Dua pria bertubuh kekar memakai pakaian serba hitam datang sambil menyeret Annisa yang terus meronta meminta untuk dibebaskan. Mata gadis itu di tutup dengan kain berwarna hitam sehingga dia tidak tahu akan dibawa ke mana lagi.
Setelah Zidane menurunkannya di jalan, Annisa berusaha mencari pertolongan. Awalnya dia menghubungi Nayla, meminta gadis itu untuk datang menjemputnya. Sayang, sahabatnya itu sedang tidak berada di rumahnya. Jadi, Nayla tidak bisa menjemput Annisa.
Saat ingin menghentikan taksi, tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti tepat di depannya, lalu orang yang ada di dalam mobil itu langsung menyeret paksa bahkan membekamnya dengan sapu tangan yang sudah dibubuhi bius.
"Annisa!" panggil Zidane.
Gadis yang saat ini sedang ketakutan dan berusaha untuk menyelamatkan dirinya dari para penjahat itu langsung mendongak ke arah sumber suara.
Meskipun matanya tertutup kain hitam, tetapi indra pendengarannya masih berfungsi dengan normal. Dia bi
"Aarrrgh ...." Zidane meringis merasakan perih dan sakit saat Annisa mencoba mengobati luka lebam di wajahnya.Melihat hal itu membuat Annisa pun ikut-ikutan meringis seolah merasakan sakit yang dirasakan oleh Zidane."Apa sebaiknya kalian diobati di rumah sakit saja? Lihatlah! Wajah kalian sudah tidak berbentuk lagi," ucap Annisa dengan ekpresi yang nampak seperti sedang mengejek."Hei ... apa mengejek adalah bentuk perhatianmu kepada kami?" Rizky langsung menyahuti perkataan Annisa. Dia merasa tersinggung saat mendengar sahabatnya itu mengejeknya.Bibir pria tampan itu memberenggut kesal dibarengi dengan matanya yang mendelik kesal. Tangannya masih sibuk mengompres wajahnya yang penuh luka memar.Saat ini, Rizky sedang berada di rumah Zidane karena Annisa yang membawanya. Anak buah Hari menghajar mereka habis-habisan setelah berhasil mendapatkan barang yang mereka inginkan, hingga tubuh mereka terkapar tak berdaya.Bersyukur mereka tidak s
Sebuah tatapan tajam terpancar begitu dalam dan sinis saat gadis berhijab itu berpapasan dengan dua wanita yang sedari dulu ingin menghancurkan kehidupannya. Langkah mereka terhenti sejenak, saling berhadap-hadapan dan saling memandang dengan sorot yang sulit diartikan.Hari ini, hari yang telah ditentukan oleh Hari dan Sarah untuk memilih CEO baru sekaligus mengesahkan pemindahan perusahaan dari atas nama Reza menjadi atas nama Sarah."Lihat, siapa ini yang datang?" tanya Maudy kepada Sarah. Wanita bertubuh seksi itu tersenyum sinis sambil menatap Annisa dengan sorot mengejek. "Bukankah kau sudah dipecat dari kantor ini? Masih punya muka, menginjakkan kaki di sini?" tanyanya kepada Annisa.Annisa mengalihkan pandangan ke samping sambil tersenyum simpul, lalu kembali menatap wajah Maudy."Apa kau lupa? Aku adalah putri dari pemilik asli perusahaan ini," jawab Annisa angkuh.Tak lama kemudian, Zidane datang bersama Rizky yang juga ingin menghadiri m
Selesai berpidato, Sarah melanjutkan acara peilihan CEO baru yang akan dilakukan oleh para dewan direksi. Sekretarisnya langsung membagikan selembaran kertas untuk memvoting kepada semua yang hadir di meeting itu.Sejenak, keheningan tercipta saat mereka mulai memikirkan siapa orang yang pantas untuk dijadikan CEO di antara Zidane dan Hari. Sekilas mereka melihat wajah dua pria berbeda usia calon CEO itu secara bergantian untuk menegaskan keputusannya tidak akan salah memilih.Annisa melirik Zidane yang nampak tenang dengan iris mata tegasnya menatap ke arah depan, lebih tepatnya menatap Hari. Dia segera mengalihkan pandangan, melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Kenapa mereka masih belum datang juga?" gumam Annisa. Tersirat kecemasan di raut wajah cantiknya.Zidane menggenggam tangan sang istri yang napak sedang cemas. Dia tersenyum tipis sambil mengangguk pelan seolah menegaskan bahwa semuanya akan baik-baik saja.Sekretaris Sara
