Aku tidak menyangka, jika Bu Sari malah termakan dengan ucapan Wati. Ternyata para tetanggaku menyangka, kalau aku telah dzalim terhadap menantuku. Padahal kenyataannya adalah sebaliknya, menantuku lah yang telah berbuat dzalim kepadaku."Sudahlah Bu Reni, Ibu nggak usah memasang wajah tak bersalah seperti itu karena aku juga tidak akan pernah percaya terhadap Ibu!" ujanya, kemudian ia berbalik memerintah Wati. "Wati, ayo sana kamu segera makan biar kamu tidak sakit!""Iya, Bu, terima kasih ya. Ya sudah, kalau begitu aku permisi ya, Bu. Aku makan dulu, sudah laper banget soalnya," kata Wati."Iya, Wati, silakan. Ibu juga mau pamit, soalnya masih banyak juga yang belum dibagi. Ya sudah kamu hati-hati saja ya, Nak, Ibu permisi, assalamualaikum," pamit Bu Sari, yang hanya ditujukan untuk Wati.Kemudian kami berdua menjawab salam, lalu Bu Sari pergi dari hadapan kami. Aku juga segera menutup pintu, kemudian berniat membawa kotak makanan milikku tersebut untuk di simpan ke dapur. "Mau d
"Lho ... kok kamu bisa tau sih, Nak! Bukankah tadi saat kejadian kamu tidak ada di rumah," tanyaku sambil menatap heran kepada anakku."Ya bisa dong, Bu, sebab Reno menyimpan CCTV di rumah ini. Reno menyimpannya Ditempat aman, serta tidak akan ada satu orang pun yang mengiranya," sahut Reno.Aku merasa kaget, saat Reno bilang demikian. Kenapa bisa aku tidak tahu tentang semua ini, padahal aku tidak pernah keluar dari rumah ini."Lho kok bisa, sejak kapan kamu memasang CCTV-nya, kok Ibu tidak pernah diberitau," tanyaku."Reno sengaja kok tidak memberitahu, Ibu, biar menjadi surprise," ujarnya sambil tersenyum. "Lagian CCTV model sekarang itu simpel, lho Bu, serta sudah banyak juga kemajuannya. Jadi tidak membuat orang menjadi curiga, kalau kita memasang CCTV," terang Reno, sambil memberikan handphone-nya, yang sedang memutar vidio saat aku dianiaya Wati.Aku baru tahu, jika Reno memasang CCTV di rumah, hingga ia bisa mengetahui perlakuan Kakak iparnya tersebut."Alhamdulillah, kalau m
Ia berkata dengan penuh emosi, saat mendengar penjelasanku tersebut."Iya, Nak, kamu hati-hati di jalan ya! Ibu nggak tau akan seperti apa, kalau sampai tidak ada kamu, Nak." "Iya, Bu, Ibu tenang saja, pokoknya aku akan selalu menjaga dan membela Ibu. Apalagi Ibu memang tidak bersalah sama sekali," ujarnya.Setelah itu Roni pun pergi untuk membeli obat serta makan untukku. Anak bungsuku memang sholeh dan perhatian semoga dia selalu diberi kelimpahan rezeki, serta urusannya juga selalu dilancarkan. Semoga juga Roni segera dibukakan mata hatinya, supaya bisa melihat mana yang salah dan mana yang benar, sehingga tidak selalu membela istrinya yang jahat.Sekitar sepuluh menit serelah kepergian Reno, terdengar Roni dan Wati datang. Aku pun mengabaikannya saja, tidak aku beritahu anak sulungku itu, kalau aku sedang sakit saat ini. Karena percuma juga aku bilang, yang ada nanti aku yang malah akan sakit hati, jika kata-kata kasar anakku. Apalagi jika di panas-panasi oleh istrinya, yang mema
"Lho, Mbak, kok kamu marah sih! Seharusnya aku yang marah sama kamu, sebab kamu selalu menyalahkan Ibuku dalam setiap hal. Padahal aku tau, kalau apa yang kamu katakan itu justru sebaliknya. Bahkan kamu menuduh Ibuku yang mengambil nasi berkat milikmu, padahal kamu sendiri yang merampas nasi milik Ibuku. Karena ketamakan kamu, Mbak, hingga Ibu tidak bisa makan siang dan asam lambung Ibuku naik. Ibu sampai sakit begini juga karena ulah kamu, Mbak," bentak Reno, ia sampai menunjuk-nunjuk wajah Wati.Wajah Wati langsung berubah drastis menjadi merah padam, apalagi ia memilki kulit putih jadi begitu ketara perubahannya."Bahkan tadi kamu bilang, kalau yang mengerjakan pekerjaan rumah ini kamu. Sedangkan Ibuku hanya bermalas-malasan saja, padahal kamu sendiri yang malas, mencuci pakaian sendiri saja kamu tidak mau. Apalagi untuk membersihkan rumah ini, itu merupakan sesuatu yang mustahil! Aku juga tau, kalau kamu selalu curhat di media sosial. Kamu selalu bilang, jika Ibuku selalu mendzol
