Mamanya memijit-mijit betis anaknya sambil menguatkan. Nasehat untuk sabar pun meluncur. Ia tahu anaknya secara fisik sudah membaik namun hatinya masih lemah karena kehilangan. "Itulah Buk, Pak sudah berapa kali saya larang Arumi untuk bantu bersih-bersih dan dia juga sudah lama tak megang gagang sapu. Semejak hamil memang saya larang kerja walaupun hanya kerjaan ringan seperti menyapu, tetapi entah kenapa tanpa sepengetahuan saya siang itu dia malah bersih-bersih WC." terang bu Ningsih."Ooh, gitu bu. Sudahlah mungkin sudah takdir ini terjadi." Bu Ningsih mengambil bubur dan menyuapi Arumi. Arumi menolak disuapi. "Arumi kamu harus makan, biar keadaanmu cepat pulih." Bu Ningsih memaksa Arumi makan, menyuapnya penuh perhatian palsu."Iya, Sayang. Kamu harus mendengarkan omongan ibu mertuamu. Kamu harus kuat semoga Allah mengganti segera dan kamu segera hamil lagi, Sayang."Bu Ningsih juga menyodorkan Arumi teh hangat. Walaupun hati Arumi mulai dongkol dengan kepura-puraan Bu Ningsih
Hampir tiga bulan berlalu dari masa aku keguguran, kini aku sudah mulai melupakan dari kesedihanku. Namum, Entah kenapa ibu sekarang gak ada baik-baiknya sama aku. Padahal aku sudah sangat kuat menuruti yang ibu mau jadi wanita yang serba bisa di rumah.Untuk menyenangkan ibu dan memperbaiki diri urusan dapur. Aku sampai belajar masak dari Youtube, nyoba resep di web, tergabung di group memasak di facebook dan banyak hal. Hasil dari perjuanganku belajar masak tidak sia-sia. Kini aku puas dengan hasil masakanku dan masih terus belajar lagi. Memang semua ada hikmahnya dari hati mau menjadi mantu kesayangan ibu dengan lihai memasak. Kini berubah menjadi hobi baru dan yang paling menyenangkan Bang Raga sangat suka dengan masakanku bahkan ke kantor sampai minta bekal dari rumah, makan malam selalu di rumah. Hmm ... bahagia. Aku berasa menemukan bakat baru."Ternyata kamu ada bakat masak-memasak ya, dek. Makanan yang kamu masak semuanya enak.""Ah, lagi belajar bang liat resep resep yang or
Hari sudah menunjukkan jam dua siang mata ini ngantuk banget. Kurebahkan badan ke kasur saking ngantuknya tak sadar aku terlelap. Aku terbangun karena mau buang air kecil kulihat jam baru jam 14.15 berati baru sekitar belasan menit aku tertidur.Gegas aku ke belakang, hampir mendekati dapur aku mendengar bunyi.'Klentang-klentong' Sebelum tidur siang tadi yang aku tahu ibu lagi pergi dan bang Raga juga sedang di luar. di rumah ini hanya ada aku. Ada apa gerangan dan bunyi apa itu? Pelan kumelangkah dan waspada.'Wah sepertinya kucing ini atau pencuri!' pikirku. Buru-buru dan tetap pelan aku berjalan,Eh tetapi sekilas kulihat ibu.Kupelankan langkah apa ibu masak lagi di dapur karena tak suka dengan makanan yang ku masak tadi. Aku intip diam-diam rupanya bunyi 'klentang-klentong' tadi adalah bunyi ibu mengambil mangkuk di rak, ngambil sendok, membuka tutup panci dan mengambil soto. Ternyata beliau sudah kembali dari luar.Dalam diam kuperhatikan ibu yang kemudian duduk menikmati
POV Bu Ningsih (Mertua Arumi)Sudah dua bulan lebih aku tak lagi mengurus dapur dan masak-memasak. Sengaja membiarkan Arumi sendiri di dapur mengurus masalah makan kami, biar menantuku itu tahu rasa dan kewalahan. Dia belum tahu berhadapan dengan siapa dan supaya Raga tahu kalau istri dari kalangan biasa yang sudah biasa kerja itu penting, seperti yang aku koarkan selama ini padanya. Jadi, kalau tiba masanya nanti ada kala perutnya lapar terus makan masakan istrinya tidak berselera. Nah, di situlah dia! biar kupulangkan semua kata-katanya yang dia bilang wajar Arumi lagi belajar.Di situ dia rasakan akan kukeluarkan semua kata-kata senjataku selama ini kalau istri yang tak pandai memasak, tak cekatan itu tidak berguna. Aduh udah gak sabar menanti waktu itu tiba. Bukannya senang dengan perseteruan anak dan menantu, tetapi buat ngajarin Raga yang selalu menganggap semuanya wajar yang selalu memaklumi istrinya. Bagiku itu adalah pembelaan tak penting darinya dan sangat memuakkan.
