Ia berkata dengan penuh emosi, saat mendengar penjelasanku tersebut."Iya, Nak, kamu hati-hati di jalan ya! Ibu nggak tau akan seperti apa, kalau sampai tidak ada kamu, Nak." "Iya, Bu, Ibu tenang saja, pokoknya aku akan selalu menjaga dan membela Ibu. Apalagi Ibu memang tidak bersalah sama sekali," ujarnya.Setelah itu Roni pun pergi untuk membeli obat serta makan untukku. Anak bungsuku memang sholeh dan perhatian semoga dia selalu diberi kelimpahan rezeki, serta urusannya juga selalu dilancarkan. Semoga juga Roni segera dibukakan mata hatinya, supaya bisa melihat mana yang salah dan mana yang benar, sehingga tidak selalu membela istrinya yang jahat.Sekitar sepuluh menit serelah kepergian Reno, terdengar Roni dan Wati datang. Aku pun mengabaikannya saja, tidak aku beritahu anak sulungku itu, kalau aku sedang sakit saat ini. Karena percuma juga aku bilang, yang ada nanti aku yang malah akan sakit hati, jika kata-kata kasar anakku. Apalagi jika di panas-panasi oleh istrinya, yang mema
"Lho, Mbak, kok kamu marah sih! Seharusnya aku yang marah sama kamu, sebab kamu selalu menyalahkan Ibuku dalam setiap hal. Padahal aku tau, kalau apa yang kamu katakan itu justru sebaliknya. Bahkan kamu menuduh Ibuku yang mengambil nasi berkat milikmu, padahal kamu sendiri yang merampas nasi milik Ibuku. Karena ketamakan kamu, Mbak, hingga Ibu tidak bisa makan siang dan asam lambung Ibuku naik. Ibu sampai sakit begini juga karena ulah kamu, Mbak," bentak Reno, ia sampai menunjuk-nunjuk wajah Wati.Wajah Wati langsung berubah drastis menjadi merah padam, apalagi ia memilki kulit putih jadi begitu ketara perubahannya."Bahkan tadi kamu bilang, kalau yang mengerjakan pekerjaan rumah ini kamu. Sedangkan Ibuku hanya bermalas-malasan saja, padahal kamu sendiri yang malas, mencuci pakaian sendiri saja kamu tidak mau. Apalagi untuk membersihkan rumah ini, itu merupakan sesuatu yang mustahil! Aku juga tau, kalau kamu selalu curhat di media sosial. Kamu selalu bilang, jika Ibuku selalu mendzol
"Kamu itu apa-apaan sih, Reno, sampai menyuruh aku sadar segala? Memangnya aku hilang ingatan apa, atau sedang pingsan? Aku ini sadar, Reno, justru kamu yang harus sadar karena ngomongnya jangan ngelantur." Roni malah membalikan ucapan kepada Reno, ia tidak terima saat Reno berusaha menyadarkannya"Tuh kan Mas, kamu lihat sendiri kan, kalau adikmu juga tidak menyukaiku! Adik sama Ibumu sama-sama membenciku, bahkan mereka berdua ingin menyingkirkan aku dari kehidupanmu. Mereka itu tidak suka, jika melihat kita hidup bahagia, Mas," tuding Wati.Wati malah membolak-balikkan fakta, ia menuduh aku dan Reno ingin merusak kehidupan rumah tangga mereka berdua."Wati, apa maksud ucapan kamu? Ibu dan Reno tidak pernah mau merusak kebahagiaan kalian, tetapi apa yang dikatakan Reno itu memang benar, kalau kamulah yang telah mendzolimi Ibu, bukannya Ibu yang mendzolimi kamu.""Ibuku kok ngotot banget sih, mengatakan kalau aku mendzolimi Ibu, justru Ibu yang selalu mendzolimi aku! Lagian kamu punya
