Bab 15 "Zi. Kamu cari di g****e maps Rumah Sakit terdekat di daerah sini!" perintahku. Karena aku hanya fokus menyetir jadi tidak sempat untuk membuka Handphone ku. Sizi segera melaksanakan perintahku. Kulihat Mamah dari kaca spion. Ia terus memegang kening kepalanya yang pusing. Bibirnya tak berhenti meringis menahan rasa sakit. Melihatnya tak berdaya seperti ini jiwa rasa belas kasihanku tersentuh. Sejahat apapun beliau dia tetap Ibu Mertuaku. Akhirnya dengan bantuan G****e Maps aku menemukan Rumah Sakit yang dituju. Kuantar Mamah ke ruang Instalasi Gawat Darurat agar segera ditangani. Sementara Dokter Muda yang menangani Mamah menyuruh kami agar menunggu diluar ruangan. "Zi. Kamu telepon Mba Kiki atau Mba Rara! kasih tau mereka kalau Mamah sedang di Rumah Sakit," "Iya Mba," Baru kali ini aku melihat Sizi bisa diajak kompromi. Biasanya diajak bicara saja susah, sekalipun menjawab dia selalu menjawab dengan ketus. "Mba Rara. Mamah masuk Rumah Sakit. Jatuh dari tangga," un
Bab 16"Mah. Mamah makan dulu! setelah itu baru minum obatnya. Aku bantu suapin ya Mah," bujukku. Seraya membawa semangkok bubur untuk Mamah. Disaat seperti ini aku abaikan bagaimana bencinya Mamah terhadapku, karena aku bukanlah orang yang pendendam. "Bi Ratih. Suapin aku!" perintah Mamah yang memalingkan wajahnya dari hadapanku. "Iya Bu," jawab Bi Ratih yang mengambil alih mangkoknya dari tanganku. Mamah menolak untuk disuapi olehku. Padahal aku sudah berusaha menurunkan egoku dan ingin berdamai dengannya. Tapi tidak dengan Mamah, dia masih saja angkuh didepanku. Sejak tadi hanya kami bertiga yang ada diruang rawat inap Mamah. Apapun kebutuhan Mamah aku dan Bi Ratih yang berusaha memenuhinya. Mamah terus menghubungi Sizi dan kedua menantunya tetapi tidak ada satupun dari mereka yang mengangkat telepon dari Mamah. "Sial. Mau liburan malah masuk Rumah Sakit. Mereka kemana sih? ditelepon satupun gak ada yang angkat," gerutu Mamah yang terus memperhatikan layar ponsel ditangannya.
Bab 17Akhirnya tanpa diketahui mereka aku sampai juga di taman dekat villa yang jaraknya cukup dekat. Hanya berjarak kurang lebih 500 meter dari Villa tempat kami berlibur. Bagiku ini bukan liburan yang sesungguhnya, karena disini aku harus tetap bekerja mengisi materi di live zoom meeting. Belum lagi intimidasi dari Ipar-iparku dan Mamah Mertuaku. Andai saja Mas Indra yang mengajak aku liburan kesini untuk bulan madu. Pasti aku sudah bahagia sekali. Ahh, tapi sepertinya itu semua hanya mimpi. Suamiku ini tipe orang yang pekerja keras demi menafkahi keluarganya, hingga dia lupa dengan kebahagiaan diri sendiri. Cahaya lampu yang berpendar tidak begitu terang membuat suasana di taman menjadi terasa nyaman tidak terelakkan. Ada pula sepasang muda-mudi yang duduk di bangku bersenda gurau, orang tua yang bermain dengan anaknya. Membuat aku iri melihatnya. Hembusan angin yang menyambar lapisan kulitku. Membuat aku menyudahi lamunan ini. Demi impian-impianku yang belum terealisasikan, seg
Bab 18Semenjak semalam Mas Indra terakhir meneleponku. Hingga saat ini dia belum juga menghubungiku kembali. Bolak balik kulirik layar handphone yang masih tergeletak di atas nakas sedari malam karena tidak berpindah tempat. Ingin rasanya aku menyudahi permainan ini dan pulang ke kampung halamanku. Tapi aku bingung apa yang harus aku katakan kepada Orang tuaku jika aku kembali? satu-satunya lelaki yang bergelar suami sekaligus menjadi pelindungku disini, justru malah sekarang berpihak kepada Ibunya. Hanya karena cerita yang ia dengar sepihak, seharian ini Mas Indra tidak memberi kabar kepadaku. Biasanya dia yang setiap pagi paling rajin meneleponku memberi semangat disaat kita sedang berjauhan. Lelah rasanya menjadi menantu yang tak dianggap dikeluarga ini. Tapi aku tidak boleh menyerah begitu saja! kalaupun pada akhirnya aku harus keluar dari keluarga ini, setidaknya mereka telah menyesali perbuatannya. ****"Mba Aisyah. Suram banget mukanya?" ledek Sizi. Saat aku baru keluar dari
