Alexa tertegun mendengar kalimat yang terucap dari Elena. Benarkah Drake tahu kalau dia berselingkuh dengan Alfred? Bahkan, sudah lama menjalin hubungan dengan pria itu jauh sebelum dengan Drake. Ia percaya serapi betul menutupi semua itu, Drake juga tak pernah menyiratkan mengetahui ini. Hingga Alexa teringat kejadian suatu malam. Alfred meneleponnya, dan memintanya kembali ke rumah mereka bersama. Ia bahkan meninggalkan Drake usai makan malam. “Hari ini apa kau harus pergi ke rumah kakakmu lagi?” “Ya, ia sedang sakit. Aku harus ke sana.” “Sekali ini saja, apa kau bisa tidak pergi dan di sini saja?” “Maaf, tidak bisa.” “Jadi, kau tetap pergi ke sana seperti biasanya. Selalu terulang.” Sejak hari itu, Drake selalu sibuk dan jarang menemuinya. Mereka tak pernah menghabiskan malam bersama lagi. Ini terjadi dua bulan sejak pernikahan Drake dan Elena. Ia sadar sekarang, hari itu juga, Drake mengetahui perselingkuhannya. *** “Alexa,” panggil Grace pada wanita yang melamun terse
Usai mendengar perkataan Elena, Drake mengangguk mengerti. Mantan istrinya itu langsung naik ke ranjang lalu menarik selimut. Drake mengikuti Elena naik ke ranjang. Menatap wanita yang memunggunginya itu dengan sabar. “Good night, Elena.” Pagi harinya, Drake terbangun sendiri. Biasanya ia bangun lebih pagi dari Elena. Tapi, wanita itu sudah tidak ada di kamarnya. Drake berjalan keluar dari kamar, memanggil nama Elena beberapa kali. Ia lalu membuka pintu kamar Elena yang tak terkunci. Mendapati wanita berambut pirang itu sedang berkutat dengan dokumen, sudah rapi dengan pakaian kerjanya. “Pagi, Sayang.” Elena menoleh ke sumber suara. “Pagi, Drake.” “Sibuk dengan proyek baru?” “Tentu, mulai hari ini kami akan bekerja lebih keras.” Elena mengulas senyum sebelum kembali menatap dokumen di tangannya. Drake menatapnya dalam diam. “Cepat bersiap, nanti kau terlambat.” “Aku mandi dulu.” Usai kepergian Drake, Elena mendongakkan kepalanya. Melihat ke ambang pintu, tempat tadi Drake
“Apa maksudmu?” “Carl, Elena bilang padaku, dia sudah tahu semua dari Alfred dan memegang bukti kerja sama Drake dan Alfred. Dia tahu itu hanya jebakan, tapi, karena Drake bahkan aku tidak jujur padanya sejak rencana awal, dia marah besar.” Tangis Kate semakin keras. Wanita itu tak bisa melanjutkan apa-apa lagi. Hatinya masih terluka melihat tatapan kekecewaan Elena. Bahkan, tadi di kantor, Elena hanya bicara seperlunya saja dengannya. “Aku melukai Elena, Carl. Aku harus bagaimana?” Carl langsung meraih tubuh Kate. Memeluk wanita itu dengan erat. “Sstt, tenanglah, Nona hanya sedang butuh waktu untuk menerima keadaan.” “Dia pikir aku mengkhianatinya, tapi, aku hanya ingin dia bahagia, Carl. Kuakui caraku mendukung Drake memang salah. Tapi, semua kulakukan karena ingin dia bahagia.” “Tak apa, Kate. Tak apa, semua akan baik-baik saja setelah ini.” Kate menangis kembali, ia tak bermaksud melukai sahabatnya itu, tapi, situasi ini membuatnya serbasalah. Carl berusaha keras menenan
Tiga minggu lalu ... “Terima kasih telah mampir kemari, Grace.” “Tak masalah, aku ... memikirkan kalian terus sejak hari itu. Kuharap kalian bisa baikan.” Elena mengulas senyum lebar usai memeluk sahabatnya itu. Ia mengantar Grace sampai di lobi. Melihat dari kejauhan, Max, suami Grace baru saja turun dari mobil untuk menjemput. “Kalau ada apa-apa, jangan sungkan meneleponku, ya. Sampai jumpa, Elena.” “Sampai jumpa, Grace.” Elena melihat kepergian Grace yang berjalan menuju Max. Sahabatnya itu menghambur ke pelukan suaminya dengan riang. Max, yang pendiam itu bahkan tampak berseri saat menyambut pelukan istrinya. Ada rasa hangat saat melihat semua itu. Ia bersyukur, Grace telah menemukan cinta sejatinya. Pernikahan seperti itulah yang Elena inginkan. Bukan pernikahan yang di dasari kontrak, hasrat, atau hanya kebutuhan. Ia dan Drake tak akan bisa seperti Grace dan Max. Elena berjalan kembali ke ruangannya dengan langkah lesu. “Elena,” panggil Kate dari luar ruangannya. “Aku