Wati pun menerima handphone yang diberikan Roni kepadanya, dengan raut wajah yang sulit diartikan. Kemudian dia pun melihat rekaman yang ada di handphone Reno. Setelah melihat apa yang ada di sana, raut wajahnya pun berubah menjadi pucat pasi, seperti tidak ada darah yang mengalir ke wajahnya."Mas, aku harap kamu jangan percaya dengan rekaman ini. Ini hanya rekaman yang sengaja diedit oleh Reno," sanggahnya."Diedit apaan sih, Mbak? Sudah jelas-jelas di sana tertera, tanggal dan waktu kejadian rekaman tersebut. Kamu tidak usah berbohong lagi deh, Mbak! Lebih baik kamu mengakui, apa yang sudah kamu lakukan terhadap Ibu? Sudah jelas-jelas ada buktinya, masih aja mengelak," bentak Reno."Aku memang bodoh, Reno, bisa-bisanya aku percaya dengan wanita berhati busuk seperti ini. Kalau saja aku tidak melihat semua ini, mungkin aku juga tidak akan pernah mempercayainya. Mungkin aku akan tetap menyangka, kalau Ibuku yang bersalah," ujar Roni lemah, serta dengan mata yang berkaca-kaca.Raut w
"Iya, Reno, aku juga tidak mengerti dengan jalan pikirannya. Padahal dia ini sarjana lho, Ren, tapi kenapa pikirannya kolot banget ya. Sampai-sampai ia tega berbuat jahat duluan karena takut dijadikan menantu yang terdzolimi seperti ucapannya itu," ujar Roni sambil memijit keningnya sendiri. "Bener, Mas, kelakuan Mbak Wati memang diluar nalar orang sehat," sahut Reno.Memang apa yang dikatakan oleh kedua anakku tidaklah salah, Wati memang begitu keterlaluan."Mas, aku melakukan semua itu kan ada alasannya, malah semuanya sudah aku jelaskan sama kamu." Wati membela diri."Tapi apapun alasannya, aku tidak mau tau, Wati. Yang jelas sekarang aku ingin kamu minta maaf sama Ibu. Kamu juga harus merubah sikap, harus sopan, serta hormat terhadap Ibuku. Aku ingin kamu menganggap, kalau Ibu itu sama seperti Ibu kamu sendiri. Ibu yang selalu kamu hormati selama ini. Kalau sampai kamu tidak mau melakukan apa yang aku mau, maka lebih baik kita berpisah. Karena untuk apa hidup bersama, jika meman
"I-iya, Mas," ucap Wati terbata.Setelah itu Wati pun menghampiriku, kemudian ia meminta maaf kepadaku. Ia meminta maaf, sambil meneteskan air mata sampai tersedu-sedu. Sepertinya ia sangat menyesal, atau ia memang benar-benar sudah insyaf dengan apa yang dilakukannya. Ia bahkan berjanji akan merubah sifatnya tersebut dan akan membantuku mengerjakan pekerjaan rumah, seperti menantu dan mertua pada umumnya. Tapi aku juga tidak tahu, apakah ucapannya itu tulus dari dalam hatinya atau hanya di saat ada Roni saja.Tapi aku pun merasa senang, kalau memang Wati ingin menjadi menantu yang baik. Aku akan menerima dia dengan lapang dada, walaupun dia pernah menyakitiku. Aku akan memaafkan kesalahannya karena manusia memang tidak luput dari salah dan juga khilaf. "Sudahlah, Wati, Ibu sudah memaafkan kamu kok. Tapi kamu harus benar-benar merubah sifat kamu ya, sebab sebaik-baiknya manusia, yaitu orang yang mau berubah menjadi lebih baik lagi. Nanti kalau kamu benar-benar sudah merubah sifat
"Dek, kita kan sudah lama berhubungan ya, aku juga sudah sering berkunjung ke rumah keluargamu, sedangkan kamu belum pernah bertemu Ibuku. Bagaimana kalau sekarang kita ke rumah ibuku untuk bertemu Ibu dan juga adikku. Kamu mau tidak, mumpung sekarang kita sedang tidak ada kehiatan," tanya Mas Roni saat itu."Ya sudah, kalau memang kamu mau mengajak aku ke rumah ibumu. Kapan kita pergi ke rumah ibumu," tanyaku."Siang ini saja, soalnya rumah ibuku juga tidak terlalu jauh kok dari kota ini, paling sekitar dua jam perjalanan sudah sampai. Kamu tidak apa-apa kan," tanya Mad Roni lagi."Iya tidak apa-apa, ya sudah sebentar aku ambil tas dulu," pamitku.Aku pun segera pergi meninggalkan Mas Roni, aku menuju kamarku untuk mengambil tas karena akan diajak pergi ke rumah ibunya Mas Roni. Aku pun mengganti pakaianku karena pakaian yang barusan aku pakai, sepertinya tidak layak untuk bertemu dengan calon mertua.Aku juga ingin tahu, seperti apa sih orang tuanya Mas Roni itu, serta bagaimana keh
