan tak menghiraukan Diandra yang memanggil
Oemar mengabari Abhygael jika dia akan datang ke Indonesia karena adiknya akan menikah. Kabar ini bukannya membuat Abhygael bahagia, dia semakin sedih karena Leona akan kembali dari kota T. Sudah bisa di pastikan jika Wildan akan menikah dengan Leona. Tapi dia tak akan membiarkan hal itu terjadi, Leona merupakan istri sahnya. Terpikir oleh Abhygael untuk mendiskusikan hal itu dengan kedua orang tuanya namun dia tak ingin melukai perasaan kedua orang yang di sayanginya.Regan menerima undangan pernikahan Wildan, dia tersenyum. Kini dia bisa lega karena Abhygael akan bertemu Leona. Namun dia tidak tahu jika Abhygael melemparkan undangan itu ke tong sampah tanpa melihatnya sama sekali. Dengan bersenandung ria, Regan datang ke rumah Abhygael. Dia berencana ingin menceritakan kebenaran pada sahabatnya itu."Abhy, aku ingin menceritakan sesuatu padamu," kata Regan dengan penuh percaya diri."Sudahlah, aku sudah tau semuanya," kata Abhygael tanpa menoleh sedikitpun."Benarkah? Jika begitu ki
Diandra tak hilang harapan untuk terus berusaha mendekati Abhygael, berbagai cara dia lakukan. Dari sekedar bertamu sampai membawakan makanan untuk Abil.Abil yang sangat merindukan ibunya merasa gembira melihat Diandra. Balita mungil yang tak mengerti apa-apa sangat gembira ketika Diandra membawakannya mainan lalu bermain bersamanya.Semula Abhygael sangat marah melihat Diandra dengan tidak tahu malunya mendekatinya melalui Abil. Namun sekeras-kerasnya hatinya akhirnya luluh juga melihat ketulusan Diandra yang memperlakukan Abil bagaikan puteranya sendiri. "Wanita ini benar-benar tidak tahu malu!" gerutu Abhygael di dalam hati.Akhirnya entah berawal dari mana mereka kini mulai dekat. Kemana-mana mereka sering bersama, namun Abhygael tak pernah mengatakan apapun pada Diandra. Obrolan mereka hanya seputar persoalan bisnis dan tumbuh kembangnya Abil.Saat itu mereka berdua sedang duduk di sebuah cafe. Tak jauh dari mereka duduk pula pasangan Rafael dan Adelia. Saat ini Adelia sedang ha
Awalnya Abhygael enggan menghadiri acara selamatan yang diadakan sahabat ibunya di hotel berbintang lima itu. Namun kedatangan ibunya tadi pagi memintanya untuk ikut menghadirinya sebagai bentuk penghargaan terhadap sahabat. "Ibu Anita itu sahabat mama, tolong pikirkan kembali, mama tak ingin menyinggung perasaan mereka," begitu kata ibunya.Akhirnya malam ini Abhygael ke acara selamatan itu di temani Regan, dia datang tidak memakai pakaian formal seperti biasanya. Dia dan Regan memakai kemeja kotak-kotak yang senada dengan celana yang mereka kenakan."Lihatlah gadis itu, sepertinya dia terus menatapmu," bisik Regan."Dia gadis yang punya hajatan ini, tidak usah perduli kan. Toh kita sudah menghadiri acaranya," jawab Abhygael acuh tak acuh.Putera datang bersama Mutia, mereka menyalami pasangan pejabat itu dan anaknya.'Kenalkan ini Diandra, dia baru pulang dari Amerika," Ibu Anita memperkenalkan anaknya."Oh, anakmu cantik sekali," puji Mutia.Diandra tersipu malu mendengar pujian sa
Sudah seminggu Abhygael uring-uringan, ada-ada saja hal yang membuatnya marah. Laporan yang disodorkan tanpa titik dan koma saja dia berang. Regan bahkan sempat jengkel dengan tingkah Abhygael akhir-akhir ini."Aku tak ingin ada kesalahan lagi," kata Abhygael dengan tegas."Siap bos!" jawab Regan dengan rahang mengeras menahan marah, sudah beberapa kali dia harus memperbaiki dokumen."Satu lagi, jangan izinkan siapapun masuk ke ruangan ini tanpa seizinku," ucap Abhygael tanpa menoleh sedikitpun pada Regan. Dia benar-benar memposisikan diri sebagai atasan.Regan benar-benar heran dengan bosnya, keningnya berkerut, lalu dia menggeleng-gelengkan kepalanya."Bukankah selama ini memang seperti itu bos," sanggah Regan.Abhygael mengabaikan sanggahan Regan, memang benar apa yang dikatakannya namun Abhygael merasa akan ada seseorang yang datang namun dia tak tahu siapa. Mungkin ini hanya perasaannya saja.Selama ini dia selalu bermimpi di datangi seorang gadis cantik, dia sangat ketakutan. Dia
Cuaca pagi ini sangat cerah, pesawat Garuda mendarat dengan sempurna sesuai jadwal. Dian sudah menunggu ibu Renata sekitar setengah jam yang lalu.Tak berapa lama, ibu Renata muncul di pintu kedatangan sambil menenteng sebuah kopor."Selamat datang di kota T bu," sapa Dian lalu meraih koper dari tangan ibu Renata."Apa kau sendiri saja? Siapa yang menemani Leona?" tanya ibu Renata sambil melihat ke kiri dan kanan."Aku dan sopir grab bu, Leona di temani Wildan dan Arini," jawab Dian lalu menuju ke parkiran di susul ibu Renata.Hanya butuh waktu dua puluh menit untuk tiba lebih cepat di Rumah Sakit. Jalan di kota ini tak semacet kota Jakarta. Di kiri kanan jalan terdapat rumah-rumah penduduk dan beberapa sekolah dan rumah ibadah, juga pantai yang indah. Sopir grab mengemudikan mobilnya dengan perlahan sehingga ibu Renata masih bisa melihat pemandangan laut yang begitu tenang Begitu tiba di Rumah Sakit, Dian segera menuntun ibu Renata menuju ke ruangan VIP. Leona sedang duduk di atas ka