Hari ini aku menjemput Arya ke terminal. Istriku--Arumi--sudah masak enak dan berbagai menu untuk menyambut adik iparnya yang sudah lama tak berjumpa.Lima belas menit kami sudah sampai rumah. Hari sudah mulai gelap. Dia naik bis siang jadi datangnya jam segini. Aku saja sampai salat magrib di musala terminal tadi menunggunya. Terlihat di depan pintu rumah ibu sudah menyambut anak lelakinya yang selama ini hidup jauh diperantauan."Alhamdulillah Arya, akhirnya kamu datang juga," capan sumringah ibu melihat Arya datang udah setahun lebih Arya tak pulang karena sibuk kerja di kota lain.Arya masuk mandi dan bergegas makan malam bersama kami. Setelah makan malam, karena waktu isya telah tiba kami berdua pergi ke masjid. Setelah pulang salat kami duduk di ruang keluarga bercengkerama mendengar cerita Arya.Di tengah canda-tawa kami Arya ingin mengatakan kalau dia ingin membicarakan sesuatu. Aku jadi teringat beberapa hari lalu memang Arumi mengatakan kalau kata Andini, Arya mau pulang in
Dua bulan kemudian Arya pun menikah kami semua hadir di acara pernikahannya di kota sebelah. Termasuk Kak Kia yang pada pernikahanku dulu dia tak betah berlama-lama hadir di acara.Habis acara kami langsung pulang sedang Arya dan istrinya akan menyusul bulan depan setelah semua di urus, kartu eluarga mereka dan lain sebagainya.Arya dan istrinya juga mau membuat usaha di sini jadi akan tinggal sementara di rumah ibu juga.Pada hari Arya datang membawa istrinya ibu telah mempersiapkan semua menu yang enak untuk menyambut menantu barunya. Arumi yang terlebih sibuk di suruh ibu mempersiapkan hampir semua masakan. Sebenarnya aku heran sama ibu dia sangat bersemangat sekali. Selalu begitu. Dulu Arumi pun diperlakukan seperti itu. Namun, setelah kami tinggal bersama. Habis hati Arumi babak belur di buatnya.Setelah lama menunggu Arya dan istri pun datang. Asti menyalami ibu dan kami semua. Kami kemudian makan. Setelah selesai makan Asti langsung mengumpulkan piring habis makan dan mencuci
(POV Arumi)Ibu demam, tidak tahu kenapa? badan ibu pagi-pagi panas. Aku membuat ibu sarapan bubur dan menyuapinya. "Ibu sarapan dulu, ya?" sambil mulai memyedok bubur dan menyuapkan pada ibu. Setelah aku aduk-aduk mendinginkannya dalam mangkuk.Ibu melengoskan wajahnya "Ibu gak mau!""Lo, kenapa Bu? Apa rasanya tak enak? 'kan ibu belum coba." ku berucap dengan kelembutan."Ah paling gak enak, ibu'kan tahu kamu buat sesuatu tak pernah enak." ku tak peduli dengan kata-kata ibu karena yang terpenting beliau sarapan supaya panas badannya tak makin menjadi. Lagipula aku sudah tahu kalau ibu bilang tak enak selalu akting, di belakangku lahap saja. Aku terus mencoba menyuap ibu lagi. Sampai beliau mau membuka mulutnya. Akhirnya usahaku berhasil ibu pun menganga. Akhirnya bubur lolos juga ke mulut ibu, buru masuk satu sendok bubur ke mulut beliau.Oek!Ibu memuntahkan bubur. "Apa ibu bilang! ini tak enak." Sambil tangan ibu melempar mangkuk ke lantai hingga bubur berserakan dan mangkuk peca
(POV Arumi)"Eh, wanita gak tahu diri! kamu di sini numpang ya! Num-pang! Jangan malah kamu yang sok kuasa di rumah ini ya!""Apaan sih kak. Datang-datang bukannya salam langsung marah-marah sama orang!""Eeh udah berani nyaut sekarang ya? Hebat!!""Aku gak nyaut nanti juga salah! tapi benar'kan kak? Aku gak tahu kapan kakak datang tetiba udah batantang-betenteng aja di depan kamarku." Aku hampir tak percaya kata-kata itu keluar dari mulutku. Mungkin perkataan Asti yang selalu ia tekankan padaku beberapa minggu ini sudah masuk alam bawah sadar. "Kalau ada orang yang marah-marah gak penting sama kita, menyalahkan kita padahal kita gak salah. Lawan!" Itu kata-kata Asti yang selalu terngiang-ngiang di telingaku sekarang. Hingga kata-katanya sudah mulai merasuk jiwa sekarang membuat aku berani menjawab amarah Kak Kia yang menurutku tanpa sebab. Sebenarnya diri ini bukan tidak berani. Berani! Cuma rasa tak enakan lebih menguasai diri. Aku yang sudah terbiasa selalu menjaga perasaan or