Raka
Ini adalah pengalaman menginap yang paling memuakkan sepanjang hidupku, padahal biasanya aku sangat tenang saat tidur di rumah mama. Tetapi malam ini, rasanya kupingku panas dan hatiku terbakar setiap kali melihat mama bersama Citra, atau terus memujinya di hadapanku.
Kenapa mama seleranya rendah sekali?
Citra itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Maureen, kelas mereka jelas berbeda jauh. Jika dibandingkan, langit dan bumi pun sepertinya terlalu dekat untuk membandingkan mereka berdua. Apa istimewanya gadis berwajah kusam itu? Apa jangan-jangan dia pakai jampi-jampi untuk menaklukkan hati mamaku?
Halah, zaman digital begini memangnya masih mempan pakai jampi-jampi zaman batu? Lagipula siapa yang masih percaya pada dukun untuk mempermudah urusan mereka? Hanya orang primitif saja.
“Raka, mama nyuruh aku untuk panggil kamu dan nyicipin roti. Itu udah pada mateng...”
Citra menghampiriku yang se
Raka“Raka, beli mangga itu dong! Kok kayaknya enak banget asem-asem seger!”Aku terpaksa memberhentikan mobilku di pinggir jalan, karena Maureen melihat penjual mangga muda di trotoar. Penjual yang terlihat masih muda itu sedang melayani pembeli lain, Maureen dengan antusias mengantri menunggu gilirannya dilayani. Dengan cekatan penjualnya mengambil buah mangga yang sudah setengah matang, dikupas lalu ditusuk dengan sumpit bambu.Setelah itu ia mengiris setiap sisinya dan membuat buah mangga itu seperti bunga yang merekah. Dulu aku melihat penjual buah mangga yang dibentuk seperti dan disiram gula pedas itu di Thailand, tetapi sekarang di Indonesia pun sudah banyak yang menjual.“Aku pesen tiga!”“Lho, banyak banget. Emangnya bakalan habis?”“Habis lah! Aku ngiler banget tau!” Maureen ngotot dan aku hanya bisa mengiyakan saja.Namanya juga sedang ngidam, dia pasti ingin ma
RakaKudapati Maureen berjongkok di dekat mobilku, menangis tersedu-sedu dan sesekali mengacak-acak rambutnya hingga kusut. Aku melangkah mendekatinya dan mengusap kepalanya lembut, berusaha memberikan kenyamanan juga rasa tenang yang ia butuhkan saat ini.“Raka...sekarang aku harus gimana? Jonas enggak mau menikah denganku!” keluhnya di sela isak tangis, kupeluk ia dan tak ada penolakan. Maureen menjatuhkan kepalanya ke dadaku, melanjutkan tangisnya,“Aku enggak mau hamil..aku mau aborsi aja!”“Jangan Maureen, kamu tau kan kalo aborsi itu banyak risikonya?”“Tapi aku enggak mau hamil di luar nikah begini, nanti papaku marah dan aku dihapus dari daftar warisannya!”Aku terdiam, bisa kupahami jika Maureen sedang merasa putus asa dan membutuhkan solusi nyata. Apalagi urusan dengan papanya, bagi seorang anak yang biasa diperlakukan dengan mewah seperti seorang putri raj
CitraBaru kali ini aku melihat kondisi Maureen begitu buruk, memang beberapa waktu belakangan ia terlihat agak pucat dan kurang sehat. Tetapi kupikir itu karena ia memang sedang tak enak badan, namun dari yang kudengar saat ia meracau, dirinya tengah hamil.Hamil.Iya hamil!Aku tak mau menghakimi seseorang, dia sudah dewasa dan bisa melakukan apapun yang ia inginkan tanpa perlu izin dari siapapun. Sebab ia tentu sudah paham apa konsekuensi yang bisa didapatkan dari semua tindakannya, termasuk berhubungan badan.Memangnya dia pikir jika berhubungan badan konsekuensinya apa? Tentu saja hamil.Lalu setelah hamil harus bagaimana? Ya hadapi, bertanggungjawab.Tetapi melihat betapa histerisnya Maureen dengan kondisi yang ia alami saat ini, terlihat jelas jika ia tak mau hamil. jika memang tak mau hamil, mengapa tak pakai alat kontrasepsi? Kondom juga harganya murah sekali, tetapi sepertinya sudah benar-benar tak tertahankan
