Share

36. Ada yang Aneh

Penulis: Diganti Mawaddah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Aku tidak suka kebohongan, kamu tahu, kan?" nada menekan Risti tertuju lekat di netra milik Munos.

"Siapa yang berbohong sayang, itu maksudnya adalah milik keponakan mamah, sepupuku Nabila, tadi pagi aku mengantarkannya ke dokter kandungan." Munos beralasan tanpa berani menatap Risti.

Risti menatap lekat disana, sedikit ragu.

"Oke ... kita telpon Nabila sekarang ya." Munos memencet no hp Nabila sepupunya, sebuah kebetulan Nabila memang sedang hamil.

"Tidakk perluu, aku percaya," sahut Risti akhirnya.

"Hhhiiuuff...hampir saja." Munos berucap lega dalam hati, lalu melanjutkan fokus dengan riuh jalanan di ibu kota.

Mata Risti tak dapat terpejam, pikirannya melayang jauh, tak lama lagi ia akan melepas status jandanya namun masih ada yang mengganjal dengan perangai Munos hari ini, dan obat itu.

"hhhhmm ... entahlah aku harus benar percaya atau tidak." Risti memandang lemas benda pipih yang berlogo apel digigit, saat benda itu bergetar.

Ddrrtt..ddrrtt..

Karin.

"Bagi tips bagaimana agar bi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mencari Suami Bayaran   37. Kartu Undagan

    "Percayalah Mah, insya allah pilihanku sudah tepat, Mama tahukan aku mencintai Risti sudah lama dan sekarang saatnya aku memiliki dia." Munos menatap wajah ibunya penuh kesungguhan."Baiklah, jika itu keputusanmu." Bu Sundari menarik nafas panjang."Oh ya Mama hari ini akan ke Bandung, bertemu dengan orang percetakan yang akan membuat undangan untuk pernikahanmu."Baiklah Mah, aku percayakan semuanya pada Mama, aku yakin pilihan Mama terbaik dan Risti pasti tak menolak."Menjelang siang, Bu Sundari sampai di Bandung dan langsung menuju Athayya Advertising."Silahkan duduk Bu," ajak Bambang mempersilakan sambil menyunggingkan senyum.Bu Sundari membalas senyumannya."Saya Bambang, yang akan mengerjakan design undangan pesenan Ibu.""Saya memang request ke teman kamu, supaya kamu yang mengerjakannya, sesuai dengan rekomendasi yang diberikan teman-teman arisan saya." puji bu Sundari sambil tersenyum hangat."Wah, Alhamdulillah kalau teman-teman ibu puas dengan hasil kerja kami," sahut Ba

  • Mencari Suami Bayaran   38. Patah Hati

    Bambang dan Fani duduk di meja makan minimalis itu. Tampak Bambang hanya mengaduk-ngaduk teh yang dibuatkan oleh Fani."Hhmmm..jadi..apa yang akan kamu lakukan, Bang?" tanya Fani dengan suara sangat pelan."Tak ada, aku akan tetap membuat design undangan untuk Mbak Risti, anggap saja ini kado untuk mereka, apapun yang aku lakukan takkan mampu menghapus kesalahanku di masa lalu, dan aku tak ingin membuat Mbak Risti terluka lagi. Mungkin dia bisa bahagia bersama Munos," ucap Bambang datar tanpa ekspresi, matanya masih merah dan hidungnya sedikit berair. Seketika mata Bambang menatap wajah Fani yang pucat ada rasa kasihan tersirat di hatinya."Apakah kamu yakin takkan minta pertanggung jawaban Munos?" kali ini Bambang yang balik bertanya pada Fani. Wanita itu menggeleng dengan keras."Aku dan bayiku bisa mati Bang. Tidak-tidak! aku tak mau tahu lagi tentang dia, terserah dia mau apa!" cicit Fani dengan mata berair."Tapi bagaimana kamu menghidupi anak-anakmu tanpa seorang ayah? " "Enta