Tidak berapa lama, Wati dan Roni pun telah kembali. Aku melihat wajah Wati begitu pucat. Terlihat juga butiran bening membasahi kening Wati, saat ini ia benar-benar terlihat lemah. Aku pun berusaha bangun dan dibantu oleh Reno. Kemudian aku berjalan menghampiri mereka ke ruang keluarga.Aku pun bertanya kepada Roni, tentang kondisi Wati. Aku ingin tahu, apa sebenarnya yang dirasa oleh Wati, hingga dia sampai muntah-muntah seperti orang yang sedang ngidam. Saat ini aku begitu penasaran dengan apa yang dialami oleh menantu, yang tadi baru saja meminta maaf tersebut."Roni, Wati kenapa, kok tadi Ibu mendengar dia muntah-muntah begitu," tanyaku."Iya, Bu, Wati barusan habis muntah. Tapi entah kenapa ia bisa sampai muntah begitu, Bu. Soalnya aku juga tidak mengerti masalah penyakit," sahut Roni.Roni berkata sambil mendudukkan Wati di kursi panjang, yang ada di ruang tamu tersebut. Lalu ia pun duduk di samping Wati.Aku pun kemudian langsung bertanya kepada Wati, orang yang memang bersa
"Wa ... Wati ...," lirihku."Iya, Mas, itu benar Mbak Wati. Tapi kok ia mau ngapain datang ke sini, bahkan datang sepagi ini di sini? Apa kamu memintanya supaya datang ke sini ya, Mas?" tanya Risma dengan raut wajah yang nampak curiga terhadapku."Sayang, kamu itu ngomong apaan sih? Mana mungkin, Mas meminta Wati datang ke sini! Lagian untuk apa coba, Mas menyuruhnya datang? Kamu mah ada-ada saja, Yang," sahutku berusaha memberi penjelasan kepada Risma, kalau aku tidak tahu-menahu tentang kedatangan Wati ke hotel tempat menginap kami."Lalu untuk apa dia datang ke sini dan dari mana dia tahu kalau kita ada di sini?" tanya Risma lagi, seakan tidak percaya dengan apa yang aku katakan barusan."Ya mana Mas tahu, Sayang. Mungkin dia sengaja datang ke hotel ini karena ada urusan sendiri, bukan mau menemui Mas," pungkirku lagi.Karena memang kenyataannya aku tidak ada urusan dengan Wati, apalagi sampai menyuruhnya untuk datang ke hotel tempat bulan madu aku dan Risma. Aku juga sebenarnya
"Nggak kok, Mbak. Aku nggak kedinginan, sebab aku berdua ma suami. Mungkin Mbak kedinginan karena Mbaknya sendirian," sahut Risma, sambil tangannya menggandeng erat tanganku."Hee ... He, iya kali ya, Mbak" ujar perempuan tersebut, sambil terkekeh dan kembali mengerlingkan matanya padaku.Karena aku takut khilaf, lalu aku pun menjauh dari wanita tersebut. Kini Risma lah, yang berada di samping wanita genit itu. Karena aku tidak mau istriku salah paham nantinya, sebab wanita ini sudah berani menggodaku, padahal kami baru saja bertemu.Aku tidak mau karena wanita yang tidak jelas ini, keharmonisan rumah tanggaku yang baru saja aku bangun akan menguap begitu saja. Sementara sangat susah mencari wanita seperti Risma ini. Mungkin hanya ada beberapa saja, wanita yang nyaris sempurna seperti Risma. Risma istriku bukan hanya cantik rupa, serta postur tubuhnya yang menggoda, tetapi ia juga memiliki hati yang baik. Dan yang paling utama, ia sangat menyayangi Bapak ibuku, yang merupakan me