Elena menghela napas selama menatap foto Drake di ponselnya. Ia masih marah, tapi, tiga minggu terakhir membuatnya ingin bertemu pria itu lagi. Ia juga tahu, tak mungkin selamanya bersembunyi dari Drake. Ia harus mengumpulkan kesabaran untuk menghadapi pria itu lagi. “Sadarlah, Elena, pria itu iblis. Penuh tipu daya.” Elena menikmati kue dan pudingnya lagi dengan bersemangat. Makanan manis memang tak pernah gagal membuat moodnya membaik. Meski harus ia akui, berat badannya bertambah terus selama di sini. “Ma, aku pulang.” Elena tiba di rumah Mama Lily saat petang. Ia segera menuju dapur dan melihat Mama Lily. “Elena, wajahmu terlihat pucat beberapa hari ini. Apa kau sakit?” tanya Mama Lily seraga memeriksa kening Elena dengan punggung tangannya. “Sedikit lelah dan lemas, Ma. Tapi, aku baik-baik saja.” “Mungkin, kamu kelelahan bekerja dan jalan-jalan, Elena. Bersantailah di rumah beberapa hari.” “Iya, Mama. Jangan cemas, ya. Aku ingin tidur sebentar, Ma. Nanti biar aku siapkan
Hingga matahari terbit, Elena hanya tertidur sebentar. Tubuhnya terasa lelah, mungkin karena ia terlambat datang bulan. Ia lalu mandi dan bersiap turun membantu Mama Lily menyiapkan sarapan. Elena, Mama Lily, dan Drake sarapan bersama. Elena lebih banyak diam sementara Drake tak melepaskan pandangannya sedetik pun dari Elena. Mama Lily menghela napas berat beberapa kali. “Ma, setelah ini aku akan bekerja seperti biasa. Nanti siang kubantu menyiapkan makan siang.” Elena membantu membereskan piring lalu meletakkannya di wastafel. “Tidak perlu, kau harus banyak istirahat. Biar aku saja yang membantu Mama.” Elena langsung menoleh ke arah Drake, memberi tatapan tajam pada pria itu. “Jangan mengaturku.” Drake justru tersenyum berhasil membuat Elena menatapnya. Sejak kemarin, wanita itu tak mau menatapnya lebih lama dari dua detik. *** Lewat tengah hari, Elena keluar dari kamar. Ia bergegas turun membantu Mama Lily menyiapkan makan siang. Ia baru sadar, selai kacang dan beberapa s
Semalaman, Drake menunggu Elena yang sesekali mengigau. Meski suhu tubuhnya berangsur normal, Elena masih merasakan seluruh badannya sakit. Drake memandikan Elena usai keringatnya mereda. Tangannya tak henti menggenggam tangan Elena, seolah takut jika mantan istrinya itu akan menghilang lagi. “Aku minta maaf, Elena. Tolong maafkan aku. Jangan hukum aku dengan seperti ini.” Samar-samar, Elena mendengar rintihan dan tangisan Drake. Tapi, ia tak punya tenaga untuk membuka mata lebih lebar dan terbangun sepenuhnya. Hingga pagi pun tiba. Elena merasa tubuhnya lebih segar dan tak selemah pagi kemarin. Ketika membuka mata, ia melihat Drake tertidur seraya tertunduk di sisi ranjang, menggenggam tangannya. “Drake.” “Ya.” Drake segera bangun, menatap wajah Elena yang tak sepucat kemarin. “Aku haus.” Drake segera mengambilkan segelas air putih. Elena menghela napas panjang usai minum. “Kau tidur di sini?” “Siapa tahu kau membutuhkanku mengambil sesuatu.” “Aku ingin man ....” Kalim
“Elena, aku ....” Suara Drake melemah, ia mengatupkan rahang kuat-kuat. Elena mengernyitkan kening saat melihat ekspresi Drake yang menegang. “Aku sudah mengerti, bagimu cinta itu trauma. Kau tak mau kembali lagi memiliki perasaan seperti itu, kan? Itu membuatmu merasa lemah dan terpuruk. Sementara, itu yang kucari. Sudah jelas, lebih baik kita menjadi orang asing, Drake. Aku mengerti situasinya, jangan diperumit.” “Sejak sadar aku menyia-nyiakan pernikahan kita dengan kontrak itu, semua sudah terlambat. Kita mengakhiri dengan perceraian sesuai kontrak. Kukira aku akan baik-baik saja. Saat itu aku terpuruk, kau tak tahu karena sudah pergi. Aku datang kemari untuk melewati hari-hari yang sulit.” Elena teringat cerita Mama Lily tentang keterpurukan Drake waktu itu. Hal yang membuatnya terkejut begitu tahu. Bahkan, pria ini enggan memberitahunya tentang masa sulit itu. Kenapa sekarang Drake memberitahunya? “Aku ingin membahas dari awal.” Drake mendengar ada celah untuknya. Senyum