Pihak bank akhirnya tidak punya pilihan lain selain segera menyita semua aset milik Johanes Group.Meski berkali-kali sang pemilik berusaha memohon untuk menunda tetap saja tidak bisa.Dan hari ini lelang itu pun dimulai.Banyak yang datang untuk ikut dalam acara yang diadakan pihak bank.Yang turut dilelang adalah rumah lengkap dengan semua isinya termasuk kendaraan, serta sebuah perusahaan yang dulunya sempat berjaya di masa kepemimpinan kakeknya Zara.Nyatanya sekarang semua itu tinggal kenangan. Galen Johanes hanya bisa berharap agar ada orang yang mau melelang asetnya dengan nominal yang lebih besar dari hutang-hutangnya.Dia masih memiliki hutang di bank dan pihak investor sebesar 48 miliar rupiah.Dan tepat pukul 10.00 waktu setempat seluruh pengusaha di kota Victoire sudah menghadiri acara pelelangan tersebut. Zahra sang pewaris asli dari seluruh aset keluarga Johanes hanya bisa tertunduk lesu di dalam apartemen, dan berusaha mengikhlaskan seluruh harta milik mendiang sang k
“Silahkan masuk Tuan.”Galen menyambut ramah sosok lelaki berpenampilan rapi yang kini sudah ada di dalam ruangan.“Silahkan duduk,” ucapnya lagi.“Terima kasih atas penawaran anda Tuan. Kalau boleh tahu anda siapa?” Pihak bank mendekati lelaki itu dan berdiri di samping mejanya.Dia tersenyum ramah, “saya perwakilan dari Tuan Adamson.”Semua yang hadir sedikit terkejut mendengarnya, tak ada yang tak mengenal Adamson Corporation.Seberat apapun guncangan ekonomi dunia, namun perusahaan tetap tegak berdiri. Uang yang dimiliki sang pemilik tak berseri hingga membuatnya terus membuat anak cabang di seluruh dunia.Namun sayangnya, ada rumor yang menyebar kalau pemiliknya seorang pecinta sesama jenis.”Kalau misalnya ada yang berani menawar lebih dari ini saya persilahkan. Maaf kami hanya berani di angka itu,” ucapnya tegas.Tak ada seorangpun yang menjawab tapi dengan gerakan gelengan kepala pria itu yakin dirinya lah yang mendapatkan seluruh aset milik keluarga Johanes dengan nominal ya
Kali ini yang datang bukan orang yang sama atau Dimas, tapi para pengawal Kevin yang lain.Melihat dari penampilannya saja sudah membuat Galen bergidik ngeri, apalagi mendengar bentakannya yang seperti tadi.Galen justru menganggap ini adalah orang kepercayaan sang mafia.“Saya sudah membayar utang saya barusan. Jadi kalian silahkan pergi dari rumah ini,” ucapnya lirih.Seringai licik terbit dari sudut bibir salah satu pria yang mendekati Galen.“Kau kira kami siapa hmmmm?” tanyanya sinis.Galen seperti orang dungu dan memilih untuk menggeleng.“Kami adalah orang suruhan Tuan Adamson, beliau meminta kami untuk datang memberitahu kalian segera mengosongkan rumah ini.”Mika Johanes menggeleng, “ada apa ini Pa? Siapa mereka?” tanyanya penuh amarah.“Mereka orang suruhan pemilik baru rumah ini, sebaiknya kita berkemas sekarang,” sahutnya.“Apaaaaaa?” Mika tampak sangat terkejut. “Papa sudah menjual rumah ini?” tanyanya.“Rumah dan semua aset kita disita bank Ma, dan tadi sudah dilelang.