"Kamu itu apa-apaan sih, Reno, sampai menyuruh aku sadar segala? Memangnya aku hilang ingatan apa, atau sedang pingsan? Aku ini sadar, Reno, justru kamu yang harus sadar karena ngomongnya jangan ngelantur." Roni malah membalikan ucapan kepada Reno, ia tidak terima saat Reno berusaha menyadarkannya"Tuh kan Mas, kamu lihat sendiri kan, kalau adikmu juga tidak menyukaiku! Adik sama Ibumu sama-sama membenciku, bahkan mereka berdua ingin menyingkirkan aku dari kehidupanmu. Mereka itu tidak suka, jika melihat kita hidup bahagia, Mas," tuding Wati.Wati malah membolak-balikkan fakta, ia menuduh aku dan Reno ingin merusak kehidupan rumah tangga mereka berdua."Wati, apa maksud ucapan kamu? Ibu dan Reno tidak pernah mau merusak kebahagiaan kalian, tetapi apa yang dikatakan Reno itu memang benar, kalau kamulah yang telah mendzolimi Ibu, bukannya Ibu yang mendzolimi kamu.""Ibuku kok ngotot banget sih, mengatakan kalau aku mendzolimi Ibu, justru Ibu yang selalu mendzolimi aku! Lagian kamu punya
Wati pun menerima handphone yang diberikan Roni kepadanya, dengan raut wajah yang sulit diartikan. Kemudian dia pun melihat rekaman yang ada di handphone Reno. Setelah melihat apa yang ada di sana, raut wajahnya pun berubah menjadi pucat pasi, seperti tidak ada darah yang mengalir ke wajahnya."Mas, aku harap kamu jangan percaya dengan rekaman ini. Ini hanya rekaman yang sengaja diedit oleh Reno," sanggahnya."Diedit apaan sih, Mbak? Sudah jelas-jelas di sana tertera, tanggal dan waktu kejadian rekaman tersebut. Kamu tidak usah berbohong lagi deh, Mbak! Lebih baik kamu mengakui, apa yang sudah kamu lakukan terhadap Ibu? Sudah jelas-jelas ada buktinya, masih aja mengelak," bentak Reno."Aku memang bodoh, Reno, bisa-bisanya aku percaya dengan wanita berhati busuk seperti ini. Kalau saja aku tidak melihat semua ini, mungkin aku juga tidak akan pernah mempercayainya. Mungkin aku akan tetap menyangka, kalau Ibuku yang bersalah," ujar Roni lemah, serta dengan mata yang berkaca-kaca.Raut w
"Iya, Reno, aku juga tidak mengerti dengan jalan pikirannya. Padahal dia ini sarjana lho, Ren, tapi kenapa pikirannya kolot banget ya. Sampai-sampai ia tega berbuat jahat duluan karena takut dijadikan menantu yang terdzolimi seperti ucapannya itu," ujar Roni sambil memijit keningnya sendiri. "Bener, Mas, kelakuan Mbak Wati memang diluar nalar orang sehat," sahut Reno.Memang apa yang dikatakan oleh kedua anakku tidaklah salah, Wati memang begitu keterlaluan."Mas, aku melakukan semua itu kan ada alasannya, malah semuanya sudah aku jelaskan sama kamu." Wati membela diri."Tapi apapun alasannya, aku tidak mau tau, Wati. Yang jelas sekarang aku ingin kamu minta maaf sama Ibu. Kamu juga harus merubah sikap, harus sopan, serta hormat terhadap Ibuku. Aku ingin kamu menganggap, kalau Ibu itu sama seperti Ibu kamu sendiri. Ibu yang selalu kamu hormati selama ini. Kalau sampai kamu tidak mau melakukan apa yang aku mau, maka lebih baik kita berpisah. Karena untuk apa hidup bersama, jika meman
"I-iya, Mas," ucap Wati terbata.Setelah itu Wati pun menghampiriku, kemudian ia meminta maaf kepadaku. Ia meminta maaf, sambil meneteskan air mata sampai tersedu-sedu. Sepertinya ia sangat menyesal, atau ia memang benar-benar sudah insyaf dengan apa yang dilakukannya. Ia bahkan berjanji akan merubah sifatnya tersebut dan akan membantuku mengerjakan pekerjaan rumah, seperti menantu dan mertua pada umumnya. Tapi aku juga tidak tahu, apakah ucapannya itu tulus dari dalam hatinya atau hanya di saat ada Roni saja.Tapi aku pun merasa senang, kalau memang Wati ingin menjadi menantu yang baik. Aku akan menerima dia dengan lapang dada, walaupun dia pernah menyakitiku. Aku akan memaafkan kesalahannya karena manusia memang tidak luput dari salah dan juga khilaf. "Sudahlah, Wati, Ibu sudah memaafkan kamu kok. Tapi kamu harus benar-benar merubah sifat kamu ya, sebab sebaik-baiknya manusia, yaitu orang yang mau berubah menjadi lebih baik lagi. Nanti kalau kamu benar-benar sudah merubah sifat