"Kenapa kamu diam-diam mengadu domba lagi? Apa lagi yang bisa kamu lakukan selain berbohong?"Desi memelototi Ardika dengan galak.Kalau bukan karena dia tidak ingin membesarkan masalah dan mempermalukan diri sendiri hingga teman-teman lamanya tahu bahwa Ardika adalah menantunya, dia sudah mengusir Ardika."Bibi Desi, jangan marah. Pesta masih berlangsung, Bibi harus senang-senang. Jangan biarkan dia memengaruhi suasana hati Bibi."Peter berlagak baik lagi.Namun, Desi malah mendengarkan Peter. Dia mengabaikan Ardika sambil berkata, "Peter, pesta akan segera dimulai. Pergilah ke atas panggung untuk mewakili bibi mengucapkan beberapa kata. Bibi nggak pandai berbicara, nanti malah ditertawakan orang."Peter tertegun sejenak sebelum bergembira.Bisa-bisanya Desi menyuruhnya mewakili Luna berpidato, dia memahami maksud Desi."Bu, Peter bukan anggota keluarga kita, bagaimana bisa dia yang berpidato? Aku atau Ardika bisa mewakili Ibu."Luna sangat panik.Desi memelototinya sambil berkata, "D
Mendengar ucapan ini, preman berambut pirang itu langsung menatap Hendy dengan galak."Dasar pria gendut, beraninya kamu membodohiku dengan ruangan kelas rendah. Kurasa kamu sudah bosan hidup, ya? Cepat siapkan Hall Utopia untuk kami!"Dalam sekejap, wajah Luna sekeluarga dan para tamu pun memucat. Semuanya segera berdiri."Ada apa dengan Desi? Bisa-bisanya merayakan pesta di tempat buruk seperti ini, belum makan saja sudah diusir ...."Beberapa orang mulai mengeluh.Ketika Desi mendengar ini, dia merasa sangat malu. Bagaimana mungkin dia tahu akan terjadi hal seperti ini?Dia memberanikan diri untuk menghampiri para preman itu, lalu berkata, "Saudara sekalian, keluarga kami menghabiskan banyak uang untuk mengadakan pesta pindah rumah di sini. Kalian makanlah di tempat lain ....""Plak!"Preman berambut pirang itu langsung menamparnya. "Jangan berbasa-basi denganku, pergi sana!"Desi mundur dengan ketakutan."Bu!"Luna segera berlari ke arah ibunya, begitu pula dengan Ardika. Dia menat
Mendengar ucapan Desi, semuanya langsung mengangkat sendok mereka."Makan apanya. Semuanya cepat pergi dari Hall Utopia!"Tak disangka, Peter tiba-tiba emosi dan mengusir para tamu.Para tamu langsung meletakkan sendok di tangan mereka.Desi berkata dengan kaget, "Peter, ada apa? Bukankah kamu sudah mengusir para preman itu?""Mengusir? Aku nggak sanggup menyinggung mereka, cepat pergi!" kata Peter dengan kesal. Karena dia ingin segera mengusir para tamu, dia pun mengasari Desi.Desi menatap Peter dengan linglung selama beberapa detik. Pada akhirnya, dia mengerti kalau Peter tidak sedang bercanda."Semuanya, pergilah. Aku meminta maaf atas insiden di pesta kali ini, aku akan mentraktir kalian di lain waktu untuk menebus kesalahanku," kata Desi sambil menangis.Semua tamu terpaksa bangun, bisa-bisanya mereka diusir begitu saja."Bu, pesta pindah rumah ini akan tetap dilanjutkan. Kita nggak perlu pergi."Saat ini, Ardika tiba-tiba berdiri."Kenapa belum pergi? Lamban sekali!"Pada saat i
Oh?Ardika terhibur oleh omongannya. "Jadi, selain seratus kilogram daging di tubuhmu, kamu nggak punya benda lain lagi?""Tuan Ardika, kalau Tuan suka, mulai sekarang, lebih dari seratus kilogram daging di tubuh ini menjadi milikmu. Aku akan menuruti semua perintahmu!"Jinto sangat gembira. Bekerja untuk Ardika adalah hal baik."Kamu nggak pantas."Tentu saja, Ardika memahami niat Jinto. Dia segera menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Kalau mau aku melepaskanmu, kamu harus meninggalkan sesuatu."Ardika memandang Jinto dari ujung kepala sampai ujung kaki.Jinto sontak ketakutan, tetapi dia tidak berani menolak. "Tuan Ardika, katakan saja. Sekalipun Tuan menyuruhmu memotong anggota tubuhku, aku nggak akan ragu!""Aku nggak ingin melihat darah di hari bahagia ini."Ardika berkata dengan tenang, "Begini, gigi depanmu itu sungguh mengganggu, cabutlah.""Hah?"Jinto tidak menyangka Ardika akan menyuruhnya mencabut gigi depannya yang terbuat dari emas. Bagaimanapun, itu adalah simbolnya