  • Mencari Suami Bayaran   39. Patah Hati 2

    Risti mengampiri Bambang dengan tenang, padahal jantungnya juga serasa maraton."Sudah lama?" tanyanya sambil menyunggingkan senyum manis."Mmm ... lumayan Mbak, saya kirain siapa, benar kata Lala dan Lulu Mbak tambah cantik tertutup hijab seperti ini," puji Bambang tulus.Wajah Risti merona, lalu cepat membuang wajahnya takut terlihat oleh Bambang."Saya dengar, Mbak, bulan depan akan menyusul Mbak Karin ya, selamat ya Mba, saya turut berbahagia." ekspresinya ditahan sedatar mungkin, matanya tak berani menatap Risti yang masih terpaku di depan Bambang."Saya sungguh menyesal akan masa lalu, seandainya bisa saya ulang kembali, tentu sekarang kita sudah bahagia." Raut wajah Bambang murung, penuh penyesalan."Yang lalu biarlah berlalu Bang, aku sudah lama memaafkanmu." ucap Risti tulus."Apakah saat ini, cinta itu masih ada buat saya?" entah apa yang membuat Bambang mengeluarkan pertanyaan yang membuat Risti mematung dan berkeringat, Risti meremas jarinya untuk menghindari kegugupannya.

  • Mencari Suami Bayaran   40. Masuk Rumah Sakit

    "Kamu yakin baik-baik saja, Fan? wajahmu terlihat sangat pucat." Bambang menatap khawatir wajah Fani."Aku baik-baik saja, jangan khawatirkan aku," lirihnya"Aku akan membuat teh sebentar." Fani mencoba bangkit dari kursi kerja, namun kepalanya berputar dan Fani kembali terduduk di kursinya."Susi, jika ada tamu bilang aku keluar sebentar," ucap Bambang saat melihat Susi yang tengah memperhatikan Bambang dan Fani.Bergegas Bambang memapah Fani masuk ke dalam mobil kijangnya untuk segera sampai ke rumah sakit terdekat."Semoga mereka baik-baik saja di sana," ucap Bambang sarat kekhawatiran lalu melihat ke arah perut Fani."Ya Allah beginilah dulu Risti saat aku tinggalkan, kesakitan dan lemah. Aku benar-benar suami tak berguna!" umpatnya dalam hati, sembari memperhatikan wajah Fani yang tertidur lelap sepanjang perjalanan.Tak perlu antri terlalu lama untuk mendapat giliran masuk ke ruangan dokter kandungan."Silahkan, istrinya langsung naikkan ke tempat tidur Pak," ucap ibu dokter.B

  • Mencari Suami Bayaran   41. CCTV

    Sepekan kemudian.Malam sebelum besoknya pesta pernikahan Risti dan Munos berlangsung. Bambang sudah berada di hotel tempat acara akan berlangsung. Tak tanggung-tanggung, Bu Sundari memberikan dua kamar suit untuk Bambang, Fani, dqn juga kedua adik kembarnya. Lala dan Lulu tentu saja gembira, walau tersirat rasa sedih, karena Risti akan menikah. "Kalau udah mau nikah gitu, bisa digagalin gak sih, Lu?" tanya Lala pada Lulu saat mereka sedang tidur. Bambang dan Fani masih berbincang di depan kamar hotel."Ngaco, kamu! Ya, gak mungkin. Emangnya sinetron," timpal Lulu sambil menggelengkan kepala."Kali aja, kayak di TV, bisa digagalkan," sahut Lala masih tak yakin dengan komentar Lulu."Udah bukan jodoh Mas Bambang. Sekarang kita berdoa, agar Mas Bambang diberikan jodoh yang tepat. Teh Annisa anaknya Ustadz Salman juga manis," kata Lulu sambil membayangkan rona teduh milik Teh Annisa."Iya, sama siapa aja sih yang penting perempuan dan solih, serta gak mata duitan kayak kita, ha ha ha...