RakaUgh! Badanku rasanya pegal semua, seperti habis romusha seminggu berturut-turut. Lalu perutku, mual sekali!Aku buru-buru turun dari ranjang dan berlari menuju wastafel di kamar mandi, kukeluarkan semua isi perutku sampai rasanya usus pun akan tertarik keluar. Mulutku jadi terasa sangat asam, gigiku seolah dilapisi cairan yang bukan rasanya saja yang kecut, namun baunya juga.Setelah kumur-kumur beberapa kali, barulah mulutku terasa lebih baik. Aku pun baru menyadari jika hanya pakaian dalam yang sedang kukenakan. Aku tidak pernah tidur nyaris telanjang seperti ini, bahkan saat aku mabuk sekalipun.Tetapi kenapa sekarang aku tak pakai apapun selain celana dalam? Apakah terjadi sesuatu?“Apa-apaan ini?”Kuraih handuk kimono dari gantungan yang ada di dekat wastafel, kukenakan dengan cepat lalu mengecek ranjang bekas tidurku semalam. Berantakan, spreinya terlepas dari kasur dan menggulung dengan bed cover yang su
Permintaan Maaf yang Tak Tahu untuk ApaCitraSudah terhitung dua malam sejak kejadian itu, perasaanku masih sama seperti terakhir kusebutkan. Merasa jijik dengan diriku sendiri, karena sudah menaruh harapan. Padahal aku sudah berjanji tetap menjaga kesucianku sampai perkawinan ini berakhir, tapi akhirnya malah kuberikan begitu saja.Sudah begitu, dia tak ingat apa yang terjadi pula!Apa aku ini terlalu murahan?“Ibu terlihat murung, ada masalah apa bu?” tanya Risa, pelayan muda itu memang selalu ada di dekatku. Bisa dibilang ia yang paling akrab denganku dibandingkan pelayan lain di rumah ini.Kugelengkan kepala, sambil mencoba untuk tersenyum seperti tidak ada masalah apa-apa. Tak ada gunanya kuceritakan masalah ini, apalagi pada orang yang tak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang kualami.“Saya buatkan minuman hangat, ya?” tawarnya ramah, sambil mengangkat bot
CitraSemalam sebelum kami tidur di kamar masing-masing, Raka menghampiriku dan menyodorkan amplop coklat berukuran besar.“Apa ini?” tanyaku, hanya melirik benda itu sekilas.“Ambilah, beli apapun yang kamu mau...ini tanda permintaan maafku.”“Permintaan maaf?”“Ayolah, jangan bikin aku merasa makin bersalah. Terima saja! Terserah mau kamu apakan uangnya.”Raka menjejalkan benda itu ke tanganku, sebuah permintaan maaf yang benar-benar tipikal orang kaya. Mereka merasa dengan uang yang banyak sudah cukup meredakan rasa bersalah, membuat orang yang mereka sakiti melupakan hal yang telah terjadi.Kuremas amplop coklat di tanganku, tak ada niatan sedikit pun untuk kubuka dan kulihat isinya, apalagi untuk kugunakan. Ukurannya besar dan isinya juga tebal, pasti jumlah yang cukup besar. Aku mungkin bisa liburan sebulan penuh di hotel bintang tiga dekat pantai dengan
Raka Lelaki berperut gemuk itu berjalan cepat menyusuri koridor di lantai dua, menjauh dari balkon tempatku dan Maureen duduk bersama. Aku tak suka dengan gayanya yang bertingkah seolah dia adalah ayah yang paling bijak. Aku tak suka melhat dia bicara seolah dirinya adalah figur suami yang paling sempurna, apa dia lupa dengan jejak langkahnya di masa lalu hingga mama memutuskan untuk menggugat cerai? Gilanya lagi, ia masih bisa memutarbalik fakta seolah dia yang disakiti. Sial! Kenapa juga ayahku harus datang sepagi ini tanpa pemberitahuan apapun? Tapi memangnya apa yang aneh dengan aku duduk bersama Maureen? Ini bukan kali pertama ia melihatku bersama gadis itu. Bahkan kami juga sempat dijodohkan—walau perjodohannya ditolak Maureen. Tadi aku memang sedang memijiti kaki Maureen, membiarkan ia menumpangkan kedua kakinya di atas pahaku. Apa yang salah dengan itu semua? Reaksinya sangat berlebihan dan itu membuat aku merasa sangat muak.
Raka10 tahunAku baru saja pulang sekolah, sambil membawa selembar kertas berisi gambar yang kubuat tadi di sekolah. Gambar tentang aku, ayah dan mama yang sedang berwisata di taman hiburan. Aku memakai topi dan memegang lolipop, ayah memegang tanganku dan tersenyum lebar. Lalu mama memegang tanganku yang lain, juga tersenyum lebar dengan lipstik merah.Itu bukan gambar pengalamanku saat ke taman hiburan, melainkan cita-cita yang ingin kuwujudkan. Aku ingin pergi ke taman hiburan dengan mereka berdua, supaya aku pun bisa bercerita dengan bangga pada teman-temanku bahwa keluargaku baru saja jalan-jalan.Karena seingatku, aku tak pernah pergi bersama untuk berjalan-jalan. Ayah saja nyaris tak pernah tinggal di rumah dan sehari-hari aku bersama mama. Aku pergi ke tempat-tempat wisata pun dengan mama.Yaa itu memang menyenangkan, tetapi aku merasa ada yang kurang.Semoga dengan melihat has