Baron Remax adalah ayahnya Peter, pemimpin generasi kedua Keluarga Remax."Berengsek, beraninya kamu menghina ayahku!"Mendengar Ardika menyebut nama ayahnya, Peter langsung menoleh ke arah Ardika.Desi pun emosi. "Ardika, apa maksudmu? Nggak berani minum? Luna itu junior, bagaimana mungkin Pak Baron nggak berani menerima anggur darinya!"Melihat Desi mengasarinya lagi, Ardika menggelengkan kepalanya dengan tidak berdaya."Bu, aku salah."Kalau bukan demi membiarkan Desi menyelesaikan pesta dengan gembira, dia akan meminta Baron datang meminta maaf sekarang juga."Pecundang!"Melihat Ardika menyerah begitu saja, Peter pun mendengus dingin.Dia tidak berbasa-basi dengan Ardika dan lanjut menyanjung Desi.Dia bisa melihat bahwa Desi-lah yang membuat keputusan dalam keluarga ini, Jacky sama sekali tidak bersuara.Selama Desi mengakuinya sebagai menantu, Luna dan Ardika pasti akan bercerai!Dia akan segera memiliki istri cantik.Meskipun Luna tidak bersedia, dia tetap harus menuruti keingi
Melihat Luna mengangkat gelas dengan patuh, Peter sangat gembira.Dia tahu Luna tidak bersedia bersulang dengan ayahnya.Namun, selama Desi memerintah, Luna harus menuruti.Menyanjung Desi adalah strategi yang sempurna.Selama dia dapat mengelabui Desi, wanita bodoh ini akan mengirim Luna ke ranjangnya.Dia segera menuangkan segelas anggur dan meletakkan anggur itu ke tangan Baron, tetapi dia menyadari bahwa Baron tertegun di tempat."Ayah, Luna sedang mengajakmu bersulang, apa yang kamu pikirkan.""Oh ...."Baron kembali tersadar. Melihat gelas yang diletakkan putranya di tangannya, dia seolah-olah kepanasan dan langsung melepaskan gelas itu."Bruk!"Gelas anggur itu pecah.Desi tertegun sejenak. Dia mengira Baron marah karena tidak puas dengan sikap putrinya."Luna, kenapa kamu ragu-ragu? Apa kamu nggak senang karena aku menyuruhmu menyulang Paman Baron?" Desi berkata dengan marah, "Cepat ambil gelas dan tuangkan anggur untuk Paman Baron!"Baron kaget dan menyadari bahwa Desi sudah s
Baron yang ketakutan pun mati rasa ketika mendengar ucapan mematikan dari Ardika.Bajingan kecil ini bisa mencelakai keluarganya!"Plak!"Baron tiba-tiba berdiri dan menampar Peter dengan kuat!Peter merintih kesakitan sambil memegang wajahnya dengan kebingungan. "Ayah, kenapa kamu memukulku!""Kenapa memukulmu? Aku sungguh ingin menghabisi bajingan sepertimu!"Baron bergegas menghampiri Peter sambil melayangkan sebuah pukulan. Pukulan itu membuat Peter langsung melindungi kepalanya, sesaat kemudian, hidungnya memar dan wajahnya membengkak."Bajingan, cepat berlutut!"Baron menyeret Peter ke hadapan Desi, lalu menendang lulutnya. Peter yang kesakitan pun langsung berlutut."Cepat minta maaf pada Bu Desi dan sampaikan padanya apa yang sudah kamu lakukan!""Apa yang perlu kusampaikan? Aku nggak melakukan apa pun!"Peter masih belum menyerah.Baron yang emosi langsung menampar wajahnya lagi. "Katakan soal kamu membuang Bu Desi ke jalanan!"Desi tertegun selama beberapa detik sebelum menge
