Ayahku segera menyapa, "Pak Taufan! Sudah lama nggak berjumpa!"Sapaan hangatnya itu memecahkan keheningan.Taufan juga tersenyum dan berkata dengan hangat, "Paman, sudah lama tak bertemu. Akhir-akhir ini aku sibuk dan nggak sempat menemui Paman! Bagaimana kondisi Paman?""Kakek, Paman memberiku hadiah yang luar biasa dan dia juga akan merayakan ulang tahun Adele!" Adele sangat senang, tetapi aku terlihat sangat malu. Dasar anak nakal!"Benarkah?" Ayahku tersenyum tulus. Aku benar-benar terkejut, sejak kapan dia jago akting?"Ya!" Adele tertawa dan bertanya pada Taufan, "Ya kan, Paman?""Ya! Paman janji sudah pada Adele, Paman nggak akan mengingkari!" Taufan banyak berbicara hari ini.Aku segera menarik Adele dan berkata, "Kalau begitu, cepat turun dan ganti baju bersama ibu!"Adele takut Taufan akan melarikan diri, jadi dia melingkarkan lengannya di leher Taufan dan berkata, "Aku mau Paman yang membantuku ganti baju!"Aku benar-benar tidak bisa mengatakan apa pun. Sejak kapan kedua or
Begitu kata-kata tersebut keluar dari mulutku, aku hampir menggigit lidahku sendiri. Bukan karena menyesal, tetapi aku merasa begitu luar biasa.Benar saja. Taufan menatapku sambil tersenyum. Namun, menurutku senyuman itu pasti mengandung permusuhan.“Omongan macam apa itu? Sebaiknya kamu pergi mengantarnya. Pak Taufan juga sudah minum. Dia nggak boleh mengemudi,” kata ayahku.“Oh,” jawabku sambil berdiri. “Oke.”Di dalam mobil, Taufan berkata kepadaku, “Pergi ke Asterik Tower.”Aku langsung merasa kecewa di dalam hati. Asterik Tower jauh lebih dekat dibanding Taman Adaline. Namun, aku tidak tahu kenapa dia tidak kembali ke Taman Adaline.Pertanyaan ini baru saja muncul di benakku, tetapi sepertinya Taufan bisa membaca pikiranku. “Taman Adaline terlalu jauh. Aku khawatir kalau kamu pulang sendirian.”Mendengar kata-kata Taufan, aku tidak tahu apakah aku harus merasa senang atau berterima kasih kepadanya.Apakah aku bisa menganggap jika dia peduli padaku?Aku hanya diam saja di sepanjan
Taufan menatapku, tetapi tidak menjawab pertanyaanku.“Benar itu kamu? Kenapa kamu nggak masuk? Bagaimana kamu melewatkan liburan ini? Kamu di luar negeri atau di Reva? Apa kamu sendirian?” Pertanyaanku bagaikan rentetan peluru.“Kamu baru ingat untuk menanyakannya. Apa kamu nggak merasa kalau pertanyaanmu itu sudah agak terlambat?” Nada bicara Taufan terdengar agak marah.Suasana hatiku langsung menjadi buruk dalam sekejap. Air mataku mengalir. “Siapa yang menyuruhmu untuk menyebarkan gosip ke mana-mana? Bagaimana aku bisa tahu mana yang benar dan mana yang salah? Sebentar ada Alina, sebentar lagi ada Yvonne. Aku tahu, masih akan ada banyak Alina dan Yvonne yang lain. Aku nggak peduli sama kekayaanmu yang melimpah itu. Tapi, aku nggak suka sama pria yang suka main-main dengan wanita, ‘kan?”Sepertinya, akhirnya aku bisa menemukan cara untuk melampiaskan kemarahanku. Aku tidak peduli dengan akibatnya. Aku menumpahkan semua kekesalanku dan mencaci maki Taufan tanpa takut.“Aku sudah cuk
Aku mengedarkan pandanganku dari dalam mobil. Namun, aku tidak melihat ada sesuatu yang aneh. Hanya saja, perasaan itu begitu kuat.Lantaran berpikir demikian di dalam hati, aku pun buru-buru tancap gas dan melaju pergi.Sesampainya di rumah, orang tuaku masih menonton televisi di ruang tamu. Aku tahu, mereka pasti sedang menungguku kembali.“Kamu sudah mengantarnya sampai ke rumah?” tanya ibuku.“Hmm,” jawabku dengan asal-asalan. Kemudian, aku mengganti sepatu dan masuk ke dalam. “Kenapa pada belum tidur?”Baru pada saat itulah ayahku berdiri dan meregangkan tubuhnya. “Sekarang aku mau tidur. Kamu sudah pulang. Dengan begini rasanya lebih tenang.”“Pak Taufan ini benar-benar sangat baik pada Adele.” Ibuku mengambil kesempatan untuk angkat bicara. “Aku nggak menyangka gadis kecil itu akan lengket sama Pak Taufan.”“Pak Taufan sendiri juga cukup kesepian. Orang tuanya sudah meninggal. Sanak saudaranya nggak banyak. Mungkin dia merindukan suasana kekeluargaan seperti di rumah kita ini.”