Bab 19Kututup pintu kamar lalu kukunci dari dalam. Berharap setelah ini tidak ada yang menggangguku lagi. Kuhempaskan tubuh ini diatas ranjang dengan posisi tengkurap bertumpuan bantal sebagai penyangga kepala. Tak terasa air mata ini luruh jika mengingat apa yang barusan Mamah katakan. Aku merasa telah direndahkan sebagai menantunya. Setegar apapun diriku didepan mereka, tetap saja hati ini rapuh. Tapi aku tidak boleh terlihat lemah dihadapan Mamah. Karena semakin aku mengalah semakin mereka menindasku. ***"Bi. Bawa semua barangku, jangan sampai ada yang ketinggalan!" perintah Mamah kepada Bi Ratih. "Iya Bu," Bi Ratih segera membawa koper dan barang oleh-oleh yang Mamah beli untuk dimasukkan kedalam bagasi Mobil. Semua orang sibuk packing membereskan barang yang akan mereka bawa pulang. Hanya aku yang santai membawa satu tas berisikan pakaian. Sore ini kami akan melakukan perjalanan pulang ke rumah. "Aisyah. Bukannya kamu bisa nyetir mobilku ya?" tanya Mba Rara yang tiba-tiba m
Bab 20"Assalamuallaikum Mah," sapa Rara yang baru datang bersama Joe."Wallaikumsalam. Kebetulan kalian datang. Sini sekalian makan malam bareng," ajak Bu Sukma kepada menantu kesayangannya."Kebetulan sekali Mah. Aku belum makan, kelihatannya enak nih. Pasti Aisyah yang masak yah?" celetuk Joe seraya matanya mencuri pandang ke arah Aisyah.Rara yang mendengarnya merasa risih suaminya memuji Adik Iparnya sendiri. Sementara Aisyah tertunduk mengalihkan pandangan Joe."Iya Bang. Mumpung aku dirumah. Kapan lagi bisa dimasakin sama istri tercinta," tutur Indra."Beruntung kamu Ndra punya istri jago masak," ungkap Joe yang lagi-lagi memuji Aisyah didepan Rara."Terus kamu pikir, kamu gak beruntung punya istri kaya aku Mas yang pinter cari uang? terus saja banding-bandingkan aku dengan dia! Tetap masih hebatan aku lah sudah cantik sukses pula punya usaha sendiri. Dari pada Aisyah apa coba hebatnya?kalau cuma masak Bi Ratih juga bisa," serang Rara."Tapi kamu selalu sibuk sendiri dengan bis
Bab 21"Mba. Kalau dilihat-lihat kamu itu modis juga yah," ucap Sizi didalam mobil. Matanya terus menjelajahi penampilan Aisyah dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.Dalam hatinya merasa aneh dengan wanita yang ada dihadapannya. Terkadang dia biasa saja, tapi di sisi lain auranya memancarkan kalau dia bukan perempuan dari kalangan menengah ke bawah.Pak Supir yang sedang fokus menyetir sedikit melirik ke belakang melalui kaca spion yang ada di depannya."Biasa saja ko Zi. Sama seperti kamu," tukas Aisyah.Jawabannya yang singkat membuat Sizi semakin penasaran, dengan siapa sebenarnya dia berbicara?"Ini beneran asli semua Mba yang kamu pakai?" Sizi mendekati Aisyah menyentuh jam tangan dan tas yang ada ditangan Aisyah untuk memastikan apakah barang yang dipakainya asli atau hanya tiruan?Tapi dugaan dia salah. Semua yang Aisyah pakai merupakan barang asli. Karena Sizi yang terbiasa dengan hidupnya yang mewah paham betul mengenai barang-barang branded. "Menurutmu?" singkat Aisyah."