"Kamu sudah tahu?"Desi menatap Ardika dengan kaget."Bu, kemarin pagi Peter mengungkapkan perasaan kepada Luna. Dia kesal karena Luna menolaknya, jadi setelah mendengar masalah yang menimpa Ibu, aku tahu kalau Peter mendekatimu agar bisa mendapatkan Luna."Setelah tahu bahwa Desi tidak lagi salah paham padanya, Ardika pun merasa lega."Ardika, kamu pintar sekali!" puji Luna.Mendengar ibunya terus memfitnah Ardika, Luna pun sangat marah.Kali ini Ardika sudah banyak berkorban, dia harus mengungkapkan semua pengorbanan Ardika agar ibunya tahu bahwa suaminya bukanlah orang yang suka membual."Kepintaran dalam hal ini bukanlah apa-apa!"Tak disangka, Desi malah memelototi Ardika dengan galak dan mengomel, "Ardika, kenapa kamu begitu pengecut? Kenapa nggak langsung mengungkap wujud asli si bajingan Peter itu? Malah menyulitkan istrimu!"Luna tercengang dan membalas, "Bu, jelas-jelas kamu yang terus membela Peter dan memerintahku. Kenapa kamu malah menyalahkan Ardika!"Mendengar teguran Lu
"Tuan Ardika, ini adalah pembunuhnya?!"Melihat mayat yang tergeletak di tanah itu, Sigit sangat terkejut.Ardika baru pergi berapa lama?Dia langsung kembali dengan membawa mayat pembunuh tersebut.Namun, pembunuh ini sudah mati, agak sulit untuk dipertanggungjawabkan.Terlebih lagi, sangat jelas pembunuh ini menerima instruksi dari orang lain ....Seakan-akan bisa membaca pikiran Sigit, Ardika langsung berkata, "Langsung tetapkan dia bunuh diri karena takut akan dosa sendiri saja.""Pembunuh ini adalah orang Negara Jepara. Walau ada dalang di balik semua ini, ini bukanlah sesuatu yang bisa kalian campur tangan lagi. Nanti aku akan menanganinya sendiri."Mendengar Ardika berbicara demikian, Sigit tidak bertanya lagi.Dia mengangguk, lalu langsung meminta bawahannya untuk membawa mayat tersebut.Ardika bertanya lagi, "Omong-omong, bagaimana situasi Keluarga Basagita?""Tuan Besar Basagita dan Wulan sudah nggak bisa diselamatkan lagi. Selain itu, belasan pengawal itu, selain tiga orang
"Kalau begitu, kebetulan sekali aku ingin mencoba."Ardika langsung melangkah maju dengan cepat. Tanpa memberi kesempatan bagi Valtino untuk mengeluarkan senjata api, dia langsung melayangkan satu tamparan hingga lawannya itu terjatuh ke tanah."Krak!"Begitu dipijak oleh Ardika, satu kaki Valtino langsung patah."Ahh ...."Valtino kesakitan setengah mati, tubuhnya terus berkedut."Lepaskan Tuan Muda Valtino! Kalau nggak, kami akan menembak!"Melihat situasi tersebut, anak buah lainnya yang tersisa segera mengeluarkan senjata api mereka.Namun, saat ini Valtino berada di bawah kaki Ardika, mereka hanya berani menggertak, tidak berani benar-benar menembak."Bertahanlah sebentar, aku membutuhkan 'bantuanmu' untuk membawaku keluar dari sini."Ardika berjongkok, menepuk-nepuk wajah Valtino. Kemudian, dia mengangkat lawannya itu seperti anjing mati dan meminta anak buah Valtino untuk menyerahkan mayat pembunuh Negara Jepara itu pada dirinya.Tanpa memedulikan muncung-muncung hitam di sekeli
Valtino tertawa dingin meremehkan. "Ardika, terlepas dari Vita dan Hanko, semua anggota Organisasi Snakei tahu bagaimana Chamir bisa ditekan olehmu.""Kamu hanya mengeluarkan uang untuk menyenangkan hati Ratu Ular, mencoba untuk menjalin hubungan dengannya.""Tapi sekarang aku bisa memberitahumu satu kabar baik.""Ratu Ular sudah mengeluarkan perintah Yang Mulia. Bagi siapa pun di antara orang-orang Organisasi Snakei yang bisa membunuhmu dan mengambil kembali Pedang Ular Gelap, maka orang itu akan segera naik jabatan menjadi ketua cabang Organisasi Snakei Gotawa.""Sekarang kamu sudah nggak punya pendukung lagi, atas dasar apa kamu mengira kamu nggak berani membunuhmu?"Kilatan dingin melintas di mata Ardika. "Ratu Ular? Perintah Yang Mulia?"Valtino berkata dengan dingin, "Hentikan omong kosongmu itu! Ardika, karena kamu sudah memilih untuk datang, kamu pasti sudah memanggil bala bantuan, 'kan? Langsung saja panggil mereka keluar!"Saat berbicara, dia sudah memberikan isyarat mata kep