  • Mencari Suami Bayaran   42. Terbongkar

    Dada bu Sundari berdebar, tangannya gemetar, kuat digenggamnya tangan suaminya, air dipelupuk matanya hampir tumpah, kekacauan yang sangat memalukan sudah dibuat oleh anak lelaki kebanggaannya. Tak kalah kecewa, terlihat jelas diraut wajah pemilik enam hotel mewah di Jakarta dan Australia Ahmad Karim ayah dari Munos. Lengannya mengepal, rahangya mengeras, dengan tajam ditatapnya laporan CCTV dan beberapa berkas, serta foto Munos bersama seorang wanita. Berulang-ulang Bu Sundari memutar video tersebut untuk memastikan siapa wanita yang sepertinya dia kenal.Terlihat seorang wanita berseragam resepsionis hotelnya rapi dan manis sambil membawa map bening. Mungkin berisi beberapa berkas penting, mengetuk ragu pintu kamar Munos. Setelah beberapa lama pintu terbuka Munos dalam keadaan mabuk, berbicara dengan seorang wanita itu di depan pintu kamarnya, terlihat Munos membentak wanita tersebut sehingga map berkas tadi jatuh berhamburan, saat wanita itu hendak membereskan kertas yang berantaka

  • Mencari Suami Bayaran   43. Dua Pasang Pengantin

    Suasana ballroom hotel mendadak riuh, tamu-tamu yang hadir kebingungan karena di pelaminan ada dua pasang pengantin yang harus mereka beri selamat. Ada yang menarik dari atas pelaminan sana, pasangan pengantin yang satu berwajah gembira dan selalu menyunggingkan senyumnya, sedangkan pada pasangan satunya yang lain berwajah ketat dan menyeramkan.“Akhirnya... Terima kasih sudah menerimaku kembali,” bisik Bambang di telinga Risti. Diikuti wajah Risti yang mendadak bersemu merah.“Setelah sekian tahun akhirnya kita bisa bersama lagi, meskipun dadakan,” Bambang tertawa kecil, merengkuh tubuh istrinya. “Terima kasih, aku mencintaimu,” bisik Bambang lagi. Risti memalingkan wajahnya yang bersemu tidak ada sahutan apa pun yang keluar dari mulutnya.“Kenapa istriku tidak menjawab, ya?” Bambang menyolek lengan Risti. Risti masih bersikap cuek pura-pura tidak mendengar. Sambil melanjutkan menyalami para tamu undangan satu per satu. Bambang tidak mau patah semangat. Mulutnya masih saja komat kami

  • Mencari Suami Bayaran   44. Malam Pengantin

    Fani masih terduduk di atas ranjang besar, suasana khas pengantin baru menyeruak ke seisi kamar yang sangat besar menurutnya. Setelah memutuskan mandi dan berganti pakaian, Fani hanya bisa menunggu pintu kamar itu. Ada yang mengetuk atau yang membuka, namun sampai pukul delapan malam tidak ada tanda-tanda seseorang akan masuk.“Sayang,” panggil Bu Sundari mertuanya.“Iya, Mah ” sahutnya buru-buru berjalan ke arah pintu lalu membukanya.“Wah... menantu Mamah sudah mandi, jadi kelihatan tambah seger dan cantik,” puji Bu Sundari tulus sambil menelisik Fani dari kepala hingga ujung kaki.Fani tersenyum menunduk malu. “Ayo kita makan dulu, Nak!” Bu Sundari menarik Fani keluar kamar tidurnya lalu berjalan bersama ke arah meja makan, di sana sudah ada Pak Karim, mertua lelakinya. Matanya tidak berani lancang memandang sekeliling karena takut bila tatapannya bertemu dengan mata elang Munos. Fani mengangguk hormat pada Pak Karim lalu menyunggingkan senyum manis.“Ayo, makan yang banyak, ya, F

