Bab 30. BELANJA UNTUK ANGELINE “Ups.”Mulut wanita itu tiba-tiba kehilangan suaranya setelah titik saraf suaranya terkena tembakan sebutir nasi yang ditembakkan Darko. “Akh…akh… akh…”Wanita ini segera menepuk-nepuk punggung lehernya dengan maksud untuk mengeluarkan suaranya yang menghilang. Sementara itu teman-temannya yang sedang bersama wanita ini tampak keheranan melihat apa yang sedang dilakukannya. “Melly, kamu kenapa?”Salah seorang rekan wanita ini segera memegang tangan Melly untuk memeriksa keadaannya. Ternyata wanita yang baru saja di usilin Darko bernama Melly, setelah suaranya menghilang maka secara otomatis mereka tidak lagi memperdulikan Darko dan keluarganya. Sementara itu Darko tampak mengulum senyum melihat kesialan yang dialami Melly. “Ayah, makanan di tempat ini sangat enak. Izi mau tiap hari makan disini.” “Boleh, tentu saja ayah akan ajak Faizi makan di sini setiap hari.” “Hore… ayah memang baik.”Angeline hanya tersenyu
Bab 31. DIPANDANG RENDAH Darko keheranan melihat sikap pelayan toko pakaian bermerek ini, entah kenapa tiba-tiba saja Darko merasa respek saja dengan pelayanan mereka. “Kami tidak pernah memandang rendah siapapun pelanggan yang datang ke toko kami. Saya persilahkan tuan untuk melihat-lihat semua produk kami.” Kepala Darko tampak terangguk-angguk mendengarkan penjelasan pelayan toko, dia semakin senang saja dengan toko ini dan dia ingin melihat apa pelayanan mereka benar-benar seperti yang mereka katakan. Benar saja seperti perkataan mereka, Angeline terlihat sedang dilayani dengan baik oleh salah seorang pelayan dan sedang mencoba beberapa pakaian wanita. “Faizi, apa kamu juga mau membeli pakaian baru?” “Mau, mau, tentu saja Faizi mau beli pakaian baru.”Faizi berteriak kegirangan mendengar tawaran yang diberikan Darko. Siapapun orangnya baik anak kecil maupun orang dewasa tentu saja akan sangat senang jika ditawari untuk membeli baju baru, demikian
Bab 32. SALDO TAK TERBATAS Darko sama sekali tidak peduli dengan perubahan ekspresi wajah pelayan wanita yang menemaninya. Bagi Darko yang tidak ingin membuat hari-hari Faizi saat bersamanya terganggu yang akan membuat kebagiaannya berkurang oleh sikap para pelayan toko dan pengunjung toko yang mengganggunya. Setelah menerima kartu Bank Internasional milik Darko, pelayan toko dengan tangan gemetaran segera meminta salah satu rekannya untuk mengambil mesin EDC. “Ambilkan mesin EDC.” Begitu mesin EDC sudah berada di depannya, pelayan toko segera memasukkan Kartu Bank milik Darko untuk di pindai. Begitu Kartu Bank milik Darko masuk ke mesin EDC, pelayan toko segera mengetik beberapa kata yang tak lama kemudian muncul nama pemilik Kartu Bank milik Darko. “Name : Darko Mangkusadewo, pekerjaan : Rahasia, alamat : Rahasia, Saldo : tak terbatas.”Mata pelayan toko seakan mau keluar dari rongganya setelah membaca apa yang tertera di mesin EDC. “Ini…. in