Season 2"Mas, alhamdulillah ya, acara pernikahan kita berjalan dengan lancar. Semoga saja pernikahan kita ini langgeng dan bisa menjadi keluarga yang SAMAWA ya, Mas!" Risma berkata, saat aku baru saja duduk di atas kasur dan berada di sampingnya. "Iya, Sayang, semoga ya," ucapku, sambil mengusap pucuk kepala wanita, yang baru tadi siang aku jadikan dia istri. Ia membuka percakapan, setelah aku selesai bersih-bersih dan berganti pakaian dan bersiap untuk tidur. Ini adalah kali pertama aku bisa tidur bersamanya, setelah hampir satu tahun lamanya kami menjalin kasih.Walaupun aku sudah pernah menjalani pernikahan, dengan istri pertamaku yang bernama Wati. Tapi tetap saja dadaku berdegup kencang, saat akan menjalani ritual malam pertama seperti sekarang ini. Risma pun aku lihat sudah siap, bahkan ia bepenampilan seksi seakan sengaja menggodaku. Ia bahkan begitu manja padaku, membuat napasku bertambah sesak dibuatnya."Mas, apa kamu sakit? Kok kamu keluar keringat dingin begitu, bahk
Bab 42"Iya, Marni, ada apa lagi kamu menelponku? Bukannya sudah jelas ya, kalau kita itu sudah tidak sepaham!" Mas Romli berkata dengan nada tinggi.Rupanya yang meneleponnya barusan adalah istrinya, yang kemarin melabrak keluargaku untuk meminta apa yang sudah diberikan Mas Romli untuk Roni dan Reno. Aku dan kedua anakku yang sedang sarapan sampai berhenti, kami bertiga malah fokus mendengarkan Mas Romli, yang sedang berbicara dengan istrinya.Kami bertiga fokus melihat gerak-gerik Mas Romli, yang bicaranya dengan begitu emosi. Aku yang tadinya tidak tahu permasalahannya kini menjadi tahu. Ternyata Mas Romli saat ini sedang ada permasalahan dengan istrinya. Pantes aja pagi-pagi ia sudah ada di rumahku, padahal seharusnya saat ini ia sedang sarapan bersama keluarganya. "Pokoknya aku tidak mau, Marni! Karena apa yang telah aku berikan itu adalah hak kedua anakku. Mereka itu sudah sepantasnya mendapatkan semua itu, apalgi aku telah menelantarkan mereka demi kamj. Jadi sudah sepantasny
"Itu lho, Mas, mereka berdua berbeda sifat dan karakternya. Mbak Risma itu orangnya baik dan juga sopan, sama Ibu juga sayang banget. Ia juga bahkan tidak segan mau membantu Ibu. Sedangkan Mbak Wati kebalikkannya," sahut Reno menjelaskan."Oh ... tentang itu, aku kira apaan? Apa yang kamu bilang memang benar, Reno. Wati dan Risma itu dua orang yang karakternya berbanding terbalik. Sayang sekali memang, aku baru bisa mengungkapkan perasaan akunya sekarang. Tapi aku masih beruntung, Ren, sebab sampai saat ini Risma-nya ternyata belum menjadi milik siapa-siapa." Roni membenarkan perkataan adiknya tersebut. Memang benar adanya, jika Neng Risma itu istimewa, sebab aku sudah merasakan sendiri bagaimana baiknya dia, serta rasa pedulinya padaku. Aku akan merasa sangat bahagia, jika memang dia bisa bersanding dengan Roni dan menjadi menantuku. "Hayo, kalian sedang ngomongin apa? Sedang ngomongin aku ya," tanya Neng Risma, yang nongol dari pintu dapur."Is, siapa yang sedang ngomongin kamu s
"Maaf, Bu, Ibu ini siapa ya? Kok Ibu berani sekali berteriak dan berkata kasar di depan rumah kami," tanya Roni."Siapa kamu berani berkata seperti itu? Apa kamu anaknya Mas Romli, yang dari mantan istrinya? Aku ini istrinya Mas Romli, aku mau minta sama keluarga mantan istri suamiku, supaya mengembalikan semua harta benda yang diberikan olehnya. Karena itu hak aku dan juga anakku," ujarnya dengan raut muka yang penuh emosi."Maaf ya, Bu, tapi apa yang diberikan Bapak untuk kami itu hak kami! Karena selama ini beliau tidak pernah memberikan kami nafkah sedikitpun, terhitung dari semenjak Bapak menikahi Ibu." Roni menjawab ucapan perempuan, yang memang istrinya Mas Romli.Mendengar perkataan Roni, perempuan itu semakin tidak terkontrol. Ia malah berteriak-teriak tidak karuan, sehingga membuat para tetanggaku datang untuk melihat perdebatan ini. Aku pun berbisik kepada Reno, supaya ia menelepon Bapaknya dan memberitahu Mas Romli, kalau ada istrinya sedang membuat rusuh."Bu Reni, ini a