Bab terbaru

  • Mencari Suami Bayaran   108. Akikah

    Pertemuan mengharu-biru antara si Mbok, Fani, dan Munos pun tidak terelakkan. Ditambah melihat cucunya tumbuh sehat, montok, dan tampan; Abi; cucu satu-satunya yang diurus Munos dan Fani dengan sangat baik dan penuh kasih sayang. Bu Darsih tidak bisa menahan air mata kerinduan sekaligus haru. Bu Sundari pun sama terharunya dengan anak menantunya. Bagi Bu Sundari, ibu dari Tiyan adalah keluarga, bukan orang lain. Bu Sundari tidak akan pernah bisa membalas kebaikan almarhum Tiyan dan ibunya yang sudah mau menerima Fani dahulu apa adanya. "Mbah jangan nangis," kata Abi yang kini sudah di pangkuan Bu Darsih. "Mbah nangis bukan karena sedih, tapi karena senang ketemu Abi dan adik kembar. Duh, pipi Abi kayak bakpao coklat. Makannya apa, Nak?" Bu Darsih mencium gemas pipi cucunya. "Minum susunya kuat sekali, Mbak. Ya ampun, nyedot botol terus, padahal udah mau sekolah." Bu Sundari menjawab sambil tersenyum. "Pantas saja pipinya gembul. Perutnya juga ndut. Aduh, Mbah senang sekali lihat

  • Mencari Suami Bayaran   107. Si Mbok

    Bu Darsih sudah sampai di Stasiun Gambir pukul delapan pagi. Perjalanan dari Malang menuju Jakarta memang memakan waktu kurang lebih tiga belas jam dengan kereta api. Semalam Bu Darsih berangkat dari Stasiun Malang Kota Lama pukul tujuh malam. Dengan dibantu jasa dua porter, Bu Darsih menurunkan semua barang bawaannya sampai di pintu keluar. Masing-masing porter diberikan uang tujuh puluh lima ribu rupiah oleh wanita itu, sengaja ia lebihkan karena porter stasiun yang mengangkut barangnya mungkin seumuran suaminya. Tidak tega ia memberikan pas ataupun menawar dengan harga sangat rendah, karena ia teringat akan suaminya yang juga bekerja hanya sebagai buruh. "Bu." Gadis berwajah manis menepuk pundak Bu Darsih dengan riang. "Ya ampun, kamu bikin kaget Ibu saja. Udah lama nunggu?""Nggak, Bu, baru sepuluh menit. Ibu udah sarapan belum?" tanya Hesti. "Belum.""Sama, Hesti juga belum, emang sengaja nunggu Ibu, biar ditraktir." Gadis itu menggandeng tangan Bu Darsih, lalu membawanya ke

  • Mencari Suami Bayaran   106. Nikmatnya Mengurus Bayi

    "Mama tadi bilang, Fani harus cukup istirahat. Jika si Kembar tidur, maka Fani juga harus tidur. Gak usah pedulikan bayi tua yang suka iseng gangguin. Biarkan ia berpuasa selama empat puluh hari, itu juga kalau beruntung. Bisa saja jadi buntung, saat nifasnya kamu menjadi enam puluh hari, ha ha ha.... "Bu Sundari berbalik badan dengan cepat. Ia tergelak dan tidak sanggup melihat wajah Munos yang pastinya sangat kesal dengan ocehan tidak jelasnya. "Mama mau lihat Abi dulu di kamarnya!" Seru Bu Sundari setelah kedua kakinya berada di luar kamar. Setelah pintu kamar tertutup rapat. Munos menghampiri Fani yang tengah memangku Fathia yang sudah pulas. Wajah Fathia sangat mirip dengan Munos, begitu juga Ibrahim. Tidak ada sedikit pun mengambil wajahnya yang biasa-biasa saja. Wajah anak kembarnya sedikit ke timur tengahan, persis bapak mereka. Lelaki itu duduk di samping Fani sambil memperhatikan wajah Fathia yang terlelap. "MasyaAllah, anak Bapak Munos kenapa cakep semua?" pria itu me