Bab 33. DIPECAT “Eh maaf.”Bambang yang langsung tersadar kalau dia telah berbicara terlalu keras saat ditanya Darko segera saja meminta maaf. Sedangkan Darko hanya tersenyum mendengar kegugupan Bambang saat di tegur olehnya. Tentu saja dia tidak mungkin marah mendengar suara Bambang yang terdengar seperti membentaknya, karena dia tahu kalau Bambang hanya reflek saja karena terkejut mendengar perkataan Darko. “Apa? Jendral Darko sekarang ada di kota Silangit? Dengan siapa anda di sana?”Bukannya segera menjawab pertanyaan Darko, Bambang malahan menanyakan keberadaannya pada saat ini. “Saya sedang bersama anak dan istri, apa kamu bisa panggilkan Trimo untuk datang ke Mall ini?” “Bisa, bisa, saya akan segera menghubungi Trimo.”Setelah Bambang menyanggupi untuk menghubungi Trimo, Darko segera mengakhiri panggilan teleponnya. “Trimo, kamu segera pergi ke toko X yang ada di Mall kota Silangit. Kamu harus segera membereskan anak buahmu yang telah mengganggu tu
Bab 34. KEPANIKAN ANGELINE “Boss, tolong maafkan kesalahan saya yang tidak bisa mendidik bawahan.”Trimo memberi hormat dan menundukkan kepalanya tanpa berani menatap wajah Darko dengan tubuh gemetar setelah berada didekat Darko. Tadi saat dia masuk ke toko X, dia langsung mengenali sosok Darko yang sebelumnya dia memang pernah bertemu dengannya. Trimo juga melihat Ratman dan istrinya yang sedang menghina Darko, emosi Trimo langsung meluap melihat pemandangan ini, sehingga dia langsung memarahi Ratman hingga akhirnya sekarang dia sedang menundukkan kepala sambil kedua telapak tangannya ngapurancang di depan perut. Mata Darko menatap tajam Trimo yang sedang menunduk di hadapannya, ingatan Darko yang tajam segera ingat dengan sosok Darko yang ada di depannya. Darko bukanlah orang yang pemarah maupun suka mencari kesalahan bawahannya. Melihat penampilan Trimo yang tampak ketakutan berdiri dengan tubuh gemetaran di depannya, seketika sudut bibirnya tersenyum ke
Bab 35. PANGERAN KECIL “Ada apa nyonya?” Pelayan yang menemani Angeline memilih pakaian, menyapa ketika melihat Angeline tampak sedang kebingungan dan seperti tidak fokus memilih pakaian untuknya. “Saya tidak melihat anak dan suami saya.” Angeline menjawab pertanyaan pelayan toko tanpa menoleh kepadanya, kemudian dia pergi begitu saja meninggalkan pelayan dan pakaian yang baru saja di pilihnya. Pelayan toko yang sedari tadi menemani Angeline juga langsung mengikuti di belakangnya. “Sri, kamu tahu dimana anak dan suami nyonya ini?” Pelayan yang berjalan di belakang Angeline bertanya kepada rekannya yang sedang berdiri menunggu kunjungan pelanggan lainnya. “Tadi mereka ke toko pakaian pria,” sahut Sri sambil menunjuk ke arah toko pria yang ada di samping toko wanita dimana Angeline berada. Setelah tahu kalau suami dan anak wanita ini pergi ke toko pakaian pria yang merupakan masih satu perusahaan, seketika hati pelayan yang menemani Angeline merasa tenang demikian juga den
Bab 36. KINCIR RAKSASA “Ini Kartu Banknya, bayar semua belanjaan istri dan anak saya.”Darko kembali menyerahkan Kartu Bank yang sebelumnya diserahkan pelayan senior ini. Kali ini pelayan senior tidak banyak bertanya lagi, dia langsung menyuruh rekannya untuk membungkus pakaian milik Faizi, setelah itu dia bertanya kepada pelayan yang sedari tadi melayani Angeline. “Apa pakaian nyonya ini sudah kamu kemas?” “Belum kak.” “Cepat dibungkus semua pakaian yang sudah dipilih nyonya ini, nanti saya akan ke toko wanita untuk memindainya.” Mendengar perkataan pelayan senior ini, pelayan yang sedari awal melayani Angeline tidak langsung pergi menjalankan perintahnya. Pelayan wanita ini malah berdiri sambil menatap kepala toko di depannya dengan perasaan enggan. Tentu saja dalam pikiran pelayan wanita ini enggan untuk pergi, dia berpikir kalau penjualannya hari ini akan direbut oleh kepala toko. “Kenapa masih diam saja? Pergi cepat bungkus belanjaan nyonya