Para dewan direksi yang mendengar perkataan Annisa baru saja langsung merasa terkejut akan berita pemalsuan tersebut. Suasana di dalam ruang meeting menjadi ramai dengan desas desus antar anggota yang hadir di sana, mulai mengintimidasi sosok Sarah yang saat ini menjadi tersangka kejahatan."Memang benar, semua orang tahu bahwa saya adalah pengacara kepercayaan pak Reza. Sebelum beliau meninggal, beliau sempat memberikan dokumen berisi surat wasiat yang sudah ditandatangani kepada saya. Namun, tiba-tiba pak Reza menghubungi saya kembali dan meminta saya untuk memberikan dokumen itu kepada Pak Andre, jelas Antonio."Tapi kenapa bisa seperti itu?" tanya pria paruh baya berbadan gemuk yang tak lain ialah sala satu dewan direksi.Sebelum menjawab, Antonio melihat ke arah Annisa dan Zidane yang langsung mengangguk pelan menyetujui apa yang akan dia bicarakan selanjutnya. Pandangan pria paruh baya itu beralih ke arah Sarah yang tampak mulai cemas karena sebentar lagi
Suara tembakan menggema di seluruh ruang meeting hingga memekakkan pendengaran. Semua yang ada di sana refleks menutup telinganya masing-masing. Zidane terkejut saat melihat peluru berasal dari pistol yang Hari tembakkan itu melesat dengan cepat hingga mengenai bahu Annisa."Tazkia ...."Annisa merasakan nyeri yang teramat sangat begitu peluru itu mengenai tubuhnya. Tangan kirinya refleks memegang bagian yang terluka, menutupi cairan hangat dan kental berwarna merah yang mulai membanjiri pakaian yang dikenakannya.Dalam hitungan detik, tubuh gadis itu terkulai lemas dan hilang kesadaran. Dengan gerakan sigap dan cepat, Zidane langsung menahan tubuh istrinya agar tidak terjatuh ke lantai.Sementara itu, Rizky langsung mengamankan Hari yang baru saja membuat kekacauan hingga menyebabkan Annisa terluka. Dia bersama polisi langsung menggiring pria paruh baya itu untuk segera dibawa ke kantor polisi."Sayang, plis, tolong bertahanlah," ujar Zidane denga
Seseorang dari kantor polisi datang menemui Zidane yang masih menunggu di depan ruang UGD untuk dimintai keterangan tentang kejadian penembakan yang dilakukan Hari kepada Annisa. Mereka ingin mendengarkan kesaksian Zidane atas kejahatan Hari.Namun, karena saat itu Zidane tidak mau melewatkan apa pun tentang istrinya yang masih ditangani oleh dokter, dia meminta Rizky mewakili dirinya untuk memberikan kesaksian di kantor polisi karena sekretarisnya itu juga ada di tempat kejadian."Aku pergi dulu. Kabari aku segera jika kau membutuhkan bantuanku," ucap Rizky sebelum dia pergi bersama polisi.Zidane mengangguk mengiakan, dia menepuk bahu Rizky sebagai tanda bahwa saat ini dirinya benar-benar mengandalkan sang sekretaris."Terima kasih, sudah mau membantuku," ucap Zidane bersungguh-sungguh.Rizky terkekeh pelan. Dia merasa ambigu dengan ucapan terima kasih yang terlontar dari mulut atasannya itu. Bukan apa, pasalnya ini pertama kali Zidane mengucapka
Nayla mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, orang yang pertama dia lihat adalah Nayla, sahabatnya. Kedua alis gadis itu mengernyit, bertanya-tanya dalam hati akan keberadaan Zidane saat ini."Alhamdulillah, akhirnya kamu bangun juga, Nisa," ucap Nayla sambil mengembangkan senyum syukur saat mendapati sahabatnya sudah sadar."Hm," gumam Annisa.Dia mencoba untuk bangun, tetapi bahunya masih terasa sakit."Hati-hati, Nisa. Sebaiknya kamu jangan bangun dulu, lukanya jahitan di bahumu masih basah," ujar Nayla.Annisa menghela napas panjang, pasrah akan keadaannnya saat ini."Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Annisa. Dia kembali melihat ke sekeliling untuk memastikan kembali ketidak hadiran Zidane di ruangannya."Kemana Zidane?" tanyanya lagi.Nayla tersenyu tenang sebelum menjawab, "Suamimu baru saja pergi karena ada urusan penting yang harus dia selesaikan.""Tadi aku menghubungimu, tapi Zidane yang menjawab teleponn
BRAKKK!Suara pintu dibuka dengan paksa. Annisa dan Yogi yang sedang berbicara dibuat kaget karenanya. Refleks keduanya menoleh, melihat pelaku yang sangat tidak sopan itu."Maudy?"Kedua alis Annisa menyatu, menatap bingung pada wanita yang baru saja memasuki ruangannya tanpa permisi.Seringai terukir di bibir Maudy, tatapannya begitu sinis melihat Annisa yang sedang duduk di atas ranjang."Apa kau sudah merasa puas sekarang, hah? Gara-gara kamu, sekarang mamaku dipenjara!" bentak Maudy sambil menunjuk ke arah Annisa.Melihat hal itu, Yogi pun langsung beranjak dari tempat duduknya, lalu menepis tangan Maudy dan mendorongnya agar tidak melukai Annisa."Kau ini kenapa, Maudy? Datang-datang langsung bersikap tidak sopan seperti ini!" tegur Yogi.Maudy meliriknya sekilas, nampak sinis."Apa aku tidak salah? Kau baru saja membelanya? Membela orang yang sudah membuat papamu mas