  • Mencari Suami Bayaran   105. Masa Nifas

    Kabar Fani yang sudah melahirkan sampai juga ke telinga si Mbok di kampung. Wanita paruh baya; ibu dari Tiyan. Si Mbok mendapatkan kabar itu dari orang tua Fani yang masih berhubungan baik dengan ibunya Tiyan itu. Bukan main senangnya si Mbok mendengar kabar Fani melahirkan anak kembar. Si Mbok bahkan pergi ke pemakaman Tiyan untuk menceritakan kabar gembira ini di pusara putra satu-satunya. Ia mengatakan akan pergi ke Jakarta untuk menjenguk Fani dan bayi kembarnya. "Bu, sudah, jangan nangis terus. Ini sudah bertahun-tahun berlalu, Ibu masih saja menangis saat di pusara Tiyan. Kasihan Tiyan, Bu. Ikhlaskan ya." "Iya, Pak, saya hanya terharu saja." Wanita yang biasa dipanggil si Mbok oleh Fani dan Tiyan itu bernama asli Darsih. Semenjak Fani kembali ke Jakarta dan menikah dengan Munos, Bu Darsih tinggal sendiri di kampung. Ditemani keponakannya. Namun setahun lalu, Bu Darsih yang masih berusia empat puluh delapan tahun ini dijodohkan dengan seorang duda anak tiga, untuk menemani ha

  • Mencari Suami Bayaran   104. Si Kembar

    Fani merapikan mukenanya setelah selesai sholat isya, malam ini suaminya lembur kemudian ia mengambil ponsel, melihat pesan masuk, apakah ada dari suaminya? Ternyata Munos baru saja mengirim pesan bahwa Munos baru akan pulang dari kantor, dan menanyakan pada Fani, mau dibelikan apa untuk oleh-oleh saat pulang.[Mau bapak saja.][Hahahaha..awas ya, Buu]Fani terkekeh membaca balasan pesan suaminya. Kehamilan ketiga ini dirasanya sangat berbeda. Tanpa ngidam berlebihan dan mual muntah juga yang biasa saja. Hanya seluruh tubuhnya, seakan tak rela jika berjauhan lama dengan suaminya. Kalau kata reader mah, bucin. Aah..ntah dari mana dimulainya perasaan bahagia ini, yang jelas dikehamilan ketiga ini, Fani merasa dipenuhi cinta dari kedua mertuanya, dari orangtuanya,khususnya sang suami yang bersiap siaga kapan pun mengabulkan keinginan dirinya. Fani tengah menemani Abi bermain lempar tangkap bola. Usia Abi yang sudah memasuki enam belas bulan, dan kandungan Fani sudah menginjak empat bula

  • Mencari Suami Bayaran   103. Malam Itu

    Wanita itu menggelengkan kepala dengan air mata yang bercucuran dengan sangat deras. Saat melihat celah lalai lelaki di depannya, Fani bermaksud berlari turun dari ranjang, tetapi dengan cepat Munos mencekal tangan Fani dan menghempaskannya kembali ke atas ranjang.Secepat itu juga Munos menindih tubuh lemah Fani dengan tubuh besarnya. Wanita itu semakin kalang-kabut ketakutan. Terus saja ia memukul badan Munos dengan kedua tangannya. Ingin sekali ia menendang lelaki bajungan ini, tetapi tidak bisa karena kedua kakinya terkunci.“Aku sangat menginginkanmu, Risti. Ayo, kita membuat anak,” bisik Munos yang sudah mencium leher Fani dengan rakus.“Pak, saya Fani, bukan Risti, tolong jangan apa-apakan saya,” rintih Fani penuh permohonan, tetapi sayang. Munos sudah gelap mata dan dengan garangnya ia merobek pakaian Fani, hingga menyisakan bra saja dan rok. Dengan gemas Munos mulai mencicipi tubuh wanita yang kesadarannya hampir hilang.“Jangan, Pak. Jangan!” terjadilah hal menyedihkan di