Bab 22"Gak sopan kamu. Dia itu tamu kita," bentak Pak Produser pada Sherly. "Saya kenal dia Pak. Dia itu cuma orang kampung yang datang kesini hanya untuk numpang tenar," seru Sherly. Suaranya yang lantang membuat orang-orang disekitar menaruh perhatian kepada mereka."Pergi kamu dari ruangan ini! jangan bikin malu saya didepan para tamu undangan, karena salah memperkerjakan karyawan sepertimu. Kinerja kamu memang bagus tapi attitude kamu nol besar," usir Pak Produser.Sizi menghampiri Sherly dan menarik tangannya "Mba, sudah ayo kita keluar, jangan bikin malu!" pinta Sizi.Alih-alih Aisyah yang diusir dari acara tersebut , tetapi malah sebaliknya Sherly yang terusir karena perbuatannnya sendiri.Disaat bersamaan Sherly dan Sizi melangkahkan kakinya keluar. Seorang pembawa acara menyebut nama Aisyah Angelina Zahra agar naik ke atas panggung untuk menyampaikan sambutan.Langkah kaki mereka terhenti saat keduanya mendengar nama Aisyah disebut."Kok Aisyah?" Sizi segera menengok kearah
Bab 40"Aku lebih baik mat1 dari pada harus menikah denganmu," tampik Indra."Oh. Jadi kamu berani menolakku Mas?" Sherly berdiri mundur menjauhi Indra."Kalian. Kasih pelajaran untuk dia!" perintah Sherly kepada anak buahnya.Ketiga orang suruhan Sherly menghampiri Indra dan langsung menghajar Indra tanpa ampun.Indra hanya bisa pasrah dengan nasibnya sekarang, hanya keajaibanlah yang akan datang menyelamatkan dirinya. Tak disangka hati Sherly berubah penuh kebencian dan balas dendam."Sudah Sher stop!" teriak Rara yang berdiri ketakutan.Ketiga pria itu berhenti kala mendengar teriakan Rara. Indra bingung bagaimana bisa Kakak Iparnya berada disini?"Diam kamu Mba! tujuanku mengajakmu kesini untuk bantu aku bujuk Indra. Bukan malah membela dia," hardik Sherly.Sedangkan di luar sana Aisyah baru saja sampai. Dia meminta sopir ojek online menemaninya sementara, selagi Joe belum sampai. Di perjalanan dia sempat menelepon Kakak Iparnya, bahwa dia melihat Rara dan Sherly pergi menggunaka
Bab 39Sebuah mobil hitam melaju pelan menyusuri jalanan ibukota. Mobil yang berpenumpang tiga orang itu sesekali berhenti di pinggir jalan. Salah seorang dari mereka turun dari mobil dan menghampiri setiap orang yang ditemuinya."Bagaimana Aisyah. Apa ada yang pernah melihat Indra di sekitar sini?" tanya Joe saat Aisyah masuk membuka pintu mobil."Gak ada Bang. Dari sekian orang yang aku temui, mereka bilang gak pernah liat Mas Indra disekitar sini," terang Aisyah menyampaikan informasi yang ia dapatkan setelah beberapa kali bertanya pada orang-orang yang di temuinya di jalan."Buat apa sih nyari orang yang gak jelas dimana keberadaannya? buang-buang waktu saja. Tau begini mendingan aku ke Toko saja, dari pada ikut kalian," celoteh Rara yang kesal karena jenuh."Bisa diam gak Ra? kalau kamu gak punya empati, lebih baik diam! yang hilang ini adikku bukan orang lain," hardik Joe.Rara yang malu karena kena marah oleh suaminya didepan Aisyah. Dia gegas memalingkan wajahnya menghadap ke