“Aku akan mencarikan pelayan agar kau ada yang menemani di rumah ini saat aku harus bekerja,” ucap Kevin pada sang istri.Zara hanya mengangguk, dia tidak akan pernah menghalangi suaminya untuk bekerja, tapi entah kenapa rasanya ada yang kurang.“Apa aku boleh ikut?” tanya Zara.Kevin tersenyum, “suatu saat aku akan mengajakmu ke mana pun aku melangkah. Biarkan dulu aku menyelesaikan misiku,” tuturnya.Zara kembali mengangguk. Biarlah dirinya akan menghabiskan waktu hanya dengan melukis.“Apa kau mau bekerja? Mungkin kau ingin menjadi pimpinan di kantor kakek?”Zara menatap sang suami penuh tanya.Kevin tampak gugup, “maksudku itu kan sudah dibeli oleh atasanku. Kalau kau mau belajar memimpin perusahaan itu aku bisa membicarakannya dengan Bosku.”Kali ini Zara menggeleng.“Menerima tawaranmu justru membuatku semakin sulit melupakan kenyataan yang ada. Apa kau tidak sanggup membayar sewa apartemen ini sampai harus menyuruhku bekerja?”Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia te
Kevin mendorong tubuh wanita penghibur itu hingga tersungkur di lantai. Dia mendengar wanita itu meringis menahan sakit.“Aku datang ke tempat ini untuk bertemu dengan Tuan Baron, tapi sayang beliau malah pakai cara kotor untuk menggodaku,” ucap Kevin marah.Wanita penghibur itu tak terima dengan umpatan Kevin. Dia berniat melawan, namun bukan Kevin namanya kalau membiarkan lawannya menang.“Kau boleh pergi sekarang sebelum aku melemparmu keluar dari ruangan ini!”Wajah Kevin tampak sedang menahan marah membuat sang wanita bergidik ngeri dan memilih pergi dari ruangan itu.Kevin kembali duduk.Namun sudah satu jam menunggu sang mafia tak kunjung datang hingga membuat Kevin melangkah keluar menuju ke parkiran. Namun siapa sangka saat di lobby dia bertemu dengan Tuan Baron.“Tuan Adamson, bagaimana pelayanan wanita yang saya berikan untuk anda. Itu adalah wanita terbaik yang tempat ini punya,” ucapnya penuh percaya diri.Ingin sekali rasanya Kevin memberi bogem mentah pada sang mafia,
Kevin merapikan kembali jas kerjanya, lalu berdiri dan mendekati sofa.Dia masih bisa memberi senyum manis pada Tuan Baron. lalu mempersilahkan sang mafia untuk duduk dan minum air mineral yang sudah disediakan di meja sofa.“Saya datang ke sini, ingin minta maaf atas kejadian tadi malam Tuan. Saya pikir anda sama dengan pebisnis lainnya,” ujarnya.Kevin memberikan senyum tipis, “saya sangat menyesal sudah mengecewakan anda,” sambungnya lagi.Kevin tahu dalang dibalik pembunuhan keluarganya adalah sang mafia, dan mungkin dia kembali untuk mengincar nyawa Kevin.Sayangnya sang mafia belum tahu kalau Kevin tak mudah untuk dilumpuhkan.“Lupakan saja Tuan, mungkin nanti kita bisa mulai semua dari awal,” tutur Kevin.Mereka pun mulai berbincang kembali dan akan mengatur jadwal ulang untuk bertemu membahas yang sudah tertunda.Satu jam di sana sang mafia pun pamit dari kantor Kevin.Siang harinya Kevin ditemani oleh bagian marketing ke kantor pusat yang merupakan seorang wanita untuk meetin
Kota West Country dan segala gemerlap dunia malamnya. Kota ini memiliki beberapa klub dan bar paling keren. Kehidupan malam, teman kencan, tempat romantis, hingga tempat minum-minum West Country memilikinya dan tersebar di berbagai penjuru.Begitu pun dengan Kevin, weekend ini dia memutuskan pergi ke bar untuk bersenang-senang. Sudah lama dia tidak menghabiskan waktu dengan minum-minum sampai mabuk, hari ini Kevin baru bisa merealisasikannya."Ayo Kevin, minum lagi. Ini masih nanggung. Kita ke sini untuk melepas penat dan berdamai dengan semuanya, iya, kan?"Kayla menuang anggur ke dalam gelas milik Kevin, padahal itu sudah gelas ketiga, tapi wanita itu terus memaksanya untuk meminum kembali alkohol itu.Ya, malam ini Kevin tidak sendiri. Dia ditemani mantan kekasihnya yang merangkap sebagai sahabat. Setelah dua Minggu berlalu, mereka semakin dekat dengan dalih persahabatan.Kevin langsung melepas botol alkohol dari tangan Kayla dan berbalik menuangkan isinya pada gelas milik gadis