  • Mencari Suami Bayaran   102. Karyawan Bag. 2

    Fani menjadi salah satu karyawan yang sangat beruntung. Dari delapan orang pelamar yang ditraining, Fani diterima sebagai karyawan kontrak. Ada tiga orang yang terpilih. Yaitu dirinya, Samuel, dan juga Seli. Fani betugas di bagian resepsionis dan dua teman lainnya di bagian yang lain. Semakin hari, semakin baik Fani belajar menjadi seorang resepsionis yang professional dan cekatan. Dia juga semakin mahir berdandan dengan make up tipis, tetapi tetap anggun dengan sanggul cantik setiap harinya. Tutur bahasanya juga semakin halus, berikut kemampuan bahasa Inggrisnya. Saat ini Fani memilih kembali ngekos di dekat hotel. Hanya perlu berjalan kaki sepuluh menit dari rumah kosnya menuju hotel. Walau biaaya kos cukup tinggi karena berada di pusat kota, tetapi itu lebih baik daripada ia harus pulang pergi. Jika dapat shift malam, maka akan sangat kerepotan jadinya.Seperti malam ini, ia kebagian jaga dari pukul delapan malam sampai pukul tujuh pagi. Ritme kerja yang baru ia lakoni ini, mema

  • Mencari Suami Bayaran   101. Karyawan

    Fani mengembuskan napas lega. Membuka mulutnya begitu lebar, agar mendapat asupan oksigen yang cukup banyak. Bukannya simpati, Ratih, Andra, dan Mas Rahman malah menertawakannya saat ditegur tadi.“Awas loh, Fan. Kamu udah ditandai. Sayang aja Pak Munos udah mau nikah. Kalau tidak, kamu bisa mencoba menggodanya,” ujar Mbak Ratih sambil terkekeh geli.“Ish, walau saya jelek. Pak Munos bukan tipe saya, Mbak. Saya sukanya tipe lelaki lemah lembut, kayak tempe mondoan,” balas Fani dengan tawa renyahnya.Tepat pukul delapan malam, ia sudah kembali lagi berada di atas motor ojek online. Sepanjang jalan, ia terus saja memikirkan hari pertama bekerja yang sungguh sangat luar biasa. Semoga training sepekan yang ia ikuti ini bisa memberikan hasil yang baik untuknya dan juga keluarganya.Tak sabar rasanya menunggu esok. Hari kedua mencoba tutorial make up yang sudah diajarkan Mbak Andra padanya. Tiba di rumah lampu ruang depan sudah padam. Itu tandanya bapak, ibu, dan adiknya sudah tidur. Su

  • Mencari Suami Bayaran   100. Awal Mula (Bagian 2)

    Fani berdiri dengan sangat tegang di samping resepsionis senior yang berjaga saat ini. Semua kejadian di awal pagi tadi, sukses membuatnya tak bersemangat dan sangat canggung saat diwawancara tadi. Namun, dia harus mencoba berhusnudzon, bahwa hal seperti tadi hanyalah sebuah ujian sebelum ia benar-benar terjun bekerja di sini. Satu hal yang harus selalu ia ingat, bahwa jangan sampai ia mengulangi kesalahan yang sama. Tidak boleh ceroboh dan satu lagi yang harus ia ingat. Lelaki yang memarahinya di depan hotel dan yang ia tabrak tubuhnya tadi pagi adalah bos pemilik hotel yang bernama Munos karim. Semoga lelaki itu tidak mengingat wajahnya. Fani bermonolog sambil memandang lalu-lalang orang yang keluar masuk hotel.“Fani, senyumnya jangan kaku, seperti menahan buang air. Kenapa jadi seperti ngeden gitu senyumnya?” tegur Ratih;resepsionis yang berdiri di sampingnya.“Eh, iya Mbak Ratih. Saya akan coba tersenyum manis,” jawab Fani dengan tak enak hati.“Nih, anggap saja tamu yang ber

DMCA.com Protection Status