Malam beranjak larut, hening dan senyap, hanya detak jarum jam, nyanyian jangkrik, dan suara ketikan dari jari jemari gagah milik Bambang. Saat ini Bambang sedang mengerjakan proyek apartemen baik itu design brosur, pamflet, dan banyak lainnya. Malam ini Bambang lembur dan masih lanjut mengerjakannya di rumah. Selain itu tugas kuliahnya juga sudah memanggil-manggil hendak dibelai."Maass, udah dulu ngetiknya, besok lagi." Risti berkata halus."Sedikit lagi Yang." balasnya.Risti merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk sambil memandangi wajah serius Bambang di depan laptop. "Betapa aku mencintai suamiku Ya Allah, aku mohon jaga dia untukku, ampuni aku yang memulai semua ini dengan kebohongan," bisik Risti dalam hati tak terasa air matanya luruh.Bambang menoleh ke arah Risti."Sayaang, kamu kenapa?" Bambang menutup laptopnya lalu menghampiri Risti."Eh, ga papa Mas, cuma agak lelah aja hari ini, meeting sampe tiga tempat," ucapnya beralasan."Lelah kok nangis?" Bambang masih tak perc
"Ris, bener lu gak papa?" tanya Karin khawatir sesaat, setelah Risti sadar dari pingsannya."Iya Rin, gue ga papa cuma ingin langsung pulang aja tidur.""Ya udah kita langsung balik aja Mas Edward,"perintah Karin kepada Edward. Saat ini mereka telah berada di tol menuju rumah Risti."Teteh ...." panggil Lala heran melihat Risti masih sore sudah pulang dengan wajah yang pucat.Risti meletakkan tasnya di sofa lalu duduk bersandar, dirasakannya seluruh badannya ngilu dan lelah yang teramat sangat."Teteh sakit?" tanya Lala'Iya sayang, sedikit pusing, teteh minta tolong panggilkan Bik Sumi buatkan teteh teh manis hangat dengan sedikit gula.""Biar Lala yang buatkan untuk teteh ya." Lala beranjak menuju dapur."Ini Teh minum dulu." Lala kembali dari dapur dengan membawa secangkir teh hangat untuk Risti."Mau Lulu pijat kakinya teh?""Ga papa sayang, teteh mau tidur aja, kalian lanjutkan saja mainnya."Risti tertidur di sofa.Tepat pukul tujuh malam Bambang pulang dengan wajah ceria, dilih
"Kenapa Dok?" Karin semakin tak sabar.Bu Risti sepertinya hamil"Deg..."Tebakan gue bener" gumam Karin."Begitu beliau sadar, sebaiknya segera periksa air seni dengan ini." Dokter memberikan alat deteksi kehamilan."Baik Dok, terima kasih banyak" Karin mengantarkan dokter Irwan keluar ruangan."Karin ... ya ampun gue pingsan lagi ya." Risti tersadar dan menatap Karin sedang tersenyum ke arahnya."Nih.." Karin menyerahkan testpack"Buat apaan testpack?" Risti masih bingung."Udah cepat sana periksa, tadi dokter Irwan bilang gitu." Karin memaksa Risti masuk ke kamar mandi yang berada di dalam ruangannya."Mmmhh ... apa iya aku hamil?" gumam Risti dalam hati sambil menunggu munculnya garis di sana."Hhhaaa!" Risti terperangah menutup mulutnya dengan tangannya."Alhamdulillah ya Allah." Risti tersenyum bahagia, segera ia keluar kamar mandi hendak memberitahukan Karin."Gimana?" Karin penasaran"Garisnya dua Rin." Risti tersenyum bahagia."Alhamdulillah,selamat my bos,mmmuuaaahh..." deng
"Ya Allah apa yang sudah kukatakan, Astaghfirullah ... Astaghfirullah." Bambang berada di lift menuju lantai dasar tempat parkir motor, dengan hati gusar, air mata sudah menggenang dipelupuk mata, "Ya Allah ... Ya Allah ...." Bambang tersedu, merasakan dadanya seperti terhimpit batu besar.Karin dan dibantu beberapa staf Risti mengangkat tubuh lemah Risti masuk ke ruangan. Karin sangat khawatir dengan keadaan Risti. Setelah beberapa saat Risti kembali sadar."Karin, apa lo dengar yang dikatakan Bambang tadi?" ucapnya lirih dengan air mata yang sudah merembes dikedua pipinya.Karin mengangguk. "Sabar ya Ris." Karin mendekati bos sekaligus sahabatnya itu lalu dipeluknya erat."Hiks ... Hiks ... aku yang salah Rin, aku yang salah, aku menyesal, hiks ...." Risti merutuki dirinya sendiri, suara tangisannya semakin kencang.Karin, masih memeluk erat Risti, dibiarkannya Risti menumpahkan air mata sepuasnya."Hai, bos gue yang gue tahu, lu wanita kuat, jangan begini, kasian kandungan lu." Kar