Bab 37. ANGELINE DIGANGGU DUA PRIA “Ibu…? Kenapa ibu gak ikut, kan jadi tidak asik kalau ibu gak ikut naik kincir raksasa itu?” “Kamu sama ayah saja ya, ibu takut.” “Ha ha ha ha… masa ibu takut naik kincir raksasa. Bukankah ibu sudah besar, Izi yang masih kecil saja berani.”Bukannya marah, Faizi malah menertawakan ketakutan Angeline yang tidak berani naik kincir raksasa. “Faizi sama ayah saja ya? Biarkan ibu menunggu kita di bawah.”Darko segera mengerti ketakutan pada diri Angeline yang tidak berani naik kincir raksasa. Darko sangat memaklumi hal ini, karena memang ada sebagian orang yang phobia dengan ketinggian demikian juga dengan Angeline. “Ayah, kenapa ibu takut naik kincir raksasa? Ibu kan sudah besar, masa takut sih?” “Ibu itu wanita, jadi kamu sebagai anak laki-laki harus memakluminya. Yang penting Ayah tidak takut naik kincir raksasa bersama Faizi.” Setelah di hibur Darko, akhirnya Faizi tidak mempermasalahkan ketidak ikutan ibunya untuk
Bab 216. AKHIR BAHAGIA Kini Rossa dan Abimanyu baru tersadar kalau pesan kakek Wibisono ternyata sangat benar dan bukan omong kosong biasa. Akan tetapi kekecewaan dan penyesalan pasti selalu datang terlambat setelah semuanya terjadi dan terlewati, apalagi saat ini kebesaran keluarga besar Wibisono benar-benar sudah musne Pepatah asli dari Indonesia bisa mengungkapkan apa yang dialami keluarga besar Wibisono yaitu ‘Ibarat nasi sudah menjadi bubur’. Maka tidak ada yang bisa dilakukan keluarga besar Wibisono yang sudah hancur, sekarang yang ada hanya keluarga besar Mangkusadewo, karena Angelina sebagai generasi ketiga keluarga besar Wibisono sudah menjadi istri dan bagian dari keluarga besar Mangkusadewo. Kenapa menjadi keluarga Mangkusadewo bukannya keluarga besar Tegar dan Siti, hal ini disebabkan kedua orang tua kandung Darko tidak ingin merubah nama Darko yang memakai nama Mangkusadewo sejak kecil atau sejak mereka tinggalkan di depan pintu panti asuhan A
Bab 215. WASIAT KAKEK WIBISONO Keinginannya Rossa untuk membelot dan menolak permintaan Darko seketika menghilang setelah di bentak oleh pengawal yang bersama mereka. Dengan gugup dan dengan hati yang dipenuhi rasa penasaran mereka berdua berjalan memasuki Bandar udara kota Mandiraja tanpa tahu akan dibawa kemana oleh Darko. Hingga akhirnya ketika mereka melihat ada sebuah pesawat jet pribadi yang sangat indah berada di depan mata mereka, seketika rasa bingung dan shock mulai menghantui pikiran Rossa dan Abimanyu. Darko dan Angelina sama sekali tidak banyak bicara selama perjalan hingga memasuki jet pribadi milik Darko, hingga saking tidak sabarnya ingin tahu mereka akan dibawa kemana oleh Darko, Rossa memberanikan diri berbicara. “Darko, sebenarnya kami akan kamu bawa kemana? Dan kenapa kita naik jet pribadi yang begini bagus, apa maksudnya?” “Diamlah, jangan banyak bicara atau kalian akan saya lempar keluar dari pesawat.”Darko yang merasa kesal kep