Kevin kembali menenggak minuman keras itu dalam satu tegukan. “Aku benar-benar tak percaya ternyata kau mampu menemukan wanita lain yang menggeser aku dari hatimu.” Jujur sekuat hati Kayla mencoba menahan rasa sakitnya. Tujuannya datang ke Kota West Country adalah untuk mencari Kevin dan mengajaknya kembali berpacaran. Tapi Kayla tak kehabisan akal, dia yakin bisa tetap menjadi satu-satunya wanita yang Kevin cintai seperti dulu. “Wanita seperti apa sih dia? Aku jadi penasaran deh,” ucapnya lagi. Kevin masih sadar untuk tidak menyebut nama Zara di depan Kayla, dia juga tidak mengatakan kalau dirinya sudah menikah. Kevin takut urusannya akan panjang kalau sang paman tahu semuanya. Dia hanya menegaskan kalau di hatinya sudah ada satu nama yang sudah menggeser Kayla. "Dia perempuan yang baik, saat aku benar-benar kacau dia memberiku kebahagiaan yang berbeda, yang membuatku lebih baik. Jadi, aku berharap apapun yang terjadi bisa bersamanya terus." Sejujurnya Kayla juga merasa bersal
Sore yang mendung, tak menyurutkan semangat Kevin dalam meresmikan pembukaan anak cabang Adamson Corporation sesuai rencana. Tak ada yang tahu, termasuk tamu undangan yang nanti akan hadir di sana, bahwa perusahaan ini sudah disiapkan oleh Kevin sebagai kejutan untuk sang asisten terbaiknya, Dimas. Dalam kesempatan istimewa ini, Dimas datang bersama istri tercinta, ibu mertuanya yang begitu penyayang, serta bibinya yang selalu dianggap seperti ibu kandung sendiri. Sementara itu, Kevin datang bersama sang istri, dua buah hatinya yang merupakan anak kembar berusia tiga tahun, serta ayah mertuanya yang nampak semakin sehat dan bugar. Anak-anak kembar tersebut menjadi pusat perhatian. Betapa adil Tuhan, wajah gadis kecil itu persis seperti Kevin, sedangkan bocah lelakinya menyerupai wajah sang istri. Sebuah keluarga yang harmonis, mencerminkan cinta yang tulus di antara mereka. Seperti biasa, Kevin diminta untuk memberikan sambutan sebagai pimpinan perusahaan. Dalam sorotan cahaya s
Tiga bulan berikutnya, Kevin sedang berbincang serius dengan istri tercintanya mengenai rencana masa depan Dimas dan Dinda. "Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ucap Kevin pada sang istri, membuatnya penasaran. "Apa itu, Sayang? Kok sepertinya sangat penting?" tanya sang istri dengan wajah penasaran, menambah kegugupan dalam ruangan. Kevin tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang begitu mendukungnya. "Sebenarnya, ini bukan hanya penting, tapi juga menyangkut masa depan Dimas dan Dinda. Aku ingin meminta pendapat dari istriku tercinta karena apa yang aku miliki, juga menjadi milik istriku." Mendengar hal tersebut, istri Kevin tersenyum lembut dan mengecup pipi suaminya sebagai tanda cinta dan dukungan. "Apa yang ingin kamu bahas, Sayang?" Dengan nafas yang berat, Kevin mulai bercerita, "Aku berencana memberikan satu perusahaan kepada Dimas. Dia sudah bekerja sangat keras untuk kantor kita, dan aku ingin dia bersama Dinda maju serta memulai segalanya dari awal