Sementara itu, di rumah Risti tepatnya di dalam kamarnya, Risti sedang tersedu, dadanya terasa sakit saat memandangi rak pakaian suaminya."Huuaaaa....huuaaa...." tangisnya dengan kencang."Nyonyaaa.....Nyonyaaa...."Tokk..took...Bik Sumi masih terus mengetok pintu kamar Risti khawatir sesuatu terjadi pada Risti.Karin yang baru tiba di rumah Risti kaget melihat wajah panik Bik Sumi yang sedang menggedor-gedor pintu kamar Risti."Mbak Karin, itu ... Nyonyaa nangisnya kenceng banget." Bik Sumi panik."Risti.....bukaa...ini gue Karin!" panggil Karin."Risti...Ya Allah...istighfar Ris.." Karin masih bicara dibalik pintu suara tangis Risti masih terdengar kencang."Inget kandungan lu Ris, plis." Karin memohon air matanya juga hampir tumpah."Apaa Mbak? Nyonya lagi hamil?" Bik Sumi memastikan."Iya Bik, Risti sedang hamil dan kandungannya lemah, dia ga boleh stres," jelas Karin masih terus mengetok pintu kamar."Ya Allah, kasian Nyonya ..." Bik Sumi memandang lesu ke arah pintu."Tuan sud
Bambang menghembuskan nafas kasar, pikirannya mengawang-awang, teringat akan wajah cantik istrinya yang tiga bulan lalu baru saja ditalaknya.Yah sudah tiga bulan ini Bambang tinggal di Tasikmalaya, kota kelahiran orangtuanya, di sini Bambang membantu pamannya berkebun. Tampak matahari akan segera tenggelam, Bambang mengusap peluh yang menetes dengan handuk kecil yang sudah lusuh, beranjak pergi dari gubuk kecil tempatnya melepas penat setelah berkebun.Disusurinya jalan rerumputan dengan perlahan, matanya menatap langit yang sebentar lagi berwarna gelap. Entah kenapa hari ini terasa begitu melelahkan bagi Bambang, dadanya sesak mengingat istrinya yang sangat dia rindukan, namun rasa itu tertutupi rasa ego seorang lelaki yang merasa telah benar-benar dibohongi selama ini.Setelah berjalan lebih kurang lima belas menit sampailah Bambang di jalan raya pedesaannya, tampak lalu lalang orang cukup ramai, tampak juga beberapa pedagang berseliweran disana."Maaf Mang," sapa Bambang pada peda
"Ris," panggil Karin lembut sambil menatap wajah pucat Risti yang sudah tiga bulan ini belum berubah warna. Ini tepatnya tiga hari sudah Risti dirawat di sebuah rumah sakit dikarena mual dan muntah-muntah yang berlebihan di trisemester awal kehamilan Risti.Risti menoleh wajah sahabatnya."Apa lo sudah dapat kabar Bambang di mana?" tanya Risti lirih.Karin menggeleng lesu."Gue rindu hiks ...." tangis pilu Risti terdengar di dalam ruangan perawatannya."Ck, gue udh tanya pihak sekolah kembar juga, hasilnya sama, mereka bilang alasan pribadi tidak bisa menyebutkan dimana kembar pindah sekolah." terang Karin lesu"Ish, kenapa gue bisa bodoh banget gini jatuh cinta sama lelaki seperti Bambang." Risti masih terisak pelan."Kita ga pernah tau kapan cinta itu datang dan pergi dalam hidup kita Ris, lu harus sabar, Bambang masih muda, egonya tinggi, ternyata kesalahan lu diawal sudah melukai harga dirinya sebagai lelaki, dan lu harus terima itu sebagai konsekuensi, membiarkannya tenang untuk
Bau menyengat dari ruang operasi sangat membuat Bambang frustasi, dadanya sesak tak tertahan, air mata sudah mengering di pipinya seakan tak mampu lagi untuk mengeluarkannya. "Ya Allah apakah ini yang harus aku terima untuk menghapus semua dosaku kepada istri dan anakku," gumamnya lirih dalam hati.Sudah dua jam lebih Risti di dalam ruangan operasi, Bambang gelisah mondar-mandir di depan ruang operasi, sedangkan Karin dan Edward duduk dengan wajah beku. Rizal menghampiri setelah mengantarkan kembali ayahnya ke rumah."Sabar ya Bro, semoga anak dan istri lo bisa bertahan," ucap Rizal lemah sambil menepuk pundak Bambang menenangkan."Gue yang salah Zal, gue bukan suami dan ayah yang baik, gue..." Bambang kembali terisak tak sanggup melanjutkan kata-katanya, dipeluknya tubuh Rizal meminta kekuatan.Karin menetap Bambang dengan tatapan kasihan, dia tahu bahwa saat ini Bambang sangat menyesal atas perbuatannya.Klleeeekkk....Pintu kamar operasi terbuka. Bambang, Karin, Rizal juga Edward m