Bab 214. NYALI ROSSA MENCIUT Sebelum Rossa tersadar dengan apa yang terjadi, Angelina sudah ditarik Darko ke sisinya. Seketika wajah Rossa menjadi jelek mengetahui Angelina sudah berpindah tempat lebih tepatnya di samping menantu yang tidak berguna itu. Ekspresi wajah Angelina juga terlihat sangat terkejut ketika tiba-tiba tubuhnya bergeser kesamping Darko sesaat setelah terdengar suara Darko memanggil pengawal. Apalagi Rossa emosinya seakan meluap mengetahui Angelina sudah berdiri di samping Darko. Pada saat dia akan menarik tangan Angeline kembali, tiba-tiba ada sesosok tubuh kekar berdiri tepat di depannya seakan sebuah benteng yang kokoh sebagai pembatas antara dirinya dengan Angelina. “Minggir, jangan halangi jalanku.”Dengan kasar Rossa berusaha mendorong pengawal kekar yang diperintahkan Darko untuk melindungi Angelina. “Argh… Lepaskan.”Rossa menjerit kesakitan mengetahui tangan yang sebelumnya akan digunakan untuk mendorong pria kekar di depa
Bab 213. DOKUMEN DARI MAHKAMAH AGUNG Hal ini tentu saja menimbulkan kecurigaan di pihak kepolisian yang menyelidiki musibah kebakaran ini. Mereka sama sekali tidak tahu kalau sumber bencana itu ada didepan mereka, andai saja mereka tahu tentu Darko akan langsung ditangkap dan dimintai keterangan. Akan tetapi saat ini orang yang sudah membuat keonaran itu ekspresinya tampak datar dan tidak menunjukkan ekspresi wajah sedih maupun belasungkawa mengetahui salah satu kerabatnya mengalami musibah. Untungnya tidak ada yang mencurigai Darko, karena banyak juga warga sekitar yang menonton lokasi kebakaran dengan ekspresi datar seperti halnya Darko. Angelina menangis di pelukan Rossa seakan dia lupa kalau sebelumnya Rossa sangat jahat kepada dirinya. Bagi Angelina sejahat apapun Rossa dia sudah sangat memahami sifatnya yang seperti flamboyan selalu berubah-ubah mengikuti arah angin. Meskipun dia selalu tidak setuju dengan nasehat serta saran Rossa, sebag
Bab 212. PULANG KE KOTA MANDIRAJA Darko tetap diam tidak ada satu katapun keluar dari mulutnya setelah Widyawati menyuruhnya untuk pergi ke kota Mandiraja melihat situasi terkini keluarga Wibisono. Hal ini membuat Widyawati menatap tajam ke arahnya, sementara itu Angelina sudah menghentikan tangisannya dan mengusap air mata yang terus mengalir di pipinya sambil menunggu jawaban Darko dengan hati berdebar-debar. “Baiklah, saya akan mengajak Angelina menengok keluarga Wibisono. Ibu saya titip Faizi bersama kalian.”Setelah menghela nafas sebentar Darko menyetujui saran Widyawati untuk pergi ke kota Mandiraja, tak lupa dia menitipkan Faizi dalam pengawasan dua neneknya ini. Dengan mengatakan hal ini maka secara otomatis dia hanya ingin berdua saja tanpa mengajak Faizi maupun yang lainnya. “Kamu tenang saja, Faizi pasti akan kami jaga dengan baik. Pergilah, jangan lama-lama di rumah ingat kamu harus menjaga menantu ibu yang cantik ini dengan baik.” “Ba
Bab 211. PERINTAH WIDYAWATI Widyawati membelai punggung Angelina untuk menenangkannya sambil menghibur agar Angelina tidak khawatir dengan Darko. “Tapi ibu?”Angelina masih khawatir kalau Darko tidak mengizinkan dia pulang ke kota Mandiraja untuk melihat dan mencari informasi lebih jelas keadaan nyonya besar Wibisono. Karena Angelina tahu kalau Darko sangat membenci keluarga nya, lebih utamanya kepada nenek dan pamannya. Karena hal inilah dia merasa sangat tertekan dan hanya bisa menangis saja. Melihat Angelina tampak bersedih seakan perkataan Widyawati masih belum cukup untuk membuatnya tenang. Hal ini membuat Widyawati segera mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Angelina masih diam dengan air mata terus membasahi pipinya. Sebenci apapun dia kepada nenek dan pamannya sebagai bagian dari keluarga besar Wibisono, tentu saja hatinya akan merasa sedih melihat mereka mati terpanggang oleh kebakaran di villanya. Sedangkan
