“Tidak, aku kembali besok.” “Situasinya tak aman, Elena.” “Ada agenda penting besok.” “Persetan dengan agenda, kau terancam, Elena.” Elena menatap tajam ke arah Drake. Kate minggir perlahan. Ia menutup mulut rapat – rapat. “Kate, kau keluar dulu.” “Baiklah.” Kate segera keluar dari kamarnya. Tensinya di dalam ruangan begitu tinggi. Ia menutup pintu setelah di luar seraya menghela napas. “Ada apa?” “Mereka bertengkar.” Carl mengangguk mengerti. Ia mengajak Kate istirahat di kamarnya. “Pintunya aku buka, aku akan berjaga di luar. Jangan sungkan.” “Terima kasih, Carl.” “Kau pasti terkejut.” “Tentu saja. Aku juga kasihan pada ikan mati yang tak bersalah itu. Orang gila mana yang menyelinap ke kamar Elena dan bertingkah bodoh seperti itu.” “Kami sedang memeriksa cctv. Kau di sini saja sementara waktu.” Carl menatap tangan Kate yang gemetar. Lalu, mengamati ekspresi Kate yang menatap ke luar jendela. Ia lalu menggenggam tangan Kate. “Tak apa, Kate. Sudah aman.” “Pasti a
Mengembuskan napas dengan lega, udara segar pagi yang masuk melalui jendela membawa ketenangan di hatinya. Tangan Elena meraba ke samping, ia lalu mengernyitkan kening. Matanya terbuka dengan cepat. “Drake,” panggil Elena seraya bangkit. “Aku di sini. Kenapa?” Drake mendekat ranjang. Aroma wangi sabun tercium oleh Elena. Ia pikir Drake pergi ke luar kamar atau entah ke mana. “Tak apa. Kau sudah mandi, ya.” “Aku tak mau ketinggalan ikut ke kantormu.” “Kau mau ikut? Bisa ramai kalau orang – orang tahu kau ikut.” “Mudah saja. Tinggal pakai pakaian sama dengan Carl. Mereka pasti akan mengira aku bodyguardmu.” Drake memberi ide gila seraya tertawa. Elena tak yakin pria ini akan melakukan seperti perkataannya. “Nanti kita mampir untuk membeli pakaian baru untukmu.” “Aku sudah membelinya, menyuruh Will maksudnya. Sebentar lagi akan sampai.” “Baiklah, aku siap – siap dulu.” Elena masuk ke kamar mandi. Sebenarnya ia tak menduga Drake akan mengikutinya ke kantor cabang perusahaann
Setelah kepergian Elena, Drake yang merasa kesal karena wanita itu tak mengajaknya, memutuskan pergi ke lapangan golf. Berharap dapat mengurangi rasa jengkelnya. “Will, kita pergi main golf.” “Tidak mengikuti Nona Elena?” Will cukup asing melihat Drake tak menyusul Elena yang berkuda. Dari ekspresinya, jelas jika bosnya itu menahan kekesalan. “Tidak, Elena sepertinya muak melihat wajahku.” Drake segera kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Lalu, turun ke lantai satu setelah beberapa menit. Pria jangkung itu segera pergi menuju lapangan golf. Dalam perjalanan ke tempat tujuannya, Drake banyak berpikir dari sudut pandang Elena. Mantan istrinya itu pasti jengah dengannya. Setiap ke mana pun mengikuti. Tapi, meski tahu begitu, Drake tak bisa berhenti mencemaskan Elena. Jika tak melihat wanita itu dalam waktu lama, ia akan resah. “Harusnya kau bisa beradaptasi dengan perlakuanku, Elena,” gumam Drake. Setibanya di tempat golf, pria berambut hitam legam itu bersiap dengan s
Pria jangkung itu berdiri dari posisinya. Setelah menatap ke arah Elena sekilas, Drake mengajak Will bergeser ke samping kanan ruangan Elena berada. “Bagaimana, Will?” “Tentang insiden pembobolan kamar Nona Elena ada kabar terbaru. Mereka mengidentifikasi hasil rekaman cctv. Tiga orang terlihat memasuki kamar itu dua jam sebelumnya. Karena ketiganya menggunakan penutup kepala/buff, polisi cukup kesulitan mengenali identitas pelaku. Tapi, terdapat rekaman lain saat ada salah seorang dari ketiga orang ini berganti baju di toilet dan menemui seseorang di area parkir hotel. Orang yang ditemuinya cukup mudah dikenali. Dia adalah Nona Alexa.” Will menyerahkan dokumen yang salah satunya berisi hasil print out potongan cctv serta menunjukkan video rekaman di ponselnya. Dari tato kupu – kupu yang ada di lengan atas wanita dalam rekaman itu terlihat jelas. “Wanita itu berani berbuat sejauh ini. Mungkin hidupnya begitu membosankan.” “Bagaimana setelah ini, Tuan?” “Simpan semua bukti deng