Setelah menutup telepon dan melihat jam, aku pun buru-buru bangun, mandi, dan turun ke bawah. Ternyata Adele sudah diantar ke sekolah.Saat aku ingin makan, Shea meneleponku. Dia mengatakan kepadaku jika Susan Sadie sedang menungguku di kantor. Mendengar hal tersebut, aku buru-buru memberi tahu Shea bahwa aku akan segera ke sana.Aku mengambil tasku dan berjalan keluar. Tepat pada saat itu, ibuku kembali dari mengantar Adele sekaligus pergi ke pasar.Ibuku bertanya kepadaku begitu melihatku keluar rumah. “Kamu sudah makan?”“Aku belum makan. Nanti saja aku makan di kantor. Kebetulan ada klien yang datang. Aku akan makan bersamanya.” Setelah berkata seperti itu, aku buru-buru meninggalkan rumah.Aku bergegas pergi ke kantor. Benar saja. Susan sedang menunggu di ruanganku. Dia sedang mengobrol dengan Shea. Begitu aku masuk, dia buru-buru berdiri dan menyapaku dengan gugup, “Bu Maya.”Sambil berjalan masuk, aku bertanya kepadanya sambil tersenyum, “Sudah menunggu lama, ya? Kemarin hari ul
Aku dan Susan saling berpandangan untuk sesaat. Susan juga mendengar nada sinis dalam ucapan Manuela. Susan lalu bertanya dengan lembut, “Siapa dia?”Aku menatap Susan dan tertawa pelan. Jelas jika Susan tidak mengenal Manuela. Hal ini juga menunjukkan bahwa pada hari di mana Manuela mengacaukan kontrak kami, Manuela selalu berada di belakang layar. Manuela bahkan tidak pernah menunjukkan wajahnya. Jika tidak, Susan pasti akan tahu siapa wanita itu.Itu sebabnya, aku berbisik kepada Susan, “Kamu mungkin belum tahu. Dialah si pembuat onar yang sudah merusak rencana kita.”Susan langsung mengerutkan kening dan menatapku. Dia tidak mengerti apa maksudku.Aku langsung menjelaskan pada Susan, “Dialah orang yang mengenal istri bos kalian. Dia juga orang dibalik layar yang sudah membantu istri bos kalian dan membuat kita kehilangan kesempatan bagus untuk bekerja sama.”Susan pun langsung mengerti. Matanya membelalak dan dia menunjuk Manuela. “Dia? Memangnya dia itu siapa? Kenapa bisa begitu s
Kata-kataku ini mengejutkan semua orang, terutama Manuela. Dia mungkin tidak akan menyangka jika aku berani membuat masalah.Tiba-tiba saja, Manuela menghentikan apa yang sedang dilakukannya dan menatapku dengan tajam. Namun, dia tidak mengatakan apa pun. Dia hanya diam menyaksikan pertengkaran antara aku dan gadis kecil itu.Resepsionis yang pertama kali menyambutku buru-buru mendekatiku sambil tersenyum. “Jangan khawatir, Nona. Aku akan segera memeriksa berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan untuk masuk ke ruangan.”“Aku nggak terburu-buru. Santai saja. Semua orang bisa menunggu, aku pun juga bisa menunggu. Di mana pun aku berada, aku akan mengikuti aturan di tempat itu. Semua orang sedang menunggu. Pasti ada yang datang duluan dan ada yang datang belakangan. Yang duluan datang yang dilayani. Bisa-bisanya bilang ada perbedaan tingkatan. Bukankah itu nggak pantas namanya!”Aku sengaja memprovokasi massa untuk saling menyerang dan memancing kemarahan semua orang. Lagi pula, bukan hanya
Aku menyeruput tehku dengan tenang sambil menatap Manuela. Aku sama sekali tidak menghindari tatapan matanya dan malah tersenyum kepadanya. Aku sengaja menunjukkan pada Manuela jika aku sama sekali tidak peduli.Wajah Manuela tampak makin dingin. Dia terlihat seperti ingin mencabik-cabikku dengan tatapan matanya.Aku merasa geli. Orang ini benar-benar agresif. Aku tidak mengerti kenapa Gilbert bisa jatuh cinta pada wanita yang menyebalkan seperti ini. Pantas saja Gilbert mengatakan jika harus ada seseorang yang bisa menyembuhkan sikap angkuh Manuela ini.Tiba-tiba saja aku mengerti kenapa Gilbert ingin menyembunyikan asetnya. Mungkin Gilbert sudah lama merasa jika hubungannya dengan Manuela tidak akan bertahan lama. Mereka tidak akan menjadi pasangan yang berbagi suka dan duka untuk waktu yang lama. Itu sebabnya Gilbert sudah mulai menyembunyikan hartanya. Dia pasti sedang membuat semacam persiapan.Tak lama kemudian, seorang wanita dengan setelan jas hitam keluar dari dalam. Posturnya