Bab 210. KEPANIKAN ANGELINA, ROSSA DAN ABIMANYU Abimanyu yang sedang dalam keadaan shock menoleh ke arah Rossa dan menatapnya dengan tatapan sayu dengan mata memerah dan hanya bisa menganggukkan kepalanya saja untuk mengiyakan perkataan Rossa. “Ibu….” terdengar gumaman sendu dari bibir Abimanyu yang sedang dalam kondisi mental terendah dalam hidupnya. Meskipun selama ini dia sering direndahkan dan tidak dianggap oleh nyonya besar Wibisono, akan tetapi saat mendengar ibunya mati dengan cara mengenaskan tentu saja jiwanya langsung terpukul. Sebagai anak meskipun Abimanyu selalu dianggap sebagai anak yang tidak berguna, dia masih tetap menganggap nyonya besar Wibisono sebagai ibu kandungnya. Setelah mendapat persetujuan, pada akhirnya mereka berdua segera pergi mengunjungi villa keluarga Wibisono yang sudah menjadi abu. Sesampainya di Villa keluarga Wibisono, taksi yang mereka naiki ditahan petugas yang menjaga kawasan ini dan tidak membiarkan warga
Bab 209. TANGISAN ABIMANYU Ekspresi wajah Darko tidak berubah dan tetap datar seakan tanpa ekspresi apapun, bagi Darko membunuh sudah menjadi pekerjaannya selama di medan perang. Meskipun dia sudah terbiasa membunuh di medan perang, tapi sekarang adalah pertama kalinya membunuh orang yang bukan musuh di medan perang tapi musuh yang sudah berulang kali menyakiti anak dan istrinya. Meskipun mereka masih keluarga Angelina tapi kelakuannya bukan seperti seorang keluarga, maka hukuman yang pantas adalah kematian. Sebelumnya Darko sudah pernah menghukum Rinto Wibisono atau pamannya Angelina yang sering mengganggu. Akan tetapi setelah penyakit yang disebabkan Darko sembuh, bukannya berhenti mengganggu Angeline, Rinto masih saja mengganggunya bahkan meminta Angelina bercerai dengan Darko. Karena hal inilah Darko tidak ingin kejadian serupa tidak terulang lagi terhadap Angelina dan Faizi. Dari keluarga besar Wibisono yang tersisa adalah Rossa dan Abimanyu
Bab 208. MUSNAHNYA KELUARGA BESAR WIBISONO Setelah mengakhiri pengawal keluarga Wibisono yang bernasib sial, Darko segera melanjutkan langkahnya memasuki Villa. Namun teriakan pengawal yang sebelumnya yang menghardik Darko terdengar oleh rekan-rekannya, sehingga beberapa pengawal keluar dari Villa dengan rasa penasaran ingin tahu siapa orang yang memasuki Villa Wibisono ini. Begitu memasuki pintu Villa, Darko langsung berpapasan dengan beberapa pengawal yang mau keluar. “Siapa kamu? Kenapa kamu masuk ke Villa keluarga Wibisono begitu saja sebelum melaporkan kedatanganmu?” Prok prok prokDarko tidak buru-buru menanggapi pertanyaan para pengawal keluarga Wibisono, emosinya sudah meluap merasakan tekanan penderitaan yang selama ini diderita Angelina. Tanpa banyak bicara dia langsung melambaikan tangannya ke arah kepala para pengawal ini, dan seperti teman mereka yang sudah menjadi mayat, pengawal-pengawal ini juga langsung mati begitu saja dengan kepala