"Risma, nanti Mas jelaskan semuanya, kenapa Wati bisa ada di sini ya. Sekarang kita masuk dulu yuk, ada teman Mas juga di dalam. Ia yang merupakan pemilik rumah ini," ajak Roni.Neng Risma pun ikut masuk, padahal Sepertinya ia mau pergi. Mungkin ia merasa penasaran, dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pas masuk ke rumah, ternyata masih ada perabotan rumah walaupun sudah tidak lengkap. Tapi paling tidak rumahnya tidak terlalu kosong saat akan ditempati, sebab keluarga Wati hanya membawa koper saja.Ruangannya juga luamayan luas, ruang tamu saja sekitar tiga kali empat meter, sedangkan kamar masing empat meter persegi. Kamarnya juga ada tiga, jadi keluarga Wati bisa leluasa menempati rumah ini, wakaupun tidak semegah dan semewah rumah mereka sebelumnya. Tetapi rumah ini juga lebih besar, jika dibanding dengan rumahku."Roni, kebetulan rumah ini selalu dibersihkan setiap hari, jadi sudah bisa langsung ditempati ya rumahnya," ungkap pemilik rumah yang aku tidak tahu namanya siapa."Oh i
Aku pun menengok ke arah suara tersebut dan begitu kagetnya aku, saat melihat ternyata yang memanggil Roni adalah Neng Risma. Ia berjalan menuju ke arah kami."Neng Risma, kamu ada di sini?" tanyaku."Iya, Bu, barusan aku lewat sini dan melihat ada mobil Mas Roni, makanya aku samperin," sahut Neng Risma, kemudian ia balik bertanya padaku, "oh iya, Bu, ngapain kalian ada di sini?"Baru saja aku mau menjawab pertanyaan Neng Risma, Wati malah keluar sambil memanggil Roni. Aku melihat raut muka Neng Risma langsung berubah drastis, tadinya ia begitu sumringah. Tapi saat ia melihat Wati keluar, sambil memanggil Roni. Neng Risma langsung terdiam, serta wajahnya berubah muram.Roni pun sepertinya kikuk, saat keadaan begini. Ia ketahuan oleh Neng Risma sedang bersama Wati, walau niatnya hanya sekedar menolong. Tapi pikiran Neng Risma mungkin berbeda persepsi, saat melihat Wati bisa bersama mantan istrinya. Karena aku juga pasti berpikir hal yang sama, jika melihat kekasih kita bisa bersama ma
"Aku dan keluargaku telah tertipu, Bu. Mungkin semua ini terjadi sebagai teguran, terutama untukku karena selama ini aku selalu menghina dan merendahkan Ibu dan juga keluarga Ibu. Kini kami sudah tidak punya apa-apa lagi, semuanya habis seketika hingga tak bersisa. Rumah, perusahaan Papa dan semua aset sudah di sita oleh pihak Bank. Kami sekarang jatuh miskin, Bu," terang Wati."Innalilahi ... kok bisa sih, Wati, memangnya kenapa? Kenapa semuanya disita pihak Bank?" tanyaku lagi.Wati pun menjelaskan semuanya, jika ia dan keluarganya telah tertipu oleh Bapak dari janin yang sedang dikandungnya yang bernama Faisal. Ternyata pria yang kini telah berstatus suaminya Wati itu seorang penipu kelas kakap. Ia sudah sering menipu orang-orang kaya dan bukan cuma Wati dan keluarganya yang menjadi korban. Tapi ternyata juga sudah banyak perempuan yang menjadi korban Faisal tersebut. Bahkan diantara mereka, katanya rata-rata sudah pernah ditiduri oleh Faisal.Tapi hanya Wati yang sampai hamil da