Hari ini adalah hari terakhir Dinda dan Dimas untuk mengecap bulan madu, mereka sudah berkeliling ke berbagai tempat namun rasanya waktu itu masih kurang.Seperti pagi ini tidur mereka harus terenggut saat keduanya sudah merencanakan di hari sebelumnya untuk membeli oleh-oleh."Sayang, ayo bangun kita harus segera menuju ke tempat oleh-oleh jangan sampai nanti pulang malah tidak membawa apa-apa,“ ucap Dinda pada sang suami Dimas saat ini masih bersantai di atas ranjang setelah kelelahan selama beberapa hari ini menikmati indahnya sebagai pasangan suami istri.“Sebentar lagi Sayang aku ngantuk banget.” rasanya sangat sulit bagi Dimas untuk membuka mata dia lebih memilih untuk tetap terpejam dan berada di atas ranjang."Tapi kita harus segera pergi, Sayang. Jangan sampai kehabisan oleh-oleh," ucap Dinda dengan nada menggoda. Dinda mengeluarkan jurusnya agar sang suami mau segera bangun dari tidurnya, dirinya sudah menunggu cukup lama Namun pria ini tak juga membuka matanya hingga membua
Pesta pernikahan Dimas terus berlangsung hingga larut malam pemilihan tempat yang outdoor membuat suasana semakin Syahdu dan terkesan akrab. Semua karyawan Adamson corporation sengaja diundang oleh Dimas dan mereka tidak ada yang tidak datang Jujur semenjak ada Dinda, Dimas sudah tidak sekaku dulu lagi minimal orang kedua di kantor tempat mereka bekerja sudah lebih sering tersenyum ketimbang sebelumnya. Semakin malam pesta semakin larut hentakan musik di pinggir pantai memecah suasana malam itu mereka berpesta pora hingga akhirnya pesta pun berakhir. Setelah berbulan-bulan persiapan yang melelahkan, Dimas dan Dinda akhirnya menyelesaikan pesta pernikahan mereka dengan sukses. Dikelilingi oleh cahaya gemerlap lampu dan tumpukan karangan bunga, mereka berdua tampak kelelahan namun bahagia. Dalam pelukan satu sama lain, mereka menghela nafas lega, menikmati momen indah setelah perjalanan panjang menuju hari yang mereka nantikan. “Akhirnya semua ritual melelahkan kita berakhir,” uc
Pernikahan Dimas dan Dinda"Sayang, apa kau sudah siap?" tanya Kevin pada sang istri. Hari ini mereka akan menghadiri acara pernikahan Dimas dan Dinda, acara sakral yang dihadiri oleh keluarga besar kedua belah pihak. "Sebentar, Sayang. Dua menit lagi, tinggal memakai berlian saja kok," ucap sang istri, yang membuat Kevin tersenyum bahagia. Padahal, istrinya sudah diberikan waktu cukup lama untuk berdandan; bahkan Kevin sempat bermain bersama kedua anak kembarnya. Namun, begitu kembali, sang istri masih sibuk berkutik di depan meja rias. Sementara itu, istrinya ingin tampil sempurna agar tidak membuat sang suami malu. "Iya, sayang, berapapun waktu yang kau inginkan pasti akan kuberikan," ucap Kevin dengan lembut. Zara tertawa kecil, tak mengetahui apakah kalimat itu sarkasme atau benar-benar dari hati Kevin, sebab ia tahu suaminya telah menunggu cukup lama. "Sabar dong, Sayang. Sebentar lagi," ucap Zara dengan menggoda. Tak berselang lama, ia pun mendekati Kevin, ternyata sang
Kevin dan Dimas berdiri kokoh di tengah jalanan yang sepi dan mulai gelap, terasa begitu mencekam dan hening, matapun tertuju pada para preman bersenjata api. Jantung mereka berdegup semakin cepat; namun mereka tahu bahwa mereka harus bertindak gesit untuk melindungi diri sendiri serta orang-orang di sekitar. Keduanya lantas merancang strategi dengan mata fokus, tanpa sepatah kata pun terlontar, sekedar tatapan yang saling bercerita dan penuh tekad bersama. Siap menghadapi bahaya yang melayang di atas kepala mereka, mereka mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Tak lama, preman-preman itu mulai mendekati dengan niat yang jelas. Kevin dan Dimas pun segera melancarkan aksi mereka. Keduanya mengandalkan keterampilan bertarung serta refleks yang telah mereka asah, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan para penjahat tersebut. Angin meniup lantang, suara bentrokan demi bentrokan memecah kesunyian, menjadikan malam itu satu episode yang tak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang m