“Elena, kau sudah bangun.” Drake tercengang saat menatap Elena. Wanita itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Ia mencoba bangkit dari posisinya, tapi, tak bisa. “Kau sedang dirawat di rumah sakit. Aku akan memanggil dokter sebentar.” Drake menahan tubuhnya agar tak banyak bergerak. Pria itu keluar dari ruangan, lalu segera masuk lagi. Ia masih berusaha bergerak. “Apa yang terjadi? Tubuhku sakit semua.” “Kau jatuh dari kuda. Tapi, tak apa, kau sudah tersadar dan semua akan baik – baik saja.” Dokter dan timnya masuk ke ruangan. Drake melangkah mundur. Memberi ruang pada tim medis untuk memeriksa Elena yang terlihat bingung. Elena menatapnya sesekali sambil menjawab pertanyaan dokter. Diam – diam, Drake bernapas lega. Elena terlihat baik – baik saja sejauh ini. Tapi, ia harus menunggu keterangan dari dokter. “Bisa kita bicara sebentar?” Dokter itu mengajak Drake berbincang di luar. Kate dan Carl giliran masuk untuk menemani Elena. “Kondisinya membaik dengan cepa
“Hei kau, kutu buku. Pergi sana! Kami tak mau bermain denganmu!” “Main saja dengan buku – bukumu itu!” “Anak aneh, hanya bisa diam dan belajar, belajar terus.” “Dasar miskin! Seragammu sampai kumal seperti itu, menjijikkan!” Serentetan kalimat itu biasa didengar olehnya. Hanya karena ia yang mencoba mendekati mereka dan berteman dengan mereka. Semua respons itu membuat menjaga jarak lebih jauh lagi dari teman – temannya. Jarak antara dunianya dan dunia mereka semakin menjauh. Semakin waktu berlalu, ia menikmati kesendiriannya. Semakin nyaman dengan jarak yang terbangun hari demi hari. Hingga suatu hari, seorang anak yang cantik, teman satu kelasnya hadir. “Hai, namamu Kate, ya? Kenapa sendirian di sini?” Kate menatap Elena dengan kesal. Gadis itu mengganggu kegiatan belajarnya. Lebih baik mencari teman dari pada terjebak di perpustakaan sepertinya saat ini. “Hai, kau melamun?” “Aku tidak tahu siapa kau. Tapi, jangan ganggu aku yang sedang belajar!” Dengan nada ketus Kate
“Syarat apa?” “Kau harus menutup matamu.” “Kenapa?” “Ya biar aku tidak malu.” “Lalu, bagaimana aku bisa membantumu mandi kalau mataku ditutup?” “Aku akan mengarahkan, lagi pula aku bisa mandi sendiri. Kau membantuku untuk persiapan dan setelahnya saja.” “Baiklah, aku mengerti. Kalai begitu mulai sekarang?” “Ya,” ucap Elena seraya turun dari ranjang. Ia mencari syal di lemari. Syal berwarna biru itu diambilnya. Ia berbalik ke arah Drake yang sudah berdiri di belakangnya. “Pakailah ini.” Pria itu menerima dengan malas. Ia menatap syal di tangannya seraya menghela napas. “Kau pakai air hangat, kan? Akan kusiapkan.” “Terima kasih.” Elena menatap isi lemarinya lagi. Memilih pakaian gantinya dan tentu saja pakaian dalamnya. Drake sudah selesai mengisi bathtube dengan air hangat, saat Elena selesai memilih. Mengikuti mantan istrinya itu ke dalam kamar mandi. Elena menata pakaian gantinya di wastafel bersama pakaian dalamnya. Ia melirik ke arah Drake yang tersenyum. “Eheem
“Jadi, bagaimana rasanya?” Kate menatap Elena dengan antusias. Wanita berambut pirang itu balik menatap dengan acuh. “Apanya?” “Diperlakukan seperti ratu oleh Tuan Muda Drake Graysen.” Kate cekikikan saat menggoda sahabatnya itu. Bola mata Elena memutar malas, Kate memang suka sekali menggodanya dengan candaan kekanak – kanakan. “Aku hanya ingin tanganku segera sembuh dan tak merepotkan siapa pun, Kate.” “Apa kau tidak berdebar saat dia membantumu.” Tangan Elena yang hendak meraih cangkir tehnya terhenti mendadak. Mengulas senyum saat menatap Kate yang memicingkan matanya. “Tidak juga. Wajar, kan kalau sesekali aku berdebar karena kami bukan suami istri. Dia hanya membantuku berpakaian dan makan. Lagi pula matanya juga tertutup syal.” “Oh, ya, sejak kemarin aku lupa menanyakannya. Kau yakin syalmu menutup dengan sempurna?” “Tentu saja. Kenapa?” “Tak apa, aku hanya iseng bertanya. Ya sudah kalau begitu.” Kate menikmati lagi minumannya. Tatapannya beralih ke tablet dan seri