Bab 37"Aaaaa... " Rara menjerit histeris saat melihat pakaian kesayangannya yang baru diambil dari jemuran sobek. Di telitinya satu persatu di setiap bagian, ia syok ketika melihat banyak bekas guntingan yang membuat bajunya tidak layak untuk dipakai.Suara jeritan Rara menembus ke dinding kamar hingga terdengar di telinga Aisyah.'Pasti dia syok melihat baju kesayangannya sobek. Kamu yang sudah mulai permainan ini terlebih dahulu Mba, jadi jangan salahkan aku kalau mengikuti permainanmu' gumam Aisyah."Bi Ratih. Siapa yang sudah berani menyobek bajuku?" Rara menghampiri Bi Ratih yang sedang mencuci piring di dapur, membentang bajunya lebar-lebar."Bi- Bibi gak tau Mba. Bukan Bibi yang menyobeknya," jawab Bi Ratih gemetar karena takut melihat Rara yang sudah beringas seperti singa yang siap menerkam mangsanya."Terus siapa?" "Bibi gak tau," ucap Bi Ratih lirih."Gak salah lagi. Ini pasti ulah Aisyah. Kurang ajar dia sudah berani melawanku," Rara gegas meninggalkan dapur menuju ke k
Bab 36"Ehemm," Aisyah sengaja berdehem dibalik pintu.Rara terkejut mendengar ada seseorang yang datang, sontak ia menutup panggilan teleponnya dan menyembunyikan handphone dibalik saku celana."Sejak kapan kamu ada disitu?""Baru saja. Memangnya kenapa, ko kamu kaya ketakutan gitu?" tanya Aisyah sengaja memancing gelagat Rara yang mulai mencurigakan."Gak. Aku mau masuk dulu nyuci baju," ungkapnya seraya membawa kembali pakaian kotor yang sedari tadi ditentengnya kesana kemari tanpa tau kemana arah dan tujuannya."Bukannya kamu bilang tadi mau di laundry," ucap Aisyah santai, badannya ia senderkan di depan pintu menghalangi jalannya Rara ketika ingin masuk."Eemm... laundry-nya tutup," jawab Rara sekenanya. Padahal ia belum sempat menelepon laundry karena sudah terlebih dahulu menerima telepon dari seseorang.Aisyah tau kalau Rara sedang berbohong, sikapnya yang mencurigakan membuat Aisyah mencium sesuatu hal yang tidak beres."Minggir!" usir Rara. Ia menabrak tubuh Aisyah yang meng
Bab 35"Mba Rara dimana Bang? kenapa dia gak ikut makan bareng kita?" tanya Indra yang mencari keberadaan Kakak Iparnya."Dia di kamar Ndra. Lagi gak selera makan katanya," jawab Joe."Biarin saja. Kamu gak usah mengantar makanan ke kamar buat dia Joe! kalau lapar juga pasti dia keluar sendiri nyari makanan," terang Bu Sukma sinis.Di meja yang dikelilingi kursi, mereka semua berkumpul untuk menikmati makan malam. Hanya Rara yang tak mau ikut bergabung dengan mereka."Joe. Kamu harus tegas jadi suami! jangan mau di perdaya sama istri. Makin kesini kok makin gak punya sopan santun. Bisa - bisanya dirumahnya, Mamah dijadikan B4bu. Dan sekarang numpang disini malah sok jadi ratu. Makan minta dianterin ke kamar," tegur Bu Sukma sambil mengunyah makanan yang dilahapnya."Iya Mah," jawab Joe singkat.Aisyah dan Indra saling berpandangan. Mereka saling menahan tawa satu sama lain ketika mendengar Mamahnya dijadikan pembantu di rumah menantu yang dulunya ia bangga-banggakan.***Suara kicauan
Bab 34'Apa maksudnya coba mengajak menginap dirumah ternyata disuruh gantiin tugas pembantu yang pulang kampung. Rara makin kesini sudah gak punya rasa hormat sama Mertuanya sendiri' gerutu Bu Sukma. Ia tidak peduli dengan pesan menantunya sebelum berangkat.Rumah yang biasanya rapi tidak ada pembantu dua hari saja terlihat berantakan. Piring kotor dimana-mana, debu dilantai dan sudut-sudut ruangan serta kaca sudah menempel karena rumah Rara berada di pinggir jalan raya yang banyak dilewati kendaraan berlalu lalang.'Membayangkan untuk membersihkan rumah yang kotor saja aku sudah malas. Apalagi disuruh membersihkannya, bisa-bisa aku pingsan karena kecapean. Dasar Rara malasnya kebangetan. Dirumah sendiri aku di jadikan Ratu, di rumah menantu aku di jadikan Babu' Bu Sukma terus menggerutu.Tak mau ambil pusing, ia menjatuhkan badannya diatas kursi sofa yang berada dekat dengan televisi. Dipencetnya tombol power di remote tv yang ia pegang.Brak...brak..brakTerdengar seseorang mengged