Malam itu, Kevin duduk di balkon kamarnya bersama istri tercinta, setelah berhasil menidurkan kedua anak kembarnya yang lucu. Rencana yang akan dibahas adalah mengenai persiapan pernikahan Dimas dan Dinda, keduanya yang telah lama diincar oleh hati Kevin untuk dipertemukan. Kebahagiaan Dimas adalah kebahagiaan bagi Kevin. Tidak hanya sebagai asisten pribadi yang sudah seperti keluarga, tetapi juga sahabat yang selalu setia menemani Kevin dalam suka duka. Diiringi malam yang tenang, ia menggenggam tangan istri dan berbicara dengan tulus dari lubuk hatinya. Kevin ingin meminta izin untuk memberikan biaya pernikahan untuk Dimas dan Dinda. Bagaimanapun, Dimas telah memberikan begitu banyak hal dalam hidup mereka dan tentunya Kevin sangat berharap sang istri tidak keberatan dengan keputusannya.Tentu saja tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi Kevin selain melihat orang-orang di sekitarnya bahagia. Karena ia tahu betul bahwa Dinda telah mencuri hati Dimas sejak pertama kali bertemu
Satu Tahun kemudianHubungan Dimas dan Dinda semakin menemukan titik kebahagiaan mereka benar-benar tak menyangka akhirnya bisa sampai di titik ini. Malam ini Dimas mengajak Dinda untuk makan malam bersama. Jujur ada desir hangat mengalir dalam darah dinda."Dinda, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,” ucap Dimas gugup. Demi apapun Dimas tak pernah sebelumnya merasa segugup ini."Apa itu, Dimas? Jangan membuatku gugugp deh,” jawab Dinada penuh rasa penasaran Dinda berharap Dimas menyatakan cinta padanya, sudah sejak lama Dinda menunggu ungkapan cinta dari lelaki yang terkenal dingin ini namun tak kunjung terjadi juga.“Hmmmm,” Dimas berdehem gugup. "Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu. Kamu membuat setiap hari menjadi lebih cerah dan berarti bagiku. Aku mencintaimu, Dinda, dengan segenap hatiku."Dinta membelalak mendengar ungkapan cinta dari pria kutub utara ini. Benarkah ini? Atau aku hanya bermimpi? ... Aku juga mencintaimu. Kamu adalah sumber kebahagiaanku,” sayangny
Sementara itu di sebuah restoran mewah Kevin sengaja meminta istrinya untuk datang ke restoran hari ini.Dia mengajak sang istri untuk makan siang bersama, senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wanita yang ia cintai sudah tiba di hadapannya.“Wah, kau cantik sekali, Sayang," ucap Kevin dengan nada rayuan, memandangi sang istri yang berdandan cantik. Wanita itu mencebik, merasa gusar dengan cara suaminya memujinya. "Memangnya selama ini aku tidak cantik, Sayang?" tanya sang istri, menegaskan kalimatnya. Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tersenyum geli. "Tentu saja cantik. Tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan istriku," jawabnya dengan hati-hati. "Ayo sayang, kita makan siang dulu. Aku sudah pesan makanan kesukaanmu," ajaknya seraya menunjuk hidangan yang sudah tersaji di atas meja makan. Kevin menggenggam tangan sang istri, tatapannya lembut dan sayang. "Sesekali kita perlu menghabiskan waktu berdua saja, Sayang. Semoga di waktu yang akan datang, kita bisa leb