"Terima kasih atas hadiahnya, Tuan Muda Valtino!"Mata pembunuh Negara Jepara itu langsung berbinar. Setelah mengangguk dan memberi hormat pada Valtino sejenak, dia hendak membungkukkan badannya untuk mengambil uang tersebut.Tepat pada saat ini, Valtino menggerakkan lengan bajunya, sebuah senjata api tiba-tiba meluncur ke dalam genggamannya. Sebelum pembunuh Negara Jepara itu sempat bereaksi, muncung pistol itu sudah tertuju pada kening pembunuh tersebut."Tuan Muda Valtino, kamu ...."Begitu ekspresi pembunuh itu berubah, menunjukkan ekspresi kebingungan, Valtino sudah langsung menebak."Dor!"Sebuah peluru menembus ke kepala pembunuh Negara Jepara itu. Dengan ekspresi marah dan tidak terima menghiasi wajahnya, dia terjatuh lemas di lantai."Membunuh satu orang saja nggak becus, apa gunanya kamu?!"Valtino menyimpan kembali senjata apinya tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.Seolah-olah sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini, dua orang di belakangnya langsung melangkah maju dan
"Baik!"Pria berpakaian longgar itu langsung mengeluarkan ponselnya sambil setengah berlutut di lantai, menghubungi sebuah nomor, lalu berkata dengan suara dalam, "Tuan Muda memerintahkan untuk kembali!"Selesai berbicara, dia meletakkan ponselnya, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke arah tuan muda tersebut."Tuan Muda, apa perlu mengirim orang ke sana? Selagi situasi malam ini sedang kacau ...."Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, tuan muda itu meliriknya sekilas. Sorot mata dingin nan tajam itu langsung membuatnya menelan kembali kata-kata yang sudah sampai ke ujung lidahnya."Ninja Negara Jepara saja sudah gagal, target sudah mulai waspada.""Kalau sesuatu nggak bisa dipaksakan, jangan dipaksakan! Itu adalah tindakan orang bodoh!""Apa aku nggak pernah mengajarimu?"Pria berpakaian longgar itu mengalihkan pandangannya ke bawah, menangkupkan tangannya dan berkata, "Tuan Muda benar!"Tuan muda itu tidak menghiraukannya lagi, melainkan tampak seperti sedang merenung.Sesaat kemu
"Ahh! Terjadi pembunuhan!""Terjadi pembunuhan!"Ruang mayat itu dipenuhi dengan suara teriakan dan tangisan Keluarga Basagita.Pembunuh Negara Jepara itu benar-benar kejam dan ganas. Jelas-jelas dikepung oleh begitu banyak orang, tetapi dia tetap bisa menerjang keluar dengan "membantai" semua lawannya.Belasan ahli bela diri yang dikirimkan oleh Keluarga Basuki kemari, yang mati, mati. Yang terluka, terluka. Suasana di tempat itu kacau balau."Sayang, apa kamu terluka?!"Melihat pembunuh Negara Jepara itu sudah keluar dari ruang mayat, Luna bergegas menghampiri suaminya.Setelah mengamati Ardika dari ujung kepala hingga ke ujung kaki, memeriksa beberapa kali dan memastikan suaminya tidak terluka, Luna baru menghela napas lega."Tuan Ardika, kalian baik-baik saja, 'kan?!"Sigit juga segera menerjang masuk dengan membawa anggotanya, ekspresinya tampak pucat.Sebelumnya, karena takut terjadi keributan, pihak kepolisian sudah melakukan pengaturan dan mengendalikan area sekitar rumah duka.