Bab 33"Mas," Aisyah beringsut mendekati Indra yang sedang duduk di tepi ranjang dengan setengah badan menyender di senderan kasur. Kedua tangannya asyik memainkan benda pipih dihadapannya."Hmmm," "Kamu kenapa seharian ini diamterus? Apa menyesal, sudah mengusir Sherly atau ada hal lain yang sedang kamu pikirkan?" tanya Aisyah yang tak nyaman melihat suaminya murung."Kalau Mas menyesal harusnya sudah mas susul dari tadi," jawab Indra meledek istrinya."Ya sudah sana kalau mau nyusul!" cetus Aisyah. Wajah yang sedari tadi menghadap suaminya segera dipalingkan. Bibirnya yang manis mendadak masam, cemberut mengisyaratkan kalau dia tidak senang."Serius? gak cemburu nih kalau Mas berubah pikiran buat susul dia dan menjadikannya istri ke dua?" ledek Indra yang berbisik di telinga Aisyah. Didekatkannya wajah Indra di samping wajah Aisyah yang hanya berjarak beberapa senti.Mata Aisyah terbelalak "Ih kamu Mas," Aisyah memukul dada bidang Indra " Awas saja kalau berani. Aku potong anu - m
Bab 32"Indra. Mamah mohon kamu jangan pergi dari rumah!" cegah Bu Sukma yang memeluk erat tubuh Indra. Terlihat Bu Sukma bimbang antara menenangkan Sherly yang tengah menangis tersedu atau mencegah Indra agar tidak keluar dari rumah."Mah. Tolong jangan lagi mencampuri urusan rumah tanggaku! kalau tidak mau aku pergi dari rumah ini. Apalagi menjodohkan aku dengannya agar bersatu kembali. Itu tidak mungkin," pinta Indra. Ia menatap Mamahnya dengan penuh harapan.Bu Sukma tidak bisa menjawab permohonan Indra. Dalam hatinya mau tidak mau harus mengikhlaskan jikalau Sherly harus pergi, tapi dia belum bisa terima sepenuhnya jikalau harus berdamai dengan Aisyah."Tapi Ndra. Aku tidak masalah, kamu jadikan istri ke dua," terang Sherly dengan wajah penuh harapan. Ucapannya membuat Aisyah terkejut hingga berdiri dari tempatnya ia duduk."Enak banget kamu ngomong. Memang kelebihan kamu apa ingin menjadi istri kedua nya Mas Indra?" tantang Aisyah."Aku lebih cantik dari kamu, lebih mapan, selev
Bab 31"Mas. Kamu itu beneran, mobil hadiah ulang tahunku kamu beli secara kredit?" tanya Aisyah yang sedang menyisir rambutnya yang masih basah akibat pergumulannya dengan Indra sebelum waktu shubuh."Gak lah sayang. Mas beli mobil itu cash," terang Indra."Terus kenapa kamu berbohong sama Mamah?" Aisyah membalikkan badannya menatap serius suaminya."Ya. Karena terpaksa Dek. Kalau Mas bilang sejujurnya sama Mamah, mobil itu dibeli cash. Bisa-bisa Mamah iri, dikiranya Mas punya banyak uang. Mamah kan sudah lama minta ganti mobil baru, tapi gak Mas turutin. Uang itu tadinya mau buat tabungan rumah masa depan kita. Tapi Mas gak tega liat kamu pergi kemana-mana pakai taxi online apalagi ditambah hinaan dari Mba Kiki dan Mba Rara," ungkap Indra yang diam-diam mengetahui sikap Kakak-kakak Iparnya."Tapi gak harus berbohong juga Mas! lagi pula aku gak butuh mobil. Aku bisa kemana-mana pakai taxi online. Apalagi kalau pas jalanan macet alternatif ojek online lebih sat set. Lebih baik kamu ju