"Syuu ...."Adegan pisau melintas disertai dengan warna merah darah yang menakutkan menyambut indra penglihatan semua orang.Warna merah darah itu berasal dari leher Tuan Besar Basagita."Uh ... kamu ...."Sekujur tubuh Tuan Besar Basagita berkedut, dia menatap pembunuh Negara Jepara itu dengan tatapan terkejut, seakan-akan tidak menyangka pria itu akan menghabisinya begitu saja.Dia adalah Kepala Keluarga Basagita.Dia juga merupakan pemimpin cabang Keluarga Bangsawan Basagita Suraba.Tempat ini adalah Kota Banyuli.Dia telah ditakdirkan akan menjadi penguasa kota ini ....Bagaimana bisa orang Negara Jepara ini berani membunuhnya?Berbagai pemikiran berkelebat dalam benak Tuan Besar Basagita.Bahkan sebelum mati pun, dia masih bermimpi bisa membangkitkan Keluarga Basagita kembali, menjadi seseorang yang dihormati oleh banyak orang. Ya, sebuah mimpi yang mustahil terjadi."Sudah mati!""Tuan Besar sudah mati!""Ahhh ... ini nggak mungkin!"Melihat tubuh Tuan Besar Basagita dalam genang
Apa yang dinamakan dengan kena batu sendiri?Situasi Wulan sekarang menggambarkan kalimat itu dengan jelas!Kesabaran pembunuh Negara Jepara itu sudah hampir terkuras habis. Dia menatap Ardika dengan sorot mata dingin dan berkata, "Kamu benar-benar nggak mau kemari?"Akhirnya Tuan Besar Basagita sudah bisa mengumpulkan sedikit kekuatannya. Dia berteriak dengan marah, "Ardika, dasar sialan! Siapa suruh kamu begitu banyak beromong kosong?""Cepat kemari dan berlutut di hadapan Tuan Negara Jepara! Kalau nggak, nanti aku akan melumpuhkanmu!""Ardika, setelah aku lolos dari situasi bahaya ini, aku pasti akan menghabisimu, membuatmu hancur berkeping-keping! Aku juga akan menyuruh orang-orang untuk menggilir istrimu!"Rasa sakit yang luar biasa sudah membuat Wulan melupakan situasinya saat ini. Dia berteriak dengan suara melengking dan penuh amarah.Sekarang akhirnya dia sudah mengerti, Ardika si sialan ini pasti sengaja!Begitu mendengar ucapan Wulan, ekspresi Ardika langsung berubah menjadi
Kali ini, pembunuh Negara Jepara itu langsung menendang satu kaki Tuan Besar Basagita hingga patah."Ya, benar. Aku memang nggak menghormati orang tua dan nggak tahu malu, memangnya kenapa?"Pembunuh Negara Jepara itu sangat menikmati ekspresi amarah Ardika. Dia berkata dengan bangga, "Kalau kamu masih saja beromong kosong di sana dan nggak segera kemari berlutut di hadapanku, aku akan langsung menghabisi tua bangka ini!"Dasar Ardika bajingan!'Dasar Ardika sialan!'Bisakah kamu berhenti berbicara?!'Saking kesakitannya, Tuan Besar Basagita merasakan dirinya sudah nyaris mati.Dia ingin sekali mencaci maki Ardika, juga ingin menerjang ke sana dan mencabik-cabik mulut sial Ardika itu.Namun, rasa sakit yang menjalar ke sekujur tubuhnya, seakan-akan telah menyerap seluruh energinya. Dia bahkan sudah tidak berdaya untuk memaki.Semua orang sudah mendapati, makin Ardika berbicara, makin merangsang kekejaman pembunuh Negara Jepara itu. Makin lama, pembunuh itu bertindak makin kejam.Namun,